Latar Belakang Masalah: PENDAHULUAN

1 1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah:

Sejak zaman dahulu transportasi merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam kehidupan manusia. Dari zaman manusia purba sampai di masa modern seperti sekarang ini manusia terus berupaya memecahkan permasalahan dalam transportasi yang semakin kompleks dalam perjalanan waktu. Hal ini dikarenakan manusia merupakan makhluk yang dinamis yang selalu bergerak mengatasi rintangan alam. Selain berhubungan dengan bidang sosial, transportasi juga memiliki hubungan erat dengan bidang ekonomi serta politik. Oleh karena itulah persoalan transportasi menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam kehidupan manusia dari masa ke masa. Hal inilah yang menjadikan manusia mampu membuat perahu untuk menyebrangi sungai serta menjinakkan hewan liar seperti kuda, kerbau, dan lainnya untuk ditunggangi. Penemuan manusia di bidang transportasi semakin berkembang semenjak ditemukannya roda oleh bangsa Sumeria guna menopang beban gerobak yang ditarik oleh hewan dan ditemukannya mesin uap oleh James Watt. 1 Penemuan kedua benda diatas merevolusi sarana transportasi dalam kehidupan manusia. Ditemukannya Roda membuat manusia mampu membawa barang lebih banyak karena dibantu oleh gerobak yang ditarik oleh hewan. 1 Dick, Howard, et al. Cities, Transport and Communications, The Integration of South East Asia since 1850, New York:2003. Hal. 48 2 2 Berbeda dengan sebelum ditemukannya roda dimana setiap orang hanya bisa membawa barang secara terbatas dengan tangannya. Sedangkan ditemukannya mesin uap oleh James Watt di Inggris tahun 1776 membawa perubahan besar dalam dunia industri, dimana dengan ditemukannya mesin yang mampu bergerak dengan menggunakan tenaga uap mulai menggantikan tenaga manusia dan hewan dalam kegiatan industri. Lahirnya kereta api uap secara langsung berhubungan dan mempengaruhi bidang sosial, ekonomi dan politik. Salah satu contoh nyata adalah persaingan antara perusahaan transportasi milik negara dengan perusahaan swasta serta hubungannya dengan kolonialisme. Kedua contoh tersebut bisa dilihat pada kemunculan kereta api uap di Hindia Belanda pada masa kolonial. Kemunculan kereta api uap di wilayah Asia dimulai oleh Inggris yang membangun jalur kereta api uap di India pada tahun 1853. Belanda adalah negara kedua yang membangun jalur kereta api uap di Hindia Belanda. Wilayah-wilayah lainnya yang menyusul adalah Jepang 1872, Cina 1875, Myanmar 1877, Turki 1888. Sementara wilayah lainnya di Asia Tenggara seperti Malaysia, Singapura, Thailand, Filipina baru menyusul sesudahnya. 2 Selesainya Perang Jawa tahun 1830, menjadi awal dimulainya usaha mengembalikan kas negara yang kosong karena perang. Akhirnya, muncul sebuah 2 Setijowarno, Djoko, “Moda Kereta Api Pantas Dilirik Kembali” dalam Jurnal Wacana, Menuju Transportasi Yang Manusiawi. Yogyakarta:2005, hal. 93 3 3 gagasan pelaksanaan kebijakan pertanian yang disebut dengan cultuurstelsel 3 atas usul Gubernur Jendral Johanes Van den Bosch. Selain cultuurstelsel, di wilayah Vorstenlanden seperti Yogyakarta dan Surakarta dikenal usaha sewa menyewa tanah lungguh kepada pihak swasta. Sistem ini diatur berdasarkan kesepakatan antara pihak koloni dan pihak yang menyewakan lahan guna dipakai untuk daerah perkebunan. 4 Hasil dari usaha-usaha di atas dengan cepat menutupi kas Belanda yang habis, bahkan Belanda mengalami surplus. Maraknya pertumbuhan daerah perkebunan serta kendala di bidang transportasi mengakibatkan munculnya keinginan untuk membangun jalur kereta api. 5 Dimulai dari usul seorang kolonel yang bernama Jhr. Van Der Wijk pada tahun 1840, pembangunan jalur kereta api uap mulai terealisasi tanggal 7 Juni 1864. Rutenya dimulai dari Semarang menuju Tanggung, Grobogan. Dengan diawali pencangkulan tanah oleh Gubernur Jendral Baron Sloet van den Beele 3 Sulistyo, Bambang, Pemogokan Buruh Sebuah Kajian Sejarah, Yogyakarta:1995 Hal. 9. Masa pemberlakuan sistem tanam terkoordinasi antara pusat sampai daerah pelosok. Dimana rakyat tidak lagi menyerahkan uang melainkan hasil bumi yang laku di pasaran dunia dan bisa diekspor Belanda. Karena hal tersebut nantinya sistem ini akan dikenal sebagai sistem Dwang Stelsel tanam paksa. 4 J. H, Houben, Vincent, Keraton dan Kompeni, Yogyakarta:2002 Hal.512-524. Sebelum dimulainya pembangunan kereta api di Pulau Jawa, Hindia Belanda mengalami masa Cuultuurstelsel. Hanya Yogyakarta dan Surakarta wilayah yang tidak mengalaminya. Sebaliknya, pemerintah maupun pengusaha Belanda dapat menyewa lahan milik pegawai Kraton sesuai dengan syarat dan ketentuan yang disepakati kedua belah pihak. 5 Mrazek, Rudolf, Engginers of Happy Land: Perkembangan Teknologi dan Nasionalisme di Sebuah Koloni, Jakarta:2006 Hal. 9 4 4 sebagai penanda dimulainya pembangunan jalur kereta api uap dan konstruksi jalurnya yang dipegang oleh Nederlandsch-Indisch Spoorweg Maatscappij NISM 6 , perusahaan swasta yang bergerak dalam usaha kereta api uap. Pembangunan jalur tersebut terus melebar dari Semarang menuju daerah-daerah perkebunan inti yang menjadi penyokong kelangsungan Hindia Belanda. Rute Semarang-Tanggung dibuka tanggal 10 Februari 1870. Bersamaan dengan tanggal tersebut, jalur kereta api uap telah menembus Surakarta walaupun proyek ini sempat mengalami masalah keuangan. Akhirnya tanggal 10 Juni 1872, jalur yang menuju Yogyakarta berhasil diselesaikan. Kehadiran transportasi kereta api uap ini menjadi bukti bagaimana Belanda membutuhkan modal yang sangat besar untuk menyangga jalannya kolonialisme di Hindia Belanda. 7 Kemunculan awalnya yang diusulkan oleh seorang pegawai militer menandakan peran politik dari jalur kereta api uap tersebut guna memadamkan sisa-sisa laskar Pangeran Diponegoro yang masih tersebar di wilayah sekitar Semarang, Kedu, Bagelen, hingga Banyumas 8 , selain dari peran ekonominya 6 Selanjutnya disingkat NISM dalam karya ini. NISM pula yang membangun jalur Batavia-Buitenzorg sepanjang 54 Km. Pembangunan jalur kereta api uap di Jawa akhirnya diserahkan oleh perusahaan swasta karena pihak pemerintah Belanda masih belum memiliki dana yang cukup. Selain itu, ada kemungkinan Belanda merasa perlu melakukan uji coba yang dilakukan oleh perusahaan swasta ini untuk mengetahui seberapa efektif dan menguntungkan kehadiran moda transportasi yang tergolong baru ini, sebelum Belanda ikut terjun dalam usaha pembangunan jalur dan stasiun kereta api uap di Hindia Belanda. 7 Caldwell, Malcolm, Utrecht, Ernst, Sejarah Alternatif Indonesia, Yogyakarta:2011 Hal. 76 8 Subarkah, Imam, Sekilas 125 Tahun Kereta Api Kita, Bandung:1992 Hal. 5 5 5 setelah munculnya industri perkebunan dan pertanian yang dikelola oleh orang- orang Belanda. 9 Yang unik dalam pembangunan jalur dan stasiun kereta api uap di Hindia Belanda adalah pembangunannya yang menghubungkan daerah hulu sebagai daerah inti pemasok hasil perkebunan komoditas ekspor hingga bermuara ke pelabuhan-pelabuhan terdekat sebelum akhirnya barang muatan tadi dikapalkan dan dijual ke pasar internasional. 10 Kemunculan jalur kereta api uap beserta stasiun-stasiunnya di Yogyakarta tumbuh bersamaan dengan semakin meningkatnya usaha sewa menyewa tanah lungguh pada masa pemerintahan Sultan Hamengkubuwana VII. Tanah-tanah tersebut disewakan untuk menanam komodititas ekspor yang laku di pasaran dunia, seperti tembakau, kopi, nila, serta primadona ekspor wilayah ini, tebu. 11 Banyaknya perkebunan swasta dari hasil persewaan tanah menimbulkan masalah dalam pengangkutannya menuju pelabuhan Semarang. Pada masa ini, 9 Supangkat, Eddy, Ambarawa Kota Lokomotif Tua, Salatiga:2008 Hal. 2. Sama seperti di Semarang, dimana di sana terdapat banyak sekali perkebunan- perkebunan swasta kepunyaan pihak asing yang jumlahnya mencapai 80 buah lebih. 10 Dick, Howard Rimmer, Peter J., Cities, Transport and Communications NewYork:2003 Hal. 64. Disini dijelaskan bagaimana dalam struktur rel kereta api di Asia Tenggara, pasti menghubungkan antara daerah pedalaman hinterland menuju kota-kota pelabuhan sebagai upaya negara-negara penjajah untuk memasarkan hasil bumi dari negara jajahannya ke pasar dunia. 11 Zuhdi, Susanto, Cilacap 1830-1942, Bangkit dan Runtuhnya Suatu Pelabuhan di Jawa, Jakarta:2002 Hal. 44. Tercatat pabrik-pabrik gula di Yogyakarta berada di bagian barat Yogyakarta, sebut saja daerah Rewulu, Klaci, Sedayu dan Sewugalur. 6 6 untuk mengangkut hasil bumi dipergunakan alat transportasi tradisional seperti gerobak, cikar, maupun andong yang masih ditarik sapi, kerbau, atau kuda. Ada berbagai resiko yang dihadapi, baik dalam segi waktu, keamanan, kualitas dan kuantitas barang yang dikirim. Karena pertimbangan tersebut, ditambah dengan persaingan Belanda dengan negara kolonial lainnya di Asia Tenggara membuat Belanda merasa perlu untuk membangun jalur kereta api uap di Yogyakarta. Sebagai kelanjutan dari pembangunan stasiun dan jalur kereta api uap dari Semarang, dibangunlah stasiun Lempuyangan oleh NISM tanggal 2 Maret 1872. Jalur Semarang-Yogyakarta terhubung tanggal 10 Juni 1872. Melihat keuntungan yang didapat oleh NISM, Pemerintah Kolonial Belanda mulai tertarik untuk menjajaki usaha transportasi kereta api uap. Pemerintah pusat merasa perlu memaksimalkan keuntungan yang didapat dengan membangun jalur-jalur kereta api yang menghubungkan kota Yogyakarta dengan kota-kota lainnya. Hasil dari keputusan tersebut adalah selesainya pembangunan Stasiun Tugu Yogyakarta tanggal 12 Mei 1887 dibawah kendali perusahaan kereta dan trem negeri Belanda, De Staatspoor en Tramwegen SS. 12 Dipilihnya Yogyakarta pada tahun 1887 sebagai unsur spasial dan temporal karena Yogyakarta pada masa itu memiliki usaha sewa menyewa tanah lungguh yang terus meningkat hingga pada masa pemerintahan Sultan Hamengkubuwana VII. Dengan banyak persewaan tanah oleh investor Belanda menyebabkan munculnya kebutuhan akan pengadaan alat transportasi yang cepat, 12 Ballegoijen de Jong, Michiel van, Spoorwegstations Op Java, Amsterdam:1997. Hal 146. Selanjutnya akan disebut SS dalam karya ini. 7 7 aman, dan efektif untuk mengantarnya ke pelabuhan terdekat sebelum menuju pasar dunia. Peluang ini menjadi rebutan antara SS dan NISM dalam mendapatkan keuntungan sebanyak-banyaknya. Sedangan dipilihnya Stasiun Tugu sebagai objek dari karya ini karena keunikan yang dimilikinya dimana stasiun milik pemerintah tersebut muncul di tengah-tengah masa liberalisme yang memberikan peran lebih pada golongan swasta dalam bidang ekonomi sedangkan peran pemerintah hanya terbatas pada bidang pemerintahan dan pembuat kebijakan. Apalagi stasiun tersebut muncul di tengah kota Yogyakarta yang dekat sekali dengan Stasiun Lempuyangan yang dimiliki oleh NISM. Selain itu, terdapat lebih dari satu kepentingan dalam pembangunan Stasiun Tugu. Tidak hanya dari pemerintah Belanda yang memutuskan membangun Stasiun Tugu untuk ikut serta dalam persaingan dengan Stasiun Lempuyangan yang dimanajemeni oleh NISM. Keraton Yogyakarta ikut serta dengan peran yang bahkan cukup vital. Hal ini dikarenakan dari keinginan Keraton Yogyakarta dalam mengundang investor asing untuk menanam modal di tanah-tanah lungguh yang disewakan. 13

B. Perumusan Masalah