hukum pidana itu sendiri. Di bawah ini akan dijelaskan mengenai tindak pidana menurut:
1. Hukum Positif
Istilah tindak pidana atau dalam bahasa Belanda, strafbaar feit, yang sebenarnya merupakan istilah resmi dalam Strafwetboek atau Kitab Undang-
undang Hukum Pidana, yang sekarang berlaku di Indonesia. Ada Istilah dalam bahasa asing, yaitu delict.
10
Delict menurut Kamus Hukum mengandung pengertian tindak pidana, perbuatan yang diancam dengan hukuman.
11
Menurut Dr.Hakristuti Hakrisnowo tindak pidana yakni suatu perilaku dikenakan ancaman pidana hanya apabila perilaku itu dipandang dapat
mengancam keseimbangan dalam masyarakat. Dalam hal ini, mungkin ada sejumlah perilaku yang dipandang “tidak baik” atau “bahkan buruk” dalam
masyarakat, akan tetapi karena tingkat ancamannya pada masyarakat dipandang tidak terlalu besar, maka perilaku tersebut tidak dirumuskan
sebagai suatu tindak pidana.
12
10
Wirjono Projodikoro. Asas-asas Hukum Pidana Indonesia, Bandung: PT. Refika Aditama, 2003, h. 59.
11
Soebekti dan Tjitrosoedibio, Kamus Hukum, Jakarta: Pradnya Paramita, 1972, h. 35.
12
Hakristuti Hakrisnowo, Tindak Pidana Kesusilaan, h. 180.
Sementara Simons, memberikan definisi mengenai tindak pidana yakni suatu perbuatan yang diancam pidana, melawan hukum, dilakukan dengan
kesalahan oleh orang yang dapat mempertanggungjawabkan perbuatan itu.
13
Unsur-unsur dalam tindak pidana, yakni: a. Subjek Tindak Pidana
Dalam pandangan KUHP, yang dapat menjadi subjek tindak pidana adalah seorang manusia sebagai oknum. Selain itu, suatu perkumpulan
atau korporasi dapat juga menjadi sebagai subjek tindak pidana.
14
b. Perbuatan dari Tindak Pidana. Unsur perbuatan dirumuskan dalam suatu tindak pidana formil,
seperti pencurian Pasal 362 KUHP. Perbuatannya dirumuskan sebagai “Mengambil barang”.
15
c. Hubungan Sebab-Akibat Causaal Vervand. Bahwa untuk tindak pidana sebagai unsur pokok harus ada suatu
akibat tertentu dari perbuatan si pelaku berupa kerugian atas kepentingan orang lain, menandakan keharusan ada hubungan sebab-akibat causaal
vervand antara perbuatan si pelaku dan kerugian kepentingan tertentu.
Terdapat dua teori mengenai sebab-akibat ini yakni:
13
Topo Santoso, Menggagas Hukum Pidana Islam Penerapan Syari’at Islam dalam Konteks Modernitas,
Bandung: Asy-Syaamil Press Grafika, 2001, h. 132.
14
Ibid. , h. 134.
15
Ibid..
Pertama dari Von Buri 1869 yang disebut teori conditio sine que
non teori syarat mutlak yang mengatakan, suatu hal adalah sebab dari
suatu akibat itu tidak akan terjadi jika sebab itu tidak ada. Dengan demikian, teori ini mengenal banyak sebab dari suatu akibat.
Kedua dari Von Bar 1870 yang kemudian diteruskan oleh Van
Kriese yang disebut teori adequate veroorzaking penyebaban yang bersifat dapat dikira-kirakan, dan yang mengajarkan bahwa suatu hal baru
dapat dinamakan sebab dari suatu akibat apabila menurut pengalaman manusia dapat dikira-kirakan bahwa sebab itu akan diikuti oleh akibat.
16
d. Sifat Melawan Hukum Onrechtmatigheid. Sebenarnya dalam setiap tindak pidana ada unsur melawan hukum,
namun tidak semua tindak pidana memuatnya dalam rumusan. Ada beberapa tindak pidana yang unsur melawan hukumnya disebutkan secara
tegas, misalnya Pasal 362 KUHP tentang pencurian, disebutkan bahwa pencurian adalah mengambil barang yang sebagian atau sepenuhnya
kepunyaan orang lain dengan maksud untuk memilki secara melawan hukum.
17
e. Kesalahan Pelaku Tindak Pidana.
18
16
Projodikoro, Asas-asas Hukum Pidana Indonesia, h.6162.
17
Santoso, Menggagas Hukum Pidana Islam, h. 134.
18
Projodikoro, Asas-asas Hukum Pidana Indonesia, h. 65.
Unsur kesalahan ini bisa berupa kesengajaan, atau kealpaan. Kesengajaan tersebut dapat mengenai unsur perbuatan yang dilarang,
akibat yang dilarang atau sifat melawan hukumnya.
19
Selanjutnya, tindak pidana di dalam KUHP dibagi kedalam dua jenis yakni kejahatan misdrijven dan pelanggaran overtredingen. Menurut
M.v.T. Smidt I h. 63 dan seterunya pembagian atas dua jenis ini didasarkan atas perbedaan prinsipil.
Dikatakan, bahwa kejahatan adalah “rechtsdeliten”, yaitu perbuatan-perbuatan yang meskipun tidak ditentukan dalam Undang-
undang, sebagai perbuatan pidana, telah dirasakan sebagai onrecht, sebagai perbuatan yang bertentangan dengan tata hukum. Pelanggaran sebaliknya
adalah “wetsdelikntern”, yaitu perbuatan-perbuatan yang sifat melawan hukumnya baru dapat diketahui setelah ada wet
20
yang menentukan demikian.
21
Tindak pidana selain dibedakan dalam kejahatan dan pelanggaran, dibedakan juga berdasarkan:
a. Cara Perumusannya 1 Delik Formil, pada delik ini yang dirumuskan adalah tindakan yang
dilarang beserta halkeadaan lainnya dengan tidak mempersoalkan akibat dari tindakan itu.
19
Santoso, Menggagas Hukum Pidana Islam, h. 134.
20
Undang-undang. Lihat Soebekti dan Tjitrosoedibio, Kamus Hukum, Jakarta: Pradnya Paramita, 1972, h. 102.
21
Moeljatno, Asas-asas Hukum Pidana, Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2002, h. 71.
2 Delik Material, yakni selain dari pada tindakan yang terlarang itu dilakukan, masih harus ada akibatnya yang timbul karena tindakan itu,
baru dikatakan telah terjadi tindak pidana tersebut sepenuhnya voltooid.
22
b. Cara Melakukan Tindak Pidana.
23
1 Delik Komisi, yakni delik yang terdiri dari melakukan sesuatu berbuat sesuatu perbuatan yang dilarang oleh aturan-aturan pidana.
2 Delik Omisi, yakni delik yang terdiri dari tidak berbuat atau melakukan sesuatu padahal mestinya berbuat. Misalnya delik yang
dirumuskan dalam Pasal 164, mengetahui suatu permufakatan jahat samenspanning untuk melakukan kejahatan yang disebut dalam
Pasal itu, pada saat masih ada waktu untuk mencegah kejahatan, tidak segera melaporkan kepada instansi yang berwajib atau orang yang
terkena. 3 Delikta Commissionis Peromissionem, yakni delik-delik yang
umumnya terdiri dari berbuat sesuatu, tetapi dapat pula dilakukan dengan tidak berbuat, misalnya seorang ibu yang hendak membunuh
anaknya dengan jalan tidak memberi makan pada anak itu.
24
c. AdaTidaknya Pengulangan atau Kelanjutannya.
22
E.Y.Kanter dan S.R.Sianturi, Asas-asas Hukum Pidana di Indonesia dan Penerapannya, Jakarta: Storia Grafika, 2002, h. 237.
23
Ibid .
24
Moeljatno, Asas-asas Hukum Pidana, h. 76.
1 Delik Mandiri adalah jika tindakan yang dilakukan itu hanya satu kali saja, untuk mana petindak pidana.
2 Delik Berlanjut adalah bilamana tindakan yang sama berulang dilakukan, dan merupakan atau dapat dianggap sebagai pelanjutan dari
tindakan semula.
25
d. Berakhir atau Berkesinambungannya suatu Delik. 1 Delik Berakhir
2 Delik Berkesinambungan e. Keadaan Memberatkan dan Meringankan
26
1 Delik Biasa 2 Delik dikwalifisir diperberat, yaitu delik yang mempunyai bentuk
pokok yang disertai unsur memberatkan. Misalnya Pasal 363. 3 Delik diprivisilir diperingan, yaitu delik yang mempunyai bentuk
pokok yang disertai unsur meringankan. Misalnya dalam Pasal 341 lebih ringan daripada Pasal 342.
27
f. Bentuk Kesalahan Pelaku 1 Delik Sengaja Dolus, yakni suatu tindak pidana yang dilakukan
dengan sengaja. Misalnya pembunuhan berencana Pasal 338 KUHP.
25
Kanter, Asas-asas Hukum Pidana, h. 238.
26
Ibid., h. 238 dan 239.
27
Bambang Poernomo, Asas-asas Hukum Pidana, Yogyakarta: Ghalia Indonesia, 1978, h. 97.
2 Delik Alpa Culpa, yakni tindak pidana yang tidak sengaja, karena kealpaannya mengakibatkan matinya seseorang. Contoh: Pasal 359
KUHP.
28
g. Cara Penuntutan 1 Delik Aduan, yakni suatu tindak pidana yang memerlukan pengaduan
orang lain. Jadi sebelum ada pengaduan belum merupakan delik. Contoh: penghinaan.
2 Delik Biasa bukan delik aduan, yakni semua tindak pidana yang penuntutannya tidak perlu menunggu adanya pengaduan dari korban
yang dirugikan atau dari keluarganya. Contoh: pembunuhan dan penganiyaan.
29
2. Hukum Islam