Gambaran Umum Puisi “Seonggok Jagung”
Seonggok jagung di kamar dan seorang pemuda.
Ia siap menggarap jagung Ia melihat kemungkinan
otak dan tangan siap bekerja.
Tetapi ini: Seonggok jagung di kamar
dan seorang pemuda tammat S.L.A. Tak ada uang, tak bisa menjadi mahasiswa.
Hanya ada seonggok jagung di kamarnya. Ia memandang jagung itu
dan melihat dirinya terlunta-lunta. Ia melihat dirinya ditendang dari discotique.
Ia melihat sepasang sepatu kenes di balik etalage. Ia melihat saingannya naik sepeda motor.
Ia melihat nomor-nomor lotre. Ia melihat dirinya sendiri miskin dan gagal.
Seonggok jagung di kamar tidak menyangkut pada akal,
tidak akan menolong. Seonggok jagung di kamar
tak akan menolong seorang pemuda yang pandangan hidupnya berasal dari buku,
dan tidak dari kehidupan. Yang tidak terlatih dalam metode,
dan hanya penuh hafalan kesimpulan. Yang hanya terlatih sebagai pemakai,
tetapi kurang latihan bebas berkarya. Pendidikan telah memisahkannya dari kehidupan.
Aku bertanya: Apakah gunanya pendidikan
bila hanya akan membuat seseorang menjadi asing di tengah kenyataan persoalannya ?
Apakah gunanya pendidikan
bila hanya mendorong seseorang menjadi layang-layang di ibu kota
kikuk pulang ke daerahnya ? Apakah gunanya seseorang
belajar filsafat, sastra, teknologi, ilmu kedokteran, atau apa saja,
bila pada akhirnya, ketika ia pulang ke daerahnya, lalu berkata:
“Di sini aku merasa asing dan sepi ”
Sebagaimana telah dipaparkan di depan bahwa struktur puisi secara umum terdiri atas dua bagian besar yakni struktur fisik dan struktur batin. Struktur fisik
puisi secara tradisional biasa disebut elemen bahasa, sedangkan struktur batin puisi secara tradisional disebut makna puisi Djojosuroto, 2004:15. Berikut
analisis unsur fisik dan unsur b atin puisi “Seonggok Jagung”.
4.2 Analisis Unsur Fisik Puisi “Seonggok Jagung” 4.2.1 Diksi pemilihan kata
Pada puisi “Seonggok Jagung”, diksi kata-katanya tidak lembut dan romantis. Pemilihan kata-kata yang diciptakan Rendra adalah khas puisi protes.
H al tersebut dapat dilihat pada bait kedelapan, “Aku bertanya:Apakah gunanya
pendidikan bila hanya akan membuat seseorang menjadi asingdi tengah kenyataan persoalannya?....”. Kata-kata yang digunakan penyair tersebut
mengungkapkan rasa tidak puasnya kepada pemerintah atas kurangnya lapangan pekerjaan.
Pada bait satu puisi Seonggok Jagung, penyair menggunakan kata “kurang sekolah”. Kata yang digunakan penyair tersebut menggambarkan seseorang yang
tidak melanjutkan sekolahnya kejenjang yang lebih tinggi. Bait ke dua pilihan
kata-kata yang digunakan penyair adalah ia melihat petani, ia melihat panen, suatu hari subuh, para wanita dengan gendongan pergi ke pasar, gadis-gadis
menumbuk jagung. Kata-kata tersebut merupakan kata yang menggambarkan kegiatan masyarakat di suatu desa pada pagi hari. Secara tak langsung penyair
ingin memberitahu bahwa pada pagi hari tidak ada masyarakat yang ke kantor, gadis-gadis yang berangkat kesekolah.
Pilihan kata yang digunakan penyair pada bait ke tiga yaitu, otak dan tangan, siap bekerja. Kata-kata yang digunakan penyair tersebut menjelaskan
bahwa seorang pemuda yang akan bekerja dengan menggunakan pikiran dan tenaganya. Pada bait ke empat tidak terdapat diksi, karena penyair hanya menulis
dua kata pada bait tersebut, dan kata tersebut mudah dipahami oleh pembaca. Untuk menggambarkan cita-cita yang tidak dapat tercapai karena keadaan
terdapat pada bait ke lima, penyair mengambarkan dengan kata- kata “Tak ada
uang tak bisa menjadi mahasiswa”. Pemilihan kata-kata tersebut digunakan penyair untuk melukiskan bahwa hanya orang-orang kaya yang bisa bersekolah.
Pada bait ke enam diksi yang gunakan penyair ia melihat dirinya terlunta-lunta. Kata terlunta-lunta pada bait tersebut menggambarkan keadaan seorang pemuda
yang tidak bisa melanjutkan sekolah, tidak memiliki pekerjaan, dan hanya bisa melihat keberhasilan teman-temannya.
Untuk melukiskan keprihatinan penyair dapat dilihat pada bait ke tujuh. Penyair menggunakan kata-
kata “Seonggok jagung di kamar tak akan menolong seorang pemuda”. Pemilihan kata-kata tersebut menggambarkan keprihatinan
penyair terhadap pemuda tersebut. Secara tidak langsung, penyair mengatakan