Universitas Sumatera Utara
B. Giro dalam Perbankan Syariah
Giro berdasarkan prinsip syariah atau giro syariah adalah giro yang sesuai dan dibenarkan secara syariah. Giro yang tidak dibenarkan secara syariah adalah
giro yang berdasarkan perhitungan bunga
60
. Pada mulanya rekening giro dipergunakan untuk kebutuhan transaksi bagi para penitip uang dengan frekuensi
penarikan yang tinggi karena itu, rekening giro tidak memberikan imbalan apa pun kepada pemilik dana nasabah. Dalam pengertian ini, giro mirip dengan akad
wa di’ah dalam literatur fiqh. Namun dengan berkembangnya pelayanan
perbankan dan ditunjang oleh teknologi informasi, jasa giro konvensional memberikan
bunga. Jasa
giro berupa
bunga ini
diperhitungannya mempertimbangkan jumlah dana yang mengendap dan lama pengendapannya. Hal
ini tidak sesuai dengan prinsip syariah karena giro berupa bunga ini mengandung bunga.
1. Dasar Hukum Giro dengan Prinsip Syariah
Secara khusus pengaturan perbankan syariah merumuskan pengertian giro sebagaimana tersebut dalam ketentuan Pasal 1 angka 23 Undang-Undang Nomor
21 Tahun 2008, yang tidak jauh beda dengan pengertian giro sebagaimana dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah
diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 yaitu : “ Giro adalah Simpanan berdasarkan Akad wadiah atau Akad lain yang
tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah yang penarikannya dapat
60
Rachmadi Usman,
Op.Cit.,
Hal. 142
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara dilakukan setiap saat dengan menggunakan cek, bilyet giro, sarana perintah
pembayaran lainnya, atau dengan perintah pemindahbukuan ”
Giro berdasarkan prinsip syariah ditetapkan untuk perbankan syariah melalui Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 3234KepDir tentang Bank
Umum Berdasarkan Prinsip Syariah, yang kemudian diperbaharui dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 624PBI2004 tentang Bank Umum yang
Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bank Indonesia Nomr 735PBI2005. Selanjutnya,
ditegaskan kembali dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008. Pada ketentuan Pasal 19 ayat 1 poin a Undang-Undang Nomor 21 Tahun
2008 tentang Perbankan Syariah disebutkan bahwa kegiatan usaha Bank Umum Syariah meliputi :
“ menghimpun dana dalam bentuk Simpanan berupa Giro, Tabungan, atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu berdasarkan Akad wadiah atau
Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah; ”
Pasal tersebut merupakan landasan hukum formil bagi bank umum syariah untuk menyediakan jasa giro dalam kegiatan operasionalnya. Bank syariah dapat
menghimpun dana dalam bentuk giro berdasarkan akad wadi’ah atau akad lain
yang sesuai dengan prinsip syariah. Selain itu, berkenaan dengan giro syariah ini, Dewan Syariah Nasional
telah mengeluarkan Fatwa Nomor 01DSN-MUIIV2000 tentang Giro yang menetapkan bahwa :
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara “Giro yang dibenarkan secara syariah adalah giro yang berdasarkan prinsip
syariah mudharabah dan wadi’ah”
Sehingga kita mengenal giro mudaharabah dan giro wadiah. Pengaturan tentang giro syariah dapat ditemukan dalam peraturan lain diantaranya :
1 Peraturan Bank Indonesia Nomor 746PBI2005 tentang Akad
Penghimpunan dan Penyaluran Dana bagi Bank yang Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah;
2 Peraturan Bank Indonesia Nomor 919PBI2007 tentang Pelaksanaan
Prinsip Syariah dalam Kegiatan Penghimpunan Dana dari Penyaluran Dana serta Pelayanan Jasa Bank Syariah sebagaimana telah diubah dengan
Peraturan Bank Indonesia Nomor 1016PBI2008; 3
Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 1014DPbS perihal Pelaksanaan Prinsip Syariah dalam Kegiatan Penghimpun Dana dan Penyaluran Dana
Serta Pelayanan Jasa Bank Syariah
2. Prinsip-prinsip dalam Giro Syariah