44
namun hanya gerakan-gerakan variatif dari gerak silat sesungguhnya. Tari Galombang tampil sebagai penyambutan tamu dalam segala aktivitas masyarakat
seperti acara pemerintah, dan penyambutan pengantin dalam pesta perkawinan. Begitu pula yang terjadi di Kota Medan sebagai salah satu kota perantauan
masyarakat Minangkabau. Tari Galombang yang dipakai juga sudah yang diperbaharui dan dikreasikan kembali. Dimana tari Galombang ini yang
menarikannya adalah perempuan dan laki-laki. Laki-laki melakukan mancak atau gerakan silat, dan penari perempuannya berdiri sejajar diposisikan dibelakang laki-
lakinya menarikan tari Galombang yang diambil dari gerakan-gerakan bungo silek dengan keindahan. Ditampilkan sebagai penyambutan marapulai dalam upacara
perkawinan.
3.2 Perkawinan Pada Masyarakat Minangkabau
Salah satu masa peralihan yang sangat penting dalam adat Minangkabau adalah saat menginjak masa perkawinan. Masa perkawinan merupakan masa permulaan
bagi seseorang melepaskan dirinya dari lingkungan kelompok keluarganya, dan mulai membentuk kelompok kecil miliknya sendiri. Dengan kata lain, perkawinan
dapat juga dikatakan sebagai titik awal dari proses pemekaran kelompok. Dimana perkawinan memiliki fungsi sebagai sarana legalisasi hubungan
seksual antara seorang pria dengan seorang wanita yang dipandang dari sudut adat dan agama serta undang-undang negara. Begitu juga pada penentuan hak dan
kewajiban serta perlindungan atas suami istri dan anak-anak, memenuhi kebutuhan manusia akan teman hidup dan status sosial dan terutama untuk memperoleh
ketentraman batin, serta memelihara kelangsungan hidup kekerabatan dan menghindari kepunahan Amir M.S, 1997:23.
Universitas Sumatera Utara
45
Perkawinan dalam budaya Minangkabau merupakan persoalan bagi kaum kerabat, mulai dari mencari pasangan, membuat persetujuan, pertunangan dan
perkawinan, bahkan sampai kepada segala urusan terjadinya perkawinan tersebut memerlukan penyesuaian dalam banyak hal. Perkawinan menimbulkan hubungan
baru, tidak saja antara pribadi yang bersangkutan, antara marapulai dan anak daro, namun antara kedua keluarga juga. Adanya falsafah hidup masyarakat Minangkabau
yang menjadikan semua orang hidup bersama-sama, sehingga masalah pribadi dalam hubungan suami istri tidak terlepas dari masalah bersama.
Latar belakang antara kedua keluarga bisa sangat berbeda, baik itu asal-usul, kebiasaan hidup, pendidikan, tingkat sosial, tata krama, bahasa, dan lain sebagainya.
Oleh karena itu yang menjadi syarat utama yang harus dipenuhi dalam perkawinan adalah kesediaan dan kemampuan untuk menyesuaikan diri dari masing-masing
pihak. Adanya pengenalan dan pendekatan untuk dapat mengenal watak masing- masing pribadi dan keluarganya penting sekali demi memperoleh keserasian ataupun
keharmonisan dalam hubungan antar keluarga kelak kedepannya. Lebih kepada tanggung jawab yang dituntut dalam perkawinan pula, demi menyangkut nafkah lahir
batin, jaminan hidup, dan pendidikan anak-anak yang akan dilahirkan nantinya. Masyarakat Minangkabau memiliki pola perkawinan yang bersifat eksogami
dimana salah satu dari kedua belah pihak yang menikah tersebut tidak masuk dalam kaum kerabat pasangannya, atau dengan kata lain perkawinan di luar batas suatu
lingkungan tertentu. Hal tersebut dikarenakan menurut struktur masyarakat Minangkabau, bahwa setiap orang merupakan warga kaum dan suku mereka masing-
masing yang tidak dapat dialihkan. Perkawinan ideal menurut masyarakat Minangkabau adalah perkawinan antara
keluarga dekat, seperti perkawinan antara anak dan kemenakan. Perkawinan antara
Universitas Sumatera Utara
46
kakak beradik laki-laki dan perempuan X menikah dengan kakak beradik laki-laki dan perempuan Y. Hal ini disebabkan agar tidak terjadi masalah-masalah yang
mungkin timbul dari campur tangan kerabat kedua belah pihak akibat pewarisan harta pusaka yang dapat terjadi dari pola perkawinan eksogami yang mereka anut
yang sangat mudah berantakan jika kerabat masing-masing tidak serasi. Sedangkan perkawinan pantang bagi masyarakat Minangkabau adalah perkawinan yang setali
sedarah, sekaum dan sesuku semarga, yang dapat merusak sistem adat mereka Flora,2009:36.
Hal-hal di atas tersebut sampai saat ini masih berlaku di kota Medan. Walaupun sekarang sudah banyak juga masyarakat Minangkabau yang menikah
dengan Masyarakat di luar etnisnya. Di kota Medan sendiri, upacara perkawinan pada masyarakat Minangkabau
masih dilaksanakan berdasarkan adat yang berlaku. Akan tetapi tidak murni secara tradisi Minangkabau , melainkan sudah bercampur dengan unsur-unsur adat yang
lain. Hal ini dapat dilihat dari adanya penyajian keyboard dan acara marhaban. Walaupun demikian, pada hakekatnya pelaksanaan upacara perkawinan ini berusaha
untuk menunjukkan identitasnya sebagai masyarakat Minangkabau.
3.3 Tahapan -tahapan Upacara Adat Perkawinan Masyarakat Minangkabau