Keputusan Hakim dalam Tinjauan Tata Hukum di Indonesia

BAB IV ANALISA PUTUSAN PENGADILAN AGAMA DEPOK

Nomor Perkara 16Pdt.p2007PA Dpk

A. Keputusan Hakim dalam Tinjauan Tata Hukum di Indonesia

Dari sifat dan bentuk keputusan Majelis Hakim perkara Nomor Perkara 16Pdt.p2007PA Dpk termasuk dalam penetapan, karena perkaranya berbentuk permohonan dan di dalamnya tidak ada sengketa. Keputusan yang berbentuk penetapan ini tidak bersifat eksekutorial, tetapi disederajatkan ekuivalensinya dengan keputusan penetapan, yang lazim disebut dengan beschiking. Putusan ini tidak mengikat siapapun, kecuali hanya berlaku pada diri pemohon saja. 1 Terkait pokok perkara, penetapan hakim ini berhubungan dengan perwalian, di mana Majelis Hakim memberikan kewenangan kepada seseorang yaitu Pemohon untuk melakukan sesuatu perbuatan hukum sebagai wakil untuk kepentingan dan atas nama anak yang tidak mempunyai kedua orang tua atau orang tua yang masih hidup tidak cakap melakukan perbuatan hukum. 2 Dalam perkara ini, ketiga orang anak yang diajukan pengampuannya, karena kedua orang tuanya telah meninggal dunia. 1 Yahya Harahap, Kedudukan, Kewenangan, dan Acara Peradilan Agama:Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989, Jakarta: Pustaka Kartini, 1997, h. 339. 2 Pasal 1 huruf h Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam KHI. 64 Orang tua ketiga orang anak tersebut meninggalkan harta warisan, yaitu 1 buah rumah dan 4 empat petak kontrakan, dengan hasil kontrakan Rp. 1.000.000,- satu juta rupiah perbulan. Selain itu, ibu dari ketiga anak tersebut juga meninggalkan hutang di Bank dengan cicilan sebanyak Rp. 700.000,- tujuh ratus ribu rupiah, yang diambil dari hasil kontrakan. Sementara sisa pembayaran hutang tersebut Rp. 300.000,- dipegang oleh nenek ketiga orang anak tersebut. Dengan demikian, Pemohon yang menjadi wali pengampu ketiga anak ini secara otomatis akan bertanggungjawab atas pemeliharaan harta dan urusan hutang-piutang dari ketiga anak tersebut. Dengan merujuk pada keterangan yang diberikan oleh para saksi, keputusan Majelis Hakim dapat dikatakan seiring dengan apa yang tertera dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia. Hal ini dapat diketahui dari beberapa hal yang termaktub dalam Penetapan, di antaranya adalah ketiga orang yang berada dalam pengampuan secara nyata dan sah terbukti belum dewasa belum mencapai usia 21 tahun atau menikah, perwalian meliputi atas diri dan harta kekayaan, wali berasal dari kerabat dan berpikiran sehat, adil, jujur dan berkelakuan baik. 3 Sebagaimana dalam Penetapan Nomor Perkara 16Pdt.p2007PA Dpk, tentang status kedua orang tua yang telah meninggal dunia, dibuktikan dengan photo- copy Surat Keterangan Kematian, nomor: 474.3132007, tanggal 5 Maret 2007, An. Sulistiowati, yang diterbitkan oleh Lurah Kelurahan Sukatani, Kecamatan Cimanggis 3 Lihat, Pasal 107 Kompilasi Hukum Islam KHI Kota Depok. 4 Di samping itu, bukti tertulis ini dikuatkan pula oleh para saksi, di antarnaya adalah SK isteri Pemohon, ES ibu kandung Pemohon yang juga ibu SS, NN tetangga dan saudara angkat BS, serta kesaksian dari NM binti AD tetangga Pemohon yang juga teman dari SS dan BS. Kemudian tentang bukti kelahiran ketiga orang anak dan usia mereka yang belum dewasa dibuktikan dengan photo-copy Akta Kelahiran, nomor: 728998, tanggal 2 Juli 1998, An. JL, yang dikeluarkan oleh Kepala Kantor Catatan Sipil, Kabupaten Bogor, photo-copy Akta Kelahiran, Nomor: 26.487UJT2002, tanggal 12 September 2002 An. WA, yang diterbitkan oleh Kepala Suku Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kotamadya Jakarta Timur, dan photo-copy Akta Kelahiran Nomor: 24812005, tanggal 27 Mei 2005, An. YS, yang diterbitkan oleh Kepala Dina kependudukan dan Catatan Sipil Kota Depok. 5 Adapun mengenai hubungan Pemohon dan ketiga orang anak tersebut dibuktikan dengan Surat Keterangan Tentang Silsilah Keluarga Pemohon yang diketahui oleh Lurah Sukatani, Kecamatan Cimanggis, Kota Depok, tanggal 7 Juli 2007 dan Surat Pernyataan dari Endang Sulistiyanik, kakak kandung dari Alm. BS. Bukti surat-menyurat yang telah diterima oleh Majelis Hakim dan dijadikan dalil-dalil oleh Pemohon, jika ditinjau dari hukum acara Peradilan Agama dan hukum acara perdata secara lebih umum, berposisi sebagai bukti terkuat. Alat bukti 4 Penetapan Perkara Nomor 16Pdt.P2007PA Depok, h. 3. 5 Penetapan Perkara Nomor 16Pdt.P2007PA Depok, h. 3. surat dipahami sebagai segala sesuatu yang memuat tanda-tanda bacaan yang dimaksudkan untuk mencurahkan isi hati atau menyampaikan buah pikiran seseorang dan dipergunakan sebagai pembuktian alat bukti. 6 Ditinjau dari macam alat-alat bukti surat di atas, dapat dikatakan bahwa, kecuali Surat Pernyataan yang diberikan oleh Endang Sulistiyanik, semua bukti surat termasuk pada bukti otentik, karena dibuat menurut ketentuan undang-undang oleh atau di hadapan pejabat umum, yang berkuasa untuk membuat surat itu, memberikan bukti yang cukup bagi kedua belah pihak dan ahli warisnya, dan sekalian orang yang mendapat hak daripadanya, tentang segala hal yang tersebut dalam surat itu dan juga tentang yang tercantum dalam surat itu sebagai pemberitahuan saja. 7 Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa alat-alat bukti yang diajukan oleh Pemohon merupakan akta atau surat yang sempurna dan mempunyai kekuatan bukti, baik secara materil ataupun formil. Kemudian, mengenai bukti saksi dalam persidangan perkara ini. Saksi adalah orang yang memberikan keterangan di muka sidang, dengan memenuhi syarat-syarat tertentu, tentang suatu peristiwa atau keadaan yang ia lihat, dengar dan ia alami 6 Mukti Arto, Praktek Perkara Perdata pada Peradilan Agama, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004, cet. V, h. 148. 7 M. Fauzan, Pokok-pokok Hukum Acara Perdata dan Mahkamah Syariah, Jakarta: Prenada Media, 2007, cet. III, h. 36; Lihat, Pasal 165 HIR jo 285 R.Bg. sendiri, sebagai bukti terjadinya peristiwa atau kedaan tersebut. 8 Bukti saksi ini diatur dalam pasal 168 – 172 HIR atau 165 – 179 R.Bg. Sebagaimana di atas, saksi harus memenuhi syarat-syarat, formil atau materil. Lalu, bagaimana dengan status atau sahnya para saksi dalam perkara ini? Menurut Mukti Arto, syarat formil saksi adalah: berumur 15 tahun ke atas, sehat akalnya, tidak ada huungan keluarga sedarah dan keluarga semenda dari salah satu pihak menurut keturunan yang lurus, kecuali undang-undang menentukan lain, tidak ada hubungan kerja dengan salah satu pihak dengan menerima upah, tidak ada hubungan perkawinan dengan salah satu pihak meskipun telah bercerai Pasal 145 1 HIR, menghadap ke pesidangan, mengangkat sumpah menurut agamanya, berjumlah sekurang-kurangnya 2 orang untuk kesaksian suatu peristiwa atau dikuatkan dengan alat bukti lain., dipanggil masuk ke ruangan sidang, dan memberikan penjelasan secara lisan. 9 Sementara alat bukti materil adalah menerangkan apa yang dilihat, ia dengar dan ia alami sendiri, diketahui sebab-sebab ia mengetahui peristiwa tersebut, bukan merupakan pendapat atau kesimpulan saksi, saling kesesuaian satu sama lain, dan tidak bertentangan dengan akal sehat. 10 8 Mukti Arto, Praktek Perkara Perdata pada Peradilan Agama, h. 165. 9 Mukti Arto, Praktek Perkara Perdata pada Peradilan Agama, h. 165. 10 Lihat, Pasal 171 HIR308 R.Bg, Pasal 171 ayat 1 HIR 308 R.Bg, Pasal 171 ayat 2 HIR 308 ayat 2 R.Bg, dan Pasal 170 HIR. Dari sini, dapat dilihat bagaimana status para saksi di atas. Secara formil, tidak terdapat masalah terhadap keempat orang saksi, kecuali terdapat dua orang saksi yang merupakan keluarga sedarah dan semenda dari Pemohon, yaitu SK sebagai ibu Pemohon dan ES binti TB sebagai isteri Pemohon. 11 Sementara kedua saksi lain, tidak memiliki hubungan darah baik kandung atau semenda dengan Pemohon, meskipun saudara NN adalah saudara angkat dari alm. BS. 12 Kedua saksi selain keluarga ini yaitu NN dan NM binti AD adalah tetangga Pemohon yang telah diangkat sumpah oleh Majelis Hakim. Dengan demikian, secara formil, dua orang saksi yang bukan berasal dari keluarga Pemohon telah terpenuhi syarat-syartanya, serta telah keluar bebas pula dari azas unus testis nulus testis yang menyatakan bahwa satu orang saksi tidak dianggap sebagai saksi. 13 Apalagi, dalam perkara ini, alat-alat bukti telah menguatkan dalil-dalil pemohon, sehingga alat bukti saksi dua orang ini telah didukung pula oleh bukti lain. Dari pengakuan para saksi tersebut, dapat diketahui beberapa hal sehubungan dengan Pemohon. Pertama, dari keterangan para saksi, baik dari isteri dan ibu Pemohon ataupun dari kedua saksi yang lain, bahwa pemohon dikenal berkelakuan 11 Dalam hukum acara Peradilan Agama, keluarga dekat baik karena hubungan darah atau semenda hanya boleh menjadi saksi dalam perkara syiqaq perceraian saja, sebagaimana diatur dalam pasal 76 ayat 1 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama. 12 Penetapan Perkara Nomor 16Pdt.P2007PA Depok, h. 5. 13 Mukti Arto, Praktek Perkara Perdata pada Peradilan Agama, h. 169. baik, berfikiran sehat, adil, jujur, dan taat beragama. 14 Hal ini disebutkan oleh keempat orang saksi, kecuali saudara NN binti GT. Kemudian, dari keterangan saksi ES binti TD dan NM binti AD, diketahui bahwa alasan Pemohon menjadi wali pengampu adalah karena Pemohon lebih dekat dengan ketiga orang anak tersebut, dan pengakuan dari isteri Pemohon saksi SK bahwa Pemohon adalah anak tertua dari keluarga SS almh. Ibu ketiga orang anak dan ikut membantu ketiga orang anak tersebut yang sebelumnya tinggal bersama ES binti TD nenek ketiga anak tersebut. Selain itu, sebagaimana disebutkan oleh ES binti TD, ibu Pemohon, alasan Pemohon menjadi wali pengampu adalah untuk mengurus ASABRI dan melanjutkan penyelesaian pembayaran hutang-piutang dengan Bank. Artinya, selain sebagai wali pengampu yang mengurusi, memberikan pendidikan dan keterampilan kepada ketiga orang anak tersebut, Pemohon juga memiliki beban atau kewajiban untuk menyelesaikan urusan harta benda ketiga anak tersebut sebagaimana dicantumkan dalam 110 Kompilasi Hukum Islam, yang merupakan urusan hutang piutang kedua orang tua mereka. Kemudian, dari para saksi terutama ES binti TD juga diketahui bahwa ketiga orang anak tersebut tinggal bersama nenek mereka ES binti TD. Namun, menurut pengakuan ES binti TD pula, ia tidak sanggup untuk menjadi wali pengampu bagi 14 Sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 51 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1971 Tentang Perkawinan ketiga. Dengan demikian, seperti dinyatakan oleh para saksi kecuali NM binti AD, bahwa telah terjadi suatu musyawarah antara keluarga BS dan SS untuk menentukan status perwalian anak tersebut. Dari musyawarah ini, diketahui bahwa keluarga dari pihak BS telah sepakat untuk menyerahkan hak wali pengampu bagi ketiga orang anak tersebut kepada Pemohon. Persetujuan ini, menurut isteri Pemohon, diketahui dari saudara kandung BS yaitu Endang yang secara langsung datang ke rumah Pemohon, serta dari saudara NN binti GT, yang merupakan saudara angkat BS, dalam suatu musyawarah keluarga yang dimaksud di atas. Dari beberapa keterangan dan kesaksian para saksi ini, dapat diambil suatu kesimpulan, bahwa terdapat kesesuaian antara masing-masing saksi terkait dengan perkara pengampuan ketiga orang anak tersebut. Di samping itu, saksi-saksi tersebut mengemukakan apa yang mereka lihat, dengar, dan alami secara langsung, dan karena kedekatan hubungan baik karena keluarga atau tetangga, dapat diketahui sebab-sebab pengetahuan para saksi tersebut. Terakhir, keterangan para saksi tidak ada yang bertentangan dengan akal sehat. Artinya, dapat dikatakan, bahwa baik secara formil atau pun materil, syarat- syarat saksi telah terpenuhi dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia. Dalam hal ini, para saksi mempunyai nilai pembuktian bebas, yang oleh Majelis Hakim dapat dinilai kesaksian-kesaksian tersebut sesuai dengan hati nuraninya, 15 serta masing-masing saksi yang berhubungan satu sama lain, dapat menguatkan keterangan dan dalil Pemohon untuk menjadi pengampu dari ketiga anak tersebut.

B. Analisa Putusan Hakim Perspektif Hukum Islam

Dokumen yang terkait

Status anak akibat pembatalan perkawinan analisis putusan pengadilan agama depok nomor 1723/pdt.g/2009 pa.dpk

5 28 104

Putusan verstek pengadilan agama depok dalam perkara cerai gugat : analisa putusan pengadilan agama depok perkara no. 1227/pdt.g/2008/pa.dpk

4 21 94

Saksi dari pihak keluarga dalam gugat cerai menurut hukum islam dan hukum acara perdata: studi kasus putusan pengadilan agama Tangerang perkara nomor: 221/Pdt.G/2008/P.A Kota Tangerang Banten

0 13 76

Pencabutan hak asuh anak dari Ibu : Studi analisis putusan pengadilan agama Depok Nomor 430/Pdt.G/2006/PA.Dpk

1 15 74

Penyelesaian perkara syiqaq : analisis putusan pengadilan agama sumber Cirebon nomor 011s/pdt.g/2009/pa,sbr

1 9 120

Izin poligami dengan alasan isteri mengalami gangguan Jiwa : studi analisis terhadap putusan perkara nomor 0284/pdt.G/2008/pa..jt.di pengadilan agama jakarta timur

2 18 88

Ketidaksanggupan suami dalam melunasi hutang istri sebagai sebab pengajuan perceraian: analisis putusan pengadilan agama depok nomor.826/pdt.g/2009/pa dpk dan jakarta timur nomor.154/pdt.g/2009/pa jt

0 9 94

Wali pengampu pada paman dari pihak Ibu dalam tinjauan hukum islam : studi putusan pengadilan agama depok nomor 16/pdt.p/2007/pa dpk

0 9 103

Potensi perjanjian dalam perkawinan Poligami : studi analisis putusan pengadilan agama bekasi nomor 184/pdt.G/PA.Bks

1 8 89

Putusan pengadilan negeri nomor: 61/PID.B/2011/PN.PWR tentang pencurian disertai pembunuhan berencana dalam tinjauan hukum pidana islam

0 24 0