Universitas Sumatera Utara
3. Perbandingan Giro Wadi’ah dan Giro Mudharabah Pada PT. Bank
Mumalat Indonesia Tbk Cabang Tanjungbalai
Aplikasi giro wadi’ah dan giro mudharabah pada bank syariah memiliki
tujuan pemasaran yang berbeda. Giro wadi’ah atau Giro Muamalat Attijary iB
pada Bank Muamalat Indonesia ditujukan kepada nasabah yang ingin menyimpan dananya di bank dan menggunakan fasilitas giro untuk transaksi bisnisnya,
sedangkan giro mudharabah atau Giro Muamalat Ultima iB ditujukan kepada nasabah yang tidak sekedar menggunakan fasilitas giro untuk bertansaksi namun
juga memanfaatkan dananya untuk mendapatkan keuntungan yang lebih besar. Dibandingkan dengan deposito syariah yang menggunakan akad mudharabah,
nisbah giro mudharabah relatif lebih kecil tetapi hasil yang didapat dari giro mudharabah
dan bonus yang diberikan pada giro wadi’ah, keuntungan yang
didapat dari giro mudharabah lebih besar
85
. Fasilitas yang didapat dari penggunaan dua produk giro ini hanya memiliki
sedikit perbedaan. Nasabah di kedua produk giro tetap bisa mendapatkan fasilitas yang membantu kelancaran bertransaksi bisnis mereka seperti halnya cek dan
bilyet giro. Nasabah juga diberikan fasilitas ATM untuk melakukan penarikan dana dari rekening giro walaupun pada Bank Muamalat Indonesia cabang
Tanjungbalai fasilitas ATM ini tidak diberikan kepada nasabah giro, hal ini tidak mengurangi fungsi giro itu sendiri sebagai salah satu sarana transaksi dalam
perdagangan.
85
Hasil Wawancara dengan Fitri, Customer Service PT. Bank Muamalat Indonesia Tbk, Cabang Tanjungbalai, tanggal 23 April 2015
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara Kedudukan nasabah dan bank dalam kedua produk giro berbeda. Nasabah
berkedudukan sebagai penitip dana dan bank syariah berkedudukan sebagai penerima titipan
86
pada giro wadi’ah sedangkan pada giro mudharabah, nasabah
berkedudukan sebagai pemilik dana dan bank syariah berkedudukan sebagai pengelola dana
87
. Kedudukan yang tidak sama mengakibatkan adanya perbedaan hak dan kewajiban para pihak.
Bank syariah sebagai penerima titipan muuda’ memiliki kewajiban untuk
mengembalikan dana yang dititipkan oleh penitip dana pada giro wadi’ah. Hal ini
ditegaskan dalam Surat Edaran BI Nomor 1014DBpS2008 Romawi II Bagian II.1 huruf f dan PBI Nomor 7462005 Pasal 3 huruf e bahwa bank menjamin
pengembalian dana titipan nasabah. Bank syariah memiliki hak untuk memanfaatkan dana yang dititipkan dan menerima biaya administrasi yang
merupakan biaya yang terkait langsung dengan biaya pengelolaan rekening. Biaya administrasi merupakan hak bank syariah untuk mendapatkannya, hal ini
dijelaskan dalam Surat Edaran BI Nomor 1014DBpS2008 Romawi II Bagian II.1 Huruf e bahwa bank dapat membebankan kepada nasabah biaya administrasi
berupa biaya-biaya yang terkait langsung dengan biaya pengelolaan rekening. Nasabah yang berkedudukan sebagai penitip dana
muudi’ memiliki kewajiban untuk membayar biaya adminitrasi yang ditetapkan oleh bank syariah sebagai
biaya pengelolaan rekening giro wadi’ah. Nasabah memiliki hak untuk
mengambil kembali dana yang dititipkan kapan saja.
86
Hasil Wawancara dengan Fitri, Customer Service PT. Bank Muamalat Indonesia Tbk, Cabang Tanjungbalai, tanggal 23 April 2015
87
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara Bank syariah sebagai pengelola dana mudharib pada giro mudharabah
memiliki kewajiban untuk membagikan keuntungan yang didapat sesuai dengan nisbah yang telah ditetapkan kepada nasabah dan mengelola dana nasabah dengan
hati-hati dan itikad baik. Bank syariah memiliki hak untuk mengelola dana sepenuhnya tanpa terikat oleh pemilik dana shahibul maal, karena jenis akad
mudharabah yang digunakan dalam giro mudharabah ini adalah mudharabah mutlaqah
investasi tidak terikat
88
. Nasabah sebagai shahibul maal memiliki kewajiban untuk menanggung kerugian yang dialami oleh bank syariah
mudharib, kecuali kerugian tersebut terjadi atas kesalahan mudharib atau karena kelalaiannya maka hal ini menjadi tanggung jawab mudharib sepenuhnya.
Nasabah memiliki hak untuk mendapat bagi hasil keuntungan sesuai dengan nisbah yang telah disepakati di dalam akad giro mudharabah.
Giro mudharabah memiliki resiko kerugian namun giro wadi’ah tidak
memiliki resiko kerugian sama sekali bagi nasabah. Bank syariah sebagai mudharib
dalam mengelola dana nasabah tidak selamanya terlepas dari resiko kerugian. Jika Usaha yang dijalankan mengalami kerugian maka kerugian itu
ditanggung oleh pemilik modal shahibul maal sepanjang kerugian itu bukan kelalaian mudharib. Sementra mudharib menanggung kerugian atas upaya jerih
payah dan waktu yang telah dilakukan untuk menjalankan usaha. Namun, jika kerugian itu diakibatkan karena kelalaian mudharib, maka mudharib harus
bertanggung jawab atas kerugian tersebut
89
. Menurut Pedoman Akutansi
88
Hasil Wawancara dengan Fitri, Customer Service PT. Bank Muamalat Indonesia Tbk, Cabang Tanjungbalai, tanggal 23 April 2015
89
Ismail Nawawi,
Op.Cit.,
hal. 186
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara Perbankan Syariah Indonesia, kelalaian atau kesalahan bank sebagai pengelola
dana disebabkan, misalnya: a.
tidak dipenuhinya persyaratan yang ditentukan di dalam akad; b.
tidak terdapat kondisi diluar kemampuan force majeur yang lazim danatau yang telah ditentukan di dalam akad; atau
c. hasil putusan dari badan arbitrase atau pengadilan.
Giro mudharabah memang memiliki resiko kerugian namun dalam perhitungan distribusi bagi hasil, kerugian yang dialami oleh nasabah sangat
jarang terjadi. Hal ini disebabkan oleh metode pendistribusian bagi hasil yang dilakukan oleh bank syariah. Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor 15 DSN-
MUIIX2000 menetapkan pembagian hasil usaha di antara para pihak mitra dalam suatu bentuk usaha kerja sama boleh didasarkan pada prinsip bagi untung,
yakni bagi hasil yang dihitung dari pendapatan setelah dikurangi, biaya pengelolaan dana, dan boleh pula didasarkan pada prinsip bagi hasil yang dihitung
dari total peendapatan pengelolaan dana, dan masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan. Fatwa Dewan Syariah Nasional menetapkan dua bentuk
perhitungan yaitu revenue sharing dan profit sharing
90
. Dari bunyi fatwa di atas, secara eksplisit diakui bahwa di anatara kedua metode ini memiliki kelebihan dan
kekurangan, akan tetapi pada butir fatwa yang menetapkan bahwa revenu e sharing lebih maslahah
91
. Pada dasarnya profit sharing terletak pada apakah komponen biaya turut diperhitungkan atau tidak. revenue sharing dilaksanakan dengan
mendistribusikan pendapatan kotor tanpa memperhatikan biaya-biaya yang
90
Hirsanuddin,
Hukum Perbankan Syariah ; Pembiayaan Bisnis dengan Prinsip Kemitraan
Yogyakarta : Genta Press, 2008, hal. 126
91
Ibid.
, hal. 128
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara dikeluarkan. Pada prinsipnya revenue sharing proses distribusi pendapatan
dilakukan sebelum memperhitungkan biaya operasional, karena biaya operasional akan ditanggung oleh bank selaku mudharib sedangkan pada profit sharing proses
distribusi hasil usaha dilakukan setelah memperhitungkan biaya operasioanal
92
. Profit sharing
merupakan mekanisme yang sesuai dengan syariah di mana semua pembiayaan normal yang berkaitan dengan bisnis mudharabah, tetapi bukan
pengeluaran personal sang mudharib karena illat mudharabah adalah laba disertai dengan kesanggupan menanggung resiko, sedangkan laba adalah merupakan
selisih antara pendapatan dan biaya. Sebaliknya revenue sharing mengandung beberapa kelemahan, karena apanila tingkat pendapatan bank sedemikian rendah,
maka bagian bank setelah pendapatan didistribusikan oleh bank, tidak mampui membiayai kebutuhan operasionalnya yang lebih besar daripada pendapatan fee,
sehingga merupakan kerugian bank dan membebani para pemegang saham sebagai penannggung rupiah. Sementara para penyandang dana atau investor lain
tidak akan pernah menanggung kerugian akibat biaya operasional tersebut. Dengan kata lain, secara tidak langsung bank menjamin nilai nominal investasi
nasabah, karena pendapatan paling rendah yang kan dialami oleh bank adalah nol dan tidak mungkin terjadi pendapatan negatif
93
. Dana nasabah pada giro
wadi’ah merupakan barang titipan yang harus dijaga oleh penerima titipan. Dana nasabah sebagai barang titipan harus
dikembalikan tanpa kurang sedikitpun kepada penitip barang. Hal itu sudah menjadi kewajiban penerima titipan sehingga tidak ada resiko kerugian yang akan
92
Loc.Cit
93
Ibid.
, hal. 127
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara dialami oleh nasabah giro
wadi’ah. Dana yang disimpan bebas dari implikasi kerugian yang dialami oleh bank syariah sehingga tidak ada resiko kerugian yang
akan ditanggung oleh nasabah.
4. K elebihan dan Kelemahan dari Giro Wadi’ah dan Giro Mudharabah