Dimensi Dukungan Sosial Dukungan Sosial .1 Pengertian Dukungan Sosial

dimensi-dimensi inilah yang cocok digunakan dalam penelitian ini. Selain itu, dimensi-dimensi ini yang cukup untuk melangkapi persyaratan dimensi dalam melakukan penelitian ini.

2.3.3 Pengukuran Dukungan Sosial

Cutrona dan Russell 1984 dalam jurnalnya “The Provisions Of Social Relationships And Adaptation To Stress ” menuliskan skala dukungan sosial yang disebut dengan Social Provisions Scale. Skala ini terdiri dari 24 item, dimana terdapat 4 pilihan respon pada setiap pernyataan. Zimet, et al 1998 dalam jurnalnya “The Multidimentional Scale of Perceived Social Support ” menuliskan instrumen pengukuran dukungan sosial yang berupa skala, disebut dengan Multidimentional Scale of Perceived Social Support. Skala ini terdiri dari 12 item, setiap pernyataan terdapat 7 pilihan respon. Dalam penelitian ini akan menggunakan alat pengukur dukungan sosial berbentuk skala yang akan dibuat sendiri oleh peneliti berdasarkan indikator dari Sarafino dan Smith karena landasan teori untuk dukungan sosial yang dipakai dalam penelitian ini adalah teori dari Sarafino dan Smith. Instrument ini dibuat berdasarkan 4 aspek dukungan sosial Sarafino dan Smith, yaitu: Dukungan Emosi atau Penghargaan, Dukungan Nyata atau Dukungan Instrument, Dukungan Informasi, dan Dukungan Persahabatan. Tujuan dari pengukuran ini adalah ingin mengetahui seberapa besar dukungan sosial yang didapatkan oleh responden. 2.4 Pekerjaan 2.4.1 Pengertian Pekerjaan Menurut Kamus Besat Bahasa Indonesia, pekerjaan diartikan sebagai pencaharian yang dijadikan pokok kehidupan; dan sesuatu yang dilakukan untuk mendapatkan nafkah. Adapun pekerjaan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah suatu kegiatan aktif yang dilakukan oleh seseorang. Kegiatan tersebut memiliki suatu tujuan tertentu dan dapat memberikan penghasilan.

2.4.2 Pekerjaan dan Resiliensi

Pekerjaan memiliki peran penting dalam kehidupan individu. Selain dapat menghasilkan pendapatan yang dapat digunakan untuk melanjutkan kehidupan, pekerjaan juga dapat meningkatkan kesejahteraan individu. Berdasarkan The North West Mental Wellbeing Survey, 2009 bekerja atau tidak bekerjanya seseorang dapat mempengaruhi kesehatan, kesejahteraan dan kesehatan perilaku seseorang sehingga dapat berdampak pada resiliensinya dan kemampuan dalam menghadapi perubahan status. Helen, et.al. 2011 juga menyatakan bahwa seseorang yang memiliki pekerjaan akan lebih sejahtera dan resilien daripada yang tidak memiliki pekerjaan.

2.5 Mantan Pecandu Narkoba

Mantan pecandu narkoba dalam penelitian ini adalah orang-orang yang mengalami ketergantungan terhadap narkoba, kemudian menjalankan proses rehabilitasi ataupun tidak melakukan rehabilitasi dan terlepas dari ketergantungan terhadap narkoba serta tidak kembali menggunakan narkoba, dan juga dapat bangkit dari keterpurukan selama sebagai pecandu narkoba.

2.6 Kerangka Berpikir

Melepaskan diri dari ketergantungan terhadap narkoba bukanlah hal yang mudah untuk dilalui. Untuk dapat terlepas dari jeratan narkoba, seseorang harus melalui proses rehabilitasi yang panjang dan tidak mudah untuk dilalui. Bahkan setelah bebas dari jeratan narkoba, mantan pecandu tetap akan melalui kesulitan dalam menjalani kehidupannya sehingga dapat membuat mereka relaps. Dalam upaya untuk melepaskan diri dari ketergantungan terhadap narkoba dan dapat melanjutkan kembali kehidupan serta tidak kembali relaps, dibutuhkanlah suatu kemampuan untuk dapat bertahan dalam keadaan yang sulit tersebut. Kemampuan yang baik untuk mempelajari kehidupan dengan ketakutan yang terjadi secara terus menerus dan ketidaktentuan, yang disebut juga sebagai kemampuan untuk menunjukkan adaptasi yang positif dalam keadaan yang secara signifikan tidak menyenangkan bagi kehidupan dan kemampuan untuk beradaptasi terhadap pengalaman hidup yang sulit dan menantang adalah resiliensi, hal ini dipaparkan oleh Meichenbaum dalam jurnalnya. Banyak faktor yang mempengaruhi resiliensi, hal ini dipaparkan oleh banyak ahli psikologi yang telah mengkaji resiliensi. Resiliensi dapat dipengaruhi oleh faktor instinsik dan ekstrinsik. Faktor instrinsik dapat diwakili oleh self-esteem dan faktor ekstrinsik adalah dukungan sosial dan pekerjaan. Kedua faktor inilah yang akan peneliti gunakan sebagai variabel bebas bagi resiliensi. Self-esteem merupakan faktor yang berperan penting dalam segala aspek kehidupan manusia. Hal ini didukung oleh pemaparan Greenberg dalam Guindon,2010 yang menyatakan bahwa Self-esteem dapat mempengaruhi motivasi, fungsi perilaku, dan kepuasan hidup, dan secara signifikan berhubungan dengan kesejahteraan seluruh aspek kehidupan. Adapun kerangka hubungan self-esteem sebagai faktor bagi resiliensi salah satunya dijelaskan oleh Werner dan Smith dalam Reich, et.al, 2010 melalui penelitian longitudinal selama 40 tahun, mendapatkan bahwa faktor-faktor utama yang mempengaruhi resiliensi adalah self-esteem, karakteristik keluarga, dan lingkungan sosial. Diketahui bahwa seseorang yang memiliki self-esteem tinggi menunjukkan perilaku yang lebih dapat diterima secara sosial, lebih bertanggung jawab, biasanya menunjukkan prestasi yang tinggi, sehingga akhirnya memiliki kesejahteraan sosioemosional yang lebih besar sehingga lebih resilien pada perubahan dalam hidup. Akan tetapi sebagian dari pecandu narkoba memiliki perasaan bersalah, tidak berguna, dan mudah tersinggung. Hal inilah yang membuat mantan pecandu narkoba memiliki keinginan untuk