usahatani. Sisanya merupakan biaya yang dikeluarkan untuk sewa lahan sebesar 11,09 persen atau Rp 695.000,00, penyusutan alat sebesar 1,24 persen atau
sebesar Rp 77.520,44, biaya benih sebesar Rp 150.925,93 atau 2,4 persen, sewa traktordan ternak sebesar Rp 179.400,00 2,86 persen.
Informasi yang dapat diketahui dari tabel diatas ialah proporsi biaya tunai pada usahatani padi konvensional lebih besar dibandingkan proporsi biaya
diperhitungkan. Biaya tunai usahatani padi konvensional sebesar Rp 3.595.911,84 atau sebesar 57,35 persen sedangkan biaya diperhitungkannya sebesar Rp
2.669.338,22 atau 46,64 persen. Sama halnya dengan biaya tunai dan diperhitungkan pada usahatani padi sehat, yaitu biaya tunai yang dikeluarkan lebih
besar daripada biaya yang diperhitungkannya, untuk biaya tunai usahatani padi sehat sebesar Rp 6.276.178,89 80,17 persen dan biaya diperhitungkan usahatani
padi sehat sebesar Rp 1.552.739,63 19,83 persen. Hal ini menunjukan bahwa petani pada usahatani padi sehat secara finansial sangat bergantung pada
ketersediaan biaya tunai yang lebih besar dibandingkan dengan usahatani padi konvensional dalam pengadaan inputnya. Adapun rincian perbandingan biaya
pada kedua usahatani dapat dilihat pada Tabel 15. Tabel 15. Analisis Perbandingan Biaya untuk Usahatani Padi Sehat dan Padi
Konvensional di Desa Ciburuy Kecamatan Cigombong per Hektar
No Biaya Usahatani
Padi Sehat Padi Konvensional
Rp Rp 1 Biaya
Tunai 6.276.178,89 80.17
3.595.911,84 57,39 2 Biaya
Diperhitungkan 1.552.739,63 19,83
2.669.338,22 42.61 Total
Biaya 7.828.918,52
100,00 6.259.250,06
100,00
7.3.4. Analisis Penerimaan dan Pendapatan Usahatani
Sesuai dengan salah satu tujuan penelitian ini yaitu untuk membandingkan pendapatan antara petani padi anorganik dan padi sehat, maka perbandingan
pendapatan dilakukan untuk petani padi sehat dan petani padi anorganik keduanya berstatus sebagai penyewa lahan. Untuk lebih singkatnya mengenai perbandingan
pendapatan antara petani padi sehat dengan petani padi anorganik dapat dilihat pada tabel yang telah disajikan.
Pendapatan usahatani merupakan selisih antara penerimaan dan semua biaya yang dikeluarkan, apabila nilai selisih tersebut positif maka dapat dikatakan
usahatani menguntungkan. Pendapatan usahatani dianalisis dengan menggunakan konsep pendapatan atas biaya tunai dan pendapatan atas biaya total. Pendapatan
atas biaya tunai diperoleh dari hasil pengurangan penerimaan petani terhadap semua komponen biaya yang dikeluarkan secara tunai dalam usahatani. Sementara
pendapatan atas biaya total merupakan penerimaan petani yang dikurangkan dengan seluruh biaya yang telah dikeluarkan dalam usahataninya, termasuk biaya
yang diperhitungkan. Sehingga seringkali hasil akhir dari pendapatan atas biaya total lebih kecil dibandingkan pendapatan tunai. Adapun rincian pendapatan
usahatani padi sehat dan padi konvensional dapat dilihat pada Tabel 16. Tabel
16. Analisis Pendapatan Usahatani Padi Sehat dan Usahatani Padi
Konvensional pada Musim Tanam MT I Tahun 2009 RpHa
No Uraian Padi Sehat
Konvensional 1 Penerimaan
13.861.140,74 11.307.592,59
2 Biaya Usahatani Total Biaya Tunai
6.276.178,89 80.17
3.595.911,84 57,39
Total Biaya Diperhitungkan 1.552.739,63
19.83 2.669.338,22
42,61 Total Biaya
7.828.918,52 100,00 6.265.250,06 100,00 3 Pendapatan Atas Biaya Tunai
7.584.961,85 7.711.680,75
4 Pendapatan Atas Biaya Total 6.032.222,22
5.042.342,53
Berdasarkan data yang diperoleh, hasil panen musim tanam pertama periode tahun 2009, penjualan gabah hasil panen padi sehat menghasilkan nilai
total produksi rata – rata sebesar Rp 13.861.140,74 per hektar. Sementara perolehan penerimaan petani padi konvensional ialah sebesar Rp 11.307.592,59.
Perbedaan jumlah penerimaan pada kedua usahatani tersebut dikarenakan tingkat produktivitas padi yang relatif berbeda. Produktivitas padi sehat lebih tinggi
dibandingkan padi konvensional. Penjualan hasil gabah usahatani tersebut merupakan pendapatan kotor yang belum dikurangi oleh biaya– biaya usahatani
yang dikeluarkan. Pada umumnya, usahatani padi sehat memiliki biaya usahatani yang lebih besar daripada biaya usahatani pada padi konvensional, terutama pada
komponen TKLK dan pengadaan kompos. Tabel 17 menunjukkan bahwa dari segi biaya total biaya usahatani padi sehat memiliki biaya yang lebih besar
dibandingkan dengan usahatani padi konvensional terutama pada total biaya diperhitungkan. Namun dapat diketahui bahwa pendapatan tunai pada usahatani
padi sehat nilainya lebih besar dibandingkan dengan usahatani padi konvensional. Petani padi sehat memperoleh pendapatan atas biaya tunai sebesar Rp
7.584.961,85 per hektar. Sedangkan pendapatan atas biaya tunai yang diperoleh oleh petani padi konvensional hanya sebesar Rp 7.711.680,75 per hektar. Hal
tersebut dikarenakan rata - rata biaya tunai dan total petani padi sehat lebih besar dari petani padi konvensional, sehingga dapat diketahui selisih antara pendapatan
atas biaya tunai padi sehat dan konvensional rata - rata sebesar Rp 126.718,90 per hektar, dan nilai tersebut lebih menguntungkan bagi petani padi konvensional jika
dibandingkan dengan petani padi sehat. Sama halnya dengan pendapatan atas biaya total pada masing–masing
usahatani, diketahui bahwa pendapatan atas biaya total yang diperoleh petani padi sehat lebih tinggi dibandingkan dengan pendapatan atas biaya total usahatani padi
konvensional. Jika dilihat pada Tabel 16 bahwa petani padi sehat menerima pendapatan atas biaya totalnya sebesar Rp 6.032.222,22 per hektar, hal tersebut
disebabkan oleh besarnya total biaya tunai, sehingga pendapatan atas biaya totalnya menjadi lebih kecil. Sementara pendapatan atas biaya total petani padi
konvensional sebesar Rp 5.048.342,53 per hektar, hal ini menunjukan bahwa petani padi konvensional masih mendapatkan keuntungan apabila biaya yang
diperhitungkan tetap dibayarkan.
7.4. Analisis Efisiensi Pendapatan Usahatani