Analisis Ekuitas Merek Produk BBM Berdasarkan Persepsi Pelanggan Di PT Pertamina (Persero)

(1)

ANALISIS EKUITAS MEREK PRODUK BBM

BERDASARKAN PERSEPSI PELANGGAN

DI PT PERTAMINA (PERSERO)

GELADIKARYA

Oleh :

AZHAR KARIMULAH

NIM : 047007068

SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2012


(2)

PERSETUJUAN GELADIKARYA

Judul Geladikarya : Analisis Ekuitas Merek Produk BBM Berdasarkan Persepsi Pelanggan Di PT Pertamina (Persero)

Nama : Azhar Karimulah

NIM : 047007068

Program Studi : Magister Manajemen

Menyetujui : Komisi Pembiming

Prof. Dr. Rismayani, SE, M.Si Ketua

Dr. Sutarman, M.Sc Anggota

Ketua Program Studi Direktur Sekolah Pascasarjana


(3)

RINGKASAN EKSEKUTIF

PT Pertamina (Persero) sebagai perusahaan negara penghasil BBM telah melakukan produksi BBM non subsidi dengan merek Pertamax. Pertamax merupakan bahan bakar ramah lingkungan beroktan tinggi (nilai oktan 92) yang ditujukan untuk kendaraan yang mensyaratkan penggunaan bahan bakar beroktan tinggi dan tanpa timbal (unleaded). Pertamax juga direkomendasikan untuk kendaraan yang diproduksi diatas tahun 1990 terutama yang telah menggunakan teknologi setara dengan electronic fuel injection dan catalytic converters.

Semenjak ditetapkannya UU No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, Pertamina bukan lagi sebagai pengelola tunggal BBM di Indonesia. Dengan penetapan UU tersebut telah membuka peluang bagi perusahaan penyedia BBM selain Pertamina untuk mengembangkan usaha di bidang pengelolaan dan pemasaran BBM di Indonesia.

Petronas dan Shell merupakan perusahaan minyak asing yang pertama bermain dalam bisnis hilir migas di Indonesia sejak ditetapkannya UU No. 22 / 2001. Sejak beroperasinya SPBU Petronas dan Shell, pangsa pasar produk BBM non subsidi Pertamina di Jakarta mengalami penurunan menjadi 90% ditahun 2006. Hal ini menunjukkan bahwa produk BBM non subsidi Pertamina bukan lagi menjadi suatu pilihan utama konsumen, sehingga pengelolaan ekuitas merek akan menjadi salah satu faktor penting dalam mempertahankan pangsa pasar saat ini.

Latar belakang tersebutlah yang membuat peneliti melakukan pengukuran elemen-elemen dari ekuitas merek Pertamax dimana berdasarkan persepsi pelanggan, elemen-elemen apa saja yang menjadi keunggulan dan kelemahan ekuitas merek produk BBM non subsidi Pertamina dalam menghadapi persaingan dan mempertahankan pangsa pasar. Serta upaya apa saja yang dapat dilakukan Pertamina dalam pengembangan ekuitas merek produk BBM non subsidi dalam mempertahankan pangsa pasar.

Hasil analisis dan pembahasan menunjukkan bahwa elemen-elemen ekuitas merek Pertamax yang menjadi unggulan Pertamina dalam mempertahankan pangsa pasar adalah brand awareness dan brand loyalty. Dua elemen keunggulan ekuitas merek tersebut menunjukkan bahwa merek Pertamax


(4)

sangat dikenal oleh para konsumen dibandingkan merek pesaing serta juga menunjukkan bahwa hampir 80% konsumen Pertamax adalah konsumen yang puas dan berkomitmen. Selain itu hasil analisis juga menunjukkan bahwa juga terdapat elemen-elemen ekuitas merek Pertamax yang masih lemah sehingga sulit dalam mempertahankan pangsa pasar dibutuhkan dan perlu upaya peningkatan adalah brand association/brand image dan perceived quality. Dibandingkan dengan merek pesaing, Pertamax belum memiliki brand image sebagai produk yang layanan di SPBU nya lengkap dan bagus, produk yang ramah lingkungan serta produk yang sesuai untuk mobil/motor mewah. Kemudian dari persepsi kualitas juga menunjukkan hal yang sama yaitu adanya kelemahan dalam hal layanan di SPBU bila dibandingkan dengan merek pesaing.

Upaya yang peneliti sarankan dalam rangka meningkatan ekuitas merek produk Pertamax Pertamina dalam menghadapi pesaing dan mempertahankan pangsa pasarnya, yaitu (a) melalui perluasan jenis media komunikasi dalam melaksanakan strategi komunikasi dan promosi, (b) kemudian lebih menonjolkan brand image yang tidak dimiliki oleh merek pesaing (anti knocking) pada saat melaksanakan kampanye atau promosi sehingga akan mendifferensiasikan produk Pertamax dan yang tidak kalah penting adalah (c) meningkatan kualitas layanan di SPBU khususnya untuk pelanggan Pertamax yang akan berdampak terhadap beberapa elemen ekuitas merek (brand image, perceived quality dan brand loyalty).


(5)

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa geladikarya yang berjudul :

“ANALISIS EKUITAS MEREK PRODUK BBM BERDASARKAN PERSEPSI PELANGGAN DI PT PERTAMINA (PERSERO)”

adalah benar hasil karya sendiri yang belum pernah dipublikasikan. Semua sumber data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan dengan jelas.

Medan, Februari 2012 Yang Membuat Pernyataan


(6)

RIWAYAT HIDUP

Azhar Karimulah dilahirkan di Surabaya, 03 Mei 1980. Anak kedua dari tiga bersaudara pasangan Bapak Drs.Kardjono,MM dan Ibu Dra.Siti Humaimah (Alm). Menikah dengan Tyas Anindia Apsari pada tahun 2006 dan saat ini telah dikaruniai tiga orang anak yakni Siti Kayyisah Mumtaz (4 tahun), Muhammad Razin Tsabit (1,5 tahun) dan Muhammad Razan Tsaqif (7 bulan).

Riwayat Pendidikan

SDN Kalisari 1Surabaya Lulus Tahun 1992

SMP Negeri 1 Surabaya Lulus Tahun 1995

SMA Negeri 9 Surabaya Lulus Tahun 1998

Fakultas Teknik Jurusan Teknik Elektro Lulus Tahun 2003 Universitas Brawijaya

Riwayat Pekerjaan

PT. Pasifik Satelit Nusantara pada tahun 2003 PT. Pertamina (Persero) pada tahun 2003 - sekarang


(7)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis kehadirat Allah S.W.T atas berkat dan rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan Geladikarya ini dengan judul : ”Analisis Ekuitas Merek Produk BBM Berdasarkan Persepsi Pelanggan Di PT Pertamina (Persero)”

Geladikarya ini disusun untuk memenuhi persyaratan dalam meraih Gelar Magister Manajemen sesuai dengan kurikulum Program Studi Magister Manajemen Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara Medan.

Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Ir. A. Rahim Matondang, MSIE selaku Direktur Sekolah Pasca Sarjana USU Medan.

2. Bapak Prof. Dr. Ir. Darwin Sitompul, M.Eng selaku Ketua Program Studi Magister Manajemen USU Medan.

3. Bapak Dr. Ir. Nazaruddin, MT. selaku Sekretaris Program Studi Magister Manajemen USU Medan.

4. Ibu Prof. Dr. Rismayani, SE, M.Si selaku Ketua Komisi Pembimbing. 5. Bapak Dr. Sutarman, M.Sc selaku Anggota Komisi Pembimbing.

6. Para Dosen pada Program Studi Magister Manajemen USU yang telah membekali berbagai ilmu pengetahuan kepada penulis.

7. Pimpinan dan Staf PT Pertamina (Persero) di Jakarta dan Medan. 8. Staf dan Pegawai Biro Administrasi Magister Manajemen USU Medan. 9. Rekan-rekan mahasiswa Magister Manajemen USU.


(8)

Penulis mengucapkan terima kasih atas bantuan yang diberikan sehingga Geladikarya ini dapat terselesaikan dengan baik dan tepat pada waktunya. Penulis menyadari keterbatasan dan kemampuan yang dimiliki sehingga Geladikarya ini masih belum sempurna. Saran-saran yang telah diberikan maupun kritik dari semua pihak sangat berguna dalam penyusunan Geladikarya ini, sehingga dapat mencapai sasaran dan bermanfaat bagi yang memerlukannya.

Medan, Februari 2012


(9)

DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PERSETUJUAN ... i

RINGKASAN EKSEKUTIF ... ii

LEMBAR PERNYATAAN ... iv

RIWAYAT HIDUP ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 3

1.3 Tujuan Penelitian ... 4

1.4 Manfaat Penelitian ... 4

1.5 Batasan dan Ruang Lingkup Penelitian ... 5

BAB II KERANGKA TEORITIS ... 6

2.1 Teori Tentang Ekuitas Merek ... 6

2.1.1. Kesadaran Merek (Brand Awareness) ... 7

2.1.2. Asosiasi Merek (Brand Association) ... 8

2.1.3. Persepsi Kualitas (Perceived Quality) ... 10

2.1.4. Kepuasan/Loyalitas (Satisfaction/Loyalty) ... 12

2.2 Teori Tentang Persepsi Konsumen ... 14

2.2.1. Pengetahuan Konsumen ... 16

2.2.2. Kepuasan Konsumen ... 17

2.2.3. Loyalitas Konsumen ... 18

BAB III KERANGKA KONSEPTUAL ... 20

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN ... 22

4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 22


(10)

4.3 Populasi dan Sampel ... 22

4.4 Cara Pengumpulan Data ... 23

4.5 Jenis dan Sumber Data ... 23

4.6 Uji Validitas dan Reliabilitas ... 24

4.7 Analisis Data ... 25

BAB V GAMBARAN PERUSAHAAN ... 30

5.1. Sejarah Singkat Pertamina ... 30

5.2. Struktur Organisasi ... 32

5.3. Visi dan Misi Perusahaan ... 33

5.4. Tata Nilai Perusahaan ... 33

5.5. Wilayah Kerja Perusahaan ... 34

5.6. Sumber Daya Manusia ... 35

5.7. Produk Pertamina ... 36

5.8. Produk Pertamax ... 37

5.9. Produk Pertamax Plus ... 40

5.10. Pertamina Dex ... 42

5.11. Pertamax Racing ... 43

BAB VI ANALISIS DAN PEMBAHASAN ... 46

6.1. Pengelolaan Merek di Pertamina ... 46

6.1.1. Strategi dan Segmentasi Merek Pertamax ... 46

6.1.2. Brand Concept, Brand Value and Personality ... 48

6.1.3. Brand Communication Strategy ... 48

6.2. Ekuitas Merek Pertamax ... 50

6.2.1. Brand Awareness ... 50

6.2.2. Brand Association ... 53

6.2.3. Perceived Quality ... 57

6.2.4. Brand Loyalty ... 61

6.3. Upaya Pengembangan Ekuitas Merek ... 67

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN ... 69

7.1. Kesimpulan ... 69


(11)

DAFTAR PUSTAKA ... 70 LAMPIRAN


(12)

DAFTAR TABEL

Hal

Tabel 1.1. Perbandingan Merek Produk BBM Non Subsidi 2

Tabel 1.2. Pangsa Pasar BBM Non Subsidi Pertamina 3

Tabel 2.1. Dimensi Kualitas Pelayanan dan Produk 17

Tabel 6.1. Hasil Pengukuran Top of Mind 50

Tabel 6.2. Hasil Pengukuran Brand Recall 51

Tabel 6.3. Hasil Pengukuran Brand Recognition dan Unaware of Brand 52

Tabel 6.4. Persentase Sumber Pengetahuan Responden 53

Tabel 6.5. Hasil Uji Asosiasi Peramax 55

Tabel 6.6. Hasil Uji Asosiasi Shell Super 56

Tabel 6.7. Hasil Uji Asosiasi Primax 92 57

Tabel 6.8. Hasil Pengujian Semantic Differential Produk BBM 58 Non Subsidi

Tabel 6.9. Hasil Perhitungan Switcher Produk BBM Non Subsidi 62

Tabel 6.10. Perpindah Merek Produk BBM Non Subsidi 62

Tabel 6.11. Alasan Peralihan Merek 63

Tabel 6.12. Hasil Perhitungan Habitual Buyer Produk BBM Non 63 Subsidi

Tabel 6.13. Hasil Perhitungan Satisfied Buyer Produk BBM Non 64 Subsidi

Tabel 6.14. Hasil Perhitungan Liking The Brand Produk BBM Non 65 Subsidi

Tabel 6.15. Hasil Perhitungan Commited Buyer Produk BBM Non 66 Subsidi


(13)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1. Piramida Kesadaran Merek 8

Gambar 2.2. Piramida Loyalitas Merek 13

Gambar 3.1. Kerangka Konseptual 21

Gambar 5.1. Logo Produk Pertamax 38

Gambar 5.2. Logo Produk Pertamax Plus 41

Gambar 5.3. Logo Produk Pertamina Dex 42

Gambar 6.1. Grafik Semantic Differential Produk BBM Non Subsidi 59 (Pertamax, Shell Super dan Primax 92)


(14)

RINGKASAN EKSEKUTIF

PT Pertamina (Persero) sebagai perusahaan negara penghasil BBM telah melakukan produksi BBM non subsidi dengan merek Pertamax. Pertamax merupakan bahan bakar ramah lingkungan beroktan tinggi (nilai oktan 92) yang ditujukan untuk kendaraan yang mensyaratkan penggunaan bahan bakar beroktan tinggi dan tanpa timbal (unleaded). Pertamax juga direkomendasikan untuk kendaraan yang diproduksi diatas tahun 1990 terutama yang telah menggunakan teknologi setara dengan electronic fuel injection dan catalytic converters.

Semenjak ditetapkannya UU No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, Pertamina bukan lagi sebagai pengelola tunggal BBM di Indonesia. Dengan penetapan UU tersebut telah membuka peluang bagi perusahaan penyedia BBM selain Pertamina untuk mengembangkan usaha di bidang pengelolaan dan pemasaran BBM di Indonesia.

Petronas dan Shell merupakan perusahaan minyak asing yang pertama bermain dalam bisnis hilir migas di Indonesia sejak ditetapkannya UU No. 22 / 2001. Sejak beroperasinya SPBU Petronas dan Shell, pangsa pasar produk BBM non subsidi Pertamina di Jakarta mengalami penurunan menjadi 90% ditahun 2006. Hal ini menunjukkan bahwa produk BBM non subsidi Pertamina bukan lagi menjadi suatu pilihan utama konsumen, sehingga pengelolaan ekuitas merek akan menjadi salah satu faktor penting dalam mempertahankan pangsa pasar saat ini.

Latar belakang tersebutlah yang membuat peneliti melakukan pengukuran elemen-elemen dari ekuitas merek Pertamax dimana berdasarkan persepsi pelanggan, elemen-elemen apa saja yang menjadi keunggulan dan kelemahan ekuitas merek produk BBM non subsidi Pertamina dalam menghadapi persaingan dan mempertahankan pangsa pasar. Serta upaya apa saja yang dapat dilakukan Pertamina dalam pengembangan ekuitas merek produk BBM non subsidi dalam mempertahankan pangsa pasar.

Hasil analisis dan pembahasan menunjukkan bahwa elemen-elemen ekuitas merek Pertamax yang menjadi unggulan Pertamina dalam mempertahankan pangsa pasar adalah brand awareness dan brand loyalty. Dua elemen keunggulan ekuitas merek tersebut menunjukkan bahwa merek Pertamax


(15)

sangat dikenal oleh para konsumen dibandingkan merek pesaing serta juga menunjukkan bahwa hampir 80% konsumen Pertamax adalah konsumen yang puas dan berkomitmen. Selain itu hasil analisis juga menunjukkan bahwa juga terdapat elemen-elemen ekuitas merek Pertamax yang masih lemah sehingga sulit dalam mempertahankan pangsa pasar dibutuhkan dan perlu upaya peningkatan adalah brand association/brand image dan perceived quality. Dibandingkan dengan merek pesaing, Pertamax belum memiliki brand image sebagai produk yang layanan di SPBU nya lengkap dan bagus, produk yang ramah lingkungan serta produk yang sesuai untuk mobil/motor mewah. Kemudian dari persepsi kualitas juga menunjukkan hal yang sama yaitu adanya kelemahan dalam hal layanan di SPBU bila dibandingkan dengan merek pesaing.

Upaya yang peneliti sarankan dalam rangka meningkatan ekuitas merek produk Pertamax Pertamina dalam menghadapi pesaing dan mempertahankan pangsa pasarnya, yaitu (a) melalui perluasan jenis media komunikasi dalam melaksanakan strategi komunikasi dan promosi, (b) kemudian lebih menonjolkan brand image yang tidak dimiliki oleh merek pesaing (anti knocking) pada saat melaksanakan kampanye atau promosi sehingga akan mendifferensiasikan produk Pertamax dan yang tidak kalah penting adalah (c) meningkatan kualitas layanan di SPBU khususnya untuk pelanggan Pertamax yang akan berdampak terhadap beberapa elemen ekuitas merek (brand image, perceived quality dan brand loyalty).


(16)

BAB I PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Bahan Bakar Minyak (BBM) merupakan salah satu sumber energi yang paling banyak digunakan oleh penduduk Indonesia, sektor transportasi khususnya kendaraan bermotor adalah salah satu sektor yang menggunakan BBM terbanyak di Indonesia. Semakin berkembangnya teknologi kendaraan bermotor saat ini menuntut produsen BBM untuk menyediakan BBM ramah lingkungan. Produk BBM tersebut sekarang lebih dikenal dengan produk BBM non subsidi karena dalam pemasarannya produk tersebut tidak disubsidi oleh pemerintah.

PT Pertamina (Persero) sebagai perusahaan negara penghasil BBM telah melakukan produksi BBM non subsidi dengan merek Pertamax. Pertamax merupakan bahan bakar ramah lingkungan beroktan tinggi (nilai oktan 92) yang ditujukan untuk kendaraan yang mensyaratkan penggunaan bahan bakar beroktan tinggi dan tanpa timbal (unleaded). Pertamax juga direkomendasikan untuk kendaraan yang diproduksi diatas tahun 1990 terutama yang telah menggunakan teknologi setara dengan electronic fuel injection dan catalytic converters. Bagi pengguna kendaraan yang diproduksi dibawah tahun 1990 tetapi menginginkan peningkatan kinerja mesin kendaraannya juga dapat menggunakan produk ini.

Semenjak ditetapkannya UU No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, Pertamina bukan lagi sebagai pengelola tunggal BBM di Indonesia. Sebab di dalam UU tersebut dinyatakan bahwa Kegiatan Usaha Hulu dan Kegiatan Usaha Hilir dapat dilaksanakan oleh badan usaha milik negara, badan usaha milik


(17)

daerah, koperasi, usaha kecil atau badan usaha swasta. Dengan kata lain, dengan penetapan UU tersebut telah membuka peluang bagi perusahaan penyedia BBM selain Pertamina untuk mengembangkan usaha di bidang pengelolaan dan pemasaran BBM di Indonesia.

Petronas dan Shell merupakan perusahaan minyak asing yang pertama bermain dalam bisnis hilir migas di Indonesia sejak ditetapkannya UU No. 22 / 2001. Perusahaan-perusahaan tersebut saat ini telah mengoperasikan SPBU (Sarana Pengisian Bahan Bakar Umum) di beberapa lokasi di Jakarta dan kota besar lainnya. Produk yang mereka pasarkan adalah jenis produk BBM non subsidi. Berikut tabel perbandingan merek produk BBM non subsidi Pertamina, Petronas dan Shell.

Tabel 1.1.

Perbandingan Merek Produk BBM Non Subsidi

Pertamina Petronas Shell

Merek Produk

BBM Oktan 92 Pertamax Primax 92 Shell Super

Merek Produk

BBM Oktan 95 Pertamax Plus Primax 95

Shell Super Extra

Merek Produk

BBM Diesel Petamina Dex

Petronas

Diesel Shell Diesel

Sumber : Kompas (data diolah), 2006

Sejak beroperasinya SPBU Petronas dan Shell, pangsa pasar produk BBM non subsidi Pertamina di Jakarta mengalami penurunan (tabel 1.2.). Hal ini menunjukkan bahwa produk BBM non subsidi Pertamina bukan lagi menjadi suatu pilihan utama konsumen, sehingga pengelolaan ekuitas merek akan menjadi salah satu faktor penting dalam mempertahankan pangsa pasar saat ini.


(18)

Tabel 1.2.

Pangsa Pasar BBM Non Subsidi Pertamina Tahun Pangsa Pasar (%)

2005 100

2006 90

Sumber : Pertamina (data diolah), 2006

Pada tahun mendatang bukan suatu hal yang mustahil apabila pangsa pasar pesaing akan lebih besar dari Pertamina, dimana peningkatan ini diakibatkan kurangnya pengelolaan ekuitas merek dari produk BBM non subsidi Pertamina. Untuk mengantisipasi persaingan tersebut maka perlu dikaji tentang ekuitas merek untuk dapat mengetahui keunggulan dan kelemahan masing-masing elemen ekuitas merek produk BBM non subsidi Pertamina yang saat ini telah memiliki pesaing yang berasal dari Petronas maupun Shell. Sehingga akan dapat diperoleh suatu pengembangan ekuitas merek yang tepat dalam menghadapi pesaing tersebut serta dalam mempertahankan pangsa pasar yang ada saat ini dimana nantinya akan menjadi suatu masukan dalam penyusunan strategi pemasaran produk-produk BBM non subsidi Pertamina.

1.2.Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang maka dirumuskan permasalahan sebagai berikut :

a. Bagaimana persepsi pelanggan atas ekuitas merek produk BBM non subsidi Pertamina dalam menghadapi persaingan dan mempertahankan pangsa pasar.


(19)

a. Upaya apa saja yang dapat dilakukan Pertamina dalam pengembangan ekuitas merek produk BBM non subsidi dalam mempertahankan pangsa pasar.

1.3.Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian geladikarya ini adalah sebagai berikut :

a. Mengetahui dan menganalisis keunggulan dan kelemahan ekuitas merek produk BBM non subsidi Pertamina berdasarkan persepsi pelanggan. b. Mengetahui upaya yang tepat untuk pengembangan ekuitas merek produk

BBM non subsidi Pertamina dalam menghadap pesaing dan mempertahankan pangsa pasar.

1.4.Manfaat Penelitian

Hasil penelitian geladikarya ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi : a. Manajemen PT Pertamina (Persero), dapat menjadi masukan dalam

pengelolaan dan pengembangan ekuitas merek produk BBM non subsidi dalam menghadapi persaingan dan mempertahankan pangsa pasar.

b. Program Studi Magister Manajemen Universitas Sumatera Utara, sebagai tambahan referensi penelitian dalam bidang pemasaran.

c. Peneliti, mengetahui persepsi pelanggan atas ekuitas merek produk BBM non subsidi Pertamax dalam menghadapi pesaiang dan mempertahankan pangsa pasar.

d. Peneliti selanjutnya, dapat dijadikan sebagai referensi penelitian di bidang yang sama.


(20)

1.5.Batasan dan Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian Geladikarya ini dilakukan dalam batasan dan ruang lingkup : a. Pengelolaan merek yang dilakukan oleh Pertamina terhadap produk BBM

non subsidi

b. Persepsi pelanggan terhadap ekuitas merek produk BBM non subsidi Pertamina khususnya produk Pertamax.


(21)

BAB II

KERANGKA TEORITIS

2.1. Teori Tentang Ekuitas Merek

Merek adalah nama, istilah, tanda, simbol, rancangan atau kombinasi hal-hal tersebut untuk mengidentifikasi barang atau jasa seseorang atau sekelompok penjual untuk membedakannya dari produk pesaing. Lebih lanjut merek sebenarnya merupakan nilai tangible dan intangible yang terwakili dalam sebuah merek dagang (trademark) yang mampu menciptakan nilai dan pengaruh tersendiri di pasar bila dikelola dengan tepat.

Merek mengandung janji perusahaan untuk secara konsisten memberikan ciri, manfaat, dan jasa tertentu kepada pembeli. Merek lebih dari sekedar jaminan kualitas karena didalamnya tercakup enam pengertian berikut ini (Durianto, 2004)

1. Atribut produk, seperti halnya kualitas, gengsi, nilai jual kembali, desain, dan lain-lain.

2. Manfaat. Meskipun suatu merek membawa sejumlah atribut, konsumen sebenarnya membeli manfaat dari produk tersebut. Dalam hal ini atribut merek diperlukan untuk diterjemahkan menjadi manfaat fungsional atau manfaat emosional.

3. Nilai. Merek juga menyatakan sesuatu tentang nilai produsen.

4. Budaya. Merek juga mencerminkan budaya tertentu. Sebagai contoh adalah Mercedes yang mencerminkan budaya Jerman yang terorganisir, konsisten, tingkat keseriusan tinggi, efisien dan berkualitas tinggi.


(22)

5. Kepribadian. Merek juga mencerminkan kepribadian tertentu. Sering kali produk tertentu menggunakan berpribadian orang yang terkenal utnuk mendongkrak atau menopang merek produknya.

6. Pemakai. Merek menunjukan jenis konsumen yang membeli atau menggunakan produk tersebut. Pemakai mercedes pada umumnya diasosiasikan dengan orang kaya.

Ekuitas merek menurut Aaker (1996), “brand equity is a set of assets (and

liabilities) linked to a brand’s name and symbol that adds to (or subtract from)

the value provided by a product or service to a firm and or that firm’s customers. The major asset categories are : Brand Awareness, Perceived Quality, Brand Associations and Brand Loyalty.”

Menurut Aaker (1996), terdapat empat elemen utama yang merupakan pendukung dari ekuitas merek, yaitu kesadaran merek (brand awareness), asosiasi merek (brand association), persepsi kualitas (perceived quality), loyalitas merek (brand loyalty).

2.1.1. Kesadaran Merek (Brand Awareness)

Kesadaran (awareness) menggambarkan keberadaan merek di dalam pikiran konsumen, yang dapat menjadi penentu dalam beberapa kategori dan biasanya mempunyai peranan kunci dalam ekuitas merek. Kesadaran merek merupakan key of brand asset atau kunci pembuka untuk masuk ke elemen lainnya. Jika kesadaran itu sangat rendah maka hampir dipastikan bahwa ekuitas mereknya juga rendah.


(23)

1. Unaware of Brand (tidak menyadari merek) adalah tingkat paling rendah dalam piramida kesadaran merek, dimana konsumen tidak menyadari adanya suatu merek.

2. Brand Recognition (pengenalan merek) adalah suatu tingkat minimal kesadran merek, dimana pengenalan suatu merek muncul lagi setelah dilakukan pengingatan kembali lewat bantuan (aided recall).

3. Brand Recall (pengingatan kembali terhadap merek) adalah pengingatan kembali terhadap merek tanpa bantuan (unaided recall)

4. Top of Mind (puncak pikiran) adalah merek yang disebutkan pertama kali oleh konsumen atau yang pertama kali muncul dalam benak konsumen.

Sumber : Durianto, 2004

Gambar 2.1. Piramida Kesadaran Merek

2.1.2. Asosiasi Merek (Brand Association)

Menurut Durianto (2004), asosiasi merek adalah segala kesan yang muncul di benak seseorang yang terkait dengan ingatannya mengenai suatu merek. Kesan-kesan yang terkait dengan merek akan semakin meningkat dengan semakin banyaknya pengalaman konsumen dalam mengkonsumsi sutu merek atau dengan semakin seringnya penampakan merek tersebut dalam strategi komunikasinya.

Top of Mind Brand Recall Brand Recognition


(24)

Berbagai asosiasi merek yang saling berhubungan akan menimbulkan suatu rangkaian yang disebut brand image. Semakin banyak asosiasi yang berhubungan, semakin kuat brand image yang dimiliki oleh merek tersebut.

Asosiasi merek akan menjadi pijakan konsumen dalam keputusan pembelian dan loyalitas konsumen pada merek tersebut. Untuk itu asosiasi merek memiliki fungsi sebagai berikut (Aaker, 1991) :

1. Help process/retrieve information (membantu proses penyusunan informasi)

2. Differentiate (membedakan)

Suatu asosiasi dapat memberikan landasan yang penting bagi upaya pembedaan suatu merek dari merek yang lain.

3. Reason to buy (alasan pembelian)

Asosiasi merek akan membangkitkan suatu atribut roduk atau manfaat bagi konsumen yang dapat memberikan alasan spesifik bagi konsumen untuk membeli dan menggunakan merek tersebut.

4. Creative positive attitude/feelings (menciptakan sikap atau perasaaan positif)

Beberapa asosiasi mampu merangsang suatu perasaan positif yang pada gilirannya merembet ke merek yang bersangkutan. Asosiasi-asosiasi tersebut dapat menciptakan perasaan positif atas dasar pengalaman mereka sebelumnya serta pengubahan pengalaman tersebut menjadi sesuatu yang lain daripada yang lain.


(25)

5. Basis for extensions (landasan perluasan)

Suatu asosiasi dapat menghasilkan landasan bagi suatu perluasan dengan menciptakan rasa kesesuaian antara merek dan sebuah produk baru, atau dengan menghadirkan alasan untuk membeli produk perluasan tersebut.

Menurut Aaker (1991), ada berbagai hal yang dapat menimbulkan asosiasi terhadap suatu produk, hal-hal tersebut sebagai berikut :

1. Product attributes (atribut produk)

2. Intangibles attributes (atribut tak berwujud) 3. Customer’s benefit (manfaat bagi pelanggan) 4. Relative price (harga relative)

5. Application (penggunaan)

6. User/customer (pengguna/pelanggan) 7. Celebrity/person (orang terkenal/khalayak) 8. Life style/personality (gaya hidup/kepribadian) 9. Product class (kelas produk)

10.Competitors (para pesaing)

11.Country/geographic area (negara/wilayah geografis)

2.1.3. Persepsi Kualitas (Perceived Quality)

Menurut Aaker (1991), bahwa persepsi kualitas merupakan persepsi konsumen terhadap keseluruhan kualitas atau keunggulan suatu produk atau jasa layanan yang sama dengan maksud yang diharapkannya.

Persepsi kualitas adalah salah satu kunci dimensi ekuitas merek. Persepsi kualitas mempunyai atribut penting yang dapat diaplikasikan dalam berbagai hal, seperti :


(26)

Kualitas aktual atau obyektif

Perluasan ke suatu bagian dari produk/jasa yang memberikan pelayanan lebih baik

Kualitas isi produk

Karakteristik dan kuantitas unsur, bagian, atau pelayanan yang disertakan Kualitas proses manufaktur

Kesesuaian dengan spesifikasi, hasil akhir yang tanpa cacat. Nilai-nilai persepsi kualitas dapat digambarkan dalam bentuk :

Alasan untuk membeli

Keterbatasan informasi, uang dan waktu membuat keputusan pembelian seorang pelanggan sangat dipengaruhi oleh persepsi kualitas suatu merek yang ada dibenak konsumen, sehingga sering kali leputusan pembelian hanya didasarakan kepada persepsi kualitas dari merek yang akan dibelinya.

Diferensiasi/posisi

Salah satu karakteristik yang penting dari merek produk adalah posisinya dalam dimensi persepsi kualitas, apakah merek tersebut merupakan yang terbaik atau sama baiknya dengan merek lain, apakah merek tersebut ekonomis, optimum atau super optimum.

Harga optimum

Salah satu keuntungan dari persepsi kualitas adalah memberikan ruang pilihan dalam menentukan harga premium/optimum. Harga premium/optimum dapat meningkatkan laba yang secara langsung dapat meningkatkan profitabilitas.


(27)

Minat saluran distribusi

Persepsi kualitas mempunyai arti penting bagi para pengecer, distributor dan asluran distribusi lainnya. Para pengecer dan distributor akan termotivasi untuk menjadi penyalur produk/merek dengan persepsi kualits yang tinggi, yang berarti dapat semakinmemperluas distribusi dari merek produk tersebut.

Perluasan merek

Suatu merek produk dengan persepsi kualitas yang kuat dapat dieksploitasi ke arah perluasan merek. Merek dengan persepsi kualitas yang kuat dapat digunakan untuk memperkenalkan kategori produk baru yang beraneka macam dan akan mempunyai kemungkinan sukses yang lebih besar dibandingkan dengan merek yang persepsi kualiasnya rendah, sehingga memungkinkan untuk memperoleh pangsa pasar yang lebih besar lagi.

2.1.4. Kepuasan/Loyalitas (Satisfaction/Loyalty)

Kepuasan adalah pengukuran secara langsung bagaimana konsumen tetap loyal kepada suatu merek. Kepuasan terutama menjadi pengukuran di bisnis jasa (seperti perusahaan penyewaan mobil, hotel dan bank). Sementara itu, loyalitas merupakan hasil akumulasi pengalaman penggunaan produk.

Tingkat loyalitas merek adalah sebagi berikut :

1. Switcher/price buyer (pembeli yang berpindah-pindah)

Adalah tingkat loyalitas yang paling dasar. Semakin sering pembelian konsumen berpindah dari suatu merek ke merek yang lain mengindikasikan bahwa mereka tidak loyal, semua merek dianggap memadai. Dalam hal ini merek memegang peranan yang kecil dalam


(28)

keputusan pembelian. Ciri paling jelas adalah mereka membeli karena harganya murah.

Sumber : Durianto, 2004

Gambar 2.2. Piramida Loyalitas Merek

2. Habitual buyer (pembeli yang bersifat kebiasaan)

Adalah pembeli yang tidak mengalami ketidakpuasan dalam mengonsumsi suatu merek produk. Tidak ada alasan yang kuat baginya untuk membeli merek produk lain atau berpindah merek, terutama jika peralihan itu membutuhkan usaha, biaya atau pengorbanan lain. Jadi, ia membeli suatu merek karena alasan kebiasaan.

3. Satisfied buyer (pembeli yang puasa dengan biaya peralihan)

Adalah pembeli yang puas dengan merek yang mereka konsumsi. Namun mereka dapat saja berpindah merek dengan menanggung switching cost (biaya peralihan), seperti waktu, biaya, atau resiko yang timbul akibat tindakan peralihan merek tersebut. Biasanya pesaing akan menanggung biaya peralihan yang harusnya ditanggung pembeli dengan menawarkan manfaat sebagai kompensasi untuk menarik minat pembeli.

Commited Buyer Likes the Brand

Satisfied Buyer

Habitual Buyer Switcher/Price Buyer


(29)

4. Likes the Brand (menyukai merek)

Adalah kategori pembeli yang sungguh-sungguh menyukai merek tersebut. Rasa suka didasari oleh asosiasi yang berkaitan dengan simbol, rangkaian pengalaman, atau persepsi kualitas yang tinggi.

5. Committed Buyer (pembeli yang berkomitmen)

Adalah kategori pembeli yang setia. Mereka mempunyai kebanggaan dalam menggunakan suatu merek. Merek tersebut bahkan menjadi sangat penting dari segi fungsi maupun sebagai ekspresi siapa sebenarnya penggunanya. Ciri yang tampak pada kategori ini adalah tindakan pembeli untuk mempromosikan/ merekomendasikan merek yang ia gunakan kepada orang lain.

Loyalitas merek dapat memberikan nilai kepada perusahaan : 1. mengurangi biaya pemasaran

2. meningkatkan perdagangan 3. menarik konsumen baru

4. memberi waktu untuk merespon ancaman persaingan

2.2. Teori Tentang Persepsi Konsumen

Konsumen sering kali memutuskan pembelian suatu produk berdasarkan persepsinya terhadap produk tersebut. Memahami persepsi konsumen ini sangat penting bagi para pemasar maupun produsen, karena dua orang konsumen yang menerima dan memperhatikan suatu stimulus yang sama mungkin akan mengartikan stimulus tersebut berbeda.


(30)

Sumarwan (2002) menyebutkan bahwa persepsi merupakan tiga tahap dalam pengolahan informasi, yaitu tahap pemaparan, tahap perhatian dan tahap pemahaman. Sedangkan persepsi konsumen diartikan sebagai cara pandang seorang konsumen dalam melihat realitas di luar dirinya atau dunia sekelilingnya.

1. Tahap pemaparan

Pemaparan merupakan tahap pertama dalam membentuk persepsi. Pemaparan adalah kegiatan yang dilakukan oleh para pemasar untuk menyampaikan stimulus kepada konsumen. Stimulus ini bisa berbentuk iklan, kemasan, merek atau hadiah yang secara langsung akan dirasakan oleh konsumen melalui satu atau lebih panca inderanya.

2. Tahap Perhatian

Tidak semua stimulus yang dipaparkan oleh produsen akan diterima dan diperhatikan oleh konsumen untuk kemudian diolah menjadi informasi. Hal ini terjadi karena keterbatasan konsumen dalam mengolah semua stimulus yang diterimanya. Ada dua faktor yang memperngaruhi perhatian konsumen pada stimulus yang diterimanya yaitu faktor pribadi yang berupa karakteristik konsumen itu sendiri dan faktor kedua adalah faktor stimulus yang diantaranya berupa ukuran stimulus, besar, intensitas, kontras, posisi, petunjuk.

3. Tahap Pemahaman

Pemahaman adalah usaha konsumen untuk mengartikan atau mengintrepetasikan stimulus. Pada tahap ini konsumen cenderung untuk melakukan pengelompokan stimulus sehingga memandangnya sebagai suatu kesatuan.


(31)

Setelah melalui tahap persepsi yaitu pemaparan, perhatian dan pemahaman maka tahap pengolahan informasi selanjutnya adalah tahap penerimaan dan retensi. Tahap ini akan menghasilkan citra (image) suatu produk yang nantinya akan disimpan dalam memori jangka panjang konsumen dan akan mempengaruhi persepsinya terhadap stimulus baru.

2.2.1. Pengetahuan Konsumen

Pengetahuan konsumen penitng untuk dipahami karena apa yang dibeli, berpa banyak yang dibeli, di mana membeli dan kapan membeli akan tergantung kepada pengetahuan konsumen mengenai hal-hal tersebut. Dan pengetahuan konsumen akan mempengaruhi keputusan konsumen dalam membeli suatu produk.

Menurut Sumarwan (2002), pengetahuan konsumen adalah “Semua informasi yang dimiliki konsumen mengenai berbagai maca produk dan jasa, serta pengetahuan lainnya yang terkait dengan produk dan jasa tersebut dan informasi yang berhubungan dengan fungsinya sebagai konsumen”.

Pengetahuan konsumen terbagi ke dalam tiga macam : 1. Pengetahuan produk

Pengetahuan produk adalah kumpulan berbagai macam informasi mengenai produk yang meliputi kategori produk, merek, terminologi produk, atribut atau fitur produk, harga produk dan kepercayaan mengenai produk.

2. Pengetahuan pembelian

Pengetahuan pembelian meliputi pengetahuan tentang toko, lokasi produk di dalam toko, penempatan produk di dalam toko.


(32)

3. Pengetahuan pemakaian

Pengetahuan pemakaian merupakan informasi tentang cara konsumsi suatu produk dengan benar agar konsumen tidak salah dalam mengkonsumsi produk tersebut sehingga produk dapat berfungsi dengan baik.

2.2.2. Kepuasan Konsumen

Kepuasan dan ketidakpuasan konsumen merupakan dampak dari perbandingan antara harapan konsumen sebelum pembelian dengan yang sesungguhnya diperoleh konsumen dari produk yang dibeli tersebut.

Tabel 2.1.

Dimensi Kualitas Pelayanan/Jasa dan Produk Dimensi Kualitas Pelayanan/Jasa

1. Sarana Fisik (tangibles) 2. Keandalan (reliability) 3. Responsif (responsiveness) 4. Meyakinkan (assurance) 5. Menaruh perhatian (emphaty) Dimensi Kualitas Produk

1. Fungsi (performance) 2. Fitur (features)

3. Keandalan (reliability) 4. Usia Produk (durability) 5. Pelayanan (serviceability) 6. Estetika (aesthetics)

7. Persepsi Kualitas (percieved quality) Sumber : Minor dan Mowen (1998)


(33)

Menurut Sumarwan (2002), kinerja produk dibagi menjadi tiga macam kategori (product performance) :

1. Produk berfungsi lebih baik dari yang diharapkannya, sehingga konsumen akan merasa puas.

2. Produk berfungsi seperti yang diharapkan, sehingga konsumen tidak merasa puas maupun kecewa akan tetapi memiliki perasaan netral.

3. Produk tidak berfungsi seperti yang diharapkan, sehingga konsumen merasa tidak puas.

Fungsi produk sebenarnya adalah persepsi konsumen terhadap kualitas produk tersebut, dimana dalam mengevaluasinya konsumen akan menilai berbagai atribut seperti yang dijelaskan oleh Tabel 2.1.

2.2.3. Loyalitas Konsumen

Konsumen yang merasa puas terhadap suatu produk atau merek yang dikonsumsi atau dipakai akan membeli ulang produk tersebut. Pembelian ulang yang terus menerus dari produk dan merek yang sama akan menunjukkan loyalitas konsumen terhadap merek. Hal ini sangat diharapkan oleh produsen karena tujuan komunikasi pemasaran produsen berhasil menciptakan loyalitas merek.

Menurut Sumarwan (2002) loyalitas merek diartikan sebagai “Sikap positif konsumen terhadap suatu merek, konsumen memiliki keinginan kuat untuk membeli ulang merek yang sama pada saat sekarang maupun masa datang”.

Loyalitas konsumen terhadap merek sangat terkait dengan kepuasan konsumen. Semakin puas seorang konsumen terhadap suatu merek, akan semakin loyal terhadap merek tersebut. Namun sering kali loyalitas merek bukan


(34)

disebabkan oleh kepuasan konsumen, tetapi karena keterbatasan dan ketiadaan pilihan. Contoh pada pelayanan PLN.

Mowen dan Minor (1998) mengemukakan bahwa ada dua pendekatan dalam memahami loyalitas merek, yaitu :

1. Pendekatan perilaku

Pendekatan perilaku melihat loyalitas merek berdasarkan pada pembelian merek. Metode ini menanyakan kepada konsumen mengenai pembelian produk selama periode tertentu, kemudian dicatat berapa kali suatu merek dibeli. Loyalitas merek ditentukan berdasarkan proporsi dari merek yang dibeli dibandingkan dengan jumlah pembelian.

2. Pendekatan sikap

Pendekatan ini mengukur loyalitas berdasarkan sikap konsumen dan perilakunya. Konsumen yang loyal terhadap suatu merek adalah konsumen yang menyatakan sangat suka merek tersebut dan kemudian membeli dan menggunakan merek tersebut. Loyalitas merek akan memunculkan komitmen merek, yaitu kedekatan emosional dan psikologis seorang konsumen terhadap suatu produk.


(35)

BAB III

KERANGKA KONSEPTUAL

Kerangka konseptual merupakan suatu kerangka berpikir secara sistematis yang mengarahkan proses penelitian yang dimulai dengan bagaimana cara pengamatan yang dilakukan untuk mempelajari obyek penelitian sampai pada penarikan kesimpulan. Kerangka konseptual ini berawal dari :

a. Dampak ditetapkannya UU No.22 tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, yaitu:

i. Pertamina bukan pemain tunggal bisnis migas di Indonesia

Pertamina bukan lagi sebagai regulator di bisnis migas, posisi Pertamina saat ini sama seperti perusahaan migas lain di Indonesia yaitu sebagai operator.

ii. Masuknya pesaing di bisnis hilir migas

Masuknya Shell dan Petronas ke Indonesia di bisnis hilir dengan mendirikan SPBU untuk BBM non subsidi.

b. Penurunan pangsa pasar BBM non subsisi Pertamina

Pada tahun 2006 Pertamina mengalami penurunan pangsa pasar BBM non subsidi sebesar 10%, dimana sebelumnya pangsa pasar dikuasi sepenuhnya oleh Pertamina.

Kerangka konseptual selanjutnya adalah melakukan pengumpulan data melalui survei ekuitas merek kepada pelanggan atau konsumen produk Pertamax. Data survei kemudian dianalisis dan ditabulasi sehingga didapatkan keunggulan dan kelemahan ekuitas merek produk Pertamax yang dibandingkan dengan merek


(36)

pesaing (Shell Super dan Primax 92) berdasarkan persepsi pelanggan, dimana elemen ekuitas merek yang akan dianalisis adalah brand awareness, brand association, perceived quality dan brand loyalty. Kemudian keunggulan dan kelemahan tersebut dianalisis sehingga nantinya akan didapatkan saran yang tepat dalam upaya mengembangkan ekuitas merek saat ini, sehingga diharapkan akan dapat dijadikan sebagai masukan dalam program pengembangan ekuitas merek produk Pertamax di Pertamina dalam rangka menghadapi pesaing serta mempertahankan pangsa pasar.

Gambar 3.1. Kerangka Konseptual Latar Belakang :

1. Dampak ditetapkannya UU No.22 / 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi :

oPertamina tidak monopoli lagi oMasuknya pesaing di bisnis hilir

migas

2. Penurunan pangsa pasar BBM non subsidi

Pengembangan Ekuitas Merek yang telah dilakukan Pertamina

Keunggulan dan kelemahan ekuitas merek Pertamax

Analisis dan Pembahasan

Persepsi Pelanggan tentang Ekuitas Merek Produk BBM

Pertamax

Upaya yang tepat untuk pengembangan ekuitas merek


(37)

BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kantor Pusat PT Pertamina (Persero) Jl. Medan Merdeka Timur 1A Jakarta Pusat. Penelitian ini berlangsung selama 8 (delapan) minggu yang dimulai sejak Oktober sampai dengan November 2010.

4.2. Metode Penelitian

Jenis Penelitian ini adalah deskriptif, dimana penelitian ini dilakukan untuk mengumpulkan, mentabulasi, mengklarifikasi dan mengintepretasikan data sesuai keperluan yang diinginkan. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan studi kasus yang didukung dengan survei. Survei digunakan untuk mengukur gejala-gejala yang ada tanpa menyelidiki kenapa gejala-gejala tersebut ada, sehingga tidak perlu memperhitungkan hubungan antara variable-variabel, karena hanya menggunakan data yang ada untuk pemecahan masalah. Sifat penelitian ini adalah deskriptif eksplanatori yang bertujuan untuk memahami, menggambarkan dan mengintepretasikan data dalam rangka menjawab permasalahan yang telah dirumuskan.

4.3. Populasi dan Sampel 4.3.1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pelanggan atau konsumen produk BBM non subsidi merek Pertamax yang ditemui selama masa penelitian berlangsung.


(38)

4.3.2. Sampel

Dalam penelitian ini metode sampel yang digunakan adalah metode convenience sampling dimana responden dipilih karena keberadaan mereka pada waktu dan tempat dimana penelitian sedang dilakukan. Selama penelitian didapatkan sejumlah 254 responden.

4.4. Cara Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan cara sebagai berikut :

a. Pengamatan (observation), yaitu melakukan pengamatan langsung pada proses pengelolaan ekuitas merek produk BBM non subsidi di PT Pertamina (Persero) khususnya merek Pertamax.

b. Wawancara (interview) kepada pihak-pihak yang berwenang, dalam hal ini pekerja PT Pertamina (Persero) yang berkaitan dengan ekuitas merek produk BBM.

c. Daftar pertanyaan (questionaire) yang diberikan kepada pelanggan atau konsumen BBM merek Pertamax, Shell Super dan Primax 92.

d. Studi dokumentasi, mengumpulkan dan mempelajari dokumen-dokumen yang berkaitan dengan penelitian ini.

4.5. Jenis dan Sumber Data a. Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari sumbernya dan bukan merupakan data yang telah diolah atau dikumpulkan pihak lain. Data primer pada penelitian ini diperoleh dari pengamatan langsung dan wawancara langsung kepada pihak pengelola merek (Pertamina)


(39)

dan para pelangggan/konsumen produk BBM non subsidi yang diserati dengan daftar pertanyaan (kuesioner).

b. Data Sekunder

Data sekunder merupakan data pendukung dalam bentuk studi dokumentasi yang ada relevansinya dan berhubungan dengan objek penelitian seperti data dan dokumen Pertamina.

4.6. Uji Validitas dan Reliabilitas

Daftar pertanyaan (kuesioner) yang digunakan dalam penelitian ini sebelum digunakan dilakukan uji coba terlebih dahulu guna memenuhi syarat reliabilitas dan validitas. Validitas menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukur itu mengukur apa yang ingin diukur. Sedangkan reliabilitas adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukur dapat dipercaya atau diandalkan dan relatif konsisten apabila pengukuran diulangi dua kali atau lebih.

Uji validitas dan reliabilitas dilakukan kepada 30 responden. Teknik untuk mengukur validitas kuesioner adalah dengan menghitung korelasi antar data pada masing-masing pernyataan dengan skor total, memakai rumus korelasi product moment, sebagai berikut :

keterangan:

r = Koefisien korelasi n = Banyaknya sampel X = Skor masing-masing item Y = Skor total variabel


(40)

Nilai r yang didapat dibandingkan dengan nilai r pada tabel angka kritis korelasi nilai r. Jika nilai r lebih besar dari nilai r tabel, maka korelasi tersebut signifikan.

Reliabilitas kuesioner diuji dengan menggunakan teknik Spearman-Brown menggunakan metode ganjil-genap. Dengan teknik ini, peneliti mengelompokan skor butir bernomor ganjil sebagai belahan pertama dan kelompok skor butir bernomor genap sebagai belahan kedua. Selanjutnya dicari koefesien korelasi antara dua kelompok item-item tersebut. Indeks korelasi atau konsistensi internal yang diperoleh menunjukkan tingkat reliabilitas internal kuesioner tersebut. Adapun rumus perhitungan koefesien reliabilitas tersebut sebagai berikut :

keterangan :

ri = reliabilitas internal seluruh instrumen

r = korelasi product moment antara belahan pertama dan kedua

4.7. Analisis Data

Analisis data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah : a. Analisis Deskriptif

Analisis Deskriptif yaitu analisis yang memusatkan perhatian pada pemecahan masalah yang dihadapi dengan cara pengumpulan data-data, menganalisis dan menginterpretasikannya sehingga memberikan gambaran atau penjelasan yang lengkap tentang masalah yang dihadapi.

b. Uji Cochran

Uji Cochran digunakan dalam menganalisis brand association. Menurut Durianto et al. (2004) uji Cochran dilakukan untuk menguji signifikasi


(41)

hubungan setiap asosiasi yang ada dalam suatu merek. Asosiasi yang saling berhubungan akan membentuk brand image dari merek tersebut. Uji Cochran digunakan pada data dengan skala pengukuran nominal untuk informasi dua terpisah (dikotomi), misalnya informasi “ya” atau “tidak”. Hipotesis pengujian :

Hipotesis nol (H0) : kemungkinan jawaban “ya” adalah sama untuk

semua variabel (asosiasi).

Hipotesis satu (H1) : kemungkinan jawaban “ya” adalah berbeda

untuk setiap variabel (asosiasi).

Langkah-langkah pengujiannya adalah : 1. Hitung nilai Q (Cochran) :

Rumus

Keterangan :

C : Banyaknya asosiasi (atribut)

N : Total jumlah kolom dan baris jawaban “ya” Cj: Jumlah kolom jawaban “ya”

Ri: Jumlah baris jawaban “ya”

2. Tolak H0 bila Q > X2tabel (α,v) V = C – 1

Uji Cochran dimulai dengan pengujian semua asosiasi yang ditanyakan kepada responden. Atas dasar hasil analisis dilakukan perbandingan antara nilai Q dengan X2tabel (α,v). Jika diperoleh nilai Q < X2tabel (α,v), maka H0 diterima yang berarti semua asosiasi yang diuji saling


(42)

Jika diperoleh Q > X2tabel (α,v), dapat disimpulkan belum cukup bukti untuk menerima H0. Dengan demikian tidak semua asosiasi adalah

sama dan pengujian dilanjutkan ke tahap dua dimana masuk ke tahap dua dicari asosiasi yang memiliki jumlah kolom terkecil yang selanjutnya akan dicoba dikeluarkan dari komponen asosiasi-asosiasi pembentuk citra merek (brand image). Dengan demikian nilai N sekarang akan berkurang sebesar nilai total kolom yang dikeluarkan tersebut. Nilai Q dihitung kembali dengan mempertimbangkan kondisi yang baru tersebut. Saat ini asosiasi yang diuji signifikansi hubungannya menjadi berkurang satu pula sehingga derajat bebas dari X2tabel (α,v) berkurang satu juga. Tahap pembandingan Q dengan X2tabel

(α,v) dilakukan lagi. Jika nilai Q > X2tabel (α,v) , lanjutkan tahap pengujian ke tahap tiga dengan teknik yang sama sebagaimana telah dipaparkan sebelumnya. Jika nilai Q < X2tabel (α,v) , maka pengujian dihentikan yang berarti citra merek (brand image) suatu merek terbentuk dari asosiasi-asosiasi sisanya yang belum diuji dan asosiasi-asosiasi terakhir yang diuji. 3. Skala Semantic Differential

Skala semantic differential digunakan untuk menganalisis perceived quality. Metode skala ini digunakan untuk mengukur arti psikologis dari suatu objek di benak responden. Metode ini dibuat dengan menempatkan skala penilaian dalam titik-titik ekstrim yang berlawanan, yang disebut bipolar (dua kutub). Skala penilaian yang dipakai dalam penelitian ini adalah 5 titik skala dimana responden menilai konsep.


(43)

Sebagai contoh butir-butir skala semantic differential : Baik :______:______:______:_______:______: Buruk Lambat :______:______:______:_______:______: Cepat Lemah :______:______:______:_______:______: Kuat

Menarik :______:______:______:_______:______: Tidak menarik 4. Skala Likert

Skala likert merupakan skala yang dapat memperlihatkan tanggapan konsumen terhadap karakteritik suatu produk (sangat setuju, setuju, biasa saja, tidak setuju, sangat tidak setuju). Informasi yang diperoleh dengan skala likert berupa skala pengukuran ordinal. Oleh karena itu, hasilnya hanya dapat dibuat rangking tanpa dapat diketahui berapa besar selisih antara satu tanggapan ke tanggapan lainnya. Misalnya jika diberikan 5 skala alternatif jawaban kepada responden, maka rentang skala yang digunakan adalah 1 sampai 5. Contoh pemetaan bobot penilaian adalah sebagai berikut : 1=sangat tidak setuju, 2=tidak setuju, 3=biasa saja, 4=setuju, 5=sangat setuju.

Skala Likert digunakan untuk menganalisis brand loyalty (loyalitas merek). Skala Likert adalah skala pengukuran ordinal yang dapat digunakan untuk menunjukkan tanggapan konsumen terhadap karakteristik suatu produk atau jasa (Durianto et al., 2004).

Skala Likert dalam penelitian ini memiliki rentang skala dari 1 sampai 5. Pemetaan bobot penilaian adalah sebagai berikut :

Skala 1 = bobot 1 (Sangat tidak setuju) Skala 2 = bobot 2 (Tidak setuju)


(44)

Skala 3 = bobot 3 (Biasa saja) Skala 4 = bobot 4 (Setuju) Skala 5 = bobot 5 (Sangat setuju)


(45)

BAB V

GAMBARAN PERUSAHAAN

5.1. Sejarah Singkat Pertamina

Perusahaan Pertambangan Minyak dan Gas Bumi Negara ( Pertamina ) didirikan berdasarkan UU Nomor 8 tahun 1971. Sejarah perjalanan pendirian perusahaan ini berawal dari ditemukannya sumur minyak pertama Indonesia di Sumatera Utara oleh seorang pengusaha tembakau berkebangsaan Belanda yang bernama A.J. Zijlker. Secara tidak sengaja ia menemukan rembesan minyak dari perut bumi di areal perkebunannya yang selanjutnya menjadi sumur minyak cukup terkenal di dunia karena mampu memproduksi minyak mentah selama 15 tahun dengan kedalaman hanya 121 meter.

Karenanya sejarah pertambangan minyak dan gas bumi di Indonesia dimulai dari sebuah lapangan minyak bekas BPM (Battafsche Petroleum Maatschappij) di Pangkalan Brandan, Sumatera Utara tersebut. Didasari kemauan keras sebagai modal utama, di atas puing-puing lapangan minyak tersebut didirikan PT. PERMINA (Perusahaan Minyak Nasional) pada tanggal 10 Desember 1957 sebagai pengganti perusahaan PT. Eksploitasi Tambang Minyak Sumatera Utara (PT. ETMSU). Pada bulan Pebruari 1961, pemerintah membentuk perusahaan negara dengan nama PN. PERTAMIN yang mempunyai tugas utama dibidang distribusi dan pemasaran minyak dan gas di dalam negeri. Dan pada bulan Juli 1961, dibentuk PN. PERTAMIN yang tugas utamanya bergerak dibidang produksi.

Tiga tahun setelah perusahaan ini berubah menjadi Perusahaan Negara pada bulan Oktober 1964 PN. PERMINA meluaskan jangkauan operasinya ke


(46)

Irian Jaya dengan membeli seluruh saham dari N.N.G.P.M (Nederlandsche Nieuw Guinea Petroleum Maatschapij) di Sorong. Satu tahun kemudian, PN. PERMINA membeli seluruh kekayaan PT. Shell Indonesia yang terdapat di Sumatera Selatan, Kalimantan, Jawa Barat, dan Jakarta, yang dibayar dengan menggunakan hasil produksi sendiri. Pembelian kekayaan perusahaan-perusahaan asing tersebut membuat PN. PERMINA menjadi sebuah perusahaan yang semakin besar dan berkembang.

Kemudian untuk meningkatkan produktivitas dan efektivitas yang lebih tinggi, maka pada tanggal 20 Agustus 1968 PN. PERMINA dan PN. PERTAMIN dilebur menjadi satu perusahaan dengan nama PN. PERTAMINA (Perusahaan Negara Pertambangan Minyak dan Gas Bumi Negara) berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 27, Tahun 1968.

Melihat hasil yang dicapai oleh PN. PERTAMINA begitu pesat maka untuk lebih mengembangkan usaha yang dikelolanya, pada tanggal 15 September 1971 Pemerintah mengeluarkan Undang-Undang Nomor 8 yang dikenal sebagai Undang-Undang PERTAMINA.

Dalam Era globalisasi yang dihadapi perusahaan dan negara di seluruh dunia, Pertamina harus menyesuaikan diri dengan melakukan perubahan. Rencana korporat yang disebut Renkorp Pertamina mulai dicanangkan sejak tahun 1994 sebagai langkah awal mengantisipasi perubahan tersebut dengan melakukan restrukturisasi di segala bidang. Berbagai langkah dilakukan dengan mengubah sistem, prosedur, tata organisasi, dan budaya kerja.


(47)

Krisis ekonomi yang menerpa Indonesia tahun 1997 dan mempengaruhi roda ekonomi secara makro maka International Monetary Fund sebagai lembaga keuangan internasional membantu keuangan negara Indonesia dengan sejumlah persyaratan yang dituangkan dalam Letter of Intent (LoI), pada MOU IMF (LoI) tanggal 22 Januari 2000 dimana disebutkan :

“ .. In the oil and gas sector the Government is firmly committed to : 80 - replacing existing Law;

restructuring and reforming Pertamina;

ensuring that fiscal term and regulation for E&P remain internationally

competitive

domestic product price to reflect international market level; …..

82 - the government remains committed to building a world class oil and gas industry in which a reformed Pertamina will continue to play a key-role;” (Memorandum Of Economic And Financial Policies Medium Term Strategy And Policies 1999/2000 and 2000, LoI IMF tgl 22 Januari 2000)

Atas dasar LoI tersebut dikeluarkan Undang-Undang nomor 22 tahun 2001 yang mengatur kegiatan di bidang minyak dan gas bumi dimana Pertamina tidak lagi sebagai regulator dibidang minyak dan gas bumi, tetapi Pertamina diperlakukan sebagai -’player’- perusahaan negara yang bergerak di bidang bisnis migas dengan mengikuti ketentuan bisnis perminyakan yang berlaku umum.

5.2. Struktur Organisasi

Pada struktur organisasi Pertamina (Lampiran 5.1.) terlihat bahwa Pertamina dipimpin oleh seorang President Director & CEO yang membawahi tujuh Direktur yaitu Investment Planning & Risk Management Director, Upstream Director, Refining Director, Marketing & Trading Director, Human Resources


(48)

Director, General Affairs Director dan Finance Director. Selain itu President Director & CEO juga membawahi langsung beberapa divisi yaitu Corporate Secretary, Internal Audit, Legal Counsel, Gas dan Integrated Supply Chain.

Direktorat Marketing & Trading (M&T) terbagi menjadi tujuh unit bisnis yaitu Retail Fuel, Industry & Marine Fuel, Domestic Gas, Aviation, Petrochemical, Lubricants dan Shipping. Struktur organisasi Direktorat M&T terdapat pada Lampiran 5.2.

5.3. Visi dan Misi Perusahaan

Pertamina memiliki visi : Menjadi Perusahaan Energi Nasional Kelas Dunia serta misi : Menjalankan usaha minyak, gas serta energi baru dan terbarukan secara terintegrasi berdasarkan prinsip-prinsip komersial yang kuat.

5.4. Tata Nilai Perusahaan

Pertamina menetapkan enam tata nilai perusahaan yang dapat menjadi pedoman bagi seluruh karyawan dalam menjalankan perusahaan. Keenam tata nilai perusahaan Pertamina adalah sebagai berikut::

1. Clean (Bersih)

Dikelola secara profesional, menghindari benturan kepentingan, tidak menoleransi suap, menjunjung tinggi kepercayaan dan integritas. Berpedoman pada asas-asas tata kelola korporasi yang baik.

2. Competitive (Kompetitif)

Mampu berkompetisi dalam skala regional maupun internasional, mendorong pertumbuhan melalui investasi, membangun budaya sadar biaya dan menghargai kinerja.


(49)

3. Confident (Percaya Diri)

Berperan dalam pembangunan ekonomi nasional, menjadi pelopor dalam reformasi BUMN, dan membangun kebanggaan bangsa

4. Customer Focus (Fokus Pada Pelanggan)

Beorientasi pada kepentingan pelanggan, dan berkomitmen untuk memberikan pelayanan terbaik kepada pelanggan

5. Commercial (Komersial)

Menciptakan nilai tambah dengan orientasi komersial, mengambil keputusan berdasarkan prinsip-prinsip bisnis yang sehat

6. Capable (Berkemampuan)

Dikelola oleh pemimpin dan pekerja yang profesional dan memiliki talenta dan penguasaan teknis tinggi, berkomitmen dalam membangun kemampuan riset dan pengembangan

5.5. Wilayah Kerja Perusahaan

Wilayah kerja Pertamina terbagi menjadi 2 bidang bisnis, yaitu : 1. Upstream

Bisnis upstream terdiri dari 2 bidang usaha yaitu produsen minyak dan gas bumi serta supplier dari geothermal energi dimana lokasi kerja terbagi sebagai berikut :

a. Tiga (3) Upstream Region yang dioperasikan oleh Pertamina EP. b. Sembilan (9) JOB dan 21 PPI yang dioperasikan oleh Pertamina

Hulu Energi dan Pertamina EP Cepu.

c. Tiga (3) Area Geotermal yang dioperasikan oleh Pertamina Geothermal Energy.


(50)

d. Dua (2) Joint Venture Area dan sepuluh (10) Joint Operating Contract area.

2. Downstream

Untuk bisnis downstream terdiri dari berbagai bidang usaha antara lain pengolahan minyak mentah, bisnis BBM (subsidi dan non subsidi), aviasi, pelumas, LPG, petrokimia dimana lokasi kerja terbagi sebagai berikut :

a. Dua (2) LNG Plant

b. Enam (6) Unit Pengolahan

c. Delapan (8) Unit Pemasaran yang meliputi area pemasaran, depot BBM, DPPU, terminal transit.

Detil lokasi kerja Pertamina terdapat pada Lampiran 5.3, 5.4, dan 5.5.

5.6. Sumber Daya Manusia

Pertamina hanya mengenal satu status pekerja, yakni pekerja waktu tidak tertentu (PWTT) , yaitu pekerja yang diangkat setelah melalui masa percobaan paling lama 3 (tiga) bulan, atau telah menjalani masa pendidikan Perusahaan. Pada 31 Desember 2010 pekerja berstatus PWTT berjumlah 15.010 orang (termasuk pekerja perbantuan) atau mengalami penurunan 179 orang (1%) lebih rendah dari jumlah pekerja tahun 2009 yang berjumlah 15.189 orang (termasuk pekerja perbantuan).

Untuk beberapa pekerjaan, Pertamina mempekerjakan pekerja waktu tertentu (PWT) misalnya tenaga ahli dan awak kapal yang berjumlah 1.116 orang. Selain itu karena sifat pekerjaannya, pelaksanaan sebagian pekerjaan di Pertamina diserahkan kepada perusahaan lain (pihak ketiga).


(51)

Berikut ini adalah profil pekerja Pertamina yang dikelompokkan menurut beberapa kluster :

1. Berdasarkan Direktorat

Direktorat Jumlah Pekerja

Korporat 341

IPRM 70

HR 610

GA 478

Finance 722

Upstream 1956

Refinery 5907

M&T 4465

Perbantuan 156

MPPK 305

2. Berdasarkan Tingkat Pendidikan

Pendidikan Jumlah Pekerja

< SLTP 249

SLTA 5078

Diploma 2-4 / S1 8612

S2 – S3 1071

5.7. Produk Pertamina

Produk Pertamina di sektor hilir terdiri dari Bahan Bakar Minya (BBM), Non BBM, Gas, Petrokimia dan Pelumas.

a. Produk BBM antara lain : Premium, Kerosin, Solar, Minyak Diesel, Minyak Bakar, Aviation Gasoline (BBM pesawat udara), Aviation Turbine


(52)

Fuel (BBM pesawat udara ber-turbin), Bio Pertamax, Bio Solar, Pertamax, Pertamax Plus, Pertamina Dex, Pertamax Racing.

b. Produk Non BBM antara lain : Aspal, Pelumas (Lube Base Oil), Pelarut (Solvent), Green Coke, Calcined Coke, Slack Wax, Heavy Aromate, Sulphur.

c. Produk Gas antara lain : Fuel Gas, Liquid Petroleum Gas (LPG), Musicool. d. Produk Petrokimia antara lain : Asam Tereftalat Murnis, Benzene,

Paraxylene, Polytam, Propylene.

e. Produk Pelumas antara lain : Air Cooled Motorcycle or Small Engine Oil, Automatic Transmission & Manual Transmission Oils, Circulating Oils, Grease, Heat Transfer Oils, Heavy Duty Diesel Engine Oils, Industrial and Marine Engine Oils, Industrial Compressor Oils, Industri Minyak Hidrolik, Industri Minyak Turbin, Industri Minyak Gear, Pelumas Mesin Gas Alam, Minyak Mesin Mobil Penumpang, Minyak Diesel Mobil Penumpang, Minyak Powershift & Hydraulic Untuk Alat Berat, Minyak Pendingin, Produk Khusus, Minyak Mesin Kecil Berpendingin Air.

5.8. Produk Pertamax

Pertamax adalah motor gasoline Tanpa Timbal dengan kandungan aditif lengkap generasi Mutakhir yang akan membersihkan Intake Valve Port Fuel Injector dan Ruang Bakar dari Carbon deposit dan mempunyai RON 92 (Research Octane Number) dan dianjurkan juga untuk kendaraan berbahan bakar bensin dengan perbandingan kompresi tinggi.


(53)

Pertamax merupakan bahan bakar ramah lingkungan (unleaded) beroktan tinggi hasil penyempurnaan produk Pertamina sebelumnya. Formula barunya yang terbuat dari bahan baku berkualtas tinggi memastikan mesin kendaraan bermotor anda bekerja dengan lebih baik, lebih bertenaga, “knock free”, rendah emisi, dan memungkinkan anda menghemat pemakaian bahan bakar.

Pertamax ditujukan untuk kendaraan yang mempersyaratkan penggunaan bahan bakar beroktan tinggi dan tanpa timbal (unleaded). Pertamax juga direkomendasikan untuk kendaraan yang diproduksi diatas tahun 1990 terutama yang telah menggunakan teknologi setara dengan electronic fuel injection dan catalytic converters.

Bagi pengguna kendaraan yang diproduksi dibawah tahun 1990 tetapi menginginkan peningkatan kinerja mesin kendaraannya juga dapat mempergunakan produk ini.

Gambar 5.1. Logo Produk Pertamax Keunggulan Pertamax

Pertamax memiliki nilai oktan 92 dengan stabilitas oksidasi yang tinggi dan kandungan olefin, aromatic dan benzene-nya pada level yang rendah sehingga menghasilkan pembakaran yang lebih sempurna pada mesin.


(54)

Dilengkapi dengan aditif generasi 5 dengan sifat detergency yang memastikan injector bahan bakar, karburator, inlet valve dan ruang bakar tetap bersih untuk menjaga kinerja mesin tetap optimal.

Pertamax sudah tidak menggunakan campuran timbal dan metal lainnya yang sering digunakan pada bahan bakar lain untuk meningkatkan nilai oktan sehingga Pertamax merupakan bahan bakar yang sangat bersahabat dengan lingkungan sekitar.

Pertamax dapat diperoleh melalui jaringan SPBU Pertamina. Berikut wilayah pemasaran Pertamax :

a. Sumatera Bagian Utara

Medan, Batam, Padang, Pekan Baru, Bukit Tinggi, Langsa, Tebing Tinggi, Binjai, Stabat, Tanjung Morawa.

b. Sumatera Bagian Selatan

Palembang, Lampung, Jambi, Prabumulih. c. Jawa Bagian Barat

Jakarta, Bogor, Tanggerang, Depok, Bekasi, Serang, pandeglang, Lebak, Cianjur, Sukabumi, Purwakarta, Kerawang, Bandung, Cirebon, Indramayu, Majalengka, Subang, Tasik, Garut, Ciamis, Sumedang.

d. Jawa Bagian Tengah

Semarang, Yogyakarta, Klaten, Magelang, Brebes, Kudus, Kendal, Jepara, Salatiga, Demak, Tegal, Batang, Brebes, Banyumas, Purwokerto, Cilacap, Kebumen, Sleman, Magelang, Temanggung, Parakan, Wonosobo, Sragen, Boyolali, Klaten, Sukoharjo, Wonogiri.


(55)

e. Jawa Bagian Timur

Surabaya, Sidoarjo, Mojokerto, Jombang, Bangkalan, Gersik, Bojonegoro, Lamongan, Kediri, Blitar, Tulungagung, Probolinggo, Jember, Banyuwangi, Malang, Pasuruhan, Nganjuk, Madiun, Ponorogo, Denpasar, Gianyar,

f. Kalimantan

Balikpapan, Samarinda, Banjarmasin. g. Sulawesi

Makasar, Panakukang.

5.9. Produk Pertamax Plus

Pertamax Plus merupakan bahan bakar superior Pertamina dengan kandungan energi tinggi dan ramah lingkungan, diproduksi menggunakan bahan baku pilihan berkualitas tinggi sebagai hasil penyempurnaan formula terhadap produk Pertamina sebelumnya. Pertamax Plus telah memenuhi standar performance International World Wide Fuel Charter (WWFC). Pertamax Plus merupakan jawaban atas kebutuhan teknologi otomotif mutakhir saat ini.

Ditujukan untuk kendaraan yang berteknologi mutakhir yang mempersyaratkan penggunaan bahan bakar beroktan tinggi dan ramah lingkungan. Pertamax Plus sangat direkomendasikan untuk kendaraan yang memiliki kompresi ratio > 10,5 dan juga yang menggunakan teknologi Electronic Fuel Injection (EFI), Variable Valve Timing Intelligent (VVTI), (VTI), Turbochargers dan catalytic converters.


(56)

Bagi pengguna kendaraan yang menginginkan performance mesin kendaraannya pada kondisi puncak, akselerasi tinggi, efisien, dan emisi rendah dapat mempergunakan produk ini.

Gambar 5.2. Logo Produk Pertamax Plus Keunggulan Pertamax Plus

Diformulasikan dengan aditif generasi terakhir yang berfungsi menyempurnakan proses kimia pada pembakaran didalam mesin kendaraan anda dimana telah memperoleh sertifikasi dari laboratorium Independen bertaraf internasional di Houston, Texas yang telah sejak lama dikenal sebagai pusat riset bahan bakar dan motorgas dunia. Pertamax Plus memiliki nilai oktan 95 yang didalamnya terkandung energi besar yang akan membuat pembakaran kendaraan anda lebih bertenaga, berakselerasi tinggi, lebih responsif dan knock free.

Pertamax Plus mampu membersihkan timbunan deposit pada fuel injector, inlet valve, ruang bakar yang dapat menurunkan performance mesin kendaraan dan mampu melarutkan air didalam tangki mobil sehingga dapat mencegah karat dan korosi pada saluran dan tangki bahan bakar.

Kemampuan Pertamax Plus ditambah dengan komposisi bahan bakunya yang sudah tidak menggunakan campuran timbal dan metal lainnya membuat emisi gas buang yang dihasilkan oleh kendaraan ramah lingkungan.


(57)

Pertamax dapat diperoleh melalui jaringan SPBU Pertamina. Berikut wilayah pemasaran Pertamax Plus :

a. Sumatera Utara : Batam

b. Jawa Bagian Barat : Jakarta, Bekasi, Bogor, Depok, Tanggerang, Bandung, Cianjur, Sukabumi, Purwakarta, Cirebon, Indramayu, Sumedang.

c. Jawa Bagian Tengah : Semarang, Kudus, Yogyakarta, Magelang, Solo, Klaten, Sukoharjo

d. Jawa Bagian Timur : Surabaya, Bali, Malang, Kediri, Jombang, Madiun, Lamongan, Tulungagung, Jember, Banyuwangi, Sidoarjo, Mojokerto, Bangkalan, Gresik, Bojonegoro, Blitar, Probolinggo, Situbondo, Pasuruan.

5.10. Pertamina Dex

PERTAMINA DEX merupakan bahan bakar mesin diesel modern yang telah memenuhi dan mencapai standar emisi gas buang EURO 2, memiliki angka performa tinggi dengan cetane number 53 keatas ( HSD mempunyai cetane number 45 ), memiliki kualitas tinggi dengan kandungan sulfur di bawah 300 ppm, direkomendasikan untuk mesin diesel teknologi terbaru ( Diesel Common Rail System ), sehingga pemakaian bahan bakarnya lebih irit dan ekonomis serta menghasilkan tenaga yang lebih besar. PERTAMINA DEX merupakan bahan bakar terbaik di Asia Tenggara.


(58)

PERTAMINA mulai memasarkan PERTAMINA DEX sejak 15 Agustus 2005 dengan harga Rp. 6300,- per liter di SPBU dan didapatkan pada SPBU Jakarta, Bandung dan Surabaya.

5.11. Pertamax Racing

Saat ini, salah satu bahan bakar yang banyak dipergunakan adalah Avgas (Aviation Gasoline) yang merupakan peruntukan bahan bakar pesawat terbang dan di komunitas balap disebut sebagai Benzol. Tentu saja ini bukan pilihan yang tepat, sebab Avgas bukan peruntukan bahan bakar darat karena mengandung Tetra Ethyl Lead (TEL) yang tinggi dan sangat berbahaya bagi kesehatan karena dapat merusak sistem syaraf dan menurunkan IQ. Selain Avgas, selama ini kebutuhan bahan bakar balap di Indonesia juga dipenuhi dari impor.

Untuk memenuhi kebutuhan bahan bakar para pembalap, pada dasarnya Pertamina memiliki kemampuan untuk memproduksi, mensuplai bahan bakar balap yang didukung infrastruktur maupun jaringan distribusi di seluruh Indonesia. Pertamina saat ini tengah berupaya untuk mengembangkan produk baru bahan bakar khusus balap yaitu PERTAMAX RACING. Berbeda dengan bahan bakar biasa yang memiliki angka oktan 88 sampai dengan 95, PERTAMAX RACING memiliki angka oktan minimal 100 dan diformulasikan secara khusus dengan penambahan additive yang berperan sebagai corossion inhibitor, antioksidan dan detergensi serta ditambahkan bio ethanol sehingga menjadi produk yang high grade dan ramah lingkungan. Spesifikasi PERTAMAX RACING comply dengan standar domestik Dirjen Migas dan standar internasional Federation International Automotive (FIA) serta Federation International Motorcycle (FIM).


(59)

PERTAMAX RACING dikembangkan melalui beberapa tahap meliputi bisnis analysis, market konsep dan rangkaian panjang tahap pengujian yang merupakan key succes factor. Dimulai dari tahap formulasi produksi di RU III dan dilanjutkan dengan tahap uji kinerja yang terdiri dari Engine Dynotest untuk mendapatkan nilai Air Fuel Ratio (AFR) yang dilaksanakan di Balai Termodinamika Mesin dan Propulsi (BTMP)-BPPT. Selanjutnya adalah Chassis Dynotest untuk mengukur power dan torsi maksimum yang dapat dicapai yang dilaksanakan di bengkel resmi pembalap yaitu Bengkel Khatulistiwa. Tahap akhir adalah Road Test di Sirkuit Balap Sentul yang dilakukan oleh para pembalap nasional/internasional baik mobil maupun motor untuk mengukur kinerja bahan bakar di arena yang sesungguhnya. Pelaksanaan uji kinerja PERTAMAX RACING ini didampingi oleh Ahli Mesin dari ITB dan PPPTMGB-LEMIGAS.

Pengembangan produk baru khusus balap PERTAMAX RACING ini merupakan kolaborasi antara Direktorat Pemasaran dan Niaga yakni New Product Development Renstra & Bangus, Brand Management, Pemasaran BBM Retail dan Distribusi dengan Direktorat Pengolahan antara lain Refinery Unit III Plaju dan R&D/Bussines Development Pengolahan. Selain itu, kami juga bekerja sama dengan pihak eksternal yaitu Ikatan Motor Indonesia (IMI), Lemigas, ITB, BPPT, Bengkel Khatulistiwa, Sirkuit Balap Sentul dan para Pembalap Nasional serta Mekanik.

PERTAMAX RACING di launching bertepatan dengan ulang tahun Pertamina, Desember 2010. Dengan peluncuran bahan bakar khusus balap PERTAMAX RACING ini, diharapkan dapat membantu para pembalap memperoleh bahan bakar tepat yang dapat diandalkan. Selain itu dengan harga


(60)

yang terjangkau, mudah didapatkan di seluruh Indonesia, jaminan kualitas dan continuos supply diharapkan akan mendukung perkembangan balap nasional khususnya dan menjadi pilihan bahan bakar di dunia balap Internasional.

PERTAMAX RACING rencana dipasarkan melalui: 1. Distribusi khusus

2. SPBU COCO yang berada di sekitar arena balap 3. Online marketing.


(61)

BAB VI

ANALISIS DAN PEMBAHASAN

6.1. Pengelolaan Merek di Pertamina

Sejak berlakunya UU No.22 Tahun 2001, peta persaingan bisnis hilir minyak dan gas bumi di Indonesia berubah setelah hampir lima puluh tahun dimana hanya ada Pertamina sebagai single player. Persaingan antar merek menjadi kenyataan, dimana dalam bisnis pelumas persaingan ini telah terjadi lebih dahulu dan semakin sengit hingga sekarang. Para pesaing semakin gencar membangun merek dan memenangkan hati konsumen.

Dalam bisnis retail, merek bagaikan senjata yang harus dipahami kekuatan dan kelemahannya secara seksama. Untuk dapat memahami nilai merek (brand value) tersebut maka Pertamina telah membuat suatu brand portofolio yang dikenal dengan istilah Brandbook. Brandbook ini diharapkan bisa membantu agar merek-merek produk Pertamina memiliki look and feel yang konsisten sehingga konsumen bisa mengalami brand experience positif seperti yang diharapkan.

6.1.1. Strategi dan Segmentasi Merek Pertamax

Dalam mengelola merek Pertamax, maka Pertamina menggunakan strategi Brand Identity System Endorsed dimana strategi sistem ini lebih dominan kepada merek produk dibandingkan dengan merek/nama perusahaannya. Kelebihan dari sistem ini yaitu :

Masing-masing merek bebas membangun brand value dan personality Masing-masing produk bisa melayani segmen tertentu


(62)

Namun sistem ini juga memiliki kekurangan yaitu akan menimbulkan biaya yang cukup besar karena brand equity dibangun oleh masing-masing produk.

Selain strategi identitats merek, Pertamina juga telah menetapkan segmentasi untuk produk Pertamax, yaitu :

Pemilik kendaraan yang mementingkan kualitas dan performa mesin, memiliki harga diri tinggi untuk tidak memakai BBM subsidi dan bangga memakai produk bangsa sendiri

Pemilik mobil : segmen terbesar ada pada segmen 1, yaitu orang yang memiliki penghasilan diatas Rp 4,5 juta, golongan dewasa mapan

Pemilik mobil produksi di atas tahun 1990

Pemakai motor : segmen terbesar ada pada segmen 3, yaitu orang muda usia 18 – 29 tahun berpenghasilan diatas Rp 4,5 juta dan berpendidikan lumayan baik.

Keputusan konsumen dalam membeli suatu produk dipengaruhi oleh pengetahuan konsumen terhadap produk tersebut. Pengetahuan produk bisa berupa atribut-atribut yang ada pada produk tersebut. Berikut atribut produk Pertamax yang dianggap penting terhadap keputusan membeli oleh konsumen :

1. Melindungi mesin

2. Membuat mesin berjalan sempurna dan tidak ngelitik 3. Berkualitas tinggi

4. Service di SPBU lengkap dan bagus 5. Membuat tarikan mesin menjadi enteng

6. Memenuhi standard buang emisi dan gas buang 7. Harga masuk akal


(63)

8. Eco friendly

9. Direkomendasikan oleh banyak orang

6.1.2. Brand Concept, Brand Value and Personality

Selain strategi dan segmentasi, konsep merek suatu produk juga perlu ditetapkan sebagai pembeda dengan produk yang lain. Berikut konsep produk Pertamax :

Pertamax merupakan bahan bakar dengan nilai oktan 92 untuk mesin kendaraan dengan rasio kompresi tinggi.

Diproduksi tanpa timbal sehingga ramah lingkungan

Memiliki aditif terbaru yang akan memberikan perlindungan terhadap mesin dan membuat pembakaran lebih sempurna sehingga kinerja mesin menjadi optimal.

Pertamax membuat mesin menjadi lebih bersih karena tidak akan ada karat pada tangki dan saluran bahan bakar.

Tersedia di SPBU yang bersih-nyaman dengan layanan profesional Membuat bangga karena bukan BBM bersubsidi

Produk buatan Indonesia

Sedangkan brand value and personality dari produk Pertamax adalah performa tinggi, care, confident, handal dan punya harga diri.

6.1.3. Brand Communication Strategy

Persepsi konsumen terhadap suatu produk sangat berpengaruh terhadap keputusan dalam membeli produk tersebut. Persepsi tersebut dihasilkan dari


(64)

proses pengolahan informasi melalui beberapa tahap yaitu tahap pemaparan, tahap perhatian dan tahap pemahaman.

Tahap pemaparan atau komunikasi merupakan tahap penting pertama yang harus dilakukan oleh pemasar untuk menyampaikan informasi tentang produk mereka. Pertamina dalam tahap ini telah menentukan strategi dasar mengkomunikasikan brand Pertamax sebagai berikut :

Mengaktifkan kembali produk Pertamax dengan menginformasikan dan mengedukasi ulang kepada konsumen mengenai kelebihan Pertamax supaya konsumen percaya bahwa Pertamax tidak kalah dari produk pesaing yang sejenis

Memperkuat kembali nilai tambah produk untuk memperkokoh Brand Value Pertamax

Membangun merek dengan melalui komunitas, dimana dengan memiliki komunitas eksklusif akan memberikan keistimewaan bagi Pertamina dari pada merchant lainnya

Menciptakan engagement melalui pengalaman yang otentik dengan free sample ataupun event uji coba

Menggunakan media komunikasi 2 arah baik melalui internet ataupun HP, sosial media ataupun forum untuk membangun partisipasi pelanggan Pertamax

Menyelenggarakan event berkala untuk memberi pengalaman langsung atas penggunaan Pertamax atau melalui sharing experience dari pengguna fanatik.


(65)

6.2. Ekuitas Merek Pertamax 6.2.1. Brand Awareness

Brand Awareness atau Kesadaran Merek memiliki peranan penting dalam penyusunan ekuitas merek. Peran kesadaran merek ini tergantung pada tingkat kesadaran konsumen pada suatu merek.

Pada penelitian ini kesadaran merek diukur berdasarkan tingkatan-tingkatan yang ada pada kesadaran merek, yaitu top of mind, brand recall, brand recognition dan unaware of brand.

Top of Mind

Pengukuran top of mind dilakukan untuk mengetahui merek BBM non subdisi yang paling banyak diingat ketika ditanya pertama kali. Jawaban dihitung dalam persentase dimana persentase tersebut merupakan distribusi dari total responden yang didapatkan dalam penelitian ini. Sehingga apabila dijumlahkan maka akan diperoleh total persentase 100%. Hasil pengukuran dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 6.1.

Hasil Pengukuran Top of Mind

No Merek BBM Non Subsidi Persentase

1 Pertamax 55,91%

2 Premium 42,13%

3 Shell Super 1,18%

4 Primax 0,79%

Berdasarkan hasil survey tersebut dapat dilihat bahwa merek Pertamax adalah merek yang paling diingat oleh para responden dengan persentase sebesar 55,91%. Kemudian disusul oleh merek Premium dimana merek ini juga milik dari


(66)

Pertamina, sehingga kondisi ini sangat menguntungkan bagi Pertamina dalam hal kesadaran merek.

Brand Recall

Pengukuran Brand Recall dilakukan dengan mempersilahkan responden untuk menjawab lebih dari satu nama merek BBM non subsidi yang mereka ingat. Jawaban dihitung dalam persentase, dimana nilai persentase tersebut menunjukan jumlah responden yang dapat mengingat merek-merek BBM non subsidi kembali. Responden boleh menyebutkan merek-merek selain dari tiga merek BBM non subsidi yang diuji pada penelitian ini.

Tabel 6.2.

Hasil Pengukuran Brand Recall

No Merek BBM Non Subsidi Persentase

1 Pertamax 98,82%

2 Premium 91,73%

3 Pertamax Plus 46,85%

4 Shell Super 24,02%

5 Bio Pertamax 16,14%

6 Shell Super Extra 7,09%

7 Primax 92 3,94%

8 Primax 95 1,18%

Perhitungan brand recall berbeda dengan perhitungan top of mind, dimana persentase yang ada bukan distribusi dari nilai total persentase 100%. Akan tetapi masing-masing merek yang diuji memiliki nilai total persentase yang sama yaitu sebesar 100%. Sehingga ketika salah satu merek memiliki persentase 60% merek lain dapat memiliki persentase yang sama atau lebih dari 60% dan apabila


(67)

Dari hasil survey menunjukkan bahwa selain menempati posisi pertama dalam top of mind, merek Pertamax juga menempati posisi pertama dalam brand recall dengan nilai persentase sebesar 98,82 %. Hal ini menunjukkan bahwa strategi promosi yang dilakukan Pertamina untuk merek produk Pertamax cukup efektif dan memiliki pengaruh terhadap brand awareness produknya. Selain itu dari hasil survey tersebut juga dapat dilihat bahwa pesaing utama dari Pertamax adalah merek Shell Super dengan nilai 24,02%, untuk merek Premium dan Pertamax Plus tidak dianggap sebagai pesaing karena sama-sama di produksi oleh Pertamina.

Brand Recognition dan Unaware of Brand

Pengukuran brand recognition dan unaware of brand hanya dilakukan kepada tiga merek yang diuji dalam penelitian ini, dimana proses perhitungan persentasenya sama dengan yang dipakai pada perhitungan brand recall. Semakin besar nilai persentase brand recognition maka menunjukkan semakin banyak responden yang harus diingatkan atas merek tersebut. Sedangkan semakin besar nilai persentase unaware of brand maka semakin besar merek tersebut tidak dikenal oleh responden.

Tabel 6.3.

Hasil Pengukuran Brand Recognition dan Unaware of Brand No Merek BBM Non Subsidi Brand Recognition

(%)

Unaware of Brand (%)

1 Pertamax 1,18 0

2 Shell Super 51,97 24,02


(68)

Dari hasil survey menunjukkan bahwa Pertamax masih menempati posisi utama dalam brand awareness dimana jumlah responden yang perlu diingatkan cukup sedikiti yaitu sebesar 1,18% dan semua responden mengenal merek Pertamax dengan nilai unaware of brand Pertamax sebesar 0%.

Tabel 6.4.

Persentase Sumber Pengetahuan Responden Iklan

Televisi Internet

Iklan

Radio SPBU

Surat Kabar/ majalah

Lainnya

Pertamax 11,81% 0,79% 2,76% 79,92% 1,97% 1,97%

Shell Super 1,55% 1,04% 1,04% 79,79% 12,95% 3,11%

Primax 92 1,23% 3,70% 2,47% 85,19% 2,47% 4,94%

Selain mengukur empat elemen yang membentuk brand awareness, peneliti juga melakukan survey sumber pengetahuan responden tentang ketiga merek produk BBM non subsidi yang merupakan persentase jumlah responden yang memilih jenis sumber pengetahuan yang disediakan di kuesioner. Tabel 6.4 menunjukkan bahwa sebagian besar responden hanya mengenel merek Pertamax dari SPBU (79,92%) dan sebagian kecil dari iklan televisi (11,81%).

Berdasarkan hasil pengukuran brand awareness (top of mind, brand recall, brand recognition dan unaware of brand) untuk ketiga merek BBM non subsidi, maka dapat disimpulkan bahwa merek Pertamax menempati posisi utama dan yang menjadi pesaing utamanya adalah merek Shell Super.

6.2.2. Brand Association

Elemen kedua dari ekuitas merek yang dianalisis adalah brand association. Suatu merek yang telah mapan akan memiliki posisi menonjol dalam persaingan bila didukung oleh berbagai asosiasi yang kuat. Berbagai asosiasi merek yang


(69)

berhubungan akan menimbulkan suatu rangkaian yang disebut brand image. Semakin banyak asosiasi yang saling berhubungan, semakin kuat brand image yang dimiliki oleh produk tersebut (Durianto, 2004). Untuk menguji asosiasi-asosiasi tersebut, digunakan metode uji Cochran. Apabila nilai Cochran hitung (Q) lebih besar dari X2 tabel, maka asosiasi yang memiliki nilai terkecil dikeluarkan dari komponen asosiasi-asosiasi pembentuk brand image suatu merek. Pengujian ini dilakukan berulang-ulang hingga diperoleh nilai Cochran hitung (Q) yang lebih kecil dari X2 tabel. Apabila nilai Cochran hitung (Q) lebih kecil dari X2 tabel maka diperoleh kesimpulan terima H0, yang artinya asosiasi yang diuji saling berhubungan dan membentuk brand image (citra merek) tersebut. Nilai db pada tabel menunjukan derajat bebas yang dimiliki pada masing-masing tahap pengujian yang diperoleh dengan menjumlahkan total atribut yang ada minus 1.

Pengujian brand association dilakukan kepada masing-masing merek yang diuji dalam penelitian ini dimana asosiasi yang diuji, yaitu :

Asosiasi 1 = Mesin tidak ngelitik (knocking) Asosiasi 2 = Berkualitas tinggi

Asosiasi 3 = Layanan di SPBU lengkap dan bagus Asosiasi 4 = Irit

Asosiasi 5 = Tarikan mesin jadi enteng Asosiasi 6 = Ramah lingkungan

Asosiasi 7 = Harga sesuai kualitas Asosiasi 8 = Kadar oktan tinggi

Asosiasi 9 = Sesuai untuk mobil/motor mewah Asosiasi 10 = Kadar timbal rendah


(1)

85 Lampiran 10. Uji Cochran (Pertamax)


(2)

86 Universitas Sumatera Utara


(3)

87 Lampiran 11. Uji Cochran (Shell Super)


(4)

88 Universitas Sumatera Utara


(5)

89 Lampiran 12. Uji Cochran (Primax 92)


(6)

90 Universitas Sumatera Utara