110
D. Asesmen Person-In-Environment PIE dan Sistem
Klasifikasi
Tahap terdepan dan lebih maju yang lebih terstruktur dan seragam adalah penerapan dari perspektif the person-in-
environment PIE yang mewakili perspektif ekologis dan teori
sistem adalah pengembangan PIE assessment dan sistem klasifikasi classification system di tahun 1980-an. Sistem
tersebut dikembangkan oleh satuan tugas NASW dalam merespon dua hal. Pertama, sistem klasifikasi model medis the
Diagnostic Statistial Manual DSM yang telah banyak
digunakan dalam pelayanan kemanusiaan, namun dalam sistem tersebut faktor-faktor lingkungannya masih terbatas dalam
memahami perilaku manusia, sehingga membatasi para praktisi pekerja sosial dalam analisisnya tentang faktor-faktor
lingkungan yang berkontribusi terhadap permasalahan klien. Kedua, evolusi teori sistem, perspektif ekologis, dan the Life
Model Practice yang memunculkan kebutuhan akan practice
tool untuk implementasi kontruksi kerangka teoritis dari the
person-in-environemnt Karls Wandrei, 1997.
Sistem PIE digunakan oleh para praktisi untuk mengases keberfungsian klien dalam lingkungannya, dan
111
menyebutkan kesulitan-kesulitannya, demikian pula dengan kekuatan-kekuatannya.
Fokusnya pada
keberfungsian function
dan ketidakberfungsian
dysfunction atau
keseimbangan balance dan ketidakseimbangan imbalance antara orang dan lingkungannya. Keberfungsian sosial
diidentifikasi dan diilustrasikan dalam istilah-istilah social role performance
memenuhi memerankan peran-sosial. Social role performance
dipahami sebagai suatu kemampuan untuk memenuhi harapan-harapan peran lintas multi peran dari
kehidupan klien. Sistem PIE menyediakan suatu cara untuk menganalisa kompleksitas kehidupan klien termasuk aspek
biologis, psikologis, fisik dan sosial. Ini merupakan gambaran terbaik sebagai metode untuk memahami keseluruhan
permasalahan yang kompleks. Sistem klasifikasi deskriptif ini terdiri dari empat faktor dimana praktisi pekerja sosial
melakukan asesmen. Dalam melakukan asesmen, pekerja sosial mengidentifikasi dan menggambarkan fungsi sosial klien atas
empat faktor tersebut.
112
Tabel 3 PIE System Factors FACTORS I:
Permasalahan klien dalam keberfungsian sosial, dan juga kapasitas klien dalam
mengatasi permasalahan
FACTORS II: Permasalahan yang muncul dari lingkungan
klien yang berdampak pada keberfungsia sosial klien
FACTORS III: Beberapa
masalah kesehatan
yang mengganggu keberfungsian klien; dan
FACTORS IV: Beberapa masalah fisik
Sumber: Karls Wandrei, 1994
Sistem PIE akan menghasilkan suatu pernyataan deskriptif dan pengkodean permasalahan keberfungsian sosial
dan lingkungan klien. Intervensi pekerjaan sosial tepat manakala
asesmen PIE
membuka upaya
perbaikan keberfungsian peran dalam klien dan lingkungan yang
berdampak negatif pada keberfungsian sosial klien. Kesulitan- kesulitan yang dialami dan lama waktu dari ketidakberfungsian
klien juga patut dicatat merupakan keterampilan-keterampilan coping
klien. Kode-kode penugasan yang menunjukkan kondisi lintas 4 empat faktor, memunculkan bahasa praktek yang
sama tentang komunikasi lintas setting lembaga dan para praktisi Karls Wandrei, 1994. Masing-masing faktor
113
mengkaji dimensi yang berbeda dari kehidupan klien, dan setiap dimensi merujuk pada sebuah ‘axis’. Sebagai contoh,
sebuah asesmen terhadap faktor I akan menghasilkan kode axis I dan gambaran dari kemampuan klien untuk berfungsi dalam
peran-peran kehidupan
mereka, asesmen
faktor II
memunculkan sebuah kode dan gambaran tentang orang atau kejadian dalam suatu lingkungan klien yang mengganggu
keberfungsian klien, dan ini dikenal sebagai axis II; faktor II mengases status kesehatan mental klien sepanjang axis III
menggunakan DSM IV, dan faktor IV atau kode dan gambaran axis IV merefleksikan tantangan-tantangan fisik dari klien.
Signifikansi dari sistem klasifikasi PIE yaitu bahwa kondisi tersebut berhubungan dengan pengembangan konsep,
teori dan model-model pekerjaan sosial dengan praktek pekerjaan sosial melalui penyediaan sebuah tool praktek
asesmen. Harapannya, dengan semakin mengenali dan akrab dengan model ini akan semakin mengarahkan pemanfaatan
asesmen kontekstual yang makin sering dalam praktek, serta setidaknya mengurangi asesmen yang terlalu fokus pada
kekurangan individual.
114
E. Perspektif Kekuatan