Etika dan Nilai DASAR PENGETAHUAN PEKERJAAN SOSIAL.

57 mampu menemukan sumber-sumber pemecahan sendiri, dan seterusnya; singkatnya, suatu bentuk pemberdayaan. • Supportive. Ini merujuk pada penegasan akan nilai dan penghargaan terhadap klien, sifat bagi orang yang peduli dan yang terlibat dalam situasi tersebut. Kategori tersebut bukanlah merupakan batasan yang tegas dan kaku, tetapi dapat dimanfaatkan sebagai ulasan singkat atas beragam intervensi dan sebagai titik awal untuk bahan pertimbangan lebih jauh lagi.

G. Etika dan Nilai

Dalam bekerja dengan orang lain, kita masuk pada kompleksitas dunia interaksi dan struktur. Kondisi tersebut akan mengarah pada hasil positif bagi semua hal atau sebaliknya mengarah pada kacau balaunya situasi situasi kontra produktif. Konsekuensinya, kita harus mengenali potensi pekerjaan sosial sebaik mungkin agar tidak melukai pihak lain. Inilah yang menghantarkan akan perlunya 58 pendekatan ethical, suatu persoalan moralitas dan nilai-nilai yang perlu dipertimbangkan. Hal tersebut bukan berarti bahwa pekerja sosial harus ahli dalam filosofi moral, tetapi artinya kita harus benar-benar jelas mengenai nilai-nilai yang berkenaan dengan hal-hal sebagai berikut: • Nilai-nilai kita sendiri dan cara-cara nilai-nilai tersebut mempengaruhi praktek pekerjaan sosial; • Nilai-nilai profesional pekerjaan sosial dan bagaimana hal tersebut dapat atau tidak memperkuat praktek; • Bahaya-bahaya yang akan timbul jika tidak mengindahkan dimensi nilai-nilai dan etik praktek. Persoalan nilai, etik dan etika merupakan wilayah yang kompleks, dan oleh karenanya kita harus realistis dan menerima bahwa dimensi etik pekerjaan sosial merupakan sesuatu yang akan terus beriringan-berdampingan dalam praktek pekerjaan sosial, lebih dari sekedar diatasi. Pemahaman akan isu nilai menjadi komponen penting dari basis pengetahuan pekerjaan sosial. Tujuan intervensi yang baik dengan metode keterampilan pekerjaan sosial yang 59 canggih, belum tentu akan berhasil baik jika mengabaikan nilai-nilai dan etika praktek pekerjaan sosial. Oleh karenanya, pengetahuan knowledge, metode dan keterampilan skill, serta sikap-sikap attittude sebagai wujud dari nilai-nilai etik; dalam praktek pekerjaan sosial merupakan bagian yang tidak terpisahkan. 60 3 ALASAN DIALEKTIKAL Konsep dialektikal merupakan istilah filsafat. Kata dialektika seiring dengan kata kata dialog yang berarti komunikasi dua arah. Sebenarnya istilah ini telah ada sejak masa Yunani ketika diperkenalkan dalam pemahaman bahwa segala sesuatu berubah panta rei. Kemudian Hegel menyempurnakan konsep dialektika dan menyederhanakannya dengan memaknai dialektika ke dalam trilogi tesis, anti-tesis dan sintesis; kemudian dari sintesis akan memunculkan tesis baru, begitu seterusnya. Menurut Hegel tidak ada satu kebenaran yang absolut karena berlaku hukum dialektik, yang absolut hanyalah semangat revolusionernya perubahanpertentangan atas tesis oleh anti-tesis menjadi sintesis. Dalam konteks pengetahuan-pengetahuan untuk praktek pekerjaan sosial, maka istilah filsafat tersebut merujuk pada perlunya memahami fenomena sosial dan fenomena lainnya secara dinamis. Artinya, dalam rangka mencoba memahami dunia sosial tersebut terdapat kategori yang relatif tetap atau 61 keyakinan yang tidak akan pernah berubah, hal ini perlu untuk menghargai kehidupan sosial yang dicirikan sebagai berikut: • Konflik conflics. Kekuatan-kekuatan penentang dan kelompok-kelompok kepentingan terhadap dominasi, dan sehingga kehidupan sosial tidak akan pernah dalam keadaan stabil dan selalu berdasar pada konsensus. Sebagai contoh, orang dengan perspektif yang berbeda mengenai penyediaan layanan kesejahteraan akan berupaya mempengaruhi kebijakan dan praktek-praktek sehingga diharapkan sesuai dengan garis perspektif dan nilai mereka sendiri . • Interaksi interaction. Faktor-faktor dunia sosial tidak akan duduk berdampingan dengan nyaman—mereka saling berinteraksi, dan saling pengaruh satu sama lain. Contohnya pasar ekonomi akan dipengaruhi oleh media, tetapi media juga dipengaruhi oleh pasar, akan begitu seterusnya. • Perubahan atau Fluktuasi change or flux. Masyarakat akan secara konstan terus berubah. Dengan demikian, sangatlah jelas bahwa stabilitas adalah bentuk perubahan yang sangat lambat. Namun demikian 62 terdapat sesuatu tidak berubah setiap waktu, karena manusia memelihara dan mempertahankannya. contohnya, ritual peribadatan. Di dunia ini segala sesuatu mahluk Tuhan tercipta secara berpasang-pasangan, baik mahluk yang terlihat tangible maupun yang intangible. Besar-kecil, kaya-miskin, perang- damai, siang-malam, terang-gelap, dan seterusnya; sehingga sudah menjadi hukum alam apabila setiap proses-proses sosial baik konflik, interaksi dan perubahan tersebut sesungguhnya sedang berupaya mencari keseimbangan baru. Implikasi utama dari alasan dialektis adalah bahwa kita seharusnya mengakui bahwa basis pengetahuan pekerjaan sosial adalah: • Contested tantangan. Akan selalu terdapat penjelasan menantang tentang apa yang relevan dan apa yang penting. Ini bukan sekedar sebuah cakupan kasus definitif “keyakinan” yang dapat diterima oleh siapapun. • Interactive interaktif. Perbedaan elemen-elemen dasar pengetahuan akan mempengaruhi satu sama lain. Sebagai contoh, meski faktor-faktor sosiologis dan 63 psikologis dapat dipelajari secara berbeda, dalam prakteknya akan saling berinteraksi dan mempengaruhi satu sama lain. • Changing berubah. Pengetahun terus tumbuh dan berkembang, dengan gagasan-gagasan dan tekanan- tekanan baru, sementara lainnya akan tertinggal di belakang. Dengan alasan-alasan tersebut, dan alasan lainnya, bahwa para pekerja sosial seharusnya tetap konsisten mengikuti perkembangan isu-isu teoritisbasis pengetahuan, sehingga mereka akan dapat memanfaatkan pengetahuan terbaik mereka. Sheafor Horejsi 2003:82 mengemukakan bahwa terdapat tiga jenis kerangka praktek yaitu berdasarkan perspektif, teori dan model. Payne 2014, menjelaskan jenis teori praktek sebagai berikut: 64 Dari gambar tersebut, maka dapat dijelaskan sebagai berikut: • Perspektif menunjukkan cara-cara berfikir mengenai dunia berdasarkan nilai-nilai dan prinsip yang konsisten. • Perspektif membantu anda untuk menerapkan seperangkat pemikiran yang terkait dengan kejadian atau isyu. • Penerapan perspektif yang berbeda akan membantu anda untuk melihat situasi dari sudut pandang yang berbeda 65 Pejelasan gambar di atas, bahwa pengelolaan batang tubuh pengetahuan secara dengan cara sistematis sehingga anda dapat fokus dan dapat memilih pengetahuan yang dibutuhkan untuk praktek dalam situasi berbeda 66 Model: Suatu model, yaitu: • Suatu pola ekstrak tentang aktifitas praktek dan menggambarkan kejadian praktek dalam bentuk terstruktur. • Model akan membantu konsistensi praktek kita dalam situasi yang luas. • Model membantu anda untuk men-strukturkan dan mengorganisasi mengelola bagaimana pendekatan rumit anda diterapkan. situasi Aksi 1 Aksi 2 Aksii 3 Hasil 67 Sedangkan suatu teori penjelasan yaitu: • Lebih dalam dari model dengan memperhitungkan sebab-sebab hasil suatu aksi atau konsekuensi- konsekuensi khusus yang terjadi dan mengidentifikasi mengetahui situasi penyebabnya. • Lebih merupakan penjelasan kausal dari setiap aksi dan situasi yang terjadi Sedangkan yang dimaksud dengan kerangka praktek practice framework itu sendiri, terdiri dari seperangkat kepercayaan dan asumsi tentang bagaimana, kapan, dan pada kondisi apa orang dan sistem berubah serta apa yang pekerjaan sosial lakukan untuk memudahkan pemenuhan kebutuhan dan keinginan perubahan sistem. Beberapa kerangka praktek mungkin lebih fokus pada perubahan individu, sementara lainnya fokus pada keluarga, kelompok kecil, organisasi aau masyarakat. Selanjutnya Sheafor Horejsi 2003:82-83, mengemukakan bahwa sebuah kerangka praktek semestinya memenuhi kriteria sebagai berikut: 68 1. Sebaiknya konsisten dengan tujuan, nilai-nilai, dan etika profesi 2. Sebaiknya mampu dikomunikasikan dengan lainnya dalam arti, konsep-konsep, prinsip-prinsip, dan asumsi-asumsi semestinya tergambarkan dan terdefinisikan dengan jelas 3. Sebaiknya dapat dimengerti oleh orang awam artinya, sebagian besar klien atau relawan mampu memahami keterkaitan kerangka perhatiannya dengan pengalaman hidupnya. 4. Mampu membantu pekerja sosial menganalisa dan memahami kompleksitas dan situasi chaotic lainnya. 5. Mampu memandu dan mengarahkan, sepanjang berbagai dan banyak fase dari proses perubahan tersebut. 6. Sebaiknya mendasarkan pada landasan empiris artinya, berbasiskan pada fakta dan pengamatan hati-hati dan sistematis. Karena begitu luasnya dan ragamnya seting praktek, jenis-jenis klien dan situasi yang ditangani oleh para pekerja sosial, 69 sehingga tidak mungkin mengidentifikasi sebuah kerangka praktek pekerjaan sosial tunggal yang dapat mencakup semua hal tersebut. Sheafor Horejsi 2003 mengemukakan, bahwa suatu kerangka praktek setidaknya dapat memenuhi harapan klien jika hal tersebut mendorong pekerja sosial untuk melakukan hal-hal sebagai berikut: • Fokus pada faktor-faktor, isu-isu dan kondisi-kondisi tertentu yang secara fakta mampu diubah atau diganti dimana klien dan pekerja sosial dapat pengaruhi atau kendalikan. • Menangani baik faktor personal dan lingkungan dalam situasi klien misalkan, memandang anak-anak dalam kontek keluarganya dan keluarga dalam konteks ketetanggaan dan masyarakatnya • Membangun sebuah relasi yang kuat dan kolaboratif bersama klien dengan berdasaarkan saling percaya dan pada empati, harga diri, rasa sayang dan panggilan calling untuk membantu klien. • Mendorong dan memastikan klien untuk membuat putusan atas sasaran-sasaran intervensi dan metode- 70 metode yang digunakan untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut. • Mengakui dan membangun kekuatan klien dan hindari konsentrasi hanya fokus pada keterbatasan, penyimpangan, dan patologis. • Bersikap proaktif dan mampu menjangkau klien dengan ajuan layanan yang mungkin dapat klien pertimbangkan relevansi dan manfaatnya. • Menawarkan pelayanan-pelayanan dan memanfaatkan pendekatan–pendekatan yang sesuai congruent dengan nilai-nilai, budaya dan agama klien. • Menawarkan layanan-layanan yang memungkinkan klien mampu untuk menjangkaunya baik waktu maupun biayanya yang lebih masuk akal. • Memperoleh pencapaian keberhasilan sesegera mungkin sebagai upaya untuk menunjukkan kemanfaatan dari intervensi dan memelihara motivasi klien. • Mendorong kebersamaan dan kelompok-kelompok kemandirian klien yang ada dan potensial tersedia dalam lingkungannya . 71 • Memfasilitasi pengembangan pengetahuan dan keterampilan klien yang akan mengurangi kebutuhan atau ketergantungannya agar mandiri pada bantuan- bantuan profesional dan sumber-sumber formal di masa yang akan datang. Selanjutnya Sheafor Horejsi 2003 mengemukakan, bahwa sebuah kerangka praktek praktek semestinya menyediakan modifikasi perilaku secara mendetail yang mampu memandu implementasi perubahan perilaku, tetapi juga dapat digunakan untuk perilaku khusus yang akan menjadi fokus intervensi. Perhitungkan pertimbangan klien dan diri pekerja sosial; dengan mengajukan beberapa pertanyaan yang perlu dipertimbangkan ketika memilih sebuah kerangka praktek bagi para pekerja sosial, sebagai berikut : 1. Sistem klien dengan kerangka apa yang akan ditangani? Apakah kerangkanya fokus pada individu? Pasangan? Unit keluarga? Kelompok kecil? Organisasi? Komunitas? 2. Jenis perubahan klien apa yang diharapkan? Semisal, perubahan nilai atau sikap? Perubahan dalam perilaku? 72 Perluasan atau penambahan pengetahuan? Akses pada sumber-sumber baru? Peningkatan keterampilan baru? 3. Apakah kerangka prakteknya menawarkan sebuah penjelasan tentang bagaimana dan mengapa perubahan terjadi? 4. Ketika menerapkan kerangka praktek, apa peran dari pekerja sosial? Contohnya, apakah pekerja sosial berperan sebagai Penasehat? Guru? Konselor? Broker pelayanan-pelayanan? Case manager? Administrator? Perencana? Peneliti? Advocate? 5. Apa asumsi implisit atau eksplisist berkenaan dengan hubungan profesional dan klien? Misalkan, pertimbangan perbedaan asumsi dari beberapa teori: a. Clients as objects. Profesional atau pekerja sosial adalah sebagai ahli dan tahu apa yang harus dilakukan; klien diharapkan dan didorong untuk melakukan sesuatu atas apa yang profesional ‘terbaik’ lakukan bagi mereka. b. Clients as recipients. Profesional atau pekerja sosial membentuk dan mengendalikan pelayanan-pelayanan yang dibutuhkan oleh klien; klien diharapkan memanfaatkan 73 pelayanan yang telah diberikan baginya sebagai bentuk tindakan kesediaan untuk bekerja sama dan sikap apresiatif. c. Client as resources. Profesional atau pekerja sosial memandang bahwa klien adalah yang paling tahu posisinya untuk mengetahui apa yang mereka butuhkan serta apa yang akan dan tidak akan ia dikerjakan. Maka, para pekerja sosial perlu secara aktif memunculkan gagasan- gagasan klien tentang permasalahan yang mereka hadapi dan kemungkinan-kemungkinan solusinya. Pemikiran dan putusan-putusan klien sangat dihargai dan diharapkan. 6. Bagaimana keseimbangan kekuatan dalam hubungan klien-pekerja sosial? Misalkan, apakah pekerja sosial memandang klien sebagai teman? Sebagai Ahli? Sebagai pihak berwenang? Sebagai penasehat? Sebagai Konsultan? Sebagai mitra? Atau sebagai kolega? 7. Apa media komunikasi utama yang digunakan? Apakah kerangka prakteknya cukup dikomunikasikan secara verbal? Atau diekspresikan melalui seni dan permainan? Melalui penulisan dan bacaan? Atau 74 melalui komunikasi yang terukur dan terencana atau tidak terencana dan pertukaran tanpa aturan yang jelas? 8. Apakah kerangka prakteknya saat digunakan akan tepat dan efektif, atau tidak tepat dan tidak efektif? Apakah tersedia data yang mendukung? 9. Apakah kerangka praktek dapat mengidentifikasi jenis- jenis klien atau suatu situasi yang kemungkinan saat digunakan dapat membahayakan klien? 10. Apakah kerangka praktek tersebut mengakui pentingnya latar budaya atau etnik klien serta nilai-nilai agama dan atau keyakinan? Dapatkah kerangka praktek tersebut diadaptasi dengan beragam latar belakang klien? 11. Apakah kerangka praktek tersebut menggambarkan setting atau konteks organisasi yang diperlukan guna efektifitas aplikasi? Apakah lembaga prakteknya berbasis lembaga? Atau sebuah praktek privat? Apakah klien akan bersedia datang ke lembaga? Atau apakah klien lebih suka di rumah? 12. Apakah kerangka praktek dapat diterapkan ketika jenis kliennya bersifat involuntary atau atas perintah 75 pengadilan? Saat kapan klien akan bersikap tidak kooperatif? 13. Apakah kerangka praktek yang memberikan penjelasan bagaimana kesamaan dan perbedaannya dengan kerangka umum yang biasa digunakan? 14. Apakah kerangka praktek penerapannya memerlukan seperangkat teknik yang unik atau membutuhkan teknik-teknik yang secara umum sama sebagaimana digunakan dalam kerangka praktek lainnya? 15. Apakah kerangka prakteknya mengabaikan klien atau situasi-situasi khusus, baik secara eksplisit atau implisit? Misalkan, bagaimana dengan orang yang tidak bisa berbahasa Indonesia dengan baik? Bagaimana dengan orang tidak bisa baca-tulis? Individu yang tidak bisa bertemu dengan seorang profesional di kantor dalam waktu kerjanya ? Seseorang yang tidak mampu membayar? Seseorang yang sangat membutuhkan pangan, sandang, papan, perlindungan, perawatan kesehatan dan seterusnya? Individu yang memiliki keterbatasan fisik, daya sensorik atau intelektual? 16. Apakah kerangka prakteknya menekankan pentingnya agar klien tetap bersama dalam jaringan keluarganya 76 atau sosialnya? Atau kerangkanya, mengalihkan klien dari pengaruh keluarga, sahabat atau lingkungan terdekan klien lainnya. Proses penentuan suatu kerangka praktek dengan berlandaskan teori juga akan dipengaruhi secara subyektif para pekerja sosialnya. Faktor subyektifitas dalam proses pemilihan kerangka tersebut bergantung pada bekal pengalaman dan pengetahuan yang diperolehnya. Sebagai contoh, pendidikan pekerjaan sosial di Indonesia yang dilaksanakan oleh beberapa perguruan tinggi, masih memiliki kurikulum yang beragam, sehingga menghasilkan lulusan dengan kemampuan kompetensi sebagai pekerja sosial profesional yang berbeda- beda pula. Kondisi ini sudah coba diantisipasi dan terus diupayakan melalui Ikatan Pendidikan Pekerjaan Sosial Indonesia IPPSI, dengan melakukan berbagai kegiatan lokakarya kurikulum pendidikan pekerjaan sosial. Penentuan dan penetapan mata kuliah atau bahan kajian utama untuk pendidikan pekerjaan sosial yang sama untuk semua Program Studi Kesejahteraan Sosial di berbagai perguruan tinggi di Indonesia. Tentunya kesamaan kurikulum tersebut tidak menghilangkan kekhasan dari masing-masing perguruan tinggi 77 tersebut. Bahkan kekhasan masing-masing program studi di masing-masing perguruan tinggi didorong tetap dipelihara. Faktor subyektifitas sendiri dalam penentuan kerangka praktek tidaklah cukup. Pertanyaan-pertanyaan sebelumnya ada 16 pertanyaan dari Sheafor Horejsi 2003, sebetulnya dapat memandu para pekerja sosial dalam memilih kerangka praktek atau teori yang tepat atau sesuai. Pengembangan suatu referensi kerangka praktek menuntut pertimbangan pemikiran dari berbagai perspektif, teori, dan model yang akan membentuk unjuk kerja perfomance pekerja sosialnya. Pada awal membangun sebuah referensi kerangka praktek, pekerja sosial mungkin akan melakukan penentuan secara terbatas jumlahnya. Namun seiring berjalannya waktu dan berkembangnya pengetahuan dari banyaknya pengalaman praktek, pekerja sosial tersebut mungkin dapat menentukan kebutuhan praktek yang fit bagi klien dan lembaganya. 78 4 MEMANFAATKAN PENGETAHUAN Memiliki pengetahuan adalah sesuatu hal, tetapi mampu menggunakan dan memanfaatkannya dalam praktek adalah hal lain. Pekerjan sosial semestinya tidak underestimate akan keterampilan-keterampilan sebagai pemanfaatan pengetahuan tersebut dalam praktek, serta mengintegrasikan teori dan praktek. Dalam upaya memanfaatkan pengetahuan kita harus mampu: • Select memilih. Pekerja sosial tidak dapat menggunakan semua pengetahuan dalam satu waktu Meski demikian pekerja sosial seringkali akan cenderung menggunakan sebanyak mungkin pengetahuannya tanpa disadarinya. Pekerja sosial seharusnya mampu memutuskan aspek basis pengetahuan mana yang harus dikedepankan dalam situasi tertentu. Dalam rangka melakukan hal tersebut, pekerja sosial harus memperoleh kejelasan terlebih dahulu tentang apa yang akan dicapai sehingga mereka 79 dapat menentukan elemen-elemen pengetahuan mana yang relevan, sesuai kepentingan proses dan sistematika praktek pekerjaan sosial. • Integrate Terpadu. Penerapannya pada dua level. Pertama, terdapat perbedaan alur pengetahuan yang harus diintegrasikan sebagai contoh, pengetahuan psikologis, sosiologis, dan filosofis, sehingga terdapat keterkaitan dan penyesuaian dari masing-masing pengetahuan tersebut. Kedua, harus memadukan antara teori dan praktek, untuk memastikan bahwa pengetahuan formal dapat diadaptasi atau disesuaikan agar cocok fit dengan situasi khusus yang sedang ditangani—teori harus ditautkan atau dibuat terukur, daripada dibiarkan menggantung terpisah parsial. • Reflect memantulkan. Tentunya tidak cukup mudah menggunakan pengetahuan dan kemudian meninggalkannya. Pekerja sosial kemudian perlu merefleksikan setiap tindakannya dan konsekuensi- konsekusnsi yang ditimbulkannya, sehingga pekerja sosial dapat belajar darinya dan menyesuaikan rencana tindakannya setepat mungkin. Penting untuk dicatat, bahwa gerakan “refleksi praktek” merupakan sesuatu 80 hal penting ketika menggunakan pengetahuan perpektif, teori dan model dalam praktek. Pertimbangan pemanfaatan pengetahuan dalam praktik select, integrate, reflect , sebenarnya merupakan isu yang sangat penting. Khususnya pada elemen yang ketiga yaitu “reflective practice ”. Padahal kemampuan reflektif dari pekerja sosial akan apa yang telah dilakukannya sebagai sikap untuk mawas diri dan evaluasi diri dari setiap praktek pekerjaan sosial. Penting bagi para pekerja sosial untuk mau mengkoreksi dan memperbaiki diri atas apa yang dilakukan sebelumnya, agar di masa depan tidak terjadi kesalahan yang sama, atau makin meningkatkan efektifitas dan performance pekerjaan sosial.

A. Reflective Practice Praktek Reflektif