Pembangunan Politik Myanmar Politik Domestik Myanmar dan Bencana
28
atau komunis masuk ke Myanmar akibat pengaruh yang datang dari Cina yang memang memiliki kedekatan wilayah dan kemiripan etnis dengan Myanmar seperti
yang sudah penulis jelaskan pada bagian sebelumnya. Pemberontakan militer yang dilakukan oleh dua partai komunis tersebut
ditujukan kepada pemerintahan Myanmar Perdana Menteri U Nu. Militer Myanmar memiliki tempat yang terhormat dalam status sosial masyarakat Myanmar dan
anggota militer Myanmar juga merupakan anggota dari dua partai komunis The Red dan The White Flag Communist Party Steinberg 2010, h. 54. Pemberontakan
terhadap pemerintahan Perdana Menteri U Nu ini terjadi karena partai yang mengusung U Nu yaitu The Anti-Fascist People’s Freedom League AFPFL
dianggap hanya mementingkan kekuasaan bukan melakukan perbaikan di Myanmar. Menurut militer, hal tersebut dapat mengancam keutuhan negara kesatuan Myanmar.
Sebelum pemberontakan terjadi, pemerintah U Nu telah berencana untuk melaksanakan pemilu pada 1958. Kemudian, militer memilih mengambil langkah
pemberontakan atau kudeta terhadap pemerintah untuk mencegah terjadinya perang sipil dan pertumpahan darah saat pemilu.
Dengan adanya pemberontakan atau kudeta militer ini, Perdana Menteri U Nu mengambil langkah untuk mundur sementara dari jabatannya pada 1958 dan
mengajak militer yang saat itu dipimpin oleh Jenderal Ne Win untuk mengambil alih pemerintahan yang dipimpinnya. Sejak Oktober 1958, Union of Burma atau
Myanmar resmi diperintah oleh militer atau yang lebih dikenal dengan istilah “Caretaker Government” pemerintahan sementara. Jenderal Ne Win memerintah
29
Myanmar dengan menerapkan tiga prinsip utama yaitu memulihkan atau memperbaiki hukum, menghilangkan pemberontakan dibidang ekonomi, dan
mempersiapkan negara untuk pemilihan umum Steinberg 2010, h.55. Selama 18 bulan memerintah, Caretaker Goverment berhasil memimpin Myanmar dengan baik
yang ditandai dengan, tidak adanya korupsi, penerapan kebijakan ekonomi yang memihak rakyat dengan menurunkan harga barang dan makanan, memperkuat hukum
negara Myanmar dan membersihkan kota Steinberg 2010, h.55. Pada Februari 1960 diadakan pemilihan umum sesuai dengan prinsip bebas,
bersih dan adil. Pemilu ini sebagai pengganti dari pemilu yang sebelumnya tertunda pada 1958 akibat pemberontakan. U Nu mengikuti pemilihan umum kembali bersama
partainya AFPFL The Anti-Fascist People’s Freedom League yang telah berubah nama menjadi Union Party. U Nu memenangkan pemilu dengan mendapat suara dari
pendukungnya yang mayoritas beragama Budha. Dukungan masyarakat Budha didapatkan karena U Nu menjanjikan bahwa agama Budha akan dijadikan agama
negara Steinberg 2010, h. 58-59. Pemilihan Umun ini tahun 1960 akhirnya membawa U Nu kembali memimpin Myanmar. Namun, kembalinya U Nu tidak
membawa perubahan berarti, misalnya, tidak mampu mempertahankan kondisi yang cukup stabil seperti yang dicapai selama periode Caretaker Government. Ekonomi
Myanmar melemah, pemberontakan atau konflik meningkat dan kekuatan militer meningkat.
Kondisi yang kembali tidak stabil dibawah pemerintahan U Nu periode kedua ini 1960-1962 membuat kekecewaan banyak pihak terutama militer. Militer
30
menganggap U Nu tidak kompeten dalam menjalankan pemerintahan. Di saat banyak pemberontakan, pemerintahan U Nu justru membangun 60.000 pagoda atau candi
yang menurutnya merupakan simbol ketenangan dan wujud nyata dari janjinya menjadikan Myanmar sebagai negara beragama Budha tanpa melakukan usaha untuk
meredakan pemberontakan. Pada 1961 agama Budha secara resmi menjadi agama negara Myanmar. Namun, peresmian agama Budha ini menurut militer Myanmar
dianggap menyinggung perasaan suku Kachin dan Karen yang merupakan suku minoritas di Myanmar yang menganut agama Kristen, walaupun dalam undang-
undang lain kebebasan beragama tetap diterapkan Steinberg 2010, h. 59. Anggapan dari militer Myanmar bahwa pemerintahan sipil gagal membawa
perubahan dan menjadi ancaman bagi kesatuan Myanmar mendorong militer untuk mengkudeta pemerintah pada 1962. Pada 2 Maret 1962 militer Myanmar dibawah
pimpinan Jenderal Ne Win melakukan kudeta. Steinberg 2010, h.60 menjelaskan dalam kudeta ini militer menangkap siapapun baik anggota pemerintahan mulai dari
badan eksekutif, legislatif juga yudikatif yang kritis terhadap kudeta dan yang berusaha menghalangi kudeta tersebut. Bagi militer, kudeta merupakan sebuah
tindakan yang dibuat untuk mengabadikan kekuasaan militer Steinberg 2010, h.60.
B.2 Politik Myanmar Pada Periode Kepemimpinan Junta Militer Hingga Peristiwa Bencana
Cylone Nargis
Paska kudeta 1962, kehidupan bernegara di Myanmar berubah, Jenderal Ne Win menerapkan prinsip totalitarianisme. Ne Win juga membentuk The
31
Revolutionary Council dengan 17 perwira dan Ne Win sebagai pemimpin
tertingginya. Dalam The Revolutionary Council terdapat aturan atau dasar bagi pemerintahan militer Junta Myanmar ini yang dibuat oleh Jenderal Ne Win.
Pemerintah Junta Militer menghapuskan partai-partai yang independen, mengekang kebebasan pers dan hanya mengizinkan pers atau media massa tunggal yaitu The
Working People’s Daily Steinberg 2010, h.65. Padahal kebebasan pers baru
terwujud pada masa awal kemerdekaan dan di masa pemerintahan U Nu. Dalam bidang ekonomi, pemerintah militer Myanmar menerapkan sistem ekonomi yang
sosialis dan mulai menutup diri dari bantuan dan kerjasama ekonomi dengan pihak asing.
Pihak asing yang dimaksud disini adalah negara-negara Barat yang berideologi demokrasi liberal khususnya Amerika Serikat serta organisasi internasional lainnya.
Myanmar tetap menerima bantuan asing hanya dari negara yang memiliki kesamaan ideologi dengan negaranya yaitu Cina dan Rusia Steinberg 2010, h.120-121.
Dalam bidang ekonomi, pemerintah Junta Militer menasionalisasi perusahan- perusahaan asing maupun lokal dan ekonomi ini dijalankan oleh orang-orang pilihan
Junta Militer yang sebenarnya tidak berkompeten dalam bidang ekonomi, sehingga menyebabkan kondisi ekonomi Myanmar menjadi tidak stabil. Di tahun 1964 partai
politik dilarang, dan seperti yang telah penulis sebutkan Myanmar resmi menutup diri dari pergaulan internasional. Kondisi politik, ekonomi dan sosial Myanmar juga terus
mengalami ketidakstabilan, pemberontakan antar suku di Myanmar juga kembali mengemuka.
32
Dalam bidang politik, pemerintah militer Myanmar tidak memperkenankan rakyatnya untuk memilih pemimpinnya sendiri, karena keputusan politik harus
melalui pemimpin militer di Rangoon. Burmese Socialist Programme Party BSPP, pimpinan Jenderal Ne Win, menjadi satu-satunya partai resmi yang berdiri Firnas
2003, h.131. Pemerintahan militer BSPP ini membuat kondisi politik dalam negeri Myanmar mengalami perubahan. Pemerintah Junta Militer menghapuskan dan
mengganti struktur kepemerintahan Myanmar dari sipil menjadi militer. Junta Militer juga merupakan pengambil keputusan tertinggi di Myanmar, dan siapapun, baik
warga negara atau anggota pemerintah yang berani mengkritik atau melawan kebijakan pemerintah Junta Militer harus siap menerima resiko. Resiko dari kritik
atau perlawanan terhadap Junta Militer adalah pengasingan dan dipenjarakan. Burma Socialist Programme Party
BSPP ini berjalan sejak Junta Militer berkuasa pada 1962 hingga awal 1980-an. BSPP tidak memberi jaminan akan kehidupan yang
baik bagi warga Myanmar. Kekuasaan Junta Militer absolut diktator sehingga menyebabkan kondisi ekonomi memburuk. Ekonomi dalam negeri Myanmar pun
mengalami beberapa perubahan akibat kebijakan yang diambil oleh Junta Militer. Kebijakan tersebut misalnya, pada Juli 1988 pemerintah Junta Militer mulai
membuka hubungan perdagangan kembali dengan Cina setelah sempat vakum karena masalah perbatasan Steinberg 2010, h.86. Kebijakan Junta Militer ini mulai
membuka kesempatan bagi pihak swasta untuk bersaing dalam perekonomian Myanmar. Sejalan dengan bidang ekonomi, politik Myanmar juga mengalami
perkembangan dan perubahan. Setelah mengeluarkan kebijakan-kebijakan ekonomi
33
banyak warga terutama mahasiswa yang melakukan demonstrasi menolak kebijakan tersebut khususnya kebijakan menyerahkan eksplorasi kekayaan Myanmar ke pihak
asing
4
Kudeta tersebut dikenal dengan kudeta 1988 . Demonstrasi mahasiswa ini berakhir dengan penangkapan dan pembunuhan
terhadap mahasiswa yang melakukan demonstrasi terhadap Junta Militer. Banyak universitas yang ditutup sementara hingga suasana kembali aman. Demonstrasi
mahasiswa ini berakhir dengan kudeta yang dilakukan militer terhadap pemerintahan Jenderal Ne Win.
5
4
Pada tahun 1988 setelah kebijakan dan undang-undang baru investasi asing dikeluarkan pemerintah Junta Militer terjadi eksplorasi besar-besaran terhadap kekayaan alam Myanmar terutama minyak
bumi, hasil hutan dan laut. Thailand dan Cina adalah dua negara yang menyepakati kontrak kerjasama dengan pemerintah Junta Militer. Kedua negara ini kemudian melakukan eksploitasi yang
menyebabkan kerusakan alam Myanmar Steinberg 2010, h. 86.
yang merupakan kudeta kedua terbesar di Myanmar setelah kudeta 1962. Kudeta ini terjadi sebagai akibat dari protes
masyarakat Myanmar yang terdiri dari pelajar atau mahasiswa, pejabat sipil, pekerja hingga kaum biksu. Peristiwa demonstrasi massa ini tepatnya terjadi pada 8 Agustus
1988 sehingga peristiwa ini dikenal dengan istilah ‘the 8888 uprising’ Irewati 2007, h.11. Kudeta 1988 ini membuat BSPP digantikan oleh The State Law and Order
5
Kudeta 1988 adalah kudeta menentang pemerintahan Ne Win dan Junta Militernya yang dianggap terlalu diktator dan otoriter. Kudeta 1988 juga merupakan bentuk kekecewaan dan ketidakpuasan
warga Myanmar dengan BSPP yang selama ini dibanggakan oleh Junta Militer. Kudeta ini terjadi akibat protes massa besar-besaran di Myanmar yang meliputi berbagai kalangan mulai dari
pelajarmahasiswa, pegawai sipil, aktivis politik, hingga kaum biksu Budha. Pada dasarnya, kudeta ini dilakukan oleh kalangan militer sendiri untuk meredakan pemberontakan massa ketika itu. Kudeta
inilah yang kemudian terus melanggengkan ketidakstabilan kondisi politik, ekonomi dan sosial di Myanmar. Sejak kudeta ini Junta Militer sempat beberapa kali berganti pemimpin namun hanya satu
tahun setelah kudeta Jenderal Than Shwe menjadi pemimpin tertinggi Junta Militer. Kudeta ini memaksa sekelompok Jenderal untuk mengkudeta Jenderal Ne Win dan mengadakan pemilihan
umum. Kelompok Jenderal yang memang sudah disiapkan oleh Jenderal Ne Win sendiri ini kemudian menunjuk Jenderal Saw Maung yang pada 1985 diangkat menjadi Panglima Tatmadaw pasukan
militer Myanmar untuk melancarkan kudeta. Data ini dikutip dari Min Zin, “Sorting the Tatmadaw after Ne Win”, The Irrawaddy, Vol. 11 No. 1, Januari-Februari 2003,
http:www.irrawaddy.orgdatabase2003vol.11.1c-sorting.html
34
Restoration Council SLORC Steinberg 2010, h.81. Tidak hanya BSPP, Jenderal
Ne Win pemimpin Junta dan BSPP juga harus mundur dari jabatannya dan digantikan oleh Jenderal Saw Maung yang memang sudah disiapkan oleh Jenderal Ne Win
sebagai pemimpin SLORC Steinberg 2010, h.83. Namun, pergantian ini hanya semata-mata pergantian pemerintah Junta Militer yang “lama” menjadi pemerintahan
Junta Militer yang “baru” Firnas 2003, h. 132. Pada dasarnya kekuasaan pemerintahan tetap berada di tangan militer. SLORC ini mulai diberlakukan setelah
terjadi demonstrasi dan kudeta militer. Akibat dari perkembangan di atas, kepemimpinan Junta Militer diambil alih
oleh Jenderal Than Shwe yang sebelumnya merupakan sekretaris dari SLORC. Jenderal Than Shwe menggantikan pemimpin Junta Militer paska kudeta yaitu
Jenderal Saw Maung yang hanya berkuasa satu tahun paska kudeta 1988. Jenderal Than Shwe memerintah Myanmar hingga tahun 2009. SLORC kemudian berganti
nama lagi menjadi the State Peace and Development Council SPDC pada tahun 1997, pergantian nama ini kenyataannya tidak banyak memberi makna pada
reformasi politik Myanmar Irewati 2007, h.11. Sebelumnya, di tahun 1989, pemerintahan Junta Militer dibawah kepemimpinan Jenderal Than Shwe mengubah
nama Union of Burma menjadi the Union of Myanmar Steinberg 2010, h. xx. Di bawah pemerintahan SLORC ini Junta Militer berfokus pada
pengembangan kemiliteran itu sendiri yang ditekankan sebagai dasar atau ideologi bernegara di Myanmar. Junta Militer melakukan pembangunan sekolah serta
pendidikan bagi militer Myanmar. Pembangunan sekolah militer ini merupakan
35
respon Junta Militer atas kritik terhadap perwira-perwira yang bergabung dalam Junta Militer hampir semua berpendidikan rendah dan banyak disanksikan oleh masyarakat
Myanmar akan mampu untuk memimpin Myanmar. Pada masa sebelumnya saat BSPP, fokus dari Junta Militer tidak dititikberatkan pada ideologi militer melainkan
pada pendekatan sekularisme yang menuju kepada sosialisme Steinberg 2010, h.84- 85.
Kemajuan bidang militer yang diusahakan Junta Militer semakin memperkuat posisinya dalam kehidupan bernegara Myanmar. Kondisi politik dan ekonomi
Myanmar sejak masa kepemimpinan Than Shwe hampir tidak jauh berbeda dengan masa militer sebelumnya. Zahler 2010, h.6 mengatakan bahwa Than Shwe
memerintah secara diktator, banyak warga masyarakat yang akhirnya memilih masuk dalam militer sehingga menjadi bagian dari pemerintahan Junta Militer. Kelompok
lain di Myanmar seperti kaum Budha atau para biksu, suku minoritas tetap berjuang memperoleh keadilan hidup dari pemerintah Junta Militer. Tidak jarang mereka
melakukan perlawanan terhadap Junta Militer walaupun pada akhirnya mereka tetap tidak mampu melawan kekuasaan Junta Militer.
Perubahan paska kudeta 1988 tidak hanya terjadi pada bidang politik, Kusumah 2010 menjelaskan bahwa dalam bidang ekonomi kudeta 1988 turut
mempengaruhi hubungan kerjasama ekonomi Myanmar dengan beberapa negara, misalnya dengan Amerika Serikat. Kudeta 1988 ini mengakibatkan penundaan semua
perjanjian jual beli senjata serta bantuan asing dari Amerika Serikat ke Myanmar kecuali bantuan yang ditujukan untuk kemanusiaan pada bulan September 1988 Far
East Economic Review , 3 November 1988. Hal yang sama juga dilakukan negara
36
Jepang dan komunitas negera Eropa yang juga menunda sementara bantuan ekonomi hingga pemerintah Junta Militer Myanmar menyelesaikan dan mengatasi
pertumpahan darah dan konflik yang terjadi di Myanmar. Di tahun yang sama dengan kudeta 1988 berdirilah National League for
Democracy NLD pimpinan Aung San Suu Kyi puteri dari Aung San, Tin U dan
Aung Gyi Seekins 2006, h. xxix. Steinberg 2010, h.63-64 mengatakan para tokoh dan anggota NLD bersama mahasiswa melakukan demonstrasi dan perlawanan
terhadap pemerintah Junta Militer, yang akhirnya membuat banyak mahasiswa serta Aung San Suu Kyi dan Thin U ditangkap dan kemudian dipenjarakan. Penahanan ini
tidak ditentukan batasnya dan mereka para tahanan tidak diperbolehkan melakukan banding atau proses hukum lainnya. Semua berjalan sesuai kehendak Junta Militer.
Demonstran yang tidak tertangkap oleh Junta Militer kemudian melarikan diri ke arah perbatasan terutama ke perbatasan Thailand dan ke daerah pemberontakan
untuk kemudian bergabung dengan kelompok pemberontak. Kekacauan politik Myanmar ini berlangsung sejak akhir 1988 hingga akhir 1990-an. Setelah itu
pemerintah membuat Undang-Undang tentang pemilu dan pemilu multipartai. Akhirnya pemerintah melaksanakan pemuli multipartai pada tahun 1990 dengan 235
partai peserta pemilu termasuk partai NLD pimpinan Aung San Suu Kyi Steinberg 2010, h. 86-87.
Pemilu multipartai tahun 1990 tersebut dimenangkan oleh partai NLD dengan 392 dari 485 kursi yang tersedia. Namun, hasil pemilu ini ditolak oleh Junta Militer
yang menganggap pemilu tersebut curang. Junta Militer kemudian memboikot pemilu tersebut dan Suu Kyi yang sebelumnya ikut dipenjarakan akibat ikut berdemo
37
dipindahkan menjadi tahanan rumah oleh Junta Militer Seekins 2006, h. xxix. Suu Kyi menjadi tahanan rumah sejak 1990 hingga tahun 2010. Pergolakan terus terjadi
meskipun tidak secara beruntun, tetapi tercatat sejak 1990 hingga tahun kini pergolakan tetap terjadi di Myanmar. Hal inilah yang menyebabkan Myanmar
menjadi negara yang sangat tidak stabil dalam segala bidang terutama politik, ekonomi dan sosialnya.
Selama tahun 1990 hingga awal 2000an kondisi Myanmar mengalami pasang surut dalam berbagai bidang kehidupan. Misalnya, di bidang ekonomi, pada 30 April
tahun 1994 Myanmar kembali diembargo dan dijatuhi sanksi ekonomi dari Amerika Serikat President’s Export Council 1997, h.I-42. Disamping itu, pemerintah
Amerika Serikat melalui keputusan kongres terhadap peraturan mengenai bantuan asing, memasukkan Myanmar ke dalam daftar negara-negara “rogue” penipu atau
“outlaw” pencabutan perlindungan hukum bersama dengan Libya, Korea Utara dan Irak. Keputusan ini berarti Amerika Serikat tidak akan memberi bantuan, baik secara
langsung maupun melalui organisasi internasional kepada Myanmar. Sebagai respon terhadap embargo serta sanksi ekonomi tersebut, pemerintah Junta Militer melalui
SLORCnya melarang segala bentuk impor produk atau barang-barang lainnya untuk mensiasati agar jumlah uang asing tidak berkurang dan juga untuk meningkatkan
industri manufaktur domestik Washington Post, 18 Mei 1997. Di bidang politik, pada 1996-1997 Myanmar memulai proses untuk masuk
menjadi anggota komunitas regional kawasan Asia Tenggara yaitu Association of Southeast Asia Nations
ASEAN. Pada Juli 1996 tujuh anggota ASEAN yang sudah bergabung sebelumnya yaitu Indonesia, Malaysia, Thailand, Singapura, Filiphina,
38
Brunei, dan Vietnam memberi Myanmar izin atau status sebagai pengamat di ASEAN sebagai jalan atau tahapan dalam pemberian keanggotaan penuh terhadap
Myanmar New York Times, 22 Juli 1996. Keputusan ASEAN memberi status pada Myanmar membuat Kanada dan Uni
Eropa pada 24 Juli 1996 mendesak PBB untuk membuat kebijakan guna memaksakan reformasi politik di Myanmar. Namun proposal ini ditolak dan dikecam oleh seluruh
negara anggota ASEAN karena menganggap proposal tersebut sebagai suatu bentuk intervensi terhadap kedaulatan suatu negara International Herald Tribune, 25 July
1996, h.4. Namun, pada September 1996 terjadi penangkapan lebih dari 600 orang anggota partai oposisi oleh pemerintah Junta Militer Myanmar sehingga mendorong
ASEAN memutuskan untuk menunda penerimaan atau masuknya Myanmar menjadi anggota ASEAN sampai batas waktu yang belum ditentukan Financial Times, 30
September 1996. Pada bulan Oktober 1996 Amerika Serikat dan Uni Eropa mengeluarkan larangan bagi para pemimpin, petugas atau pegawai pemerintahan
Myanmar untuk masuk ke wilayah mereka. Namun sanksi ini direspon Junta Militer Myanmar dengan mengeluarkan larangan bagi petugas resmi serta seluruh warga
Amerika Serikat dan Uni Eropa untuk masuk ke wilayah Myanmar International Herald Tribune
, 5-6 Oktober 1996. Pada Desember 1996 para pemimpin dari tujuh anggota ASEAN yang telah
disebutkan di atas berkumpul di Singapura untuk menerima Myanmar sebagai anggota ASEAN. Peristiwa ini mendapat protes keras dari negara-negara Barat
seperti Amerika Serikat, Kanada dan Uni Eropa serta protes dari Aung San Suu Kyi. Namun, pada 31 Mei 1997 seluruh anggota ASEAN setuju untuk menerima dan
39
mengakui Myanmar sebagai anggota ASEAN. Anggota ASEAN ini menilai bahwa pendekatan yang konstruktivis akan lebih memberikan dampak positif daripada
memberi sanksi yang justru dapat semakin mendekatkan Myanmar dengan komunis negara Cina New York Times, 1 Juni 1997.
Masuknya Myanmar menjadi anggota ASEAN merupakan awal yang baik bagi pergaulan internasional Myanmar. Meski demikian Myanmar tetap menjadi
perhatian dunia internasional dengan segala pergolakan politik di dalamnya. Ada beberapa peristiwa penting yang terjadi dan memberi pengaruh bagi kehidupan
Myanmar di awal tahun 2000an. Di tahun 2005, Junta Militer juga memindahkan ibukota Myanmar dari Rangoon Yangoon ke Nay Pyi Taw, dan Rangoon dijadikan
kawasan ekonomi dan pusat industry. Junta Militer juga mengganti bendera negara Myanmar.
Pada tahun 2007, Myanmar kembali mengalami pergolakan politik. Terjadi demonstrasi massa yang dimotori oleh kaum biksu Budha monks disepanjang jalan
di Rangoon. Aksi ini menentang kebijakan pemerintah Junta Militer yang menaikkan harga bahan bakar minyak hingga 500, pencabutan subsidi minyak, serta rencana
kenaikan gaji bagi para pegawaiperwira militer Zahler 2010. Selain itu, aksi ini juga merupakan puncak dari kekecewaan rakyat Myanmar akibat kediktatoran Junta
Militer. Saat aksi ini terjadi, pemerintah Junta Militer menutup segala akses untuk meliput peristiwa tersebut. Hal ini dikarenakan aksi para biksu tersebut berakhir
dengan tindak kekerasan yang dilakukan Junta Militer. Tidak hanya para biksu atau demonstran yang menjadi korban, wartawan khususnya wartawan asing juga menjadi
korban kekerasan Junta Militer. Kekacauan ini terjadi di bulan September 2007
40
bertepatan dengan Sidang Umum PBB di New York. Melalui satu sumber yang berhasil menyebarkan peristiwa kekacauan di Myanmar tersebut hingga sampai pada
Sidang Umum PBB membuat PBB segera mengambil langkah penyelesaian kasus tersebut Zahler 2010.
Dalam peristiwa tersebut ribuan biksu menjadi korban, dan aksi ini juga berdampak bagi kehidupan Myanmar baik domestik maupun internasional. Ekonomi
Myanmar merosot tajam setelah peristiwa tersebut seperti dijelaskan berikut ini: Another important factor is that the recent events themselves represent a
significant socioeconomic shock. Many businesses had to close their doors for days and it took some time for commerce to begin slowly picking up. This
had a significant impact on the large number of people who rely on the industry for income, which resulted in a knock-on effect for the economy as a
whole. The economic conditions—a significant factor underlying the recent protests—therefore underwent a further decline in the months after the
protests. The business elite, many of whom were closely associated with the military leadership, were doubly hit: first, by the impact of the events
themselves on key sectors such as tourism; and second, by the increasing difficulties in conducting international financial transactions as a result of US
financial sanctions. Wilson Skidmore 2008, h.22-23 Faktor penting lainnya adalah bahwa peristiwa tersebut yang baru saja terjadi tersebut aksi
biksu 2007 merupakan goncangan sosio-ekonomi di Myanmar. Banyak pelaku bisnis yang akhirnya menutup usaha mereka dan berusaha keluar dari
keadaan kacau dan berbahaya tersebut dalam waktu cukup lama. Ini memberi dampak besar bagi kelangsungan industri serta warga Myanmar yang bekerja
di dalamnya. Kondisi ekonomi-sebagai sebuah faktor penting yang menjadi pendorong terjadinya protes-mengalami keterpurukan. Kelompok elit bisnis,
yang dekat dengan kalangan militer, juga terkena dampak : pertama, pengaruh kejadian ini terhadap sektor pariwisata; kedua, kesulitan dalam melakukan
transaksi keuangan internasional akibat sanksi dari AS Terjemahan Penulis.
Dalam bidang politik dampak peristiwa ini dapat dijelaskan sebagai berikut: The country has been left traumatised by recent events. People are angry
about the violent response to the demonstrations and the failure of the authorities to acknowledge the grievances of the population, but more than
anything they are angry about the brutal treatment of the monks. What
41
happens next will depend in part on the interplay between these dominant emotions of anger and fear. The authorities are maintaining a significant, if
largely hidden, military presence in Yangoon Wilson Skidmore 2008, h.23. Negara Myanmar berada dalam trauma akibat peristiwa yang terjadi
tahun 2007. Warga marah akibat respon yang keras dan brutal yang dilakukan Junta Militer terhadap demonstrasi yang terjadi dan kegagalan
penguasa untuk memahami kesulitan masyarakat dan yang lebih mengecewakan adalah perlakuan brutal terhadap para monks biksu. Apa
yang terjadi selanjutnya dipengaruhi oleh rasa marah atau takut. Pihak berwenang Junta Militer terus mempertahankan kehadiran militer di
Yangoon Terjemahan Penulis.
Setelah mengalami pergolakan hebat pada 2007, kondisi Myanmar belum sepenuhnya normal. Di saat Myanmar berada dalam proses perbaikan ada peristiwa besar lain
yang penting bagi kehidupan Myanmar selanjutnya. Pada bulan Mei 2008 bencana alam Cyclone Nargis menyerang Myanmar.
Bencana alam ini kembali membuat kondisi Myanmar terpuruk. Bukan hanya karena bencana alam ini merusak kondisi alam serta infastruktur Myanmar, banyaknya
korban jiwa 140.000 orang tewas akibat bencana ini, melainkan juga memberi dampak bagi perubahan kondisi politik Myanmar. Pembahasan mengenai bencana
alam ini akan dijelaskan pada sub bab selanjutnya.