Penentuan Nilai LC HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

sempurna sehingga mudah mati bukan karena senyawa toksik tapi karena tidak dapat beradaptasi denngan lingkungannya, sehingga kurang tepat digunakan sebagai hewan uji. Larva yang berumur 48 jam sebenarnya juga telah terselubungi membran namun masih sangat tipis, sehingga masih dapat ditembus oleh senyawa antikanker. Selain itu, larva yang berumur 48 jam berada pada tahap instar II dimana pada tahap ini larva sudah mulai memiliki saluran pencernaan. Senyawa antikanker dapat memasuki tubuh larva artemia melalui 2 cara yaitu menembus kulit dan melalui saluran pencernaan.

F. Penentuan Nilai LC

B 50 B dengan Metode BST Isotiosianat yang terdapat dalam brokoli merupakan senyawa kimia yang memiliki aktivitas antikanker. Menurut Katzung 2004 senyawa antikanker pada umumnya memiliki toksisitas tertentu. Untuk melihat toksisitas dari senyawa ini digunakan metode BST yang merupakan skrining awal terhadap senyawa antikanker. Metode ini menggunakan organisme uji berupa larva artemia. Larva artemia ini digunakan karena memiliki kesamaan dengan sistem enzim pada mamalia, beberapa enzim itu antara lain tipe DNA-dependent RNA polymerase, dan ouabaine sensitive Na P + P K P + P dependent ATPase Solis et al., 1993. Sehingga apabila suatu senyawa dapat menyebabkan efek toksik pada larva artemia, maka senyawa tersebut juga dapat memberikan efek yang sama pada mamalia. Namun, perkembangan larva artemia tidak dapat dihubungkan secara langsung dengan perkembangan sel kanker karena memang tidak ada penelitian yang menegaskan hal tersebut. Alil isotiosianat merupakan salah satu senyawa yang termasuk dalam golongan isotiosianat, sehingga memiliki kesamaan aktivitas sebagai antikanker dengan isotiosianat secara umum. Breier et al. 1995 menyatakan bahwa isotiosianat dapat menghambat aktifitas enzim Na P + P K P + P -ATPase, kemungkinan isotiosianat berpengaruh besar pada tempat ikatan ATP dari molekul enzim. Na P + P K P + P -ATPase ditemukan dalam semua bagian badan mamalia, fungsi enzim ini yaitu untuk mengkatalisis hidrolisis ATP adenosin trifosfatase menjadi ADP adenosin difosfat serta menggunakan tenaga dari ATP untuk mengeluarkan 3 Na P + P dari sel dan memasukkan 2 K P + P ke dalam sel. Penghambatan ikatan ATP oleh isotiosianat dapat mengganggu transport aktif pompa natrium dan kalium, karena apabila ATP tidak terbentuk maka tidak ada tenaga untuk menggerakkan pompa ion tersebut. Isotiosianat memiliki kemampuan dalam menghentikan siklus hidup sel yaitu pada fase S sintesis DNA dan fase M mitosis dalam siklus hidup sel. Hal ini disebabkan oleh karena isotiosianat akan mengacaukan gelendong mitotik dalam proses mitosis sehingga pembelahan sel tidak dapat terjadi Li Tang et al., 2006. Apabila siklus hidup sel berhenti, maka sel tidak dapat hidup sehingga diharapkan sel kanker yang dihentikan siklus hidupnya mengalami kematian. Aktivitas isotiosianat sebagai senyawa antikanker dapat diketahui dalam menginduksi p53 yang akan menyebabkan terjadinya apoptosis yaitu suatu program kematian sel Pappa et al., 2006. Di dalam sel kanker terjadi mutasi yang dapat menghambat fungsi p53, namun dengan adanya senyawa isotiosianat akan menginduksi p53 yang merupakan protein penekan tumor sehingga p53 dapat memerintahkan sel untuk melakukan program bunuh diri. Aktivitas p53 dalam menghentikan siklus hidup sel terjadi pada fase G B 1 B . Ketika terjadi kerusakan DNA, p53 akan menginduksi p21 untuk berikatan dan menginaktivasi cdk2 cyclin-dependent kinase 2 yang berperan penting dalam tahap transisi fase G B 1 B S, sehingga proses transisi dari fase G B 1 B ke fase S menjadi terhambat hingga terjadi perbaikan DNA. Namun apabila tidak terjadi perbaikan DNA yang efektif, p53 akan memerintahkan sel untuk menjalani program bunuh diri atau apoptosis Best, 2006. Menurut Best 2006, untuk mematikan sel, p53 menginduksi transkripsi beberapa gen yang meliputi apaf-1 apoptosis protease-activating factor dan protein BAX. Protein BAX terdapat pada mitokondria, dimana BAX akan melepaskan sitokrom c. Apaf-1 dan sitokrom c dapat membentuk caspase-9 yang menyebabkan terjadinya apoptosis gambar 8. Terjadinya apoptosis ditandai dengan kondensasi sel nukleus dan menghancurkannya menjadi serpihan-serpihan. Sitoplasma juga akan mengalami kondensasi dan terpecah membentuk membran yang mengelilingi badan apoptosis. Kromosom juga akan terpecah menjadi serpihan yang mengandung sejumlah nukleosom Jakubowski, 2002. Sel yang telah hancur ini akan difagositosis oleh makrofag, maka tingkat kematian artemia yang disebabkan oleh fraksi air dapat dikatakan sebagai efek sitotoksik fraksi air brokoli. Isotiosianat menginduksi p53 merusak gelendong mitotik induksi p21 apaf-1 BAX apaf 1 sitokrom c menghambat fase M inaktivasi cdk2 mengambat fase G B 1 B S caspase-9 menghentikan siklus sel apoptosis SEL MATI Gambar 8. Mekanisme aktivitas isotiosianat dalam mematikan sel Isotiosianat diketahui dapat menyebabkan kematian sel, agar dapat mematikan sel maka isotiosianat harus dapat masuk ke dalam tubuh larva artemia melalui kulit larva yang belum terselubungi oleh karapak. Larva yang digunakan adalah larva yang berusia 48 jam dan termasuk pada tahap instar II, pada tahap ini larva belum terselubungi karapak. Isotiosianat dapat masuk dalam tubuh larva melalui mekanisme difusi pasif, dimana molekul-molekul isotiosianat akan bergerak melewati membran semipermeabel. Pada proses ini, molekul bergerak dari sisi yang kadarnya lebih tinggi menuju ke sisi lain yang kadarnya lebih rendah. Pengujian terhadap larva artemia ini menggunakan lima seri konsentrasi yaitu 320; 580; 1000; 1900; dan 3400 µgml. Selain kelima seri konsentrasi tersebut, juga dibutuhkan kontrol negatif yang tidak berisi sampel. Kontrol ini berfungsi untuk mengetahui bahwa larva artemia yang mati tidak disebabkan oleh pelarut yang digunakan, namun kematian larva artemia tersebut disebabkan oleh zat aktif yang terkandung dalam fraksi air. Pelarut metanol diuapkan sehingga yang tersisa hanya fraksi kental saja yang berisi zat aktif. Dalam pembuatan seri konsentrasi fraksi air, digunakan pelarut metanol untuk mempercepat melarutnya fraksi air dalam bentuk kental dan mempercepat pula proses penguapan, karena jika tetap menggunakan air maka dibutuhkan waktu yang cukup lama. Pelarut metanol dipilih karena alil isotiosianat dalam brokoli selain larut dalam air juga memiliki kelarutan dalam metanol. Jadi alil isotiosianat masih tetap ada dalam pelarut metanol. Pelarut metanol juga digunakan sebagai kontrol negatif. Pada saat pengambilan larva dapat terlihat larva yang masih sangat muda baru menetas dan yang sudah berumur 48 jam. Untuk membedakannya, larva yang telah berumur 48 jam akan berwarna agak kecoklatan sedangkan yang masih terlalu muda berwarna putih tipis. Maka larva yang diambil adalah larva artemia yang berwarna agak kecoklatan. Larva artemia memakan apa saja yang berukuran kecil. Apabila persediaan makanan berlebih, jumlah makanan yang ditelan juga berlebih, akibatnya makanan yang belum sempat dicerna dengan sempurna terdesak oleh makanan baru yang masuk terus-menerus dalam jumlah banyak. Dengan demikian, makanan itu akan keluar lagi dari usus dalam keadaan belum tercerna dengan baik, dan belum diserap sarinya oleh usus. Bila hal ini terjadi, ia akan kelaparan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI dalam timbunan makanan Mudjiman, 1989 sehingga pemberian makanan untuk larva artemia cukup dengan satu tetes suspensi ragi. Dalam menentukan nilai LC B 50 B dengan metode BST, waktu yang dibutuhkan untuk menghitung jumlah kematian larva yaitu 24 jam. Maka setelah 24 jam dihitung persentase kematian pada tiap konsentrasi dan kontrol, larva dikatakan hidup apabila masih terlihat ada pergerakan. Berdasarkan data kematian larva artemia pada kontrol metanol dan sampel fraksi air brokoli Lampiran 7 dan 8, dapat digunakan untuk menghitung besarnya persentase kematian larva artemia menggunakan rumus Abbot. Digunakan rumus Abbot karena pada kontrol masih terdapat kematian larva artemia. Dari hasil perhitungan Lampiran 9, dapat diperoleh data persentase kematian Tabel II. Tabel II. Persentase Kematian Larva Artemia pada Berbagai Konsentrasi Fraksi Air Konsentrasi µgml Persentase Kematian 320 32,6 580 45,7 1000 68,9 1900 75,6 3400 80 Persentase kematian yang diperoleh dari fraksi air ini memenuhi rentang yang diharapkan yaitu 20 - 80. Dari data tabel II, terlihat bahwa semakin tinggi konsentrasi larutan yang digunakan, maka makin besar pula persentase kematiannya. Persentase kematian yang telah diperoleh kemudian dianalisis menggunakan probit untuk memperoleh nilai LC B 50 B . Metode probit digunakan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI dalam penentuan nilai LC B 50 B karena analisis probit dapat mengamati efek yang terjadi dari suatu konsentrasi, selain itu dapat memberikan nilai regresi yang menghasilkan garis linear sehingga memudahkan dalam penentuan nilai LC B 50 B . Pada analisis probit, konsentrasi sampel ditransformasikan menjadi log konsentrasi dan persen kematian dicari nilai probitnya. Konsentrasi sampel yang telah ditransformasikan ke dalam logaritma ditetapkan sebagai variabel tetap absis. Sedangkan nilai probit dari setiap persentase kematian ditetapkan sebagai variabel terikat ordinat. Analisis probit ini dilakukan dengan menggunakan program SPSS. Setelah dianalisis dengan analisis probit, maka diperoleh persamaan garis linear untuk fraksi air yaitu y = 1,34939 x – 3,77872 Gambar 9 dan dapat diketahui bahwa nilai LC B 50 B yang dihasilkan adalah 631 µgml Lampiran 10. Probit Transformed Responses Log of KONSENTR 3.6 3.4 3.2 3.0 2.8 2.6 2.4 Pr o b it 1.0 .8 .6 .4 .2 -.0 -.2 -.4 -.6 Rsq = 0.9435 Gambar 9. Kurva hubungan nilai probit versus log konsentrasi fraksi air Dari kurva gambar 9, dapat terlihat adanya hubungan antara konsentrasi dengan efek, dimana semakin tinggi konsentrasi larutan yang digunakan maka jumlah kematian larva artemia juga semakin meningkat. Hal ini digambarkan dalam kurva dengan semakin tinggi konsentrasi, makin tinggi pula nilai probit. Menurut Supranto 1986, dalam hal dua variabel Y dan X, koefisien determinasi Rsq digunakan untuk mengukur tingkat ketepatan dari regresi linier sederhana yaitu merupakan persentase sumbangan X terhadap variasi Y, sehingga dalam praktek Rsq lebih penting dari pada r. Makin dekat Rsq dengan satu, makin tepat garis regresinya. Dari hasil analisis diperoleh nilai Rsq sebesar 0,9435. Nilai tersebut sudah mendekati satu sehingga dapat digunakan sebagai suatu kriteria untuk mengukur cocok tidaknya suatu garis regresi, dan selanjutnya digunakan untuk memperkirakan variabel terikat Y. Meskipun nilai Rsq dianggap lebih penting dari pada r, namun nilai r masih dapat digunakan untuk memastikan kelinieritasan garis dengan cara membandingkan nilai r yang diperoleh dengan nilai r tabel. Apabila nilai r yang diperoleh lebih besar dari pada nilai r tabel, maka kurva tersebut dapat dikatakan linier. Nilai r pada fraksi air adalah 0,971 sedangkan nlai r tabel adalah 0,878. Dari data tersebut, dapat dikatakan bahwa kurva hubungan nilai probit versus log konsentrasi dari fraksi air brokoli adalah linier. Dalam uji BST suatu ekstrak dikatakan bersifat toksik terhadap larva artemia apabila memiliki nilai LC B 50 B 1000 µgml Meyer et al., 1982. Dari hasil penelitian diperoleh nilai LC B 50 B untuk fraksi air adalah 631 µgml. Dengan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI demikian fraksi air brokoli dikatakan bersifat toksik sehingga diharapkan dapat memberikan efek sitotoksik terhadap sel kanker.

G. Uji Kualitatif Fraksi Air dengan Metode KLT