Perwalian Anak dalam Tata Hukum di Indonesia: Tinjauan KHI, Undang-

Dari beberapa uraian di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa dalam hukum Islam, terutama seperti yang diutarakan oleh empat imam mazhab, yang paling berhak atas perwalian dalam hal harta benda adalah bapak. Jika bapak tidak ada, dalam pandangan fikih, terjadi perbedaan. Menurut Hanafi, jatuh kepada orang yang diberikan wasiat oleh bapak, kemudian kepada kakek, dan terakhir pada orang yang diberi wasiat oleh kakek. Syafi’i, ketika tidak ada bapak langsung pada kakek. Sementara mazhab Maliki dan Hanbali menyebutkan bahwa kakek tidak berhak untuk menjadi wali. Selain itu, dalam hukum Islam, seorang hakim atau qhadi berhak pula atas perwalian, terutama bagi mereka yang safih atau lalai. Perwalian ini juga boleh dilimpahkan hakim kepada seseorang yang dipercayainya.

C. Perwalian Anak dalam Tata Hukum di Indonesia: Tinjauan KHI, Undang-

undang Perkawinan dan Hukum Perdata BW Dalam Pasal 1 huruf h Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam disebutkan bahwa perwalian adalah kewenangan yang diberikan kepada seseorang untuk melakukan sesuatu perbuatan hukum sebagai wakil untuk kepentingan dan atas nama anak yang tidak mempunyai kedua orang tua atau orang tua yang masih hidup tidak cakap melakukan perbuatan hukum. 31 Menurut Ahmad Rafiq, dari pengertian tersebut, wali adalah orang yang diberikan kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum demi kepentingan anak 31 Lihat Pasal 1 huruf h Inpres Nomor 1 Tahun 1991tentang Kompilasi Hukum Islam. yang tidak memiliki kedua orang tua atau karena orang tuanya tersebut tidak cakap melakukan tindakanperbuatan hukum. 32 Perwalian dalam Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 diuraikan dalam satu bab, yaitu Bab XV. Dalam Pasal 107 Bab ini disebutkan, bahwa: 1 Perwalian hanya terhadap anak yang belum mencapai umur 21 tahun dan atau belum pernah melangsungkan perkawinan. 2 Perwalian meliputi perwalian terhadap diri dan harta kekayaanya. 3 Bila wali tidak mampu berbuat atau lalai melaksanakan tugas perwaliannya, maka Pengadilan Agama dapat menunjuk salah seorang kerabat untuk bertindak sebagai wali atas permohonan kerabat tersebut. 4 Wali sedapat-dapatnya diambil dari keluarga anak tersebut atau orang lain yang sudah dewasa, berpikiran sehat, adil, jujur dan berkelakuan baik, atau badan hukum. 33 Selain itu, disebutkan pula, bahwa orang tua dapat mewasiatkan kepada seseorang atau badan hukum untuk melakukan perwalian atas diri dan kekayaan anak atau anak-anaknya sesudah ia meninggal dunia, 34 atau Pengadilan Agama juga dapat mencabut hak perwalian seseorang atau badan hukum dan menindahkannya kepada pihak lain atas permohonan kerabatnya bila wali tersebut pemabuk, penjudi, pemboros, gila dan atau melalaikan atau menyalah gunakan hak dan wewenangnya sebagai wali demi kepentingan orang yang berada di bawah perwaliannya. 35 32 A. Rafiq, Hukum Islam di Indonesia, h. 258. 33 Lihat, Pasal 107 Kompilasi Hukum Islam KHI 34 Pasal 108 Kompilasi Hukum Islam 35 Pasal 109 Kompilasi Hukum Islam Dalam Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam ini juga dikemukakan tentang kewajiban seseorang atau badan hukum yang diberi kekuasaan oleh Pengadilan untuk menjadi wali. Di antara kewajiban tersebut adalah: 1 Wali berkewajiban mengurus diri dan harta orang yang berada di bawah perwaliannya dengan sebaik-baiknya dan berkewajiban memberikan bimbingan agama, pendidikan dan keterampilan lainnya untuk masa depan orang yang berada di bawah perwaliannya. 2 Wali dilarang mengikatkan, membebani dan mengasingkan harta orang yang berada di bawah perwaliannya, kecuali bila perbuatan tersebut menguntungkan bagi orang yang berada di bawah perwaliannya yang tidak dapat dihindarkan. 3 Wali bertanggung jawab terhadap harta orang yang berada di bawah perwaliannya, dan mengganti kerugian yang timbul sebagai akibat kesalahan atau kelalaiannya. 36 4 Wali berkewajiban menyerahkan seluruh harta orang yang berada di bawah perwaliannya, bila yang bersangkutan telah mencapai umur 21 tahun atau telah menikah. 37 Apabila perwalian telah berakhir, maka Pengadilan Agama berwenang mengadili perselisihan antara wali dan orang yang berada di bawah perwaliannya tentang harta yang diserahkan kepadanya. 38 Namun jika perwalian tersebut belum usai, dalam Kompilasi Hukum Islam disebutkan bahwa wali dapat mempergunakan harta orang yang berada di bawah perwaliannya, sepanjang 36 Pasal 110 Kompilasi Hukum Islam 37 Pasal 111 ayat 1 Kompilasi Hukum Islam 38 Pasal 111 ayat 2 Kompilasi Hukum Islam diperlukan untuk kepentingannya sesuai dengan kebutuhan atau bi al-ma`ruf seandainya wali tersebut fakir. 39 Perwalian dalam Instruksi Presiden Nomor 1 Tahunm 1991 Tentang Kompilasi Hukum Islam selaras dengan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1971 Tentang Perkawinan, meskipun dengan sedikit perbedaan. Jika dalam Kompilasi Hukum Islam ukuran dewasa adalah di bawah 21 tahun, dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 1971 Tentang Perkawinan disebutkan seseorang yang masih terkategori anak dan berhak atas perwalian adalah yang belum mencapai umur 18 tahun atau belum pernah melangsungkan perkawinan, yang tidak berada di bawah kekuasaan orang tua. 40 Selain itu, dalam Undang-undang ini juga disebutkan bahwa perwalian terjadi karena beberapa hal, di antaranya: 1. Wali dapat ditunjuk oleh salah seorang orang tua yang menjalankan kekuasaan orang tua sebelum ia meninggal dengan surat wasiat atau dengan lisan dengan dua orang saksi. 2. Wali sedapat-dapatnya diambil dari keluarga anak tersebut atau orang lain yang sudah dewasa, berpikiran sehat, adil, jujur dan berkelakuan baik. 41 39 Pasal 112 Kompilasi Hukum Islam 40 Lihat Pasal 50 ayat 1 Undang-undang Perkawinan. 41 Pasal 51 Undang-undang Perkawinan Dalam hal kewajiban pun antara Undang-undang Nomor 1 Tahun 1971 Tentang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam relatif tidak terdapat perbedaan signifikan. 42 Yang agar berbeda hanya pada ayat 1 Pasal 51 Undang-undang Perkawinan, di mana disebutkan bahwa wali berkewajiban mengurus anak yang berada di bawah kekuasaannya dan harta bendanya sebaik-baiknya dengan menghormati agama kepercayaan anak itu. Selebihnya, antara keduanya tidak terdapat perbedaan, di mana wali berkwajiban mengurus dan memelihara harta benda anak te u belum melaku 1 tahun 1974 menyebutkan wali dapat dap anak perwalian tersebut. rsebut. Dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 1971 Tentang Perkawinan juga ditetapkan tentang larangan bagi wali. Dalam Pasal. 52 UU No.1 tahun 1974 menyatakan terhadap wali berlaku pasal 48 Undang-undang ini, yakni orang tua dalam hal ini wali tidak diperbolehkan memindahkan hak atau menggadaikan barang- barang tetap yang dimiliki anaknya yang belum berumur 18 tahun ata kan perkawinan kecuali apabila kepentingan anak tersebut memaksa. Demikian halnya Pasal 53 UU No. dicabut dari kekuasaannya, yaitu dalam hal: 1. Wali sangat melalaikan kewajibannya terha 2. Wali berkelakuan buruk sebagai walinya. Apabila kekuasaan wali dicabut maka pengadilan menunjuk orang lain sebagai wali pasal 53 2 UU No.1 tahun 1974. Dalam hal apabila wali 42 Dalam Undang-undang Perkawinan, kewajiban wali diatur dalam Pasal 51. menyebabkan kerugian pada si anak maka menurut ketentuan pasal 54 UU No.1 tahun 1974 menyatakan, wali yang telah menyebabkan kerugian pada harta benda anak yang berada dibawah kekuasaannya, atas tuntutan anak atau keluarga anak tersebut dengan keputusan pengadilan, yang bersangkutan dapat diwajibkan untuk mengga ut curandus, pengampunya disebut cara sebagaimana teratur dalam bagian ketiga,keempat, kelima dan keenam bab ini”. nti kerugian tersebut. Perwalian juga diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata, yang disingkat dengan KUHPer. Perwalian dalam KUHPer disebut juga dengan Pengampuan atau curatele. Pengamuan berarti suatu daya upaya hukum untuk menempatkan seseorang yang belum dewasa menjadi sama dengan orang yang dewasa. Orang yang ditaruh di bawah pengampuan diseb curator, dan pengampuannya disebut curatele. 43 Dalam Pasal 433 KUHPer disebutkan: Setiap orang dewasa, yang selalu berada dalam keadaan dungu, gila atau mata gelap, harus ditempatkan di bawah pengampuan, sekalipun ia kadang-kadang cakap menggunakan pikirannya. Seorang dewasa boleh juga ditempatkan di bawah pengampuan karena keborosan. 44 selain itu, disebutkan pula dalam pasal 330 ayat 3, bahwa: “Mereka yang belum dewasa dan tidak berada dibawah kekuasaan orang tua, berada dibawah perwalian atas dasar dan 43 P.N.H. Simanjuntak, Pokok-pokok Hukum Perdata di Indonesia, Jakarta: Djambatan, 2005, h. 26. 44 Pasal 433 Kitab Undang-undang Hukum Perdata Dalam hal ini, terdapat persamaan antara apa yang termaktub dalam Kompilasi Hukum Islam, Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan dan dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata. Kemudian dalam Pasal 462 KUHPer disebutkan lagi, bahwa: Seorang anak belum dewasa yang berada dalam keadaan dungu, gila atau gelap mata, tidak boleh ditempatkan di bawah pengampuan, tetapi tetap berada di bawah pengawasan bapaknya, ibunya atau walinya. 45 Selanjutnya, dinyatakan pula dalam KUHPer, bahwa setiap keluarga sedarah berhak meminta pengampuan keluarga sedarahnya berdasarkan keadaan dungu, gila atau mata gelap. Disebabkan karena pemborosan, pengampuan hanya dapat diminta oleh para keluarga sedarah dalam garis lurus, dan oleh mereka dalam garis samping sampai derajat keempat. Barang siapa karena lemah akal pikirannya, merasa tidak cakap mengurus kepentingan sendiri dengan baik, dapat minta pengampuan bagi dirinya sendiri. 46 Jika disistematisasi, perwalian dalam KUHPer terbagi menjadi tiga macam, yaitu: 1. Perwalian oleh bapak atau ibu yang hidup lebih lama, pasal 345 sampai pasal 354 KUHPerdata. Pasal 345 KUH Perdata menyatakan : ”Apabila salah satu dari kedua orang tua meninggal dunia, maka perwalian terhadap anak-anak kawin yang belum dewasa, demi hukum 45 Pasal 462 Kitab Undang-undang Hukum Perdata 46 Pasal 435 Kitab Undang-undang Hukum Perdata dipangku oleh orang tua yang hidup terlama, sekadar ini tidak telah dibebaskan atau dipecat dari kekuasaan orang tuanya.” 47 2. Perwalian yang ditunjuk oleh bapak atau ibu dengan surat wasiat atau akta tersendiri. Pasal 355 ayat 1 KUHPerdata menyatakan bahwa : “Masing-masing orang tua, yang melakukan kekuasaan orang tua atau perwalian bagi seorang anaknya atau lebih berhak mengangkat seorang wali bagi anak-anak itu, jika kiranya perwalian itu setelah ia meninggal dunia demi hukum ataupun karena penetapan Hakim menurut ayat terakhir pasal 353, tidak harus dilakukan oleh orang tua yang lain” 48 Dengan kata lain, orang tua masing-masing yang menjadi wali atau memegang kekuasaan orang tua berhak mengangkat wali kalau perwalian tersebut memang masih terbuka. 3. Perwalian yang diangkat oleh Hakim. Pasal 359 KUH Perdata menentukan: “Bila anak belum dewasa yang tidak berada di bawah kekuasaan orang tua dan yang perwaliannya sebelumnya tidak diatur dengan cara yang sah, Pengadilan Negeri harus mengangkat seorang wali, setelah mendengar atau memanggil dengan sah para keluarga sedarah dan semenda.” 49 Pengampuan ini terjadi karena adanya keputusan hakim yang didasarkan pada adanya permohonan pengampuan. 50 Adapun pihak-pihak yang dapat mengajukan 47 Pasal 345 Kitab Undang-undang Hukum Perdata 48 Pasal 355 Kitab Undang-undang Hukum Perdata 49 Pasal 359 Kitab Undang-undang Hukum Perdata 50 .N.H. Simanjuntak, Pokok-pokok Hukum Perdata di Indonesia, h. 27. pengampuan, sebagaimana tertera dan diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata, adalah sebagai berikut: 1. keluarga sedarah terhadap keluarga sedarahnya, dalam hal keadannya dungu, sakit ingatan, atau mata gelap Pasal 434 ayat 1 KUHPer. 2. Keluarga sedarah dalam garis lurus dan oleh keluarga semenda dalam garis menyimpang sampai derajat keempat, dalam hal karena keborosannya Pasal 434 ayat 2 KUHPer 3. Suami atau isteri boleh meminta pengampuan akan isteri atau suaminya Pasal 434 ayat 3 KUHPer 4. Diri sendiri, dalam hal ia tidak cakap mengurus kepentingannya sendiri Pasal 434 ayat 4 KUHPer 5. Kejaksaaan dalam hal gelap mata, keadaannya dungu, sakita ingatan Pasal 435 KUHPer. Selain itu, dalam hukum perdata juga diatur bagaimana akibat hukum seseorang yang berada dalam pengampuan. Akibat hukum tersebut, bahwa orang yang berada dalam pengampuan sama dengan orang yang belum dewasa. 51 Selain itu, diatur pula bahwa setiap perbuatan orang yang berada dalam pengampuan batal demi hukum. 52 Namun kedua hal ini terdapat pengecualian, yaitu seseorang yang berada dalam pengampuan karena boros, masih boleh membuat surat wasiat, sebagaimana 51 Pasal 452 ayat 1 Kitab Undang-undang Hukum Perdata. 52 Pasal 446 ayat 2 Kitab Undang-undang Hukum Perdata. diatur dalam Pasal 446 ayat 3 Kitab Undang-undang Hukum Perdata. Pun demikian disebutkan dalam Pasal 446 ayat 3 KUHPer, orang yang dinyatakan dalam pengampuan karena boros tersebut dapat melangsungkan pernikahan dan membuat perjanjian kawin yang dibantu oleh pengampunya.

BAB III POSISI KASUS PENGAMPUAN ANAK DALAM PUTUSAN PERKARA

Dokumen yang terkait

Status anak akibat pembatalan perkawinan analisis putusan pengadilan agama depok nomor 1723/pdt.g/2009 pa.dpk

5 28 104

Putusan verstek pengadilan agama depok dalam perkara cerai gugat : analisa putusan pengadilan agama depok perkara no. 1227/pdt.g/2008/pa.dpk

4 21 94

Saksi dari pihak keluarga dalam gugat cerai menurut hukum islam dan hukum acara perdata: studi kasus putusan pengadilan agama Tangerang perkara nomor: 221/Pdt.G/2008/P.A Kota Tangerang Banten

0 13 76

Pencabutan hak asuh anak dari Ibu : Studi analisis putusan pengadilan agama Depok Nomor 430/Pdt.G/2006/PA.Dpk

1 15 74

Penyelesaian perkara syiqaq : analisis putusan pengadilan agama sumber Cirebon nomor 011s/pdt.g/2009/pa,sbr

1 9 120

Izin poligami dengan alasan isteri mengalami gangguan Jiwa : studi analisis terhadap putusan perkara nomor 0284/pdt.G/2008/pa..jt.di pengadilan agama jakarta timur

2 18 88

Ketidaksanggupan suami dalam melunasi hutang istri sebagai sebab pengajuan perceraian: analisis putusan pengadilan agama depok nomor.826/pdt.g/2009/pa dpk dan jakarta timur nomor.154/pdt.g/2009/pa jt

0 9 94

Wali pengampu pada paman dari pihak Ibu dalam tinjauan hukum islam : studi putusan pengadilan agama depok nomor 16/pdt.p/2007/pa dpk

0 9 103

Potensi perjanjian dalam perkawinan Poligami : studi analisis putusan pengadilan agama bekasi nomor 184/pdt.G/PA.Bks

1 8 89

Putusan pengadilan negeri nomor: 61/PID.B/2011/PN.PWR tentang pencurian disertai pembunuhan berencana dalam tinjauan hukum pidana islam

0 24 0