Humanitarian Intervention dan Responsibilty to Protect R2P PBB

69 mendesak Dewan Keamanan PBB untuk melakukan tindakan seperti humanitarian intervention atau Responsibility to Protect atau mengeluarkan resolusi tentang izin masuknya bantuan kemanusiaan yang bersifat paksaan terhadap pemerintah Junta Militer Myanmar Barber 2009, h.2. Wujud nyata dari tindakan humanitarian intervention dan Responsibility to Protect adalah kunjungan Sekretaris Jenderal PBB Ban Ki Moon pada 23 Mei 2008. Maksud dari kunjungan Ban Ki Moon tersebut adalah melakukan negosiasi dengan pemimpin Junta Militer Myanmar ketika itu Than Shwe Martin dan Margesson 2008, h.11. Ban Ki Moon merupakan satu- satunya pemimpin asing yang masuk ke Myanmar setelah bencana Cyclone Nargis BBC News, 22 Mei 2008. Pertemuan Ban Ki Moon dan Than Shwe berlangsung selama dua jam, dan setelah melakukan negosiasi pemerintah Junta Militer bersedia menerima bantuan kemanusiaan dari komunitas internasional. Dalam wawancara dengan CNN 23 Mei 2008, Ban Ki Moon menyatakan ‘Myanmar’s rulling junta agreed Friday to “allow all aid workers regardless of nationalities” into the country to help cyclone survivors ’ yang artinya pemerintah Junta Militer Myanmar memperbolehkan semua relawan tanpa melihat asal kebangsaan mereka untuk masuk ke Myanmar dan membantu korban selamat dari bencana Cyclone Nargis. Kunjungan Ban Ki Moon ke Myanmar untuk melakukan negosiasi terjadi setelah ada perdebatan dalam General Assembly dalam High Level Panel yang kemudian mengeluarkan World Summit Outcome resolution tentang pemilihan tindakan humanitarian intervention dan Responsibility to Protect dalam kasus Cyclone Nargis di Myanmar Barber 2009, h. 12-13. Barber 2009, h. 12- 14 dalam artikelnya mengatakan bahwa Cyclone Nargis merupakan kasus yang dianggap ‘the 70 extreme and exceptional cases’ karena merupakan kasus bencana alam pertama yang memerlukan tindakan humanitarian intervention dan Responsibility to Protect terkait dengan sikap menutup akses bagi masuknya bantuan kemanusiaan ke Myanmar oleh Junta Militer dan merupakan tindakan yang dianggap melanggar hak asasi manusia. Tindakan humanitarian intervention dan Responsibility to Protect yang dipilih PBB bukanlah tindakan menggunakan militer seperti yang telah disebutkan sebelumnya. PBB mengambil tanggung jawab penuh atas penanganan bencana alam dengan menjadi pemimpin dalam penyaluran bantuan langsung ke korban bencana Cyclone Nargis . Tindakan humanitarian intervention dan Responsibility to Protect yang dipilih PBB atas desakan dari berbagai pihak, bisa diterapkan di Myanmar setelah mendapat persetujuan dari Junta Militer. Menurut berita yang ditulis dalam The Jakarta Post 30 Mei 2008 izin bagi masuknya humanitarian intervention yang diberikan pemerintah Junta Militer kepada PBB memiliki syarat yaitu bantuan kemanusiaan dapat masuk hanya jika PBB melakukan koordinasi dengan ASEAN atau dengan kata lain bantuan PBB harus masuk melalui ASEAN. Alasan harus melalui ASEAN ini karena Myanmar menganggap ASEAN tidak memiliki kepentingan lain, selain membantu penanggulangan bencana, karena prinsip negara di ASEAN yang non- intervention . Selanjutnya penulis akan memaparkan tentang bentuk koordinasi dan kerjasama yang dilakukan PBB dengan ASEAN dalam membantu pemerintah Myanmar dalam penanggulangan korban bencana Cyclone Nargis. 71

C. Kerjasama PBB dan ASEAN dalam Penanggulangan Bencana

Cyclone Nargis Seperti yang telah disebutkan di atas, PBB menjadi pemimpin dalam penanggulangan dan penyaluran bantuan kemanusiaan bagi korban Cyclone Nargis. Meski menjadi pemimpin dalam penanggulangan, bantuan PBB tersebut tetap harus masuk melalui ASEAN terlebih dahulu The Jakarta Post, 30 Mei 2008. Setelah kedatangan Sekretaris jeneral PBB Ban Ki Moon pada 23 Mei 2008 dan bantuan kemanusiaan dari komunitas internasional diizinkan masuk, segera setelah itu PBB, pemerintah Junta Militer Myanmar dan ASEAN melakukan koordinasi untuk penanggulangan bencana serta korban Cyclone Nargis. Pada 25 Mei 2008, PBB dan ASEAN melakukan konferensi di Yangoon, seperti yang dikutip penulis dari laporan yang dikeluarkan ASEAN sebagai berikut: On 25 May 2008, at the ASEAN-UN International Pledging Conference organized in the aftermath of the cyclone in Yangoon, agreement was reached to form a Tripartite Core Group TCG to coordinate relief efforts, bringing together the Government of the Union of Myanmar, the United Nations, and the Association of Southeast Asian Nations ASEAN. On 31 May, the TCG agreed to conduct a Post Nargis Joint Assessment PONJA to determine the full scale of the impact of the cyclone and requirements for both immediate humanitarian assistance needs and medium to longer term recovery Report by The Tripartite Core Group comprised of Representatives of the Government the Union of Myanmar, the ASEAN and the UN with support of the Humanitarian and development Community 2008. Pada 25 Mei 2008, dalam konferensi perjanjian ASEAN-PBB sebagai dampak dari cyclone, telah dicapai sebuah persetujuan membentuk Tripartite Core Group TCG untuk mengkoordinasi bantuan, bersama pemerintah Myanmar, PBB, dan ASEAN. Pada 31 Mei, TCG setuju untuk membentuk Post Nargis Joint Assessment PONJA untuk melihat dan menentukan seberapa besar dampak Cyclone Nargis dan untuk selanjutnya memberi bantuan baik bantuan langsung atau bantuan untuk jangka panjang Terjemahan Penulis. 72 Selanjutnya, seperti dijelaskan dalam Report by The Tripartite Core Group comprised of Representatives of the Government the Union of Myanmar, the ASEAN and the UN with support of the Humanitarian and development Community ASEAN Publisher 2008 setelah terbentuk TCG dengan PONJA kelompok ini melakukan penilaian di wilayah Divisi Ayeyarwady dan Yangoon pada 10-19 Juni 2008. Kedua daerah tersebut terkena dampak paling besar dari Cyclone Nargis. Tujuan penilaian ini adalah mengetahui seberapa besar kerusakan dan menentukan bantuan apa yang menjadi prioritas untuk didistribusikan di awal penanggulangan serta untuk masa jangka panjang yang selanjutnya akan dilakukan Disaster Risk Management manajemen bencana. Penilaian TCG ini dilakukan menggunakan metodologi yang komprehensif yaitu yang dapat digunakan untuk memperkirakan apa saja kebutuhan yang bersifat kemanusiaan, kerusakan aset atau fasilitas, perubahan dalam bidang ekonomi serta dampa pada kondisi ekonomi, sosial dan politik negara Myanmar akibat Cyclone Nargis. Meski kelompok kerja ini bertugas melakukan penilaian terlebih dahulu bukan berarti bantuan kemanusiaan yang dibutuhkan korban tidak langsung disalurkan. Kebutuhan akan makanan, air bersih, obat-obatan tetap terus diberikan kepada para korban. Setelah tahap awal terbentuknya TCG dengan program PONJA tersebut, kelompok kerjasama ini pada bulan Desember 2008 mengeluarkan laporan berjudul Post-Nargis Recovery and Preparedness Plan PONREPP yang merupakan kelanjutan dari program PONJA sebelumnya. Dalam PONREPP ini dipaparkan tentang strategi serta sistem dalam penanggulangan Cyclone Nargis untuk jangka panjang yaitu 2009-2011 Lampiran 1. PBB dan ASEAN terus menjalankan program 73 penanggulangan bencana Cyclone Nargis ini hingga tahun akhir yang direncanakan yaitu 2011. Pada tahun 2009, satu tahun setelah bencana Cyclone Nargis PBB mengeluarkan pernyataan resmi yang isinya menyatakan bahwa setelah satu tahun berjalan bantuan kemanusiaan yang diberikan kepada korban Cyclone Nargis di Myanmar berjalan efektif Lampiran 2. Dua tahun paska Cyclone Nargis, TCG mengeluarkan laporan tentang hasil kerja yang telah dicapai selama 2 tahun sejak 2008-2010 seperti terlihat pada gambar dibawah ini : Gambar III.1 Laporan Perkembangan 2 Tahun Paska Cyclone Nargis di Myanmar. Sumber : United Nations Information Centres 74 Selama dua tahun tersebut yaitu hingga tahun 2010 kehidupan masyarakat Myanmar dari segala aspek baik ekonomi, soial dan politik menurut laporan yang dikeluarkan TCG menunjukan perbaikan. Namun meski menunjukan perbaikan akan tetapi target utama penyelesaian hingga tahun 2011 belum terpenuhi. Di bulan Juli 2010 pemerintah Junta Militer Myanmar menyatakan bahwa kelompok kerjasama antara pemerintah Myanmar, PBB dan ASEAN yaitu TCG telah berakhir Burma Partnership , 2010. Hal ini membuat kecewa PBB dan ASEAN serta komunitas internasional lainnya. Namun pada dasarnya upaya penanggulangan bencana Cyclone Nargis sudah berjalan selama 2 tahun dan menunjukan hasil yang cukup baik.