48
ibumu mati, aku pun tidak lama lagi hidup, sedang cucuku belum pernah kulihat” Situmorang, 2015:68
34 Tibalah malam hari Natal. Bapak sudah siang-siang mengenakan pakaian yang bersih. Ia duduk sendirian di sudut ruangan dalam yang
besar sambil menumbuk sirihnya di lesung kecil dibuat dari perak. Situmorang, 2015:71
35 Danau di bawah ditimpa sinar tengah hari, berkilau-kilau. Situmorang, 2015:73
c. Latar social yang terlihat dalam cerpen inik adalah cara masyarakat memperlakukan bapak saat di gereja.
36 Bapak kalau di gereja diberi juga tempat istimewa dekat pendeta, di atas kursi besar menghadap jemaat, sebab ia orang yang dirajakan,
pun sebelum zending dan kompeni datang. Situmorang, 2015:78
4.2.5 Tema
Tema adalah pokok pembicaraan yang mendasari cerita dalam karya sastra. Tema yang terkandung dalam cerpen
“Ibu Pergi ke Surga” adalah religius dapat dilihat dari kutipan berikut.
Ibu akhirnya meninggal setelah mengidap penyakit dada satu tahun saja. Badannya yang tua dan aus pada usia 65 tahun tak tahan lebih
lama menolak rongrongan kuman-kuman yang merajalela di paru- parunya. Obat tak terbeli, makanan tak tercukupi di kampong jauh di
pegunungan, apalagi perawatan yang semestinya. Setelah ia meninggal
, aku mengucapkan, “Syukurlah” dalam hati. Terlalu penderitaan si tua itu. Situmorang, 2015:67
“Seperti dada ayam,” pikirku. Tiba-tiba kusadari dadanya tak bergerak. Kuraba keningnya, lalu kubuka kelopak matanya. Ibu telah
mati Perasaan syukur yang ganjil tak memberi kesempatan pada haru yang menyumbat kerongkonganku. Kupandang ke arah bapak, tapi ia
tak tahu apa-apa. Bagaimana mengatakan hal itu? Orang akan datang berpesta segera: kututupi wajah ibu dengan kain dan sebentar lagi
kedengaran orang datang. Pendeta dan orang tua-tua: jemaat pun masuk, mengambil tempatnya di lantai, duduk bersila dengan
khidmat, mula-mula di sudut-sudut, hingga terisi, kemudian dengan segan-segan menyerak ke tengah ruangan. Situmorang, 2015:71
49
Dari dua kutipan di atas dapat dilihat bahwa t ema dalam cerpen “Ibu Pergi
ke Surga” adalah rekigius yang menggambarkan kematian yang bahagia, karena Ibu sudah tidak menderita lagi dalam kesakitan. Kematian bukanlah akhir dari
sebuah kehidupan duniawi yang perlu ditangisi dan disesali melainkan kematian merupakan sebua pintu yang menjembatani antra dunia dan surga yang kekal yang
penuh kedamaian dalam kelahiran baru manusia.
4.2.6 Sudut Pandang
Sudut pandang yang dalam cerpen “Ibu Pergi ke Surga” karya Sitor
Situmorang adalah, sudut pandang orang pertama, pengarang sebagai pelaku cerita. Hal ini dapat dibuktikn dalam kutipan di bawah ini;
Setelah ia meninggal, aku mengucapkan, “Syukurlah” dalam hati. Terlalu penderitaan si tua itu. Situmorang, 2015:67
Lalu datanglah telegram ketiga. Semacam firasat menyuruh aku pulang. Situmorang, 2015:68
Lalu datanglah telegram ketiga. Semacam firasat menyuruh aku pulang. Ketika tiba di kampong seorang diri, bapak berkata dengan
kesal, “Hanya kau sendiri?” Situmorang, 2015:68.
4.2.7 Bahasa