Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Salah satu syarat adanya taklif dalam hukum Islam adalah adanya keahlian untuk dibebani ahliyyah li al-taklif. Di antara syarat yang harus dipenuhi oleh seseorang yang dianggap berhak untuk menerima pembebanan adalah adanya akal dan telah baligh. Tanpa keduanya, seseorang dianggap belum mampu dibebani. Dalam hal inilah seseorang yang gila tidak dihitung semua perbuatannya. Perwalian merupakan kewenangan yang diberikan kepada seseorang untuk melakukan sesuatu perbuatan hukum sebagai wakil untuk kepentingan dan atas nama anak yang tidak mempunyai kedua orang tua atau kedua orang tua yang masih hidup tidak cakap melakukan perbuatan hukum. 1 Dapatnya seseorang untuk bertindak atas orang lain tersebut karena orang lain itu memiliki suatu kekurangan pada dirinya yang tidak memungkinkannya untuk bertindak sendiri secara hukum, baik dalam urusan bertindak atas harta ataupun atas dirinya sendiri. 2 Perwalian seperti ini juga dikenal dengan istilah wali pengampu dalam sistem hukum di Indonesia. Dalam hukum Islam, selain perwalian dalam pernikahan, terdapat tiga jenis perwalian dalam arti tersebut di atas, yaitu seseorang yang bertindak sebagai 11 Untuk masalah tersebut, lihat pula, Ahmad Rafiq, Hukum Islam di Indonesia, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2000, cet. V, h. 228. 1 2 Amir Syarifuddin, HUkum Perkawinan Islam di Indonesia: Antara Fiqh Munakahat dan Undang-undang Poerkawinan, Jakarta: Prenada, 2006, h. 69. seseorang yang lain, di antaranya adalah wali anak kecil, wali orang gila, dan wali orang yang safih. Pun juga, dari ketiga perwalian tersebut, para ulama fikih, kecuali hanya beberapa saja, sepakat bahwa wali bagi mereka adalah ayahnya, sedangkan ibunya tidak memiliki hak atas perwalian. 3 Selain itu, para ulama fikih tersebut berbeda pendapat dalam penetapan wali ketika ayah tidak ada. Menurut mazhab Hanbali dan Maliki, wali sesudah ayah adalah orang yang amenerima wasiat dari ayah. Jika tidak ada, maka jatuh kepada wali hakim Syar’i. Kakek sama sekali tidak mempunyai hak atas perwalian. Sementara Hanafi menyatakan, bahwa para wali sesudah ayah adalah orang yang menerima wasiat dari ayah. Sesudah itu kakek dari pihak ayah, lalu orang yang menerima wasiat darinya, dan kalau tidak ada, maka perwalian jatuh ke tangan qadhi hakim. 4 Mazhab Syafi’i menyatakan bahwa pertama-tama perwalian berada di tangan ayah dan kakek dari pihak ayah dalam derajatnya yang sama, di mana masing- masing mereka berkedudukan yang sama untuk bertindak sebagai wali. Kemudian kepada orang yang menerima wasiat dari ayah atau kakek. 5 Dari beberapa ketentuan di atas, dapat dilihat suatu kejelasan bahwa dalam hukum Islam, perwalian seorang anak, baik itu karena usianya yang belum mencapai 3 Abdurrahman Ghazaly, Fiqh Munakahat, Jakarta: Prenada Media, 2003, cet. I, h. 166. 4 Abdurrahman Ghazaly, Fiqh Munakahat,h. 167; LIhat pula, Muhammad Jawad Mughniyah, Fiqh Lima Mazhab, Jakarta: Lentera, 2001, h. 683. 5 Abdurrahman Ghazaly, Fiqh Munakahat,h. 167 baligh, seseorang yang gila, atau seseorang yang safih lemah akalnya, berada pada ayah, keluarga ayah, orang yang diwasiatkan, atau pada seorang hakimqadhi. 6 Berbeda dengan konsep tersebut di atas, dalam putusan yang ditetapkan oleh Pengadilan Agama Depok Putusan Nomor 16Pdt.p2007PA Dpk, hakim menetapkan perwalian tiga orang anak yang belum baligh kepada paman anak tersebut dari pihak ibu adik ibu. Jika mengacu pada hukum yang telah menjadi kesepakatan Jumhur Ulama di atas, maka secara sekilas terjadi suatu pertentangan antara apa yang diputuskan oleh hakim Agama Depok dengan apa yang tertera dalam fikih. Maka dari itu, berdasarkan latar belakang tersebut di atas, penulis tertarik untuk mengkaji lebih jauh bagaimana status atau hukum perwalian pengampuan seorang anak yang telah diputuskan oleh Pengadilan Agama Depok dalam Putusan Nomor 16Pdt.p2007PA Dpk, terutama dalam perspektif hukum Islam. Untuk lebih memfokuskan masalah tersebut, penulis merangkum tema penelitian ini dalam judul karya ilmiah, yaitu: Wali Pengampu Pada Paman Dari Pihak Ibu Dalam Tinjauan Hukum Islam: Studi Putusan Pengadilan Agama Depok Nomor 16pdt.p2007PA Dpk. 6 Fakta bahwa para ulama menetapkan perwalian hanya dari pihak ayah dapat dilihat dari pendpaat mereka tentang perwalian dalam perkawinan. Lihat lebih lanjut, Muhammad Jawad al- Mughniyyah, Fiqih Lima Mazhab, h. 347-348.

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

Dokumen yang terkait

Status anak akibat pembatalan perkawinan analisis putusan pengadilan agama depok nomor 1723/pdt.g/2009 pa.dpk

5 28 104

Putusan verstek pengadilan agama depok dalam perkara cerai gugat : analisa putusan pengadilan agama depok perkara no. 1227/pdt.g/2008/pa.dpk

4 21 94

Saksi dari pihak keluarga dalam gugat cerai menurut hukum islam dan hukum acara perdata: studi kasus putusan pengadilan agama Tangerang perkara nomor: 221/Pdt.G/2008/P.A Kota Tangerang Banten

0 13 76

Pencabutan hak asuh anak dari Ibu : Studi analisis putusan pengadilan agama Depok Nomor 430/Pdt.G/2006/PA.Dpk

1 15 74

Penyelesaian perkara syiqaq : analisis putusan pengadilan agama sumber Cirebon nomor 011s/pdt.g/2009/pa,sbr

1 9 120

Izin poligami dengan alasan isteri mengalami gangguan Jiwa : studi analisis terhadap putusan perkara nomor 0284/pdt.G/2008/pa..jt.di pengadilan agama jakarta timur

2 18 88

Ketidaksanggupan suami dalam melunasi hutang istri sebagai sebab pengajuan perceraian: analisis putusan pengadilan agama depok nomor.826/pdt.g/2009/pa dpk dan jakarta timur nomor.154/pdt.g/2009/pa jt

0 9 94

Wali pengampu pada paman dari pihak Ibu dalam tinjauan hukum islam : studi putusan pengadilan agama depok nomor 16/pdt.p/2007/pa dpk

0 9 103

Potensi perjanjian dalam perkawinan Poligami : studi analisis putusan pengadilan agama bekasi nomor 184/pdt.G/PA.Bks

1 8 89

Putusan pengadilan negeri nomor: 61/PID.B/2011/PN.PWR tentang pencurian disertai pembunuhan berencana dalam tinjauan hukum pidana islam

0 24 0