Tanah Alfisol yang Disawahkan

commit to user 9 · Tahan terhadap hawar daun bakteri strain III, rentan terhadap strain IV dan VIII Sifat khusus : Wangi mulai dipertahankan Anjuran tanam : Baik ditanam di lahan sawah irigasi dataran rendah sampai 550 m dpl. Pemulia : Adijono P., Soewito T., Suwarno, B. Kustianto, Allidawati B.S., Shagir Sama Teknisi : Sularjo, Supartopo, Pantja HS, Indarjo, M.A. Barata dan Koesnang Dilepas tahun : 2001

3. Tanah Alfisol yang Disawahkan

Tanah di Desa Pereng, Kecamatan Mojogedang adalah tanah Alfisol. Menurut Darmawijaya, 1990, Alfisol meliputi tanah-tanah yang telah mengalami pelapukan intensif dan perkembangan tanah lanjut, sehingga terjadi pelindian unsur basa, bahan organik dan silika dengan meninggalkan sesquioksida sebagai sisa berwarna merah. Ciri morfologi yang umum adalah tekstur lempung sampai geluh, struktur remah sampai gumpal lemah dan konsistensi gembur. Warna tanah sekitar merah tergantung susunan mineralogi, bahan induk, drainase, umur tanah, dan keadaan iklim. Pada tanah sawah Alfisol jarang terbentuk profil tanah sawah tipikal. Tebal lapisan olah berkisar antara 20-40 cm sehingga tidak terbentuk lapisan tapak bajak yang padat. Karatan besi dan mangan ditemukan hingga kedalaman sekitar 100 cm. Pada tanah yang berkembang dari batu kapur atau napal hampir tidak ditemukan karatan besi, tetapi banyak ditemukan konkresi kapur. Oleh karena kekurangan air, maka tanah banyak yang diberakan, tetapi di daerah yang cukup air irigasi, produksi padi yang dapat dicapai berkisar antara 3-4 tonha Hardjowigeno et al., 2005. commit to user 10 Sawah adalah tanah yang dibatasi oleh pematang yang digunakan untuk penanaman padi dan diairi dengan pengairan teknis atau tadah hujan. Sebenarnya sawah tidak hanya digunakan untuk penanaman padi, karena pada musim – musim tertentu sawah juga ditanami dengan tanaman palawija, terutama pada sawah yang sistem irigasidrainasenya dapat diatur dengan baik. Lahan sawah digunakan sebagai penghasil beras, dan diperkirakan kurang lebih 40 penduduk dunia menggunakan beras sebagai sumber energi Situmorang et al., 2001. Menurut Hardjowigeno et al., 2005 proses pembentukan tanah sawah meliputi berbagai proses yaitu 1 proses yang dipengaruhi oleh kondisi reduksi-oksidasiredoks yang bergantian; 2 penambahan dan pemindahan bahan kimia atau partikel tanah; 3 perubahan sifat fisik kimia dan mikrobiologi tanah akibat irigasi pada tanah kering yang disawahkan. Secara lebih rinci proses tersebut meliputi a gleisasi dan eluviasi,b pembentukan keratin besi dan mangan, c pembentukan warna kelabu grayzation, d pembentukan lapisan tapak bajak,e pembentukan selaput cutan, f penyebaran kembali basa-basa dan g akumulasi atau dekomposisi dan perubahan bahan organik berdasarkan proses pembentukan tanah tersebut, maka terbentuklah profil tanah sawah dengan sifat morfologi tanah yang berbeda-beda. Hal itu tergantung pada sifat tanah asalnya. Profil tanah sawah tipikal khas atau equorizem yang terbentuk pada tanah kering terbentuk pada tanah kering dengan air tanah dalam yang disawahkan. Beberapa horizon yang terbentuk pada tanah sawah dan proses- proses pembentukanya menurut Hardjowigeno et al., 2005, diuraikan dibawah ini: 1. Lapisan olah Apg tanah sawah adalah lapisan tanah teratas yang diolah dalam keadaan basah dan terus-menerus digenangi selama disawahkan, tetapi kering pada waktu tidak disawahkan. Bila tergenang air, lapisan olah dapat dibagi sebagai berikut. 1 Apg1. commit to user 11 Lapisan tipis yang teroksidasi 1-2mm di permukaan tanah langsung dibawah air genangan. Tebal lapisan ini beragam dari 0,5mm – 20 mm, tergantung jumlah O 2 yang larut dalam air tergenang dan 2. Apg2. Lapisan tereduksi di bawah lapisan oksidasi. 2. Lapisan tapak bajak Adg bukan merupakan horizon genetik tersendiri. Mungkin sebagian dari horizon A dan sebagian dari horizon B atau salah satu dari keduanya, tapi umumnya lebih mirip horizon A. Horizon ini memiliki sifat agak padat sehingga bobot isi tinggi, pori mikro lebih banyak dibandingkan pori makro, warna abu-abu seperti horizon Apg, tebal 5-10 cm dan terbentuk pada kedalaman 10-40 cm. 3. Horizon illuviasi Fe Bir diatas horizon illuviasi Mn Bmn yang sebagian besar teroksidasi. Horizon ini dapat terbentuk pada tanah berdrainase baik yang disawahkan dengan kedalaman air tanah lebih dari 1m. Horizon ini ditemukan di bawah lapisan tapak bajak dan merupakan horizon illuviasi Fe Bir dan Mn Bmn. Kedua unsur tersebut tercuci eluviasi dari lapisan olah Ap dalam keadaan reduksi Fe 2+ dan Mn 2+ kemudian diendapkan iluviasi di horizon B yang berada dalam keadaan oksidasi. 4. Horizon Tanah Asal Bw, Bt, pada tanah-tanah dengan air tanah dalam yang disawahkan, horizon-horizon tanah di bawah horizon iluviasi Fe-Mn umumnya tidak terpengaruh oleh resapan air genangan akibat disawahkan. Oleh karena itu tidak terlihat adanya perubahan sifat tanah akibat penanaman padi sawah dengan cara digenangi. 5. Horizon penimbunan Mn Bmn diatas penimbunan Fe Bir. Pada tanah sawah dengan air tanah yang relatif dangkal terbentuk horizon iluviasi Fe dan Mn diatas garis permukaan air tanah akibat naik turunya air tanah sesuai dengan musim. Pada waktu permukaan air tanah naik ke lapisan yang lebih oksidatif diatasnya, Fe 2+ dan Mn 2+ juga ikut terbawa. Namun Fe lebih sukar larut daripada Mn, maka Fe akan mengendap lebih dahulu. Hal ini mengakibatkan terbentuknya horizon Bir dibawah horizon Bmn. commit to user 12 6. Horizon tereduksi permanen Cg, Bwg. Horizon ini terdapat pada tanah sawah dengan air tanah dangkal. Horizon ini terus-menerus tergenang oleh air sehingga hampir seluruh tanah dalam keadaan reduksi. Profil Tanah Sawah Menurut Hardjowigeno et al., 2005 dapat dilihat pada Gambar 2.1 dibawah ini. Gambar 2.1 Profil Tanah Sawah Perubahan sifat kimia dan elektrokimia yang penting pada tanah sawah menurut Situmorang et al., 2001 adalah: 1 Kehilangan oksigen, 2 reduksi atau penurunan potensial redoks Eh, 3 peningkatan pH tanah masam dan penurunan pH tanah alkalin, 4peningkatan daya hantar listrik DHL, 5 reduksi dari FeIII ke Fe II Eh = -0,185V dan Mn IV ke MnII Eh = 0,401V, 6 reduksi dari NO 3 - ke N 2 Eh = -0,741V, 7 reduksi SO 4 2- ke H 2 S Eh = -0,214 V, 8 peningkatan sumber dan ketersediaan N, 9 peningkatan ketersediaan P, Si, dan Mo, 10 pengaruh konsentrasi Zn dan Cu larut dalam air, dan 11 pembentukan CO 2 , CH 4 , dan hasil-hasil dekomposisi bahan organik, seperti asam organik dan H 2 S. commit to user 13

4. Unsur Hara P

Dokumen yang terkait

EFISIENSI SERAPAN P DAN K SERTA HASIL TANAMAN PADI (Oryza sativa L ) PADA BERBAGAI IMBANGAN PUPUK KANDANG PUYUH DAN PUPUK ANORGANIK DI LAHAN SAWAH PALUR SUKOHARJO

1 8 85

EFISIENSI SERAPAN N DAN HASIL TANAMAN PADI ( Oryza sativa L. ) PADA BERBAGAI IMBANGAN PUPUK ORGANIK DAN PUPUK ANORGANIK DI LAHAN SAWAH PALUR SUKOHARJO

0 3 58

PENGARUH PENAMBAHAN PUPUK ORGANIK KOTORAN SAPI DAN SERESAH GAMAL ( Gliricidia maculata ) TERHADAP KETERSEDIAAN DAN SERAPAN Ca DAN Mg TANAMAN PADI

0 16 63

PENGELOLAAN KADAR LENGAS TANAH VERTISOL DAN PEMANFAATAN PUPUK KANDANG SAPI YANG DIPERKAYA UNTUK MENINGKATKAN SERAPAN Fe DAN HASIL PADI BERAS MERAH ‘SEGRENG’

1 9 71

N TOTAL DAN SERAPAN N TANAMAN PADI PADA BERBAGAI IMBANGAN PUPUK ANORGANIK PUPUK KANDANG SAPI DAN SERESAH SENGON (Paraserianthes falcataria L )

0 2 2

EFISIENSI SERAPAN N SERTA HASIL TANAMAN PADI (Oryza sativa L.) PADA BERBAGAI IMBANGAN PUPUK KANDANG PUYUH DAN PUPUK ANORGANIK DI LAHAN SAWAH PALUR SUKOHARJO.

0 1 64

N TOTAL DAN SERAPAN N TANAMAN PADI PADA BERBAGAI IMBANGAN PUPUK ANORGANIK PUPUK KANDANG SAPI DAN SERESAH SENGON (Paraserianthes falcataria L.).

0 2 46

Pengaruh Pupuk Kandang Sapi dengan Biodekomposer dan Pupuk Anorganik terhadap Efisiensi Serapan K dan Hasil Tanaman Padi (Oryza Sativa L.) di Lahan Sawah Palur Sukoharjo

0 0 8

Efisiensi Serapan P dan Hasil Tanaman Padi (Oryza Sativa L.) pada Berbagai Imbangan Pupuk Kandang Puyuh dan Pupuk Anorganik di Lahan Sawah Palur Sukoharjo (Musim Tanam II)

0 1 8

Efisiensi Serapan S dan Hasil Padi dengan Pemberian Pupuk Kandang Puyuh dan Pupuk Anorganik di Lahan Sawah (Musim Tanam II)

0 2 10