Penokohan Unsur Intrinsik Cerpen .1 Tokoh

12 e Tokoh tipikal adalah penggambaran, pencerminan, dan pertunjukan terhadap seseorang, atau sekelompok orang yang terikat dalam suatu lembaga. Penggambarannya bersifat tidak langsung dan tidak menyeluruh, sedangkan tokoh netral adalah tokoh cerita yang bereksistensi dalam dunia fiksi.

2.2.2.2 Penokohan

Penokohan adalah sifat dan sikap para pelaku cerita. Sumardjo 1986: 63 sebagian besar tokoh-tokoh karya fiksi adalah tokoh rekaan. Tokoh-tokoh tersebut tidak hanya berfungsi untuk menaikkan cerita, tetapi juga berperan untuk menyampaikan ide, motif, plot, dan tema. Hubungan tokoh dengan aspek lain tidak bisa dipisahkan. Istilah tokoh menunjuk pada orang pelaku cerita, sedangkan watak, perwatakan, dan karakter menunjuk pada sifat dan sikap para tokoh yang ditafsirkan oleh pembaca. Jones dalam Nurgiyantoro 2009: 165 menyebutkan bahwa penokohan adalah pelukisan gambaran yang jelas tentang seseorang yang ditampilkan dalam sebuah cerita. Secara garis besar teknik penulisan tokoh dalam suatu karya: pelukisan sifat, sikap, watak, tingkah laku dan berbagai hal yang berhubungan dengan jati diri tokoh dapat dibedakan ke dalam dua cara atau teknik, yaitu teknik penjelasan, ekspositori expository dan teknik dramatik dramatic Abrams dalam Nurgiyantoro 2009: 194. Sebenarnya para ahli menyebut kedua teknik tersebut dengan sebutan mereka sendiri. Misalnya: Abrams menyebut kedua teknik tersebut dengan sebutan teknik uraian telling dan teknik ragaan showing tetapi 13 pada dasarnya mempunyai pengertian dan esensi yang sama. Dalam penokohan, kedua cara tersebut yang paling dominan digunakan oleh para pengarang tergantung pada selera pengarang dan penceritaan. a. Teknik Ekspositori Dalam teknik ekspositori, pelukisan tokoh cerita dilakukan dengan memberikan deskripsi, uraian, atau penjelasan secara langsung. Tokoh cerita hadir dan dihadirkan oleh pengarang kehadapan pembaca secara tidak berbelit-belit melainkan begitu saja dan langsung disertai deskripsi kediriannya, yang mungkin berupa sikap, sifat, watak, dan tingkah laku, atau bahkan juga ciri fisiknya. Kutipan berikut merupakan contoh pembicaraan yang dimaksud yang diambil dari novel Katak Hendak Jadi Lembu. Bahkan, sejak pertama cerita, ia telah mengarah pada deskripsi kedirian tokoh utama cerita itu, Suria yang malas dan berlagak. “Bapaknya yang masih duduk senang di atas kursi rotan itu jadi menteri kabupaten di kantor patih Sumedang. Ia sudah lebih dari separuh baya-sudah masuk bilangan orang tua, tua umur tetapi badannya masih muda rupanya. Bahkan hatinya pun sekali-kali belum boleh dikatakan “tua” lagi, jauh dari itu. Barang dimana ada keramaian di Sumedang atau di desa-desa yang tiada jauh benar dari kota itu, hampir selalu ia kelihatan. Istimewa dalam adat kawin, yang diramaikan dengan permainan seperti tari-menari, tayuban, dan lain-lain, seakan-akan dialah yang jadi tontonan Sampai pagi mau ngibing, dengan tiada berhenti-hentinya. Hampir di dalam segala perkara ia hendak di atas dan terkemuka … rupanya dan cakapnya. Memang ia pantang kerendahan, perkataannya pantang dipatahkan. Meskipun ia hanya berpangkat manteri kabupaten dan “semah” pula di negeri Sumedang, tetapi hidupnya tak dapat dikatakan berkekurangan. Rumahnya bagus, lebih daripada sederhana: perabotnya cukup, lebih banyak, lebih pantas daripada perkakas rumah antenar yang sederajat dengan dia, bahkan …Katak Hendak Jadi Lembu, 1978: 12 14 Teknik pelukisan tokoh seperti di atas bersifat sederhan dan cenderung ekonomis. Hal inilah kelebihan teknik analitis tersebut. Pengarang dengan cepat dan singkat dapat mendeskripsikan kedirian tokoh ceritanya. b. Teknik Dramatik Penampilan tokoh cerita dalam teknik dramatik, artinya mirip dengan yang ditampilkan pada drama, dilakukan secara tak langsung. Artinya, pengarang tidak mendeskripsikan secara eksplisit sifat dan sikap serta tingkah laku tokoh. Pengarang membiarkan para tokoh cerita untuk menunjukkan kediriannya sendiri melalui berbagai aktivitas yang dilakukan, baik secara verbal lewat kata maupun nonverbal lewat tindakan atau tingkah laku, dan juga melalui peristiwa yang terjadi.

2.2.2.3 Alur Plot

Dokumen yang terkait

Analisis intrinsik cerpen ``Ibu Pergi Ke Surga`` karya Sitor Situmorang dan implementasinya dalam pembelajaran sastra di SMA kelas X semester 1

0 14 96

Unsur intrinsik cerpen ``Hanya Nol Koma Dua`` karya Liliek Septiyanti dan implementasinya dalam pembelajaran sastra di SMA - USD Repository

0 3 84

UNSUR INTRINSIK CERPEN “TAKSI” KARYA DONNA WIDJAJANTO DAN IMPLEMENTASINYA SEBAGAI BAHAN PEMBELAJARAN SASTRA DI SMP KELAS IX SEMESTER 1

0 5 181

Unsur intrinsik cerpen `monumen` karya NH. Dini dan implementasinya dalam pembelajaran cerpen di SMP kelas IX semester 1 - USD Repository

1 5 117

Analisis unsur intrinsik karya sastra dalam film Denias: Senandung Di Atas Awan dan implementasinya dalam pembelajaran di SMA kelas X - USD Repository

0 0 128

Unsur intrinsik cerpen ``Maling`` karya Kiswondo dan implementasinya dalam pembelajaran di SMA kelas X semester I - USD Repository

0 8 149

ANALISIS STRUKTURAL CERPEN “KARTU POS DARI SURGA” KARYA AGUS NOOR DAN IMPLEMENTASINYA DALAM PEMBELAJARAN CERPEN DI SMA

0 0 103

Unsur intrinsik cerpen ``Tukang Semir dan Anjingnya`` karya Suheri dan implementasinya dalam pembelajaran sastra di SMA - USD Repository

0 5 117

UNSUR INTRINSIK CERPEN “DOA SANG IBU” KARYA IRZAM CHANIAGO DODDY DAN IMPLEMENTASINYA DALAM BENTUK SILABUS DAN RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN DI SMA KELAS X SEMESTER I SKRIPSI

0 14 110

Struktur puisi ``Sajak Ibu`` karya Wiji Thukul dan implementasinya dalam pembelajaran sastra di SMA kelas X semester 1 - USD Repository

0 0 134