PENDAHULUAN Ernawati Nasution, SKM, M.Kes

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah Gizi merupakan salah satu penentu kualitas sumber daya manusia. Kekurangan gizi akan menyebabkan kegagalan pertumbuhan fisik dan perkembangan kecerdasan, menurunkan produktifitas kerja dan menurunkan daya tahan tubuh yang berakibat meningkatnya angka kesakitan dan kematian Direktorat Gizi Masyarakat, 2004. Saat ini kekurangan gizi dialami sepertiga balita di negara sedang berkembang dan merupakan penyebab separuh kematian anak di seluruh dunia Pellitier,1995. Hal ini mengakibatkan hilang dan berkurangnya kemampuan produktifitas dikarenakan anak yang mengalami kekurangan gizi akan mengalami kelemahan fisik dan intelektual sampai usia dewasa Grigsby, 2005. Prevalensi dan jumlah balita yang kekurangan gizi di negara sedang berkembang masih menunjukkan angka yang memprihatinkan. Asia Selatan merupakan daerah tertinggi kejadian gizi kurang dengan prevalensi 49,3 persen pada tahun 1995, di Sub-Afrika 1 dari 3 anak mengalami gizi kurang Smith dan Haddad, 2000. Di Indonesia trend gizi kurang menunjukkan penurunan yang lambat Heaver dan Masson, 2000. Saat ini lebih dari 5 juta balita menderita kurang gizi. Yusnidaryani : Pengaruh Pola Asuh Terhadap Status Gizi Bayi Pada Keluarga Miskin Dan Tidak Miskin Di Kabupaten Aceh Utara, 2009 USU Repository © 2008 Diperkirakan 2 balita meninggal setiap menit, 1 balita meninggal karena gizi kurang dan 1 balita meninggal karena infeksi. Data kajian gizi pada 13 Kabupaten dan Kota yang terkena dampak tsunami di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam terdapat 11 Kabupaten yang berada pada tingkat resiko tinggi atau prevalensi gizi kurang lebih besar dari 29,9 persen dan 2 Kabupaten berada pada tingkat risiko sedang atau prevalensi gizi kurang pada balita 20 sampai 29,9 persen. Kabupaten Aceh Utara merupakan salah satu Kabupaten di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam menunjukkan persentase balita status gizi kurang adalah 33,5 persen dan status gizi buruk 10,9 persen dari 4020 balita yang dinilai menggunakan indikator berat badan menurut umur. Dari kelompok umur 0 - 1 tahun, prevalensi gizi kurang sebesar 28,6 persen Pemda NAD dan Depkes RI, 2006. Data pemantauan status gizi tahun 2006, dari 77.922 jumlah balita, balita yang ditimbang 39.740 balita atau 51 persen. Dari jumlah balita yang ditimbang terdapat balita bawah garis merah BMG 3.819 atau 4,9 persen, kasus balita bawah garis titik BGT sejumlah 8.961 balita atau 11,5 persen Dinkes Kabupaten Aceh Utara, 2006. Berdasarkan data pemantauan status gizi balita di Kabupaten Aceh Utara pada 3 tahun terakhir masalah gizi balita masih belum teratasi. Status gizi buruk berkisar antara 4 sampai dengan 10,3 persen, walaupun sudah menunjukkan adanya penurunan. Kejadian gizi kurang masih dialami 10,5 sampai 18 persen balita. Mengacu pada Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 920MenkesSKVIII2002 tanggal 1 Agustus 2002 menyebutkan bahwa suatu masyarakat disebut tidak mempunyai masalah kesehatan masyarakat bila hanya 2,0 persen balita yang Yusnidaryani : Pengaruh Pola Asuh Terhadap Status Gizi Bayi Pada Keluarga Miskin Dan Tidak Miskin Di Kabupaten Aceh Utara, 2009 USU Repository © 2008 mengalami gizi kurang berada antara -2SD dan -3SD atau mengalami gizi lebih antara 2SD dan 3SD . Upaya menurunkan gizi kurang menjadi target Millineum Development Goals dengan tujuan khusus mengurangi 50 persen prevalensi gizi kurang pada balita antara tahun 1990 sampai 2015 De Onis, et all, 2004. Sasaran Nasional pembangunan di bidang kesehatan tahun 2010 adalah menurunkan prevalensi balita bawah garis merah kurang dari 15 persen, cakupan balita gizi buruk mendapatkan perawatan 100 persen dan meningkatkan cakupan pemberian ASI eksklusif sampai usia 6 bulan menjadi 80 persen. Target dan indikator Program Nasional Bagi Anak Indonesia PNBAI yaitu menurunkan prevalensi balita pendek menjadi 10,3 persen pada tahun 2015 dan menurunkan prevalensi balita kurussangat kurus menjadi 5,3 persen Pokja Penyusunan PNBAI 2015, 2004. Berkaitan dengan target menurunkan prevalensi masalah gizi, maka perlu pemantauan khusus terhadap daerah yang belum mencapai target. Status gizi bayi berhubungan dengan pola asuh termasuk asuh makan pemberian ASI dan MP-ASI asuh diri personal hygiene, hygiene makanan dan lingkungan dan asuh kesehatan jenis penyakit, frekuensi dan lama sakit dan imunisasi. Kemampuan ibu mempraktekkan pemberian ASI, MP-ASI yang tepat, perilaku ibu memelihara kebersihan bayi dan lingkungan, perawatan anak sakit dan imunisasi akan mempengaruhi status gizi Smits, et all, 2003. Gizi buruk dapat terjadi pada bayi manapun yang tidak secara mutlak dipengaruhi oleh kemampuan ekonomi keluarga. Hal ini berarti bahwa bayi-bayi Yusnidaryani : Pengaruh Pola Asuh Terhadap Status Gizi Bayi Pada Keluarga Miskin Dan Tidak Miskin Di Kabupaten Aceh Utara, 2009 USU Repository © 2008 yang berasal dari keluarga dengan kemampuan ekonomi tinggi juga dapat mengalami gizi buruk. Sebaliknya pada keluarga berpenghasilan rendah juga dapat dijumpai bayi yang status gizinya baik. Dari keadaan ini disimpulkan bahwa pola asuh sangat berperan terhadap status gizi bayi. Beberapa penelitian telah membuktikan hubungan pola asuh dengan status gizi. Sandjaja 2001 meneliti tentang penyimpangan positif positive deviance status gizi anak balita. Penelitian ini mengemukakan bahwa ditemukan pada beberapa keluarga dengan sosial ekonomi rendah mempunyai daya adaptasi yang tinggi sehingga mampu tumbuh dan berkembang walaupun menghadapi tekanan ekonomi, sosial dan lingkungan. Faktor yang berperan adalah faktor ibu, pola asuh anak, kesehatan anak dan konsumsi makanan pada balita. Penelitian Mustafa 2006, menunjukkan ada hubungan antara pola asuh dengan status gizi balita, dimana kondisi pasca bencana tsunami menyebabkan masyarakat mengalami kesulitan untuk mencari nafkah. Keluarga dengan berpenghasilan cukup maupun tidak cukup dengan pola asuh yang memadai cenderung mengalami perbaikan status gizi. Pendapatan merupakan determinan yang mempengaruhi status gizi, bisa dilihat dari tingkat kesejahteraan keluarga. Di Indonesia tingkat kesejahteraan keluarga diklasifikasikan menjadi keluarga pra sejahtera, keluarga sejahtera satu dan keluarga sejahtera dua. Kategori yang sangat rentan mengalami gangguan gizi adalah keluarga pra sejahtera dan keluarga sejahtera satu. Yusnidaryani : Pengaruh Pola Asuh Terhadap Status Gizi Bayi Pada Keluarga Miskin Dan Tidak Miskin Di Kabupaten Aceh Utara, 2009 USU Repository © 2008 Selain pendapatan, konsumsi berpengaruh terhadap status gizi. Konsumsi makan bayi diperoleh dari ASI dan MP ASI. Pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan pada bayi akan berperan penting terhadap pertumbuhan dan perkembangan bayi. World Health Organzation WHO dan United Nation Children Fund UNICEF mendeklarasikan kerjasama dalam hal perlindungan promosi dan dukungan terhadap pemberian air susu ibu ASI secara eksklusif. Deklarasi ini menghimbau semua pemerintah negara-negara di dunia untuk mengambil kebijakan serta menentukan target terhadap menyusui eksklusif, yaitu pada bayi diberikan hanya ASI saja langsung atau tidak langsung diperas. Cairan lain yang dibolehkan hanya vitamin, mineral dan atau obat dalam bentuk sirup atau tetes. WHO merekomendasikan menyusui secara eksklusif usia 4-6 bulan, sementara itu UNICEF dan America Academy of Pediatric APP menetapkan sampai usia 6 bulan, dilanjutkan sampai dengan 1 tahun atau lebih bersama dengan makanan pendamping ASI Unicef,1999 dan APP, 1997. Pemberian ASI tanpa makanan pendamping ASI pada bayi 4-6 bulan masih sangat rendah di beberapa Negara Asia. Banglades hanya 10 persen, Srilangka 17,57 persen dan Thailand 4 persen. Di Amerika Serikat proporsi menyusui eksklusif adalah 47 persen pada bayi 7 hari, 32 persen pada bayi 2 bulan, 19 persen pada bayi 4 bulan dan 10 persen pada bayi usia 6 bulan. Di Indonesia pada tahun 2002 persentase pemberian ASI eksklusif pada kelompok umur kurang 4 bulan 55,1 persen, pada usia dibawah 6 bulan adalah 39,5 Yusnidaryani : Pengaruh Pola Asuh Terhadap Status Gizi Bayi Pada Keluarga Miskin Dan Tidak Miskin Di Kabupaten Aceh Utara, 2009 USU Repository © 2008 persen dan usia 6-9 bulan adalah 4,9 persen. Hal ini berarti pemberian ASI saja, tanpa MP-ASI semakin menurun sejalan dengan bertambahnya usia bayi SDKI, 2002. Bila dibandingkan dengan standar nasional cakupan ASI yang ditetapkan Depkes sebesar 80 persen, cakupan pemberian ASI di Nanggroe Aceh Darussalam masih jauh dibawah standar. Dinkes, NAD Kab.Aceh Utara, 2006. Pengasuhan anak pada keluarga miskin, walaupun diasuh oleh ibu sendiri, namun sering dibiarkan duduk di tanah, tanpa alas kaki, serta tanmpa memakai celana. Disamping itu kondisi rumah juga kurang mendukung karena masih berlantai tanah. Sementara itu pada keluarga tidak miskin, malaupun pengasuhan dilakukan ibu sendiri dan pembantu, tetapi jarang dibiarkan bermain di tanah tanpa alas kaki dan celana. Berdasarkan masalah tersebut maka penelitian ini bermaksud untuk menganalisa pengaruh pola asuh pemberian ASI dan MP-ASI asuh diri personal hyigiene, hygiene makanan dan lingkungan dan asuh kesehatan jenis penyakit, frekuensi dan lama sakit, imunisasi terhadap status gizi bayi pada keluarga miskin dan tidak miskin di Kabupaten Aceh Utara tahun 2009. 1.2.Permasalahan Berdasarkan masih tingginya kasus gizi buruk di Kabupaten Aceh Utara, ingin diketahui bagaimana pengaruh pola asuh terhadap status gizi bayi pada keluarga miskin dan tidak miskin di Kabupaten Aceh Utara tahun 2009. Yusnidaryani : Pengaruh Pola Asuh Terhadap Status Gizi Bayi Pada Keluarga Miskin Dan Tidak Miskin Di Kabupaten Aceh Utara, 2009 USU Repository © 2008

1.3. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh pola asuh meliputi asuh makan jenis makanan, frekuensi makan, konsumsi energi dan protein, asuh diri kebersihan perorangan, higiene makan, higiene lingkungan dan asuh kesehatan jenis sakit, frekuensi sakit, lama sakit, imunisasi terhadap status gizi bayi pada keluarga miskin dan tidak miskin di Kabupaten Aceh Utara. 1.4.Hipotesis Berdasarkan tujuan penelitian di atas, maka sebagai hipotesis dalam penelitian ini adalah terdapat pengaruh pola asuh makan jenis makanan, frekuensi makan, konsumsi energi dan protein, asuh diri kebersihan perorangan, higiene makan, higiene lingkungan dan asuh kesehatan jenis sakit, frekuensi sakit, lama sakit, imunisasi terhadap status gizi bayi pada keluarga miskin dan tidak miskin di Kabupaten Aceh Utara”.

1.5. Manfaat Penelitian

1. Sebagai bahan masukan bagi tenaga gizi puskesmas dalam pengembangan ilmu pengetahuan tentang pola asuh asuh makan, asuh diri, asuh kesehatan serta faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi pada anak bayi. 2. Sebagai bahan masukan bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Utara NAD dan pihak terkait dalam membuat kebijakan penanggulangan masalah pola asuh dengan status gizi bayi pada keluarga miskin dan tidak miskin di Kabupaten Aceh Utara. Yusnidaryani : Pengaruh Pola Asuh Terhadap Status Gizi Bayi Pada Keluarga Miskin Dan Tidak Miskin Di Kabupaten Aceh Utara, 2009 USU Repository © 2008 3. Sebagai bahan referensi dalam bidang Administrasi dan Kebijakan Kesehatan khususnya pada program penanggulangan masalah gizi bayi di Kabupaten Aceh Utara. Yusnidaryani : Pengaruh Pola Asuh Terhadap Status Gizi Bayi Pada Keluarga Miskin Dan Tidak Miskin Di Kabupaten Aceh Utara, 2009 USU Repository © 2008

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA