40
1 Lalu datanglah telegram ketiga. Semacam firasat menyuruh aku pulang. Ketika tiba di kampong seorang diri, bapak berkata dengan
kesal, “Hanya kau sendiri?” Adikku sejak beberapa tahun tak ketahuan lagi dimana tempatnya. Situmorang, 2015: 68
Tokoh Aku kurang aktif dalam kegitaan keagamaan dan tidak kurang taat beribadah.
2 Pada hari kedua saya datang, pendeta berkunjung ke rumah. Karena ibu tidak dapat ke gereja di malam hari Natal, jemaat akan
merayakan hari Natal di rumah kami Ibu setuju, dan mengangguk seperti menerima hal yang sewajarnya. Aku merasa keberatan karena
sesuatu, tapi tak berkata. Situmorang, 2015: 68-69
3 “Ya, saya tahu Tuan juga percaya, walaupun orang terpelajar tidak
lagi suka datang ke gereja. Saya selalu yakin Tuan berpegang pada Kristus,” kata pendeta seperti pada dirinya sendiri. Situmorang, 2015:
78
Aku adalah sorang yang sayang terhadap ibunya.
4 Setelah ia meninggal, aku mengucapkan, “Syukurlah” dalam hati.
Terlalu penderitaan si tua itu. Situmorang, 2015:67 4 Lalu datanglah telegram ketiga. Semacam firasat menyuruh aku
pulang. Situmorang, 2015:68 5 Pada hari kedua saya datang, pendeta berkunjung ke rumah.
Karena ibu tidak dapat ke gereja di malam hari Natal, jemaat akan merayakan hari Natal di rumah kami Ibu setuju, dan mengangguk
seperti menerima hal yang sewajarnya. Aku merasa keberatan karena sesuatu, tapi tak berkata. Situmorang, 2015:68-69
Dari kutipan diatas tokoh Aku merupakan tokoh utama dan tokoh protagonis, yang kurang taat dalam beribadah namun memiliki rasa sayang
terhadap ibunya.
b. Tokoh Ibu
Ibu dalam cerita ini sebagai sosok yang selalu merindukan anaknya, tak percaya takhayul dan jemaat yang setia.
41
6 Beberapa bulan sebelumnya, aku dua kali dipanggil dengan telegram, “Ibu sakit keras. Datang” Saya datang. Ibu segar kembali.
“Lihat, kau akan sehat kembali. Kau hanya rindu melihat anakmu” Situmorang, 2015:67
7 Saya tahu, ibu hanya suka saya berada di hari Natal di dekatnya. Situmorang, 2015:68
8 Tapi ibu lain. Selain tak percaya pada takhayul, ia pengunjung gereja yang setia dan merupakan pengikut persatuan jemaat di tengah-
tengah penduduk yang kebanyakan masih zakil. Ibu memang terkenal peramu obat-obatna, tapi tanpa mantra. Resep buatannya hanya
diludahinya. Situmorang, 2015:68
Dari kutipan diatas tokoh Ibu merupakan tokoh protagonis yang taat bribadah dan peramu obat tanpa mantra.
c. Tokoh Bapak
Sosok tokoh Bapak dalam cerpen ini adalah seorang yang sayang dan setia kepada ibu
9 “Kalau ibumu mati, aku pun tidak lama lagi hidup, sedang cucuku belum pernah kulihat” Situmorang, 2015:68
10 “Di sini aku ingin dikubur. Kau harus membuat kuburan semen yang indah buat aku. Kalau aku sudah mati, ibumu kau pindahkan
kemari.” Situmorang, 2015:73
Sebagai orang yang sudah cukup tua tokoh Bapak menjadi sorang tokoh masyrakat dan dihormati oleh warga.
11 Bapak kalau di gereja diberi juga tempat istimewa dekat pendeta, di atas kursi besar menghadap jemaat, sebab ia orang yang dirajakan,
pun sebelum zending dan kompeni datang. Itu haknya dan saban kali ia duduk di gereja, ia duduk terkantuk-kantuk di sana sampai habis
gereja. Situmorang, 2015:68
Dalam cerpen ini tokoh Bapak juga digambarkan sebagai orang yang beragama namun masih mempercayai takhayul.
12 Tak pernah ia kukira merasakan arti ia dipermandikan jadi orang Kristen, ketika ia sudah berusia empat puluh tahun dulu. Ia masih
42
mengucapkan mantra kalau ada kejadian istimewa dengan diri atau keluarganya. Kalau kerbaunya diterkam harimau di padang bebas di
gunung, ia juga mengucapkan mantranya sambil membakar ranting di malam gelap. Harimau yang rakus itu akan mati Begitulah
keyakinannya. Situmorang, 2015:68
Dari kutipan di atas Tokoh Bapak merupakan tokoh protagonis yang setia dan sayang terhadap pasangannya, dia joga sosok yang
dihormati warga masyarakat dilingkungannya.
d. Tokoh Pendeta