Hasil pendapatan usahatani organik menunjukkan bahwa pendapatan yang diperoleh petani organik lebih besar daripada pendapatan yang diperoleh petani
anorganikkonvensional pada masa tanam sama untuk karakteristik petani yang sama. Analisis kepekaan sensitivity analysis menunjukkan bahwa usahatani padi
yang dilaksanakan secara organik tetap layak nilai RC lebih besar dari satu bila harga pupuk kandang naik dari Rp 7500 per sak menjadi Rp 14000 per sak;
demikian pula bila harga jual beras organik turun dari Rp 2400 per kg menjadi Rp 1500kg. Bila harga pupuk kandang naik dan harga jual beras turun secara
bersamaan seperti di atas, usahatani padi organik pemilik penggarap masih layak, tetapi tidak untuk penyakap.
Nainggolan 2001 melakukan penelitian analisis usahatani padi organik dan anorganik di Kabupaten Karawang. Berdasarkan analisis pendapatan kotor
dan pendapatan bersih petani organik lebih besar dibandingkan dengan petani anorganik. Jumlah produksi padi yang dihasilkan petani organik lebih besar
daripada petani anorganik. Rata-rata produksi padi yang dihasilkan petani organik sebesar 4,9 ton per hektar, petani organik penggarap 5,1 ton per hektar.
Sedangkan rata-rata produksi padi anorganik pada petani pemilik 4,4 ton per hektar dan penggarap 4,7 ton per hektar. Penggunaan pestisida kimia tidak
mempengaruhi produksi padi, bahkan produksi padi dengan pestidia botanis lebih tinggi. Nilai RC rasio dapat dilihat bahwa nilai RC rasio usahatani padi organik
lebih tinggi daripada nilai RC rasio usahatani padi anorganik, maka penerimaan setiap satu rupiah yang dikeluarkan petani organik lebih besar daripada
penerimaan yang diperoleh petani anorganik.
2.5.2. Analisis Adopsi Sistem Usahatani
Herdiansyah 2005
menganalisis aspek ekonomi dan faktor-faktor yang
mempengaruhi adopsi sistem usahatani padi organik. Hasil dari penelitian ini ternyata, produktivitas padi dengan sistem budidaya anorganik lebih tinggi jika
dibandingkan dengan produktivitas tanaman padi yang dihasilkan secara organik. Analisis pendapatan sistem usahatani padi anorganik lebih menguntungkan jika
dibandingkan dengan sistem usahatani padi secara organik bagi petani pemilik penggarap. Bagi petani sakap dan lahan sewa sistem usahatani padi organik lebih
menguntungkan jika dibandingkan dengan sistem usahatani padi secara anorganik. Nilai RC atas biaya total dan nilai Net BC pada skenario I, II dan III didapat
bahwa secara umum baik sistem usahatani padi organik maupun sistem usahatani padi anorganik tidak layak untuk dilanjutkan. Nilai RC dan BC yang kecil
≤1 dikarenakan tingkat harga output yang rendah sehingga penerimaan yang
diperoleh petani padi kecil. Berdasarkan analisis Logistic Regression Model atau fungsi logit variabel-variabel yang berpengaruh nyata terhadap kemauan petani
dalam mengadopsi sistem usahatani padi organik terdiri atas variabel tingkat pendidikan dan variabel sumber informasi berpengaruh nyata pada taraf
α 10 persen dengan arah positif. Variabel biaya pupuk dan jumlah tenaga kerja
berpengaruh pada taraf nyata α 10 persen. Variabel lain yang diduga berpengaruh
adalah umur, pengalaman bertani, dan jumlah tanggungan keluarga.
2.5.3. Analisis Tataniaga Padi
Riyanto 2005 penelitian tentang analisis pendapatan usahatani dan pemasaran padi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pendapatan yang diperoleh
petani kelompok I luas lahan 0,34 hektar, II luas lahan 0,34 hektar, III luas lahan 0,34 hektar bernilai positif dan lebih besar dari pendapatan biaya atas
biaya totalnya. Nilai RC rasio pada petani kelompok I adalah 1,81 atas biaya tunai dan 1,34 atas biaya total dan nilai tersebut lebih rendah dari nilai RC rasio
petani II dan petani III. Pola pemasaran yang terbentuk terdapat dua pola pemasaran I dan pola
pemasaran II. Nilai marjin pada pola pemasaran I adalah nilai terbesar yaitu 582,50. Begitu juga dengan rasio antar biaya dan keuntungan. Hal ini
membuktikan bahwa saluran pemasaran I lebih efisien daripada pola pemasaran yang paling banyak digunakan adalah pola pemasaran II yaitu sebesar 63,33
persen dari total petani. Namun marjin dan efisiensi pemasaran pola I memiliki nilai yang lebih besar. Jadi pemasaran I paling efisien dibandingkan dengan pola
pemasaran II. Kusumah 2004 menganalisis perbandingan usahatani dan pemasaran
antara padi organik dan anorganik. Diketahui bahwa RC rasio yang diperoleh petani padi organik 1,95 lebih rendah dari RC rasio yang diperoleh petani padi
anorganik, yaitu 2,23. Pola pemasaran padi organik terdiri dari empat pola pemasaran yaitu 1 petani – pedagang pengecer pengumpul – pedagang pengecer
non lokal – konsumen, nilai marjin sebesar 34,47 persen. 2 petani – pedagang pengumpul – konsumen, nilai marjin sebesar 30,66 persen. 3 petani – pedagang
pengumpul – pedagang pengecer lokal – konsumen, nilai marjin sebesar 34,90 persen. 4 petani – pedagang pengecer lokal – konsumen, nilai marjin sebesar
5,40 persen. Pola pemasaran padi anorganik terdiri dari empat pola pemasaran yaitu 1 petani – pedagang pengumpul – pedagang pengecer – konsumen, nilai
marjin sebesar 62, 50 persen. 2 petani – pedagang pengumpul – konsumen, nilai marjin sebesar 37,50 persen. 3 petani – konsumen, nilai marjin sebesar 20,00
persen dan 4 petani – pedagang pengecer – konsumen, nilai marjin sebesar 40,00.
Dari sisi pemasarannya diketahui ternyata nilai total marjin pemasaran yang diperoleh pola pemasaran I dan II lebih besar dari pola pemasaran III dan IV
padi organik, begitu pula jika dibandingkan dengan seluruh pola pemasaran padi anorganik. Sedangkan untuk pola pemasaran III dan IV padi organik jika
dibandingkan dengan seluruh pola pemasaran padi anorganik diketahui ternyata nilai total marjin pemasarannya hampir sama dengan seluruh pola pemasaran padi
anorganik.
III KERANGKA PEMIKIRAN
3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Usahatani