Analisis intrinsik cerpen ``Ibu Pergi Ke Surga`` karya Sitor Situmorang dan implementasinya dalam pembelajaran sastra di SMA kelas X semester 1.

(1)

ANALISIS INTRINSIK CERPEN“IBU PERGI KE SURGA” KARYA SITOR SITUMORANG

DAN IMPLEMENTASINYA DALAM PEMBELAJARAN SASTRA DI SMA KELAS X SEMESTER 1

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia

Oleh

Rosalia Desinta Kumala 091224074

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA SASTRA INDONESIA JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2017


(2)

i

ANALISIS INTRINSIK CERPEN“IBU PERGI KE SURGA” KARYA SITOR SITUMORANG

DAN IMPLEMENTASINYA DALAM PEMBELAJARAN SASTRA DI SMA KELAS X SEMESTER 1

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia

Oleh

Rosalia Desinta Kumala 091224074

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA SASTRA INDONESIA JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2017


(3)

ii

SKRIPSI

ANALISIS INTRINSIK CERPEN “IBU PERGI KE SURGA” KARYA SITOR SITUMORANG

DAN IMPLEMENTASINYA DALAM PEMBELAJARAN SASTRA DI SMA KELAS X SEMESTER 1

Oleh

Rosalia Desinta Kumala NIM : 091224074

Telah disetujui oleh

Pembimbing


(4)

(5)

iv

PERSEMBAHAN

Karya ini saya persembahkan sekaligus sebagai ucapan terima kasih kepada:

 Tuhan Yesus Kristus dan Bunda Maria atas berkat yang berlimpah dan penyertaannya sehingga terselesaikanlah skripsi ini.

 Bapak Hery wahyudi dan Ibu Sri Rahayu Yustina,yang selalu mendoakan dan mendukung selama penyelesian skripsi ini.

 Kakak perempuanku Ch. Ratna Wulandari

 Suamiku tercinta Yohanes Tatang Nugroho dan anak lelakiku Bertrand Realino Fadil Nugroho


(6)

v

MOTO

Yesus mengatakan suatu perumpamaan kepada mereka untuk menegaskan, bahwa mereka harus selalu berdoa dengan tidak jemu-jemu.

(Luk 18:1)

Dan apa saja yang kamu minta dalam doa dengan penuh kepercayaan, kamu akan menerimanya.

(Mat 21:22)

Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku.


(7)

vi

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 28 Februari 2017 Penulis,


(8)

vii

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama : Rosalia Desinta Kumala NIM : 091224074

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma Karya Ilmiah saya yang berjudul:

ANALISIS INRTINSIK CERPEN “IBU PERGI KE SURGA” KARYA SITOR SITUMORANG

DAN IMPLEMENTASINYA DALAM PEMBELAJARAN SASTRA DI SMA KELAS X SEMESTER 1

Dengan demikian, saya memberikan hak kepada perpustakaan Universitas Sanata Dharma untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, dan mempublikasikannya melalui internet maupun media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta izin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di Yogyakarta

Pada tanggal, 28 Februari 2017 Yang menyatakan,


(9)

viii

ABSTRAK

Kumala, Rosalia Desinta. 2017.Analisis Intrinsik Cerpen “Ibu Pergi ke Surga” Karya Sitor Situmorang dan Implementasinya dalam Pembelajaran Sastra di SMA Kelas X Semester 1. Skripsi. Yogyakarta: PBSI, FKIP Universitas Sanata Dharma.

Penelitian ini mengkaji unsur intrinsik pada cerpen “Ibu Pergi ke Surga”

karya Sitor situmorang. Tujuan penelitian ini adalah (1) mendeskripsikan unsur

intrinsik dalam cerpen “Ibu Pergi ke Surga” karya Sitor Situmorang yang meliputi

tokoh, alur, latar, tema, sudut pandang, dan bahasa (2) mendeskripsiskan

implementasi tokoh, alur, latar, tema, sudut pandang dan bahasa cerpen “Ibu Pergi ke Surga” dalam pembelajaran sastra di SMA kelas X semester I.

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian deskriptif analisis yang bertujuan mendeskripsikan unsur intrinsik cerpen “Ibu Pergi ke Surga”. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah teknik membaca dan tekni catat. Langkah awal dari analisis ini adalah mendeskripsikan, tokoh, alur, latar, tema, sudut pandang, dan bahasa.

Berdasarkan hasil analisis tokoh utama dalam cerpen ini adalah Aku. Ibu, Bapak, dan Pendeta merupakan tokoh bawahan. Alur dalam cerpen ini dibagi menjadi tiga yaitu, tahap awal, tengah dan akhir. Terdapat tiga latar dalam cerpen ini yaitu, latar, tempat, waktu dan sosial. Latar tempat dalam cerpen ini mnegambil rumah Aku, rumah Pendeta, dan Gereja. Latar waktu dalam cerpen adalah siang hari dan malam hari. Latar sosial ditunjukan dengan perlakuan sepesial yang diterima Bapak saat berada digereja oleh masyarakat.

Tema dalam cerpen ini adalah religius yang terlihat dalam kematian Ibu yang membahagiakan, karena Ibu telah lepas dari penderitaan dan kematian bukan akhir dari segalanya. Sudut pandang yang dipakai dalam cerpen inju adalah sudut pandang orang pertama, pengarang sebagi pelaku cerita (tokoh Aku). Bahasa yang digunakan dalam cerpen ini adalah bahsa sehari-hari masyarakat batak pada masa cerpen dibuat. Cerpen ini dapat diimplementasikan sebagai bahan ajar sastra di SMA kelas X semester I dalam bentuk RPP dan Silabus.


(10)

ix

ABSTRACT

Kumala, Rosalia Desinta. 2017.The Intrinsic Analysis Short Story “Ibu Pergi ke Surga” By Sitor Situmorang and Its Implementation in Learning Literature for Senior High School Students of Class X Semester 1. A

Thesis. Yogyakarta: PBSI, FKIP,University of Sanata Dharma.

This study investigates the intrinsic aspects of a short story “Ibu Pergi ke Surga” written by Sitor Situmorang. The purposes of the study are (1) to describe in the intrinsic aspects of a short story “Ibu Pergi ke Surga” written by Sitor

Situmorang including the characters, plots, settings, points of view, and languages (2) to describe the implementation of the characters, plots, settings, points of view,

and languages of a short story “Ibu Pergi ke Surga” in literature learning in Senior High School Grade X Semester 1.

This study uses descriptive analysis that has purpose to describe the intrinsic

aspects of a short story “Ibu Pergi ke Surga”. The data collection methods are

reading technique and recording technique. The first step of this analysis is to describe the characters, plots, settings, themes, points of view, and languages.

Based on the analysis of the main character of the short story is I or Aku (the writer). Ibu, Bapak, and Pendeta are peripherial characters. The plots of the story are divided into three; beginning, middle, ending. There are three settings in the short story; setting of place, time, society. The settings of place in this short story are the house of Aku, the Pendeta house, and the church. The settings of time are in the day and night. The setting of society is shown by the special treatment from the people for the father when in the church.

The theme of this short story is religiosity that is seen from the beatifying death of the mother (Ibu) because she has escaped from her misery and death is not the end of everything. The point of view used in this short story is the first person point of view; the author as the character (Aku character). The language used in this short story is Batak people daily language used when the short story was written. This short story can be implemented as a literature learning material in senior high school Grade X Semester 1 in the form of both lesson plans and syllabus.


(11)

x

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis sampaikan kepada Tuhan Yesus Kristus karena melalui berkat dan penyertaan-Nya skripsi ini dapat terselesaikan. Penulisan skripsi ini bertujuan memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia, Universitas Sanata Dharma.

Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dari berbagai pihak skripsi ini tidak dapat segera selesai. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah memberikan dukungan dan motivasi selama proses penyelesaian skripsi ini kepada:

1. Bapak Rohandi, Ph.D. selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan.

2. Ibu Dr. Yuliana Setyaningsih, M.Pd. selaku Ketua Program Studi PBSI beserta seluruh dosen PBSI yang telah memberikan ilmunya kepada penulis.

3. Bapak Drs. B. Rahmanto, M.Hum. selaku dosen pembimbing yang selalu ramah selama penyusunan skripsi.

4. Bapak Robertus Marsidiq selaku Staf administrasi Program Studi PBSI USD yang telah banyak membantu menyelesaikan keperluan administrasi selama perkuliahan hingga penyelesaian skripsi.

5. Teman-teman yang senantiasa memberikan dukungan dan kebahagiaan selama menempuh perkuliahan: Etik Safilah, Kika Ayu Swastanti Putri, Katarina Yulita Simanulang, Angelina Mellisa yuliyanto, Beti Meliana Fitri, Yustrinus Kurniawan, Rusita Devi Kumalasari, dan teman-teman angkatan 2009-2010.

6. Yang utama, kedua orang tuaku, Bapak FX. Hery Wahyudi dan Ibu Sri Rahayu Yustina.

7. Kakakku tersayang Ch. Ratna Wulandari, suamiku tercinta Yohanes Tatang Nugroho dan anak lelakiku Bertarnd Realino Fadil Nugroho

8. Semua pihak yang telah membantu dan tidak saya sebutkan satu persatu pada kesempatan ini.


(12)

xi

Semoga karya tulis ini dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu khususnya pembelajaran sastra. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena, itu diharapkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan skripsi.

Yogyakarta, 28 Februari 2017


(13)

xii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

MOTO ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... vii

ABSTRAK ... viii

ABSTRACT... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI... xii

BAB I PENDAHULUAN... 1

1.1 Latar Belakang Masalah... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 3

1.3 Tujuan Penelitian... 3

1.4 Manfaat Penelitian... 4

1.5 Batasan Istilah ... 4

1.6 Sistematika Penyajian ... 6

BAB II LANDASAN TEORI ... 7

2.1 Penelitian yang Relevan ... 7

2.2 Cerpen ... 8

2.2.1 Hakikat Cerpen ... 8

2.2.2 Unsur Intrinsik Cerpen... 9

2.2.2.1 Tokoh ... 9

2.2.2.2 Penokohan... 12


(14)

xiii

2.2.2.4 Latar (Setting) ... 18

2.2.2.5 Tema ... 19

2.2.2.6 Sudut Pandang ... 20

2.2.2.7 Bahasa... 22

2.2.3 Pembelajaran Sastra SMA... 22

2.2.3.1 Pembelajaran Sastra Berdasar KTSP ... 22

2.2.3.2 Bahan Ajar Pembelajaran Sastra di SMA ... 31

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 35

3.1 Jenis Penelitian ... 35

3.2 Subjek Penelitian... 35

3.3 Sumber Data dan Data Penelitian... 36

3.4 Teknik Pengumpulan Data ... 36

3.5 Instrumen Penelitian ... 36

3.5 Teknik Analisis Data ... 37

BAB IV PEMBAHASAN... 38

4.1 Deskripsi Data ... 38

4.2 Analisis Unsur Intrinsik Cerpen ... 38

4.2.1 Analisis Tokoh dalam Cerpen “Ibu Pergi keSurga”... 38

4.2.2 Penokohan ... 39

4.2.3 Alur ... 42

4.2.4 Latar ... 47

4.2.5 Tema... 48

4.2.6 Sudut Pandang... 49

4.2.7 Bahasa ... 49

4.3 Cerpen Ibu Pergi ke Surga ditinjau dari Aspek Bahasa, Psikologi dan Latar Belakang Budaya ... 50

4.3.1 Aspek Bahasa ... 50

4.3.2 Apek Psikologi ... 52


(15)

xiv

4.4 Implementasi cerpen dalam pembelajaran sastra di SMA Kelas X

Semester I... 52

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 65

5.1 Kesimpulan ... 65

5.2 Saran ... 65

DAFTAR PUSTAKA ... 67

DAFTAR LAMPIRAN ... 68

Lampiran Cerpen Ibu Pergi ke Surga... 69

Lampiran Materi Pembelajaran Cerpen ... 78


(16)

1

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

Karya sastra dapat diartikan sebagai kemahiran seseorang dalam mengolah

kata-kata menjadi sebuah tulisan yang yang indah, berirama, mengena, dan

bermakna. Di sekolah, sastra sendiri termasuk dalam sebuah materi atau ilmu

yang perlu untuk dipelajari. Sastra sering kali masuk dalam materi pembelajaran

di sekolah.

Salah satu maanfaat belajar sastra tentang keterampilan berbahasa dalam hal

ini meliputi membaca, menulis, berbicara dan menyimak. Keempat hal tersebut

saling berkaitan dan dapat dijadikan sebagai dasar atau bekal seorang pembelajar

dalam proses belajar di sekolah. Siswa dapat melatih keterampilan menyimak

dengan mendengarkan suatu karya yang dibacakan oleh guru, teman atau lewat

pita rekaman. Siswa dapat melatih keterampilan wicara dengan ikut berperan

dalam suatu drama. Siswa dapat juga meningkatkan keterampilan membaca

dengan membacakan puisi atau prosa cerita. Karena sastra itu menarik, siswa

dapat mendiskusikannya kemudian menuliskan hasil diskusinya sebagai latihan

keterampilan menulis.

Salah satu jenis karya sastra yang sering dijadikan bahan pembelajaran

sastra di sekolah adalah cerpen. Cerpen dapat kita jumpai dalam surat kabar,

majalah, tabloid atau bahkan sebuah buku tentang kumpulan cerpen. Cerpen

sendiri dalam KBBI (2008: 264) atau Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah


(17)

adalah sebuah cerita yang selesai dibaca dalam sekali duduk, kira-kira berkisar

antara setengah sampai dua jam. Meski bentuknya relatif pendek, tidak berarti

cerpen kurang bernilai tinggi seperti novel. Cerpen dapat menyuguhkan cerita

seperti kehidupan sehari-hari, dan problematiknya, sehingga dari sebuah cerpen

kita dapat mengambil nilai-nilai positif yang terkandung di dalamnya.

Di SMA khususnya, pembelajaran sastra dan cerpen terdapat hubungan

yang sangat erat. Siswa dapat belajar memahami hal baik buruk yang terkandung

dalam sebuah cerpen dan dapat mengambil pesan atau amanat yang ada dalam

cerpen tersebut. Untuk dapat memahami isi dari sebuah cerpen, siswa dapat

menganalisis unsur intrinsiknya. Sumardjo (1988: 4) mengungkapkan bahwa

unsur intrinsik adalah unsur pembangun karya sastra yang dapat ditemukan di

dalam teks karya sastra itu sendiri, sedangkan yang dimaksud analisis intrinsik

adalah mencoba memahami karya sastra berdasarkan informasi-informasi yang

dapat ditemukan dalam karya sastra. Tokoh, alur, latar, tema dan bahasa adalah

unsur intrinsik dalam karya sastra.

Sesuai latar belakang di atas, cerpen “Ibu Pergi ke Surga” ditulis oleh

pengarangnya dengan tujuan tertentu. Melalui cerpen ini, Sitor Situmorang ingin

mengungkakan realita kehidupan yang kerap muncul dalam kehidupan sehari-hari

manusia. Realita kehidupan tersebut ada di sekitar masyarakat kita. Dalam cerpen

ini, tokoh Aku mengalami peristiwa-peristiwa yang membuat dirinya bergejolak.

Penulis tertarik mengambil cerpen ‘Ibu Pergi ke Surga” karya Sitor

Situmorang karena dalam cerpen ini terdapat nilai-nilai sosial, religius yang erat


(18)

dengan kenangan masa kanak-kanaknya saat pulang kembali ke kampung

halamannya. Aku harus menyaksikan penderitaan ibu karena saktit tua yang

dideritanya dan menghadiri pemakaman ibunya.

Dari uraian di atas peneliti melakukan penelitian tentang“AnalisisIntrinsik

Cerpen Ibu Kembali ke Surga karya Sitor Situmorang dan Implementasinya

dalam Pembelajaran Sastra di SMA Kelas X Semester 1”. Penulis memilih cerpen

Sitor Situmorang karena bahasa yang digunakan lugas dan cukup mudah dipahami

serta mengandung nilai-nilai dalam kehidupan sehari-hari yang dapat dijadikan

teladan bagi generasi muda saat ini

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang ada, penulis merumuskan

masalah sebagai berikut

a. Bagaimana, tokoh, alur, latar, tema, sudut pandang, dan bahasa dari

cerpen“Ibu Pergi ke Surga”karya Sitor Situmorang?

b. Bagaimana implementasi tokoh, alur, latar, tema, sudut pandang dan

bahasa dari cerpen “Ibu Pergi ke Surga” karya Sitor Situmorang

dalam pembelajaran sastra di SMA kelas X semester I?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Mendeskripsikan tokoh alur, latar, tema, sudut pandang dan bahasa


(19)

b. Mendeskripsikian implementasi tokoh, alur, latar, tema, sudut

pandang dan bahasa dari cerpen “Ibu Pergi ke Surga” karya Sitor

Situmorang dengan pembelajaran sastra di SMA kelas X semester I.

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan bermnanfaat bagi:

a. Bagi pembelajaran sastra, penelitian ini diharapkan memberikan informasi

tentang cerpen“Ibu Pergi ke Surga”karya Sitor Situmorang.

b. Bagi ilmu sastra, penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan

pengetahuan dan memberikan informasi tentang analisis cerpen“Pergi Ke

Surga”karya Sitor Situmorang.

c. Bagi peneliti lain diharapkan dapat menjadi referensi dan informasi

tentang karya sastra dalam analisis struktural cerpen “Ibu Pergi ke Surga”

karya Sitor Situmorang.

1.5 Batasan Istilah

Didalam penelitian ini terdapat beberapa batasan istilah atau definisi

operasional. Batasan istilah ini bertujuan agar pembaca mendapat gambaran yang

jelas tentang masalah yang diteliti.

a. Cerpen

Adalah sebuah cerita yang selesai dibaca dalam sekali duduk,

kira-kira berkisar antara setengah sampai dua jam (Nurgiyantoro, 2009:


(20)

b. Alur

Alur atau plot adalah rangkaian peristiwa yang disusun berdasar

hubungan kausalitas (Wiyatmi, 2006:36).

c. Tokoh

Adalah orang-orang yang ditampilkan dalam suatu karya naratif,

yang oleh pembaca ditafsirkan memiliki kualitas moral dan

kecenderungan tertentu seperti yang dideskripsikan dalam ucapan

dan apa yang dilakukan dalam tindakan (Abrams dalam

Nurgiyantoro, 2009: 165).

d. Penokohan

Penokohan adalah pelukisan gambaran yang jelas tentang seseorang

yang ditampilkan dalam sebuah cerita (Jones dalam Nurgiyantoro,

2009: 165).

e. Latar

Latar adalah tempat, hubungan waktu, dan lingkungan sosial tempat

terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan (Abrams dalam

Nurgiyantoro, 2009: 216).

f. Bahasa

Bahasa adalah sarana pengungkapan sastra (Nurgiyantoro, 2009


(21)

1.6 Sistematika Penyajian

Sistematika penyajian dalam skripsi ini akan dibagi dalam lima bab. Bab I

akan menguraikan tentang (a) latar belakang masalah, (b) rumusan masalah, (c)

tujuan penelitian, (d) manfaat penelitian (e) batasan istilah, dan (f) sistematika

penyajian. Bab II menguraikan tentang landasan teori yang digunakan sebagai

acuan dalam penelitian yang terdiri dari (a) penelitian terdahulu yang relevan, (b)

kajian pustaka yang meliputi unsur intrinsik karya sastra, KTSP, dan

pembelajaran sastra di SMA. Bab III adalah metodologi penelitian yang berisi (a)

jenis penelitian, (b) data penelitian, (c) teknik pengumpulan data, (d) teknik

analisis data. Bab IV berisikan (a) analisis pembahasan intriksik cerpen“Ibu Pergi

ke Surga”, (b) implementasinya dalam pembelajran sastra di SMA. Bab V


(22)

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Penelitian yang Relevan

Rubingah (2000) dalam penelitiannya “Struktur Delapan Cerpen dalam

Kumpulan Cerpen Tegak Lurus dengan Langit karya Iwan Simatupang dan

Relevansinya sebagai bahan Pembelajaran Sastra di SMU”, menggunakan

pendekatan struktural yang menekankan pada struktur intrinsik karya sastra, yaitu

tokoh, latar, alur, dan tema. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah

metode deskriptif yang bertujuan memperoleh gambaran secara sistematis dan

faktual pada sumber data.

Hasil analisis dalam skripsi ini menunjukan bahwa kedelapan cerpen

dalam kumpulan cerpen Tegak Lurus dengan Langit karya Iwan Simatupang

relevan sebagai bahan pembelajaran sastra di SMU kelas II dengan tujuan

pengajaran sastra siswa dapat menggali nilai-nilai moral, sosial, dan budaya dalam

karya sastra Indonesia dan terjemahan. Adapun butir pembelajrannya adalah

membaca cerita pendek atau novel terjemahan kemudian mendiskusikan pesan

dan informasi budaya darin cerpen atau novel.

Agus Dirtomulyono (2005) dalam penelitiannya “Analisis Struktural

Novel Tarian Bumi Karya Oka Rusmini dan Relevansinya sebagai Bahan

Pembelajaran Sastra di SMA”, menggunakan pendekatan struktural yang

bertujuan memaparkan secermat mungkin fungsi dan keterkaitan antar

unsur-unsur tersebut, dan menggunakan metode deskriptif untuk memecahkan masalah


(23)

yang diselidiki dengan menggambarkan keadaan objek penelitian berdasarkan

fakta yang ada. Hasil penelitian ini meliputi, tokoh protagonis dalam novel Tarian

Bumi adalah Telaga dan Kenanga, sedangkan tokoh antagonis adalah nenek. Latar

dalam novel ini ada tiga macam yaitu, latar tempat, latar waktu, dan latar sosial.

Alur dalam novel ini alur maju, namun dalam pengalurannya terdapat peristiwa

sorot balik. Tema dari novel ini adalah keberanian dua orang gadis untuk

mewujudkan sebuah keinginan meski harus menentang tradisi yang ada.

2.2 Cerpen

2.2.1 Hakikat Cerpen

Cerpen adalah cerita (bukan analisis argumentatif) yang tidak benar-benar

terjadi tetapi dapat terjadi di mana saja dan kapan saja serta relatif pendek

(Sumardjo dan Saini, 1988:37). Bukan analisis argumentatif artinya cerpen murni

ciptaan yang direka pengarangnya dan dapat mengadopsi peristiwa kehidupan

yang ada di sekitar kita. Cerpen juga bersifat relatif pendek, artinya dapat selesai

dibaca dengan sekali duduk (setengah jam - dua jam).

Keutuhan atau kelengkapan sebuah cerpen tadi di lihat dari segi-segi unsur

yang membentuknya (Sumardjo dan Saini, 1988: 37). Adapun unsur-unsur itu

adalah unsur intrinsik dan unssur ekstrinsik. Unsur intriksik meliputi peristiwa

(alur atau plot), tokoh dan penokohan, tema, suasana (mood atau atmosfer), latar

(setting), sudut pandang (point of view), dan gaya bahasa (style). Unsur ekstrinsik

meliputi factor social politik saat karya sastra itu dihasilkan, factor ekonomi,


(24)

(fiksi) terdiri atas unsurr alur, penokohan, tema, latar, dan amanat sebagai unsur

yang paling menunjang dan paling dominan dalam membangun karya sastra

(fiksi) (Sumardjo, 1986: 54).

2.2.2 Unsur Intrinsik Cerpen 2.2.2.1 Tokoh

Dilihat dari segi peranan atau tingkat pentingnya tokoh dalam sebuah

cerita, tokoh dibedakan menjadi dua tokoh utama dan tokoh tambahan.

Nurgiyantoro (2009: 176 – 178) menjelaskan bahwa tokoh utama adalah tokoh

yang diutamakan penceritaannya dalam novel yang bersangkutan. Ia merupakan

tokoh yang paling banyak diceritakan, baik sebagai pelaku kejadian maupun yang

dikenai kejadian. Karena tokoh utama paling banyak diceritakan dan selalu

berhubungan dengan tokoh-tokoh lain, ia sangat menentukan perkembangan plot.

Di pihak lain, pemunculan tokoh-tokoh tambahan dalam keseluruhan cerita lebih

sedikit, tidak dipentingkan dan kehadirannya hanya jika keterkaitannya dengan

tokoh utama, secara langsung ataupun tak langsung.

Sumardjo (1986: 144) menjelaskan tokoh adalah orang yang mengambil

bagian dan mengalami peristiwa-peristiwa atau sebagian dari peristiwa-peristiwa

yang digambarkan dalam plot. Tokoh dalam sebuah cerita merupakan objek yang

menjalankan sebuah cerita.

Dalam sebuah karya sastra tokoh atau pelaku merupakan hal penting.

Tanpa ada sebuah tokoh yang mengisi sebuah cerita. Tanpa seorang tokoh maka


(25)

adalah orang-orang yang ditampilkan dalam sebuah karya naratif, atau drama

tertentu seperti diekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam

tindakan.

Dalam novel, tokoh biasanya diceritakan dengan penjabaran yang lebih

lengkap dan jelas. Hal tersebut karena di dalam sebuah novel penjabaran ceritanya

pun lebih berkembang. Penokohan dalam sebuah novel biasanya dijabarkan

dengan hal yang berhubungan dengan ciri-ciri fisik, keadaan sosial, tingkah laku,

kebiasaan, dan hubungan antar tokoh baik yang dilukiskan secara langsung

maupun tidak langsung (Nurgiyantoro, 2009: 13).

Dalam pengertiannya tokoh dan penokohan, watak dan perwatakan,

karakter dan karakterisasi menunjukkan pengertian yang hampir sama. Namun,

dalam tokoh dan penokohan memiliki keterkaitan yang sangat erat. Istilah tokoh

tersebut menunjuk pada orang atau si pelaku cerita, sedangkan penokohan

pengertiannya lebih luas daripada tokoh. Penokohan tersebut mencakup

bagaimana perwatakan, dan bagaimana penempatan pelukisannya dalam sebuah

cerita sehingga sanggup memberikan gambaran yang jelas kepada pembaca pada

perwujudan pengembangan tokoh dalam sebuah cerita (Nurgiyantoro, 2009: 164–

166).

Nurgiyantoro (2009: 176 – 194) membedakan tokoh menjadi beberapa

jenis yaitu, tokoh utama dan tokoh tambahan, tokoh protagonis dan tokoh

antagonis, tokoh sederhana dan tokoh bulat, tokoh statis dan tokoh berkembang,

tokoh tipikal dan tokoh sentral. Adapun pengertian beberapa tokoh tersebut


(26)

a) Tokoh utama adalah tokoh yang diutamakan dalam pencitraannya

atau tokoh yang paling banyak diceritakan, baik sebagai pelaku

kejadian maupun yang dikenai kejadian sedangkan tokoh tambahan

adalah tokoh yang kemunculan dalam suatu cerita lebih sedikit, tidak

dipentingkan dan kehadirannya hanya keterkaitan dengan tokoh

utama secara langsung maupun tidak langsung.

b) Tokoh protagonis adalah tokoh yang mampu memberikan rasa

empati terhadap pembaca karena tokoh ini merupakan tokoh yang

sangat dikagumi biasanya tokoh ini digambarkan dengan tokoh yang

baik hati, sedangkan tokoh antagonis adalah tokoh yang

menimbulkan konflik dan beroposisi dengan tokoh protagonis yang

sering dengan tokoh penjahat dan sering membuat masalah.

c) Tokoh sederhana adalah tokoh yang hanya memiliki satu kualitas

pribadi tertentu dan tidak diungkap berbagai sisi kehidupannya,

sedangkan tokoh bulat adalah tokoh yang kompleks dan diungkap

lebih mendalam dari sisi kehidupannya. Tokoh bulat ini lebih

menyerupai dengan kehidupan manusia yang sesungguhnya.

d) Tokoh statis adalah tokoh yang memiliki watak dan sikap yang

relatif tetap, tak berkembang dari awal cerita hingga akhir cerita

sedangkan tokoh berkembang adalah tokoh yang dalam cerita

mengalami perubahan dan perkembangan perwatakan sejalan dengan


(27)

e) Tokoh tipikal adalah penggambaran, pencerminan, dan pertunjukan

terhadap seseorang, atau sekelompok orang yang terikat dalam suatu

lembaga. Penggambarannya bersifat tidak langsung dan tidak

menyeluruh, sedangkan tokoh netral adalah tokoh cerita yang

bereksistensi dalam dunia fiksi.

2.2.2.2 Penokohan

Penokohan adalah sifat dan sikap para pelaku cerita. Sumardjo (1986: 63)

sebagian besar tokoh-tokoh karya fiksi adalah tokoh rekaan. Tokoh-tokoh tersebut

tidak hanya berfungsi untuk menaikkan cerita, tetapi juga berperan untuk

menyampaikan ide, motif, plot, dan tema. Hubungan tokoh dengan aspek lain

tidak bisa dipisahkan. Istilah tokoh menunjuk pada orang (pelaku cerita),

sedangkan watak, perwatakan, dan karakter menunjuk pada sifat dan sikap para

tokoh yang ditafsirkan oleh pembaca. Jones dalam Nurgiyantoro (2009: 165)

menyebutkan bahwa penokohan adalah pelukisan gambaran yang jelas tentang

seseorang yang ditampilkan dalam sebuah cerita.

Secara garis besar teknik penulisan tokoh dalam suatu karya: pelukisan

sifat, sikap, watak, tingkah laku dan berbagai hal yang berhubungan dengan jati

diri tokoh dapat dibedakan ke dalam dua cara atau teknik, yaitu teknik penjelasan,

ekspositori (expository) dan teknik dramatik (dramatic) (Abrams dalam

Nurgiyantoro 2009: 194). Sebenarnya para ahli menyebut kedua teknik tersebut

dengan sebutan mereka sendiri. Misalnya: Abrams menyebut kedua teknik


(28)

pada dasarnya mempunyai pengertian dan esensi yang sama. Dalam penokohan,

kedua cara tersebut yang paling dominan digunakan oleh para pengarang

tergantung pada selera pengarang dan penceritaan.

a. Teknik Ekspositori

Dalam teknik ekspositori, pelukisan tokoh cerita dilakukan dengan

memberikan deskripsi, uraian, atau penjelasan secara langsung. Tokoh

cerita hadir dan dihadirkan oleh pengarang kehadapan pembaca secara

tidak berbelit-belit melainkan begitu saja dan langsung disertai deskripsi

kediriannya, yang mungkin berupa sikap, sifat, watak, dan tingkah laku,

atau bahkan juga ciri fisiknya.

Kutipan berikut merupakan contoh pembicaraan yang dimaksud

yang diambil dari novel Katak Hendak Jadi Lembu. Bahkan, sejak pertama

cerita, ia telah mengarah pada deskripsi kedirian tokoh utama cerita itu,

Suria yang malas dan berlagak.

“Bapaknya yang masih duduk senang di atas kursi rotan itu jadi menteri kabupaten di kantor patih Sumedang. Ia sudah lebih dari separuh baya-sudah masuk bilangan orang tua, tua umur tetapi badannya masih muda rupanya. Bahkan hatinya pun sekali-kali

belum boleh dikatakan “tua” lagi, jauh dari itu. Barang dimana ada

keramaian di Sumedang atau di desa-desa yang tiada jauh benar dari kota itu, hampir selalu ia kelihatan. Istimewa dalam adat kawin, yang diramaikan dengan permainan seperti tari-menari, tayuban, dan lain-lain, seakan-akan dialah yang jadi tontonan! Sampai pagi mau ngibing, dengan tiada berhenti-hentinya. Hampir

di dalam segala perkara ia hendak di atas dan terkemuka …

rupanya dan cakapnya. Memang ia pantang kerendahan, perkataannya pantang dipatahkan. Meskipun ia hanya berpangkat

manteri kabupaten dan “semah” pula di negeri Sumedang, tetapi hidupnya tak dapat dikatakan berkekurangan. Rumahnya bagus, lebih daripada sederhana: perabotnya cukup, lebih banyak, lebih pantas daripada perkakas rumah antenar yang sederajat dengan dia,


(29)

Teknik pelukisan tokoh seperti di atas bersifat sederhan dan

cenderung ekonomis. Hal inilah kelebihan teknik analitis tersebut.

Pengarang dengan cepat dan singkat dapat mendeskripsikan kedirian tokoh

ceritanya.

b. Teknik Dramatik

Penampilan tokoh cerita dalam teknik dramatik, artinya mirip dengan yang

ditampilkan pada drama, dilakukan secara tak langsung. Artinya,

pengarang tidak mendeskripsikan secara eksplisit sifat dan sikap serta

tingkah laku tokoh. Pengarang membiarkan para tokoh cerita untuk

menunjukkan kediriannya sendiri melalui berbagai aktivitas yang

dilakukan, baik secara verbal lewat kata maupun nonverbal lewat tindakan

atau tingkah laku, dan juga melalui peristiwa yang terjadi.

2.2.2.3 Alur (Plot)

Alur (plot) merupakan unsur terpenting, bahkan tidak sedikit orang yang

menganggapnya sebagai yang terpenting di antara berbagai unsur fiksi lain.

Secara tradisional, orang sering menyamakan alur (plot) dengan istilah alur atau

jalan cerita. Penyamaan antara alur (plot) dengan jalan cerita atau mendefinisikan

alur (plot) sebagai jalan cerita sebenarnya kurang tepat. Alur (plot) memang

mengandung unsur jalan cerita, tepatnya peristiwa demi peristiwa yang

susul-menyusul, namun ia lebih dari sekedar rangkaian peristiwa (Nurgiyantoro, 2009:


(30)

Walau cerita rekaan berbagai ragam coraknya, ada pola-pola tertentu yang

hampir selalu terdapat di dalam sebuah cerita rekaan, (Sudjiman, 1988: 30– 36),

struktur umum alur dapatlah digambarkan sebagai berikut:

a. Tahap awal

Tahap awal (beginning) sering dikenal dengan tahap perkenalan.

Tahap ini berisi sejumlah informasi penting yang berkaitan dengan

berbagai hal yang akan dikisahkan pada tahap berikutnya. Tahap ini juga

masih dibagi menjadi tiga, yaitu paparan (exposition), rangsangan

(incitingmoment), gawatan (rising action) (Sudjiman, 1988: 30).

1) Paparan (exposition)

Paparan biasanya merupakan fungsi utama awal suatu cerita

(Sudjiman, 1988: 32). Tentu saja bukan informasi selengkapnya yang

diberikan, melainkan keterangan sekadarnya untuk memudahkan

pembaca mengikuti kisah selanjutnya. Selain itu, situasi yang

digambarkan pada awal harus membuka kemungkinan cerita itu

berkembang.

2) Rangsangan (inciting moment)

Rangsangan adalah peristiwa yang mengawali timbulnya

gawatan (Sudjiman, 1988: 32). Rangsangan sering ditimbulkan oleh

masuknya seorang tokoh baru yang berlaku sebagai katalisator.

Namun, tidak ada patokan tentang panjang paparan, kapan disusul oleh


(31)

3) Gawatan (rising action)

Konflik-konflik yang telah dimunculkan pada tahap

sebelumnya semakin berkembang dan peristiwa-peristiwa dramatik

yang menjadi inti cerita semakin mencekam dan menegangkan.

Konflik-konflik, pertentangan-pertentangan, benturan-benturan antar

kepentingan, masalah, dan tokoh yang mengarah ke klimaks semakin

tak dapat dihindari.

b. Tahap tengah

Tahap tengah (middle) sering disebut dengan tahap pertikaian.

Tahap ini menampilkan pertentangan yang sudah mulai dimunculkan pada

tahap sebelumnya, menjadi semakin meningkat dan menegangkan. Tahap

ini juga dibagi menjadi tiga tahap, yaitu tahap tikaian (conflict), tahap

rumitan (complication), tahap kimaks.

1) Tikaian (conflict)

Tikaian adalah perselisihan yang timbul sebagai akibat adanya

dua kekuatan yang bertentangan (Sudjiman, 1988: 42); satu

diantaranya diwakili oleh manusia atau pribadi yang biasanya menjadi

protagonis dalam cerita. Protagonis itu dapat dari kekuatan alam,

masyarakat, dan orang tua atau tokoh lain.

2) Tahap rumitan (complication)

Perkembangan dari gejala mulai tikaian menuju ke klimaks


(32)

memadai, tikaian akan lambat. Oleh karena itu, penciptaan dan cara

mengendalikan rumitan menunjukkan kemahiran pengarang.

3) Tahap klimaks

Klimaks tercapai apabila rumitan mencapai puncak kehebatan

(Sudjiman, 1988: 41). Konflik-konflik atau pertentangan yang terjadi

atau ditimpakan kepada para tokoh cerita mencapai titik puncak.

c. Tahap akhir (end)

Tahap akhir (end) sering disebut juga dengan tahap peleraian.

Tahap ini menampilkan adegan tertentu sebagai akibat klimaks. Jadi,

bagian ini berisi bagaimana kesudahan cerita atau menyarankan pada hal

bagaimanakah akhir sebuah cerita. Tahap ini juga dibagi menjadi dua

tahap, yaitu tahap leraian (falling action), dan tahap selesaian

(denouement).

1) Tahap leraian

Leraian yang menunjukkan perkembangan peristiwa ke arah

selesaian. Dalam menghadapi tikaian ada kalanya diturunkan orang

atau barang yang muncul dengan tiba-tiba dan memberikan pemecahan

atau jalan keluar atas kesulitan itu (Sudjiman, 1988: 35).

2) Tahap selesaian

Selesaian bukan penyelesaian masalah yang dihadapi tokoh

cerita. Selesaian adalah bagian akhir atau penutup cerita (Sudjiman,


(33)

menyenangkan atau menyedihkan, penyelesaian dalam keadaan yang

penuh ketidakpastian, ketidakjelasan, atau ketidakpahaman.

2.2.2.4 Latar (Setting)

Latar atau setting yang disebut juga sebagai landas tumpu, menyaran pada

pengertian tempat, hubungan waktu, dan lingkungan sosial tempat terjadinya

peristiwa-peristiwa yang diceritakan (Abrams dalam Nurgiyantoro, 2009: 216).

Latar memberikan pijakan cerita secara konkret dan jelas. Hal ini penting untuk

memberikan kesan realistis kepada pembaca, menciptakan suasana tertentu yang

seolah-olah sungguh-sungguh ada dan terjadi. Latar dibedakan atas tiga hal, yaitu:

a. Latar tempat

Unsur tempat yang dipergunakan mungkin berupa tempat-tempat

dengan nama-nama tertentu, inisial tertentu, dan mungkin lokasi tertentu

tanpa nama yang jelas. Tempat-tempat yang bernama sering kita jumpai

dalam dunia nyata sedangkan tempat dengan inisial tertentu biasanya

berupa huruf awal (kapital) nama suatu tempat, juga menyaran pada

tempat tertentu, tetapi pembaca harus memperkirakan sendiri.

b. Latar waktu

Latar waktu berhubungan dengan “kapan” terjadinya peristiwa

-peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Masalah “kapan”

biasanya dihubungkan dengan waktu yang ada kaitannya atau dapat juga

dikaitkan dengan peristiwa sejarah yang dipergunakan untuk mencoba


(34)

sejalan dengan waktu tersebut juga dimanfaatkan untuk mengesani

pembaca seolah-olah cerita itu sungguh-sungguh ada dan terjadi.

c. Latar sosial

Latar sosial menyaran pada hal-hal yang berhubungan dengan

perilaku kehidupan sosial masyarakat di suatu tempat yang diceritakan

dalam karya fiksi. Tata cara kehidupan sosial masyarakat mencangkup

berbagai masalah dalam lingkup yang cukup kompleks. Selain itu, latar

sosial juga berhubungan dengan status sosial tokoh yang bersangkutan,

misalnya rendah, tinggi, menengah dan atas.

2.2.2.5 Tema

Tema adalah makna cerita, gagasan sentral, atau dasar yang terdapat dalam

cerita. Tema adalah ide yang mendasari suatu cerita. Tema merupakan makna

cerita, tema pada dasarnya merupakan sejenis komentar terhadap subjek atau

pokok masalah baik secara eksplisit maupun implisit, di dalam tema terkandung

sikap pengarang terhadap subjek atau pokok cerita. Tema memiliki fungsi untuk

menyatukan unsur-unsur lainnya; juga berfungsi untuk melayani visi atau

response pengarang terhadap pengalaman dan hubungan totalnya dengan jagat

raya (Wiyatmi, 2006).

Wiyatmi (2006) membedakan tema menjadi (a) tema jasmaniah : tema

yang berkaitan dengan jiwa seorang manusia, (b) tema social : tema yang

berhubungan dengan masalah politik, (c) tema organik atau moral : tema yang


(35)

dengan reaksi-reaksi pribadi yang pada umumnya menentang pengaruh social, (e)

tema ketuhanan : tema yang berhubungan dengan kondisi dan situasi manusia

sebagai makhluk sosial.

2.2.2.6 Sudut Pandang

Sudut pandang (point of view), menyaran pada sebuah cerita dikisahkan. Ia

merupakan cara dana tau pandangan yang dipergunakan pengarang sebagai sarana

untuk menyajikan tokoh, tindakan, latar, dan berbagai peristiwa yang membentuk

cerita dakam sebuah karya fiksi kepada pembaca Abrams dalam (Nurgiyantoro,

2009:248). Segala sesuatu yang dikemukakan dalam karya fiksi memang milik

pengarang, pandangan hidup, dan tafsirannya terhadap kehidupan. Namun,

kesemuannya itu dalam karya fiksi disalurkan lewat sudut pandang tokoh, lewat

kacamata tokoh cerita. Sudut pandang adalah pandangan pencerita yang dipilih

oleh pengarang untuk menceritakan suatu cerita(Sumardjo 1986: 63-64).

Kadang-kadang orang sulit membedakan antara pengarang dengan tokoh pencerita, pada

prinsipnya pengarang berbeda dengan tokoh pencerita. Tokoh pencerita

merupakan tokoh individu ciptaan pengarang yang mengemban misi membawa

cerita, ia bukan pengarang itu sendiri. Sebuah cerita memang dituturkan oleh

pengarangnya, tetapi pengarang harus menentukan tokoh atau orang yang


(36)

Sumardjo (1986: 63-64) membagi sudut pandang menjadi empat macam

yaitu:

a. Sudut pandang Yang Maha Kuasa, pengarang bertindak sebagai pencipta

segalanya. Ia tahu segalanya, pengarang dapat menggambarkan semua

tingkah laku dan mengetahui perasaan para tokohnya, mengerti apa yang

mereka pikirkan mengetahui semua apa yang mereka kerjakan.

b. Sudut pandang orang pertama, pengarang sebagai pelaku cerita. Pengarang

berlaku sebagai karakter utama cerita, ini ditandai dengan menggunakan

kata “aku”. Penggunaan teknik ini menyebabkan pembaca tidak

mengetahui segala hal yang tidak diungkapkan oleh sang narator.

Keuntungan dari teknik ini adalah pembaca merasa menjadi bagian dari

cerita. Dengan demikian semua cerita bergantung pada tokoh “aku”.

c. Sudut pandang peninjau, pengarang memilih salah satu tokohnya untuk

bercerita. Seluruh kejadian kita ikuti bersama tokoh ini. Cerita dikisahkan

menggunakan kata ganti orang ketiga, seperti: mereka dan dia. Pengarang

hanya dapat melukiskan keadaan tokoh “dia”, tetapi tidak dapat

melukiskan kedadaan jiwa tokoh lain.

d. Sudut pandang objektif, pengarang serba tahu tetapi tidak memberikan

komentar apapun. Pembaca hanya disuguhi pendangan mata, apa yang

seolah dilihat pengarang. Sudut pandang ini hamper sama sama dengan

sudut pandang Yang Maha Kuasa, tetapi perbedaanya pengarang tidak


(37)

2.2.2.7 Bahasa

Bahasa merupakan sarana pengungkapan sastra (Nurgiyantoro, 2005: 272).

Di pihak lain, sastra lebih dari sekadar bahasa dan deretan kata. Namun, unsur

kelebihannya itu pun hanya dapat diungkap dan ditafsirkan melalui bahasa. Jika,

sastra dikatakan ingin menyampaikan dan mendialogkan sesuatu hanya dapat

dikomunikasikan lewat sarana bahasa.

Pengungkapan bahasa itu sendiri juga memerlukan suatu gaya. Oleh

karena itu, banyak orang sering mengenal gaya bahasa dengan istilah ‘style’. Di

samping itu, penggunaan gaya bahasa tertentu dapat mengubah serta

menimbulkan konotasi tertentu. Maka, gaya bahasa juga berhubungan sangat erat

dengan kosakata. Semakin orang mempunyai banyak kosakata, orang tersebut

juga semakin kaya akan gaya bahasa.

Meskipun begitu, penelitian ini tidak akan membahas bahasa yang lebih

mendalam. Peneliti hanya memfokuskan pada bagaimana penulis menggunakan

bahasa di dalam karya sastranya (cerpen) itu. Dengan begitu, peneliti dapat

mengetahui bahasa seperti apa yang digunakan penulis di dalam menulis

karya-karyanya.

2.2.3 Pembelajaran Sastra di SMA

2.2.3.1 Pembelajaran Sastra Berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)

Menurut BSNP (2006: 5), Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)


(38)

oleh setiap satuan pendidikan dengan memperhatikan standar kompetensi dan

kompetensi dasar yang dikembangkan Badan Standar Nasional Pendidikan

(BSNP). Kurikulum ini juga dikenal dengan sebutan kurikulum 2006 karena

kurikulum ini mulai diberlakukan secara berangsur-angsur. Pelaksanaan

kurikulum didasarkan pada potensi, perkembangan dan kondisi peserta didik

harus mendapatkan pelayanan pendidikan yang bermutu, serta memperoleh

kesempatan untuk mengekspresikan dirinya secara bebas, dinamis, dan

menyenangkan. Dengan begitu, siswa dapat mengekspresikan dirinya dalam

berbagai bidang studi yang dipelajarinya, khususnya pembelajaran sastra di

sekolah.

a. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Mata Pelajaran Bahasa Indonesia untuk SMA Kelas X Semester 1

Penelitian ini memilih kurikulum KTSP kelas X semester 1, yaitu

memahami wacana sastra melalui kegiatan membaca puisi dan cerpen. SK yang

diambil dalam penelitian ini adalah membaca tentang memahami wacana sastra

melalui kegiatan membaca puisi dan cerpen, KD yang digunakan 7.2

Menganalisis keterkaitan unsur intrinsik suatu cerpen dengan kehidupan

sehari-hari. Pada standar kompetensi tersebut, pembelajaran cerpen dapat

diimplementasikan, siswa mempelajari, memahami unsur intrinsik cerpen,

kemusian siswa dapat menganalisis unsur intrinsik cerpen yang ada


(39)

b. Silabus

Silabus adalah rencana pembelajaran pada suatu dan / atau kelompok mata

pelajaran / tema tertentu yang mencakup standar kompetensi, kompetensi dasar,

materi pokok / pembelajaran, kegiatan pembelajaran, indikator, penilaian, alokasi

waktu, dan sumber / bahan / alat belajar. Silabus merupakan penjabaran standar

kompetensi dan kompetensi dasar ke dalam materi pokok / pembelajaran, kegiatan

pembelajaran, dan indikator pencapaian kompetensi untuk penilaian (BSNP,

2006: 14). Ada beberapa prinsip pengembangan silabus, sebagai berikut:

1. Ilmiah

Keseluruhan materi dan kegiatan yang menjadi muatan dalam silabus

harus benar dan dapat dipertanggungjawabkan secara keilmuan.

2. Relevan

Cakupan, kedalaman, tingkat kesukaran dan urutan penyajian materi

dalam silabus sesuai dengan tingkat perkembangan fisik, intelektual, sosial,

emosional, dan spiritual peserta didik.

3. Sistematis

Komponen-komponen silabus saling berhubungan secara fungsional

dalam mencapai kompetensi.

4. Konsisten

Adanya hubungan yang konsisten (ajeg, taat asas) antara kompetensi

dasar, indikator, materi pokok, pengalaman belajar, sumber belajar, dan sistem


(40)

5. Memadai

Cakupan indikator, materi pokok, pengalaman belajar, sumber belajar,

dan sistem penilaian cukup untuk menunjang pencapaian kompetensi dasar.

6. Aktual dan kontekstual

Cakupan indikator, materi pokok, pengalaman belajar, sumber belajar,

dan sistem penilaian memperhatikan perkembangan ilmu, teknologi dan seni

mutakhir dalam kehidupan nyata, dan peristiwa yang terjadi.

7. Fleksibel

Keseluruhan komponen silabus dapat mengakomodasi keragaman

peserta didik, pendidik, serta dinamika perubahan yang terjadi di sekolah dan

tuntutan masyarakat.

8. Menyeluruh

Komponen silabus mencakup keseluruhan ranah kompetensi (kognitif,

afektif, psikomotorik).

Pengembangan silabus dapat dilakukan oleh para guru secara mandiri atau

berkelompok dalam sebuah sekolah atau beberapa sekolah, kelompok

Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) pada Pusat Kegiatan Guru (PKG),

dan Dinas Pendidikan (BSNP, 2006: 14–15).

Langkah-langkah pengembangan silabus menurut BSNP (2006: 16 – 18)


(41)

1. Mengkaji Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar

Mengkaji standar kompetensi dan kompetensi dasar mata pelajaran

sebagaimana tercantum pada standar ini, dengan memperhatikan hal-hal

sebagai berikut:

a. Urutan berdasarkan hirarki konsep disiplin ilmu dan / tingkat kesulitan

materi, tidak harus lebih sesuai dengan urutan yang ada standar isi.

b. Keterkaitan antara standar kompetensi dan kompetensi dasar dalam mata

pelajaran.

c. Keterkaitan antara standar kompetensi dan kompetensi dasar antar mata

pelajaran.

2. Mengidentifikasi Materi Pokok / Pembelajaran

Mengidentifikasi materi pokok / pembelajaran yang menunjang

pencapaian kompetensi dasar dengan mempertimbangkan:

a. Potensi peserta didik.

b. Relevansi dengan karakteristik daerah.

c. Tingkat perkembangan fisik, intelektual, emosional, sosial dan spiritual

peserta didik.

d. Struktur keilmuan.

e. Aktualitas, kedalaman, dan keluasan materi pembelajaran.

f. Relevansi dengan kebutuhan peserta didik dan muatan lingkungan.


(42)

3. Mengembangkan Kegiatan Pembelajaran

Kegiatan pembelajaran dirancang untuk memberikan pengalaman

belajar yang bervariasi dan berpusat pada peserta didik, pengalaman tersebut

melibatkan proses mental dan fisik melalui interaksi antar prestasi didik,

peserta didik dengan guru, lingkungan dan sumber belajar lainnya dalam

rangka pencapaian kompetensi dasar.

Hal-hal yang harus diperhatikan dalam mengembangkan kegiatan

pembelajaran adalah sebagai berikut:

a. Kegiatan pembelajaran disusun untuk memberikan bantuan kepada para

pendidik, khususnya guru, agar dapat melaksanakan proses pembelajaran

secara profesional.

b. Kegiatan pembelajaran memuat rangkaian kegiatan yang harus dilakukan

oleh peserta didik secara berurutan untuk mencapai kompetensi dasar.

c. Penentuan urutan kegiatan pembelajaran harus sesuai dengan hirarki

konsep materi pembelajaran.

d. Rumusan pernyataan dalam kegiatan pembelajaran minimal mengandung

dua unsur penciri yang mencerminkan pengelolaan pengalaman belajar

siswa, yaitu kegiatan siswa dan materi.

4. Merumuskan Indikator dan Pencapaian Kompetensi

Indikator merupakan penanda pencapaian kompetensi dasar yang

ditandai oleh perubahan perilaku yang dapat diukur yang mencakup sikap,


(43)

5. Penentuan Jenis Penilaian

Penilaian merupakan serangkaian kegiatan untuk memperoleh,

menganalisis, dan menafsirkan data tentang proses dan hasil belajar peserta

didik yang dilakukan secara sistematis dan berkesinambungan, sehingga

menjadi informasi yang bermakna dalam pengambilan keputusan. Penilaian

dilakukan dengan menggunakan tes dan nontes dalam bentuk tertulis maupun

lisan.

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penilaian (BSNP, 2006: 17),

yaitu:

a. Penilaian diarahkan untuk mengukur pencapaian kompetensi.

b. Penilaian menggunakan acuan cerita.

c. Sistem yang direncanakan adalah sistem penilaian yang berkelanjutan.

d. Hasil penilaian dianalisis untuk menentukan tindak lanjut.

e. Sistem penilaian harus disesuaikan dengan pengalaman belajar yang

ditempuh dalam proses pembelajaran.

6. Menentukan Alokasi Waktu

Alokasi waktu yang dicantumkan dalam silabus merupakan perkiraan

waktu rerata untuk menguasai kompetensi dasar. Penentuan alokasi waktu

pada setiap kompetensi dasar didasarkan pada jumlah minggu efektif dan

untuk alokasi waktu mata pelajaran dapat menyesuaikan pada materi.

7. Menentukan Sumber Belajar

Sumber belajar adalah rujukan, objek dan / bahan yang digunakan


(44)

narasumber, serta lingkungan fisik, alam, sosial, dan budaya. Penentuan

sumber belajar didasarkan pada standar kompetensi dan kompetensi dasar

serta materi pokok / pembelajaran, kegiatan pembelajaran dan indikator

pencapaian kompetensi.

c. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)

Dalam implementasinya, silabus dijabarkan dalam rencana pelaksanaan

pembelajaran, dilaksanakan, dievaluasi dan ditindaklanjuti oleh masing-masing

guru. Silabus harus dikaji dan dikembangkan secara berkelanjutan dengan

memperhatikan masukan evaluasi hasil belajar, evaluasi proses pelaksanaan

pembelajaran, dan evaluasi rencana pembelajaran (BSNP, 2006: 22).

RPP adalah rancangan pembelajaran yang akan diterapkan guru dalam

pembelajaran mata pelajaran per unit yang akan diterapkan guru dalam

pembelajaran di kelas. Berdasarkan dari RPP ini seorang guru diharapkan bisa

menerapkan pembelajaran secara terprogram (baik yang menyusun RPP itu

sendiri maupun yang bukan). RPP juga harus memiliki daya terap yang tinggi.

Secara teknis rencana pembelajaran minimal mencakup

komponen-komponen sebagai berikut:

1. Standar kompetensi, kompetensi dasar, dan indikator pencapaian hasil belajar.

2. Tujuan pembelajaran.

3. Materi pembelajaran.

4. Pendekatan dan metode pembelajaran.

5. Langkah-langkah kegiatan pembelajaran.


(45)

7. Evaluasi pembelajaran.

Langkah-langkah yang patut dilakukan guru dalam menyusun RPP

menurut Muslich adalah:

1. Ambillah satu unit pembelajaran (dalam silabus) yang akan diterapkan dalam

pembelajaran.

2. Tulis standar kompetensi dan kompetensi dasar yang terdapat dalam unit

trsebut.

3. Tentukan indikator untuk mencapai kompetensi dasar tersebut.

4. Tentukan alokasi waktu yang diperlukan untuk mencapai indikator tersebut.

5. Rumuskan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai dalam pembelajaran

tersebut.

6. Tentukan materi pembelajaran yang akan diberikan kepada siswa untuk

mencapai tujuan pembelajaran yang dirumuskan.

7. Pilihlah metode pembelajaran yang dapat mendukung sifat materi dan tujuan

pembelajaran.

8. Susunlah langkah-langkah kegiatan pembelajaran menjadi lebih dari satu

pertemuan. Pembagian dari setiap jam pertemuan bisa didasarkan pada satuan

tujuan pembelajaran atau sifat / tipe / jenis materi pembelajaran.

9. Jika alokasi waktu untuk mencapai satu kompetensi dasar lebih dari dua jam

pelajaran, bagilah langkah-langkah pembelajaran menjadi lebih dari satu

pertemuan. Pembagian dari setiap jam pertemuan bisa didasarkan pada satu


(46)

10. Sebutkan sumber / media belajar yang akan digunakan dalam pembelajaran

secara konkret dan untuk setiap bagian / unit pertemuan.

11. Tentukan teknik penilaian, bentuk, dan contoh instrumen penilaian yang akan

digunakan untuk mengukur ketercapaian kompetensi dasar atau tujuan

pembelajaran yang telah dirumuskan. Jika bentuk instrumen berbentuk tugas,

rumuskan tugas tersebut secara jelas dan bagaimana rambu-rambu

penilaiannya dan / atau kunci jawabannya. Jika penilaiannya berbentuk proses,

susunlah rubriknya dan indikator masing-masingnya.

2.2.3.2 Bahan Ajar Pembelajaran Sastra di SMA

Masalah yang kita hadapi sekarang adalah menentukan bagaimana

pengajaran sastra dapat memberikan sumbangan yang maksimal untuk pendidikan

secara utuh (Rahmanto, 1988: 16). Untuk itu bahan ajar yang akan disampaikan

hendaknya mencakup:

1. Membantu keterampilan berbahasa

Mengikutsertakan pengajaran sastra dalam kurikulum berarti akan

membantu siswa berlatih keterampilan membaca dan mungkin ditambah

sedikit keterampilan menyimak, wicara, dan menulis yang masing-masing erat

hubungannya.

2. Meningkatkan pengetahuan budaya

Setiap karya sastra selalu menghadirkan “sesuatu” dan kerap

menyajikan banyak hal yang apabila dihayati benar-benar akan semakin


(47)

khusus yang harus selalu dipupuk dalam masyarakat adalah pengetahuan

tentang budaya yang dimilikinya.

3. Mengembangkan cipta dan rasa

Penting sekali kiranya memandang pengajaran sebagai proses

pengembangan individu secara keseluruhan. Oleh karenanya, hendaknya

kecakapan itu dikembangkan secara harmonis. Dalam hal pengajaran sastra,

kecakapan yang perlu dikembangkan adalah kecakapan yang bersifat indra,

yang bersifat penalaran, yang bersifat afektif, yang bersifat sosial.

4. Menunjang pembentukan watak

Dalam hal ini hendaknya mampu membina perasaan siswa agar

menjadi lebih tajam. Hal lain yang bisa disumbangkan adalah memberikan

bantuan dalam usaha mengembangkan berbagai kualitas kepribadian siswa.

Selanjutnya, Rahmanto (1988: 26 – 33) menjelaskan berdasarkan

pendapatnya mengenai tiga aspek yang mempertimbangkan jika ingin memilih

bahan pengajaran sastra, yaitu sebagai berikut:

1) Bahasa

Agar pengajaran sastra berhasil, guru perlu mengembangkan

keterampilan khusus untuk memilih bahan pengajaran sastra yang bahasanya

sesuai dengan tingkat penguasaan peserta didik. Aspek kebahasaan dalam

sastra ini tidak hanya ditentukan oleh masalah-masalah yang dibahas, tetapi

juga faktor-faktor lain seperti: cara penulisan yang dipakai si pengarang,

ciri-ciri karya sastra pada waktu penulisan karya itu, dan kelompok pembaca yang


(48)

2) Psikologi

Dalam menulis bahan pengajaran sastra, tahap-tahap perkembangan

psikologi perlu diperhatikan karena sangat besar pengaruhnya terhadap minat

dan keengganan peserta didik dalam segala hal. Tahap perkembangan

psikologis ini juga sangat besar pengaruhnya terhadap daya ingat, kemauan

mengerjakan tugas, kesiapan bekerjasama, dan kemungkinan pemahaman

situasi atau pemecahan problem yang dihadapi.

Berikut ini pengelompokan berdasarkan tahap-tahap perkembangan

psikologis peserta didik:

a. Tahap pengkhayal (8 sampai 9 tahun)

Pada tahap ini imajinasi anak belum banyak diisi hal-hal nyata

tetapi masih penuh dengan berbagai macam fantasi kekanakan.

b. Tahap romantik (10 sampai 12 tahun)

Pada tahap ini anak mulai meninggalkan fantasi-fantasi dan

mengarah ke realitas. Meski pandangannya tentang dunia ini masih

sangat sederhana, tapi pada tahap ini anak telah menyenangi cerita-cerita

kepahlawanan, petualangan dan bahkan kejahatan.

c. Tahap realistik (13 sampai 16 tahun)

Sampai tahap ini anak-anak sudah benar-benar terlepas dari dunia

fantasi dan sangat berminat pada realitas atau apa yang benar-benar

terjadi. Mereka terus berusaha mengetahui dan siap mengikuti dengan

teliti fakta-fakta untuk memahami masalah-masalah dalam kehidupan


(49)

d. Tahap generalisasi (umur 16 tahun dan selanjutnya)

Pada tahap ini anak sudah tidak lagi hanya berminat pada hal-hal

praktis saja tetapi juga berminat untuk menemukan konsep-konsep

abstrak dengan menganalisis suatu fenomena. Dengan menganalisis

fenomena, mereka berusaha menemukan dan merumuskan penyebab

utama fenomena itu yang kadang-kadang mengarah ke pemikiran filsafati

untuk menentukan keputusan-keputusan moral.

3) Latar Belakang Budaya

Biasanya peserta didik akan mudah tertarik pada karya-karya sastra

dengan latar belakang yang erat hubungannya dengan latar belakang kehidupan

mereka, terutama bila karya sastra itu menghadirkan tokoh yang berasal dari

lingkungan mereka dan mempunyai kesamaan dengan mereka atau dengan

orang-orang di sekitar mereka. Di masa lalu peserta didik terpaksa mempelajari

karya sastra dengan latar belakang budaya yang tidak dikenalnya, maka harus

ada kesadaran bahwa karya sastra hendaknya menghadirkan sesuatu yang erat

hubungannya dengan kehidupan peserta didik dan peserta didik hendaknya

terlebih dahulu memahami budayanya sebelum mencoba mengetahui budaya

lain.

Lewat karya sastra yang dibacanya, asalkan para guru dapat memilihkan

bahan bacaan dengan tepat, peserta didik akan dapat mengenal budaya asing


(50)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Pada bagian ini disajikan metodologi penelitian. Metodologi yang

digunakan meliputi: jenis penelitian, subjek penelitian, sumber data, data

penelitian, teknik pengumpulan data, instrumen penelitian, dan teknik analisis

data. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif karena menghasilkan data

deskriptif berupa kata-kata tertulis. Penelitian ini akan menguraikan mengenai,

tokoh, alur, latar, tema, sudut pandang, dan bahasa.

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Hal ini didasarkan pada

data dalam penelitian ini yang berupa teks tulis, yaitu cerpen yang diambil dari

buku kumpulan cerpen Ibu Pergi ke Surga karya Sitor Situmorang. Pendekatan

yang digunakan dalam penelitian ini adalah content analysis.

3.2 Subjek penelitian

Subjek dalam penelitian ini adalah salah satu cerpen dalam kumpulan

cerpen Ibu Pergi ke Surga karya Sitor Situmorang yang berjudul Ibu Pergi ke

Surga. Penelitian ini menganalisis unsur intrinsik cerpen dan implementasinya


(51)

3.3 Sumber Data dan Data Penelitian

Sumber data dalam penelitian ini berupa buku kumpulan cerpen karya

Sitor Situmorang.

Judul Buku : Kumpulan Lengkap Cerpen Sitor Situmorang Ibu

Pergi ke Surga

Judul Cerpen : Ibu Pergi ke Surga

Pengarang : Sitor Situmorang

Penerbit : Komunitas Bambu

Tahun Terbit : 2015

Jumlah Halaman : 222

Dalam kumpulan cerpen ini terdapat dua puluh tiga judul cerpen, cerpen

yang akan dianalisis berjudul “Ibu Pergi ke Surga”.

3.4 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data ini adalah dengan membaca keseluruhan isi

cerpen, kemudian mengidentifikasi dan mencatat hal-hal yang berkaitan dengan

analisis unsur intrinsik cerpen yang terdapat dalam kumpulan cerpen “Ibu Pergi ke Surga” karya Sitor Situmorang, hanya satu judul cerpen yang dianalisis yaitu “Ibu

Pergi Ke Surga” halaman 67-74.

3.5 Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah human instrument.


(52)

dan memiliki kalifikasi dalam bidang yang diteliti (penulisan) secara

sungguh-sungguh melakukan penlitian.

3.6 Teknik Analisis Data

Analisis data dilakukan menggunakan teknik deskriptif kualitatif. Dalam

penelitian ini, peneliti mendeskripsikan dan merumuskan data yang diperoleh dari

cerpen yang berjudul “Ibu Pergi ke Surga” dari buku kumpulan cerpen Ibu Pergi

ke Surga karya Sitor Situmorang. Untuk mendeskripsikan hasil implementasi


(53)

BAB IV PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Data

Pada bab ini akan dipaparkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai

(1) tokoh, alur, latar, tema, sudut pandang dan bahasa (2) relevansi cerpen “Ibu

Pergi ke Surga” sebagai bahan pembelajaran Sastra di SMA kelas X semester I.

4.2 Analisis Unsur Intrinsik Cerpen

4.2.1 Analisis Tokoh dalam Cerpen“Ibu Pergi ke Surga”

Tokoh dalam karya sastra adalah tokoh rekaan yang memiliki peranan

penting dalam membangun cerita. Selain itu, tokoh juga berfungsi sebagai pemain

cerita, penyampai ide, motif, plot, dan tema (Sumardjo, 1988:63), sedangkan

tokoh yang biasa menjadi tumpuan penelitian adalah tokoh utama, tetapi tokoh

bawahan pun penting untuk mendukung dan memperjelas karakter atau watak

tokoh utama (Minderop, 2010:62).

Berikut tokoh-tokoh yang turut andil dalam terbentuknya cerpen “Ibu

Pergi ke Surga” Aku, Bapak, Ibu dan Pendeta, tokoh Aku sebagai tokoh yang

paling banyak mendapatan porsi dalam cerpen ini sebagai tokoh utama. Aku

cukup berperan dalam jalan cerita dari tahap awal tengah hingga akhir.

Kemudian, tokoh bawahan dalam cerpen “Ibu Pergi ke Surga”adalah Ibu,

Bapak, dan Pendeta. Tokoh-tokoh bawahan tersebut memiliki keterlibatan dan


(54)

mengambil bagian dalam munculnya konflik pada cerpen ini. Mereka juga

memiliki peran masing–masing dalamjalan cerita cerpen “Ibu Pergi Ke Surga.”

4.2.2 Penokohan

Penciptaan suatu tokoh biasanya dibuat semirip mungkin dengan

tokoh-tokoh yang ada di dunia nyata agar dapat diterima oleh pembaca. Dalam

menentukan pembentukan karakteristik tokoh, penulis harus memperhatikan

watak tokoh yang wajar. Walaupun tokoh tercipta dari hasil imajinasi penulisnya

sebisa mungkin pencitraan tokoh yang hidup dalam kewajaran layaknya manusia

hidup pada umunya dan tidak berlebihan.

Pada cerpen “Ibu Pergi ke Surga” penulis menggunakan teknik dramatic

secara keseluruhan, penulis tidak mendeskripsikan secara eksplisit sifat, sikap dan

tingkah laku tokoh. Penulis membiarkan tokoh-tokoh menunjukan dirinya dengan

aktivitas yang dilakukan, baik secara verbal maupun non verbal lewat tindakan

dan tingkah laku serta peristiwa yang terjadi.

a. Tokoh Aku

Dalam cerpen“Ibur pergi ke Surga”, Aku menjadi tokoh utama dan

paling banyak diceritakan, peran Aku dalam cerpen ini memliki peran

penting dalam pembentukan keseluruhan cerita.

Aku adalah seorang anak pertama dari dua bersaudara dapat


(55)

(1) Lalu datanglah telegram ketiga. Semacam firasat menyuruh aku pulang. Ketika tiba di kampong seorang diri, bapak berkata dengan kesal, “Hanya kau sendiri?” Adikku sejak beberapa tahun tak ketahuan lagi dimana tempatnya. (Situmorang, 2015: 68)

Tokoh Aku kurang aktif dalam kegitaan keagamaan dan tidak

kurang taat beribadah.

(2) Pada hari kedua saya datang, pendeta berkunjung ke rumah. Karena ibu tidak dapat ke gereja di malam hari Natal, jemaat akan merayakan hari Natal di rumah kami! Ibu setuju, dan mengangguk seperti menerima hal yang sewajarnya. Aku merasa keberatan karena sesuatu, tapi tak berkata. (Situmorang, 2015: 68-69)

(3)“Ya, saya tahu Tuan juga percaya, walaupun orang terpelajar tidak lagi suka datang ke gereja. Saya selalu yakin Tuan berpegang pada Kristus,” kata pendeta seperti pada dirinya sendiri. (Situmorang, 2015: 78)

Aku adalah sorang yang sayang terhadap ibunya.

(4)Setelah ia meninggal, aku mengucapkan, “Syukurlah!” dalam hati. Terlalu penderitaan si tua itu. (Situmorang, 2015:67)

(4) Lalu datanglah telegram ketiga. Semacam firasat menyuruh aku pulang. (Situmorang, 2015:68)

(5) Pada hari kedua saya datang, pendeta berkunjung ke rumah. Karena ibu tidak dapat ke gereja di malam hari Natal, jemaat akan merayakan hari Natal di rumah kami! Ibu setuju, dan mengangguk seperti menerima hal yang sewajarnya. Aku merasa keberatan karena sesuatu, tapi tak berkata. (Situmorang, 2015:68-69)

Dari kutipan diatas tokoh Aku merupakan tokoh utama dan tokoh

protagonis, yang kurang taat dalam beribadah namun memiliki rasa sayang

terhadap ibunya.

b. Tokoh Ibu

Ibu dalam cerita ini sebagai sosok yang selalu merindukan


(56)

(6) Beberapa bulan sebelumnya, aku dua kali dipanggil dengan telegram, “Ibu sakit keras. Datang!” Saya datang. Ibu segar kembali. “Lihat, kau akan sehat kembali. Kau hanya rindu melihat anakmu!” (Situmorang, 2015:67)

(7) Saya tahu, ibu hanya suka saya berada di hari Natal di dekatnya. (Situmorang, 2015:68)

(8) Tapi ibu lain. Selain tak percaya pada takhayul, ia pengunjung gereja yang setia dan merupakan pengikut persatuan jemaat di tengah-tengah penduduk yang kebanyakan masih zakil. Ibu memang terkenal peramu obat-obatna, tapi tanpa mantra. Resep buatannya hanya diludahinya. (Situmorang, 2015:68)

Dari kutipan diatas tokoh Ibu merupakan tokoh protagonis

yang taat bribadah dan peramu obat tanpa mantra.

c. Tokoh Bapak

Sosok tokoh Bapak dalam cerpen ini adalah seorang yang sayang dan

setia kepada ibu

(9) “Kalau ibumu mati, aku pun tidak lama lagi hidup, sedangcucuku belum pernah kulihat!” (Situmorang, 2015:68)

(10) “Di sini aku ingin dikubur. Kau harus membuat kuburan semen yang indah buat aku. Kalau aku sudah mati, ibumu kau pindahkan kemari.” (Situmorang, 2015:73)

Sebagai orang yang sudah cukup tua tokoh Bapak menjadi

sorang tokoh masyrakat dan dihormati oleh warga.

(11) Bapak kalau di gereja diberi juga tempat istimewa dekat pendeta, di atas kursi besar menghadap jemaat, sebab ia orang yang dirajakan, pun sebelum zending dan kompeni datang. Itu haknya dan saban kali ia duduk di gereja, ia duduk terkantuk-kantuk di sana sampai habis gereja. (Situmorang, 2015:68)

Dalam cerpen ini tokoh Bapak juga digambarkan sebagai

orang yang beragama namun masih mempercayai takhayul.

(12) Tak pernah ia kukira merasakan arti ia dipermandikan jadi orang Kristen, ketika ia sudah berusia empat puluh tahun dulu. Ia masih


(57)

mengucapkan mantra kalau ada kejadian istimewa dengan diri atau keluarganya. Kalau kerbaunya diterkam harimau di padang bebas di gunung, ia juga mengucapkan mantranya sambil membakar ranting di malam gelap. Harimau yang rakus itu akan mati! Begitulah keyakinannya. (Situmorang, 2015:68)

Dari kutipan di atas Tokoh Bapak merupakan tokoh protagonis

yang setia dan sayang terhadap pasangannya, dia joga sosok yang

dihormati warga masyarakat dilingkungannya.

d. Tokoh Pendeta

Tokoh pendeta dalam cerpen digambarkan sebagai seorang

yang peduli terhadap jemaatnya dan bijaksana.

(13) Pada hari kedua saya datang, pendeta berkunjung ke rumah. Karena ibu tidak dapat ke gereja di malam hari Natal, jemaat akan merayakan hari Natal di rumah kami! (Situmorang, 2015:68-69) (14) Pendeta bertanya, “Mengapa Tuan tak ke gereja ketika kemari beberapa bulan yang lalu? Tuan lebih seminggu di sini ketika itu, bukan?’(Situmorang, 2015:69)

(15) Ketika menghirup kopinya, pendeta berkata dengan hormat, “Tuan hendaknya membaca Injil di malam hari Natal nanti! Ibu tentu gembira sekalikalau Tuan melakukan hal ini.”(Situmorang, 2015:70) (16) “Bukankah begitu, Tuan? Mana bisa manusia tak ber-Tuhan! Mana mungkin tak ada surga!” katanya dengan pandang seakan-akan kambing menghadap batu. (Situmorang, 2015:74)

Tokoh pendeta merupakan tokoh tipikal yang bijaksana dan

peduli terhadap jemaatnya.

4.2.3 Alur

Alur yang digunakan dalam cerpen ini menggunakan tiga tahapan, yaitu


(58)

bagian-bagian sub tahap yang berhubungan dengan peristiwa yang dialami tokoh

utama.

a. Tahap awal

Dalam tahap ini cerpen Ibu pergi ke Surga dibagi menjadi tiga bagian lagi

yang membentuk alur tahap awal.

I. Paparan (exposition) dalam cerpen ini mnegisahkan tentang bagai

mana awal mula kejadian sebelum Ibu tokoh Aku meninggal

(17) Ibu akhirnya meninggal setelah mengidap penyakit dada satu tahun saja. Badannya yang tua dan aus pada usia 65 tahun tak tahan lebih lama menolak rongrongan kuman-kuman yang merajalela di paru-parunya. Obat tak terbeli, makanan tak tercukupi di kampong jauh di pegunungan, apalagi perawatan yang semestinya. Setelah ia meninggal, aku mengucapkan, “Syukurlah!” dalam hati. Terlalu penderitaan si tua itu.

Kebetulan saja aku dapat menghadiri saat matinya. Beberapa bulan sebelumnya, aku dua kali dipanggil dengan telegram, “Ibu sakit keras. Datang!” Saya datang. Ibu segar kembali. “Lihat, kau akan sehat kembali. Kau hanya rindu melihat anakmu!” kata orang menghibur hatinya, yang sudah tak segan mati. Hal itu kuketahui dari pandangnya. Bersama Bapak yang jauh lebih tua, ia tak punya apa-apa lagi di dunia untuk menjadi alasan hidup terus. Kami (dua anaknya) semua sudah merantau. Rumah besar kosong. Sawah terbengkalai. Cukup sebagian saja yang dikerjakan. Mereka mengembara dalam rumah seperti dalam ruang kubur besar, demikian kata ibu sendiri. Orang pun tak singgah lagi. Apa hendak dipercakapkan si tua nyinyir serta istrinya yang sudah dekat mati? (Situmorang, 2015:67)

II. Rangsangan (inciting moment) dalam cerpen dimulai dengan

datangnya telegram kedua yang berisikan tentang keinginan sang

ibu.

(18) Kedua kalinya saya dapat telegram. Tapi saya tak datang. Entah berdasar perhitungan apa saya menaksir dalam hati saya bahwa ibu akan tahan hidup kira-kira enam bulan lagi. Lalu kukirimkan sebuah baju panas. Surat ibu, yang didiktekan pada orang lain, sebab ia buta huruf, dan ditujukan pada anakku laki-laki yang sulung berkata, “Nenek lakimu cemburu, baik kirim baju laken padanya seperti dulu!” Pernyataan


(59)

keinginan tersebut diperkuat dengan cap jempol bapak. Jas itu kukirimkan. (Situmorang, 2015:67-68)

III. Gawatan (rising action) cerpen Ibu Pergi ke Surga diawali dengan

datangya telegram ketiga yang memberi isyarat kepada tokoh Aku

untuk segera pulang kekampung halaman menjenguk ibunya.

(19) Lalu datanglah telegram ketiga. Semacam firasat menyuruh aku pulang. Ketika tiba di kampong seorang diri, bapak berkata dengan kesal, “Hanya kau sendiri?”

Adikku sejak beberapa tahun tak ketahuan lagi dimana tempatnya. (Situmorang, 2015:68).

b. Tahap Tengah

Tahap berikutnya dalam cerpen ini juga dibagi menjadi tiga dalam

terbentunya tahap tengah.

I. Tikaian (conflict) pada bagian ini dimulai saat makan malam

bersama Bapak dan Ibu tokoh Aku, sang Bapak mulai menanyakan

kenapa Tokoh pulang sendiri tak mengajak anak dan Istrinya.

(20) Malamnya ketika makan, bapak bertanya, “Apa kau cekcok dengan istrimu?” Lalu ia memberengut, pergi keluar. “Ongkos mahal, pak!” kataku, tapi ia menghilang dalam gelap setelah berkata, “Kalau ibumu mati, aku pun tidak lama lagi hidup, sedang cucuku belum pernah kulihat!”

Ibu tersenyum saja. (Situmorang, 2015:68)

(21) Pada hari kedua saya datang, pendeta berkunjung ke rumah. Karena ibu tidak dapat ke gereja di malam hari Natal, jemaat akan merayakan hari Natal di rumah kami! Ibu setuju, dan mengangguk seperti menerima hal yang sewajarnya.

Aku merasa keberatan karena sesuatu, tapi tak berkata. Sebelum itu, sudah beberapa kali orang berhari Minggu di rumah kami rupanya. Hal itu terasa bagiku seakan-akan upacara kematian. (Situmorang, 2015:68-69)


(60)

II. Tahap rumitan (complication) cerpen ini ketika Pendeta mengajak

Tokoh Aku kerumahnya, dan saat itu pendeta menanyakan bebrapa

hal yang tak ingin dijawab oleh tokoh Aku.

(22) Ketika hendak pulang, pendeta mengajak aku ikut ke rumahnya. Karena taka da yang dapat dilakukan di dusun lembah yang begitu sepi, aku ikut. Lagi aku ingin juga melihat gereja yang dulu yang sudah tak kulihat sejak lepas dari sekolah dasar kira-kira dua puluh tahun yang lalu.

Jalan menuju gereja melalui tegalan dan jalan kampong. Pendeta bertanya, “Mengapa Tuan tak ke gereja ketika kemari beberapa bulan yang lalu? Tuan lebih seminggu di sini ketika itu, bukan?’

Pertanyaan itu kuelakkan dengan bertanya ini dan itu tentang keadaan penduduk. (Situmorang, 2015:69)

Rumitan juga terjadi saat Tokoh aku sudah berada di rumah

Pendeta.

(23) Ketika menghirup kopinya, pendeta berkata dengan hormat, “Tuan hendaknya membaca Injil di malam hari Natal nanti! Ibu tentu gembira sekali kalau Tuan melakukan hal ini.”(Situmorang, 2015:70) (24) “Orang-orang tua mengatur jemaat membakar lilin, membaca nyanyian, mengatur anak-anak sekolah. Kor harus dipimpin. Kami telah melatih lagu kesukaan ibu: Di Tangan Tuhan!”

Aku tak suka, tapi aku diam. Pendeta rupanya menganggapnya tanda setuju.

“Kue-kue disediakan juga buat anak-anak. Sihotang telah bermurah hati memberi sumbangan besar. Tuan masih ingat dia?”

Aku pulang ke rumah dengan perasaan hampa dalam dada. Terbayang orang berumpul di rumah. Bagai8mana dan dimana ibu akan ditaruh? Ia tak dapat duduk lama-lama. Berbaring kiranya? (Situmorang, 2015:70)

III. Tahap klimaks terjadi saat tokoh aku muali memperhatikan

Ibunyayang tengah tidur dan dia merasakan ada sesuatu yang

janggal.

(24) Kuperhatikan wajahnya dengan mata dan pipinya yang cekung-cekung. Lalu dadanya.


(61)

“Seperti dada ayam,” pikirku. Tiba-tiba kusadari dadanya tak

bergerak. Kuraba keningnya, lalu kubuka kelopak matanya. Ibu telah mati! (Situmorang, 2015:71)

c. Tahap akhir (end) dibagi menjadi dua untuk menylesaikan cerita ini.

I. Tahap leraian pada tahap ini Tokoh aku mengatakan kepada Bapak

kalua sang Ibu telah meninggal.

(25) Sesudah orang semua pergi, pada bapak kukatakan ibu taka da lagi. Ia lalu terhenti sebentar menumbuk sirihnya, berkata, “Panggil pamanmu!”

Sebelum pergi, lilin kupadamkan. (Situmorang, 2015:73)

II. Tahap selesaian untuk akhir dari masalah yang dialami tokoh Aku

setelah beberapa hari kematian Ibu Bapak mengajaknya berbincang

dan kata-kata pendeta yang menguatkan tokoh Aku.

(26) Ia berdiri di pekarangan luas dan memberi isyarat kepadaku untuk mengikutinya ke sudut pekarangan. Tak tahu aku maksudnya. Setelah aku dekat ia berkata,“Kau ada uang?”

Aku terkejut karena tak tahu maksud apa yang terkandung dalam pertanyaannya, tapi akhirnya kubilang, “berapa pak perlu?”

Seribu, dua ribu rupiah sudah cukup,” katanya.

“Buat apa?” tanyaku sambil mengikuti dia, dan pada ketika itu kami sampai di sudut pekarangan. Ia memegang bahuku dan sambil memandang ke danau di bawah ia berkata, “Di sini aku ingin dikubur. Kau harus membuat kuburan semen yang indah buat aku. Kalau aku sudah mati, ibumu kau pindahkan kemari.”

Aku hanya bertanya, “Mengapa mesti di sini?”

Bapak melepaskan tangan kirinya dari bahuku. Ia berpaling memandang ke puncak gunung dan berkata, “Dari tempat ini aku dapat memandang lepas ke dataran tinggi dan ke danau.”(Situmorang, 2015:73)

(27) Pendeta itu menuju tempatku dan setelah sampai berkata, “Kudengar Tuan besok pergi. Mudah-mudahan selamat saja di perjalanan!”

Kemudian, “Tuan jangan sedih! Tuan melihat betapabesar cinta penduduk dan kerabat ibu. Tak ada orang tua yang begitu dicintai dan dihormati di daerah ini! Ia sekarang disamping Tuhan!” (Situmorang, 2015:74)


(1)

(2)

78

UNSUR INTRINSIK CERPEN

1. Tokoh

Tokoh adalah orang yang mengambil bagian dan mengalami peristiwa-peristiwa atau sebagian dari peristiwa-peristiwa yang digambarkan dalam plot. Tokoh dalam sebuah cerita merupakan objek yang menjalankan sebuah cerita

2. Penokohan

Penokohan adalah sifat dan sikap para pelaku cerita. Jones dalam (Nurgiyantoro, 2009:165) menyebutkan bahwa penokohan adalah pelukisan gambaran yang jelas tentang seseorang yang ditampilkan dalam sebuah cerita. Secara garis besar teknik pelukisan tokoh dalam suatu karya: pelukisan sifat, sikap, watak, tingkah laku, dan berbagai hal yang berhubungan denganjati diri tokoh dapat dibedakan ke dalam dua cara atau teknik, yaitu teknik penjelasan ekspositori (expository) dan teknik dramatic (dramatik) (Abrams dalam Nnurgiyantoro,2009:14)

3. Alur

Alur adalah suatu urutan cerita atau peristiwa yang teratur dan padu,. Kaitan antara peristiwa tersebut hendaknya jelas, logis, dapat di awal tengah, atau akhir (Nurgiyantoro, 2009:42). Alue atau plot dapat diartikan sebagai jalan atau urutan cerita yang menunjukan sebab akibat dan mewakili keseluruhan isi cerita. Unsur-unsur dalam plot meliputi peristiwa, konflik, dan klimaks. Tahap-tahap dalam alur meliputi (1) tahap awal (perkenalan), (2) tahap tengah (pertikaian), (3) tahap akhir (peleraian).


(3)

4. Latar

Latar dalam sebuah prosa tidak dapat ditinggalkan, karena latar berfungsi sebagai penggambaran sebuah peristiwa itu dilukiskan atau terjadi. Biasanya, latar mengarah kepada tempat kejadian atau dimensi peristiwa itu terjadi. Abrams (dalam Nurgiyantoro 2009:216) menyatakan, latar atau setting yang disebut juga sebagai landas tumpu, menyarankan pada pengertian tempat, hubungan waktu, dan lingkungan sosia tempat terjadinya peristiwa.

5. Bahasa

Bahasa merupakan sarana pengungkapan sastra (Nurgiyantoro, 2009: 272). Di pihak lain, sastra lebih dari sekedar bahasa dan deretan kata. Namun, unsur kelebihannya itu pun hanya dapat diungkap dan ditafsirkan melalui bahasa.Jika, sastra dikatakan ingin menyampaikan dan mendialogkan sesuatu hanya dapat dikomunikasikan lewat sarana bahasa.

6. Tema

Tema dalam sebuah karya sastra fiksi, hanyalah merupakan salah satu dari sejumlah unsur pembangun cerita yang lain dan secara bersama membentuk sebuah kemenyeluruhan. Bahkan, sebenarnya eksistensi tema itu sendiri bergantung dari berbagai unsur yang lain. Oleh sebab itu, tema hanya berupa makna atau gagasan dasar umum suatu cerita dan tidak mungkin hadir tanpa unsur bentuk yang menampungnya.


(4)

80 BIODATA

Rosalia Desinta Kumala lahir di Kulon Progo , 04 Desember 1990. Menempuh pendidikan di Taman Kanak-kanak Putra Giri lulus pada tahun 1997. Pendidikan Dasar ditempuh di SD Negeri Niten lulus pada tahun 2003. Pendidikan Menengah Pertama di SMP Negeri 1 Nanggulan lulus pada tahun 2006. Pendidikan Menengah atas ditempuh di SMA Negeri 1 Girimulyo, lulus tahun 2009. Tahun itu, ia juga melanjutkan studi ke Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta dan terdaftar sebagai mahasiswa Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Program Studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia. Tugas akhir ditempuh dengan penulisan skripsi yang berjudul Analisis Intrinsik Cerpen Ibu Pergi Ke Surga Karya Sitor Situmorang dan Implementasinya dalam Pembelajaran Sastra di SMA Kelas X Semester I.


(5)

ABSTRAK

Kumala, Rosalia Desinta. 2017.Analisis Intrinsik Cerpen “Ibu Pergi ke Surga”

Karya Sitor Situmorang dan Implementasinya dalam Pembelajaran Sastra di SMA Kelas X Semester 1. Skripsi. Yogyakarta: PBSI, FKIP Universitas Sanata Dharma.

Penelitian ini mengkaji unsur intrinsik pada cerpen “Ibu Pergi ke Surga” karya Sitor situmorang. Tujuan penelitian ini adalah (1) mendeskripsikan unsur

intrinsik dalam cerpen “Ibu Pergi ke Surga” karya Sitor Situmorang yang meliputi

tokoh, alur, latar, tema, sudut pandang, dan bahasa (2) mendeskripsiskan

implementasi tokoh, alur, latar, tema, sudut pandang dan bahasa cerpen “Ibu Pergi ke Surga” dalam pembelajaran sastra di SMA kelas X semester I.

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian deskriptif analisis yang bertujuan mendeskripsikan unsur intrinsik cerpen “Ibu Pergi ke Surga”. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah teknik membaca dan tekni catat. Langkah awal dari analisis ini adalah mendeskripsikan, tokoh, alur, latar, tema, sudut pandang, dan bahasa.

Berdasarkan hasil analisis tokoh utama dalam cerpen ini adalah Aku. Ibu, Bapak, dan Pendeta merupakan tokoh bawahan. Alur dalam cerpen ini dibagi menjadi tiga yaitu, tahap awal, tengah dan akhir. Terdapat tiga latar dalam cerpen ini yaitu, latar, tempat, waktu dan sosial. Latar tempat dalam cerpen ini mnegambil rumah Aku, rumah Pendeta, dan Gereja. Latar waktu dalam cerpen adalah siang hari dan malam hari. Latar sosial ditunjukan dengan perlakuan sepesial yang diterima Bapak saat berada digereja oleh masyarakat.

Tema dalam cerpen ini adalah religius yang terlihat dalam kematian Ibu yang membahagiakan, karena Ibu telah lepas dari penderitaan dan kematian bukan akhir dari segalanya. Sudut pandang yang dipakai dalam cerpen inju adalah sudut pandang orang pertama, pengarang sebagi pelaku cerita (tokoh Aku). Bahasa yang digunakan dalam cerpen ini adalah bahsa sehari-hari masyarakat batak pada masa cerpen dibuat. Cerpen ini dapat diimplementasikan sebagai bahan ajar sastra di SMA kelas X semester I dalam bentuk RPP dan Silabus.


(6)

ABSTRACT

Kumala, Rosalia Desinta. 2017.The Intrinsic Analysis Short Story “Ibu Pergi ke

Surga” By Sitor Situmorang and Its Implementation in Learning Literature for Senior High School Students of Class X Semester 1. A

Thesis. Yogyakarta: PBSI, FKIP,University of Sanata Dharma.

This study investigates the intrinsic aspects of a short story “Ibu Pergi ke Surga” written by Sitor Situmorang. The purposes of the study are (1) to describe

in the intrinsic aspects of a short story “Ibu Pergi ke Surga” written by Sitor

Situmorang including the characters, plots, settings, points of view, and languages (2) to describe the implementation of the characters, plots, settings, points of

view, and languages of a short story “Ibu Pergi ke Surga” in literature learning in

Senior High School Grade X Semester 1.

This study uses descriptive analysis that has purpose to describe the intrinsic aspects of a short story “Ibu Pergi ke Surga”. The data collection methods are reading technique and recording technique. The first step of this analysis is to describe the characters, plots, settings, themes, points of view, and languages.

Based on the analysis of the main character of the short story is I or Aku (the writer). Ibu, Bapak, and Pendeta are peripherial characters. The plots of the story are divided into three; beginning, middle, ending. There are three settings in the short story; setting of place, time, society. The settings of place in this short story are the house of Aku, the Pendeta house, and the church. The settings of time are in the day and night. The setting of society is shown by the special treatment from the people for the father when in the church.

The theme of this short story is religiosity that is seen from the beatifying death of the mother (Ibu) because she has escaped from her misery and death is not the end of everything. The point of view used in this short story is the first person point of view; the author as the character (Aku character). The language used in this short story is Batak people daily language used when the short story was written. This short story can be implemented as a literature learning material in senior high school Grade X Semester 1 in the form of both lesson plans and syllabus.


Dokumen yang terkait

Analisis intrinsik cerpen ``Ibu Pergi Ke Surga`` karya Sitor Situmorang dan implementasinya dalam pembelajaran sastra di SMA kelas X semester 1

0 14 96

Unsur intrinsik cerpen ``Hanya Nol Koma Dua`` karya Liliek Septiyanti dan implementasinya dalam pembelajaran sastra di SMA - USD Repository

0 3 84

UNSUR INTRINSIK CERPEN “TAKSI” KARYA DONNA WIDJAJANTO DAN IMPLEMENTASINYA SEBAGAI BAHAN PEMBELAJARAN SASTRA DI SMP KELAS IX SEMESTER 1

0 5 181

Unsur intrinsik cerpen `monumen` karya NH. Dini dan implementasinya dalam pembelajaran cerpen di SMP kelas IX semester 1 - USD Repository

1 5 117

Analisis unsur intrinsik karya sastra dalam film Denias: Senandung Di Atas Awan dan implementasinya dalam pembelajaran di SMA kelas X - USD Repository

0 0 128

Unsur intrinsik cerpen ``Maling`` karya Kiswondo dan implementasinya dalam pembelajaran di SMA kelas X semester I - USD Repository

0 8 149

ANALISIS STRUKTURAL CERPEN “KARTU POS DARI SURGA” KARYA AGUS NOOR DAN IMPLEMENTASINYA DALAM PEMBELAJARAN CERPEN DI SMA

0 0 103

Unsur intrinsik cerpen ``Tukang Semir dan Anjingnya`` karya Suheri dan implementasinya dalam pembelajaran sastra di SMA - USD Repository

0 5 117

UNSUR INTRINSIK CERPEN “DOA SANG IBU” KARYA IRZAM CHANIAGO DODDY DAN IMPLEMENTASINYA DALAM BENTUK SILABUS DAN RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN DI SMA KELAS X SEMESTER I SKRIPSI

0 14 110

Struktur puisi ``Sajak Ibu`` karya Wiji Thukul dan implementasinya dalam pembelajaran sastra di SMA kelas X semester 1 - USD Repository

0 0 134