Analisis Kebutuhan Teknik Analisis Data

54 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Bab ini akan membahas dua hal yang berkaitan dengan penelitian. Pertama, peneliti membahas mengenai hasil dan pembahasan “Materi Pendidikan Kesadaran dan Kepedulian Lingkungan”. Kedua, membahas tentang deskripsi singkat kualitas materi sehingga layak digunakan untuk memberikan pendidikan lingkungan bagi siswa kelas III A SD N Jetis 1 Yogyakarta. 4.1 Hasil Penelitian dan Pembahasan Penelitian ini mengembangkan sebuah materi yang berjudul “Materi Pendidikan Kesadaran dan Kepedulian Lingkungan”. Materi ini dikembangkan menggunakan model penggembangan materi menurut Brian Tomlinson. Terdapat lima langkah dalam pengembangan ini, antara lain:

4.1.1 Analisis Kebutuhan

Tahap awal dalam pengembangan ini adalah analisis kebutuhan. Analisis kebutuhan dilakukan melalui kegiatan observasi dan wawancara. Kegiatan observasi dilakukan di dalam dan di luar kelas. Kegiatan observasi di dalam kelas dilakukan pada saat berlangsungnya proses pembelajaran di kelas. Peneliti melakukan kegiatan observasi pada saat menjalankan Program Pengalaman Lapangan PPL di SD N Jetis 1 Yogyakarta yang dimulai dari bulan Juli 2016 hingga bulan Oktober 2016. Peneliti melakukan kegiatan observasi di kelas III A pada hari Rabu, 10 Agustus 2016. Kelas III A beranggotakan 26 siswa yang terdiri dari 10 siswa laki-laki dan 16 siswa perempuan. Pelajaran dimulai pukul 07.15 WIB. Guru membuka pembelajaran dengan salam dan melakukan presensi kehadiran siswa. Guru juga berusaha menghubungkan pembelajaran hari itu dengan pembelajaran sebelumnya dengan memberikan pertanyaan tentang materi yang dipelajari dalam pembelajaran sebelumnya. Materi yang diajarkan guru pada hari itu adalah mengenai bagian tubuh tumbuhan. Guru menggunakan buku cetak IPA sebagai bahan ajar dalam proses pembelajaran. Guru menjelaskan secara singkat bagian tubuh tumbuhan. Beberapa siswa menyimak penjelasan guru dan beberapa siswa yang duduk di bangku belakang berbincang dengan teman sebangkunya. Selanjutnya, siswa diminta membaca materi tentang bagian tubuh tumbuhan yang ada di buku cetak IPA yang dibawa masing- masing siswa. Guru memantau kegiatan siswa dan menegur beberapa siswa yang belum membaca buku. Setelah siswa membaca materi, guru memberikan penjelasan lebih lanjut mengenai bagian tubuh tumbuhan dengan menampilkan langsung tanaman „Pacar Air‟. Guru menunjuk 2 orang siswa maju ke depan kelas untuk membantu guru menunjukkan bagian tubuh tumbuhan. Siswa antusias dan berebut ingin maju ke depan kelas. Guru selanjutnya membagi siswa ke dalam 4 kelompok dan memberikan tanaman „Pacar Air‟ untuk setiap kelompok. Selanjutnya, siswa melakukan pengamatan bagian tubuh tumbuhan yang ada pada tanaman „Pacar Air‟ tersebut PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI sesuai dengan instruksi guru. Setelah selesai melakukan pengamatan, siswa mengerjakan soal secara mandiri. Siswa dan guru kemudian melakukan koreksi bersama. Guru memberi kesempatan kepada siswa untuk menjawab soal. Hampir separuh anggota kelas mengangkat dan menunjukkan jarinya ingin menjawab soal dan beberapa siswa yang lain sibuk berbincang dengan teman lainnya. Proses tanya jawab yang dilakukan guru dan siswa merupakan wujud terjalinnya dialog yang mengembangkan kemampuan berpikir kritis siswa. Siswa dan guru bersama-sama mencari solusi atas permasalah yang ada dalam pembelajaran. Pada saat proses pembelajaran berlangsung, ada seorang siswa laki-laki yang tiba-tiba membanting buku, tempat pensil dan tasnya. Seluruh anggota kelas begitupun peneliti pada saat itu terkejut dengan perilaku siswa tersebut. Siswa tersebut terlihat marah kemudian pergi ke luar kelas. Guru dan teman-temannya membiarkannya pergi meninggalkan kelas. Hal ini merupakan wujud pelaksanaan pendidikan emansipatoris yaitu humanisasi. Guru dan teman-teman K berusaha menghargai K untuk melakukan hal yang diinginkan K, yaitu meluapkan emosinya di luar kelas. Pada saat itu, guru memberitahu peneliti bahwa siswa yang bersangkutan memang sering mengalami hal tersebut karena memiliki emosi yang kurang stabil. K akan kembali ke kelas ketika kemarahannya sudah mereda. Guru kemudian melanjutkan mengoreksi dan memberikan penguatan terhadap jawaban siswa. Selesai melakukan koreksi bersama, guru membantu siswa menyimpulkan pembelajaran hari itu dengan menanyakan hal-hal yang berhubungan dengan bagian tubuh tumbuhan. Ketika guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya, tidak ada siswa yang bertanya maupun menanggapi penjelasan guru. Guru kemudian memberikan pekerjaan rumah seperti yang ada pada buku cetak pegangan siswa dan guru. Sebelum istirahat, guru menutup pembelajaran dengan salam. Saat guru menutup pembelajaran, siswa K belum terlihat masuk ke dalam kelas. K masih berada di luar kelas menenangkan diri. Peneliti selanjutnya melakukan observasi di luar kelas, yaitu pada saat istirahat berlangsung. Peneliti melihat K sedang duduk di kursi pos satpam. Peneliti mengamati perilaku K dari arah yang berjauhan sekitar 10 meter. K duduk dengan tenang, menundukkan kepala, dan diam. Tiba-tiba ada seorang temannya mengajaknya berbicara dan sesaat kemudian K mengangkat kepalanya dan mulai berbicara dengan temannya. K kemudian bermain dengan temannya di lapangan sekolah di depan kelas III A. Peneliti terus mengamati perilaku K. Peneliti tidak melihat hal yang aneh. K terlihat seperti siswa yang lainnya, bermain ceria bersama teman-temannya. Pada saat K beristirahat dari bermain bola, peneliti mendatangi K dan mengajak K berbicara. K adalah orang yang periang dan memiliki jiwa humor yang asyik. K bahkan memberikan makanan kecil kepada peneliti. K terlihat begitu berbeda pada saat marah. Peneliti juga takjub dengan teman-teman K dan guru K yang peduli dan memahami kondisi K. Mereka berusaha untuk memberikan perhatian kepada K dan menghindari dengan berbagai cara agar tidak membuat K jengkel atau marah. Peneliti selanjutnya mengamati kondisi lingkungan sekolah, khususnya halaman depan kelas III A. Halaman kelas III A terlihat rapi dan bersih. Terdapat beberapa tanaman yang tampak segar dan terawat. Peneliti selanjutnya mengamati perilaku siswa terhadap lingkungan yang ada di sekitar kelas III A. Beberapa siswa duduk di teras yang terdapat beberapa pot berisi tanaman. Beberapa siswa sengaja memetik daun tanaman yang ada pada pot tersebut kemudian digunakan untuk bermain bersama teman-temannya. Peneliti meyakini bahwa tindakan yang dilakukan siswa tersebut mencerminkan sikap tidak cinta lingkungan. Siswa belum memahami pentingnya tumbuhan bagi lingkungan dan kehidupan makhluk hidup. Kegiatan observasi di luar kelas juga peneliti lakukan pada saat siswa menjalankan program “SEMUTLIS” yang mengarahkan siswa untuk meluangkan waktu 10 menit merawat tanaman. Kegiatan observasi ini dilakukan peneliti pada saat melakukan kegiatan PPL. Pada saat kegiatan tersebut berlangsung, siswa diwajibkan mengumpulkan sampah yang berserakan di halaman sekolah sebanyak mungkin. Siswa bersemangat dan antusias karena instruksi dan arahan dari guru. Setelah kegiatan “SEMUTLIS” ini selesai, peneliti mengamati bahwa perilaku siswa masih sama seperti sebelumnya. Siswa tidak terlihat lagi menjalankan program “SEMUTLIS” ini. Program ini berjalan jika guru yang memberikan arahan. Dari hasil observasi tersebut, peneliti meyakini bahwa pembelajaran di kelas III A sudah mengupayakan pendidikan lingkungan yang terwujud dalam mata pelajaran IPA namun pelaksanaannya belum sepenuhnya. Materi pelajaran disampaikan namun siswa belum diajak untuk memahami pentingnya lingkungan bagi kehidupan manusia. Perilaku siswa kelas III A terhadap lingkungan juga belum berada pada taraf kesadaran dan kepedulian, berdasarkan pengalaman peneliti pada saat melaksanakan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI kegiatan Program Pengalaman Lapangan PPL dan juga berdasarkan kajian teori tentang kesadaran dan kepedulian lingkungan yang telah peneliti lakukan. Selain data observasi, peneliti juga melakukan kegiatan wawancara untuk menambah dan memperluas informasi. Peneliti melakukan wawancara dengan guru kelas III A, kepala sekolah dan siswa kelas III A. Wawancara dengan guru kelas III A dilakukan sebanyak dua kali. Wawancara pertama dilakukan untuk memperkuat hasil observasi di dalam dan di luar kelas, sedangkan wawancara kedua dilakukan untuk menganalisis kebutuhan guru. Pada hari Kamis, 11 Agustus 2016 peneliti melakukan kegiatan wawancara dengan guru kelas III A yang pertama untuk memperoleh informasi lebih lanjut dan memperkuat hasil observasi yang telah dilakukan sebelumnya. Peneliti melakukan wawancara dengan bertatap muka langsung dengan guru kelas III A dan mencatat hasil wawancara pada buku catatan milik peneliti. Kegiatan wawancara ini dilakukan sesuai panduan yang d iberikan dosen pembimbing yang berjudul „students need anlysis‟. Panduan tersebut memuat beberapa topik pertanyaan. Pada poin A terdapat students personal background yang kemudian dijabarkan lagi menjadi academic background, serta social and economy background. Selanjutnya pada poin B terdapat poin tentang curriculum documents yang kemudian dijabarkan menjadi tipe kurikulum type of curriculum, visi dan misi vission and mission,profil lulusan profile off graduate,dan profil mata pelajaran profile of the course. Peneliti juga mengajukan topik pertanyaan mengenai kegiatan pembelajaran di kelas khususnya dalam mata pelajaran yang berkaitan dengan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI lingkungan. Selain itu, perilaku siswa di lingkungan sekolah juga menjadi topik penting dalam wawancara ini. Guru kelas III A memaparkan bahwa secara umum siswa kelas III A mampu mengikuti proses pembelajaran dengan baik. Siswa juga mampu mengerjakan tugas yang diberikan guru dengan baik. Hal ini terlihat dari kemampuan siswa menjawab pertanyaan guru dan pengerjaan beberapa tugas yang hasilnya hampir semua siswa menjawab dengan benar berdasarkan pengamatan singkat dari guru kelas III A. Pada saat melakukan wawancara dengan guru kelas III A yang pertama, Kegiatan Belajar Mengajar KBM baru berjalan selama 3 minggu sehingga guru belum begitu mengenal karakteristik masing-masing siswa. Guru kelas III A juga belum melakukan penilaian akademik pada setiap mapel untuk masing-masing siswa. Menurut penjelasan guru kelas III A siswa kelas III A memiliki minat dan antusias yang besar pada hal yang bersifat konkret. Hal yang bersifat konkret tersebut dapat ditemukan pada mata pelajaran IPA dan Matematika. Ketertarikan siswa kelas III A juga terlihat pada hal yang berhubungan dengan alam dan lingkungan, seperti kegiatan menanam dan merawat tanaman. Guru kelas III A pernah memberikan tugas kepada siswa kelas III A untuk membawa biji kacang hijau. Biji kacang hijau tersebut kemudian ditanam pada gelas air mineral bekas yang telah disiapkan oleh guru. Siswa juga diminta untuk merawat biji kacang hijau tersebut hingga tumbuh menjadi kecambah. Kegiatan ini dilakukan guru dan siswa kelas III A untuk membuktikan salah satu ciri- ciri tumbuhan yakni „tumbuh‟. Siswa bersemangat, senang dan antusias ketika mendapat tugas tersebut. Setelah sekitar 1 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI minggu kemudian, siswa tidak lagi terlihat merawat biji kacang hijau tersebut. Siswa kelas III A merawat biji kacang hijau tersebut jika ada perintah dari guru. Beberapa tanaman juga terdapat di depan kelas III A. Tanaman tersebut nampak rapi dan segar. Namun, tanaman tersebut bukan dirawat oleh siswa kelas III A melainkan oleh istri penjaga SD N Jetis 1 Yogyakarta. Para siswa merawat tanaman dan lingkungan sekolah jika ada perintah dari guru. SD N Jetis 1 Yogyakarta juga menerapkan program “SEMUTLIS” yang merupakan kepanjangan dari “Sepuluh Menit untuk Tanaman dan Lingkungan Sekolah”. Program ini mengajak seluruh warga sekolah agar meluangkan waktu 10 menit untuk tanaman dan lingkungan sekolah. Pada dinding setiap kelas telah ditempel tulisan “SEMUTLIS” ini. Namun dalam pelaksanannya belum terlihat secara maksimal. Dari segi karakteristik siswa, di kelas III A ini terdapat beberapa siswa yang memerlukan bimbingan khusus, misalnya siswa yang fokus perhatiannya kurang pada saat pembelajaran berlangsung dan siswa yang memiliki tingkat emosi kurang stabil. Guru kelas III A memberikan pertanyaan pancingan yang berhubungan dengan materi pelajaran dan memberikan beberapa tugas tambahan bagi siswa yang fokus perhatiannya kurang pada saat pembelajaran berlangsung. Siswa yang memiliki tingkat emosi kurang stabil diminta duduk di tempat duduk depan agar tidak terganggu maupun mengganggu teman-temannya, sehingga kondisi kelas tetap kondusif. Selain itu, guru juga bisa lebih mudah mengawasi perilaku siswa tersebut karena posisi tempat duduk siswa yang berdekatan dengan tempat duduk guru. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Siswa kelas III A mayoritas berasal dari keluarga yang tingkat ekonominya menengah ke bawah. Sebagian besar orang tua kelas III A berprofesi sebagai wiraswasta, yakni sebagai pedagang, karyawan kantor atau toko, buruh laundry maupun sebagai asisten rumah tangga. Orang tua siswa yang berprofesi sebagai Pegawai Negri Sipil PNS sebanyak 2 orang dan yang lain berprofesi sebagai ibu rumah tangga. Sebagian besar siswa kelas III A berasal dari daerah Yogyakarta dan bertempat tinggal di daerah Jetis, Pasiraman, Yogyakarta. Guru kelas III A tidak begitu paham dengan daerah Yogyakarta karena bukan berasal dari Yogyakarta. Namun menurut pengamatan beliau, daerah di sekitar sekolah ini merupakan daerah kota yang ramai dan dikelilingi gedung, kantor, toko maupun hotel. Sebagian besar siswa kelas III A juga bertempat tinggal di pemukiman yang tak jauh dari sekolah. Menurut penjelasan guru kelas III A, pemukiman tersebut memiliki kondisi yang kumuh dan jarang ditemukan tanaman atau pepohonan rindang. Beliau juga menambahkan bahwa ada siswa yang bertempat tinggal di bantaran sungai Code yang ketika terjadi hujan sering meluap dan menyebabkan banjir di lingkungan tersebut. Wawancara kedua dengan guru kelas III A dilaksanakan pada hari Rabu, 23 November 2016. Kegiatan wawancara tersebut dilakukan untuk menganalisis kebutuhan guru. Peneliti berpatok pada daftar pertanyaan yang telah peneliti susun sebelumnya. Terdapat 8 pertanyaan yang menjadi topik utama dalam wawancara tersebut. Namun, peneliti mengembangkan pertanyaan tersebut sesuai dengan kebutuhan. Peneliti melakukan wawancara dengan guru kelas III A dengan bertatap muka langsung dan merekam percakapan menggunakan aplikasi perekam pada handphone miliki peneliti. Peneliti juga mencatat hal-hal pokok penting pada buku catatan milik peneliti. Guru kelas III A berpendapat bahwa IPA adalah mata pelajaran yang menyenangkan dan bersifat konkret atau nyata. IPA juga berisi materi yang berhubungan dengan alam sehingga siswa lebih mudah untuk memahami materi tersebut, seperti materi tentang ciri-ciri makhluk hidup, sifat-sifat benda, dan sebagainya. Dalam mengajarkan materi IPA, guru berusaha menciptakan pembelajaran yang sesuai dengan tingkat pemahaman siswa. Guru akan memberikan tugas tambahan bagi siswa yang tingkat pemahamannya tinggi, misalnya tambahan soal atau bahkan diminta membantu temannya yang belum paham dengan materi pelajaran. Bagi siswa yang tingkat kemampuannya sedang, guru memberikan bimbingan dan beberapa pertanyaan pancingan yang berhubungan dengan materi pelajaran untuk memancing pengetahuan dan pemahaman siswa. Siswa yang memiliki tingkat pemahaman rendah mendapat porsi bimbingan yang lebih banyak dan lebih intens dari guru. Guru biasanya juga memberi bimbingan tambahan di akhir pembelajaran bagi siswa yang belum memahami materi pelajaran yang telah disampaikan. Keterbatasan sumber belajar dan media pembelajaran menjadi hal yang menghambat proses pembelajaran IPA di kelas III A. Guru kelas III A berusaha mencari sumber belajar dan media pembelajaran melalui berbagai cara seperti lewat televisi, radio, internet, bahkan membuat sendiri suatu media yang membantu proses pembelajaran. Selain itu, mood siswa yang berubah-ubah kadang membuat guru susah mengkondisikan siswa. Guru biasa melakukan jargon bersama atau melakukan berbagai tepuk semangat untuk mengembalikan perhatian siswa. Guru juga memberikan target untuk siswa. Sebagai contoh, siswa harus mengerjakan soal sampai selesai dan harus mendapatkan nilai minimal 7. Jika siswa mendapatkan nilai kurang dari 7, maka siswa akan mendapatkan soal tambahan atau melakukan remidial untuk memperbaiki nilai. Guru juga berkeliling kelas untuk memberikan bimbingan secara individu bagi siswa yang belum paham mengenai materi yang telah diajarkan. Selama mengajar di kelas III A ini, guru kelas III A telah melaksanakan eksperimen sebanyak satu kali, yaitu pada saat eksperimen menanam biji kacang hijau untuk membuktikan bahwa tumbuhan „tumbuh‟. Kegiatan eksperimen tersebut dilaksanakan di awal semester 1. Guru kelas III A kemudian mengambil cuti dari bulan September hingga bulan Oktober 2016 untuk persiapan kelahiran putranya. Oleh sebab itu, beliau baru melakukan eksperimen sebanyak satu kali di semester ini. Proses pembelajaran di kelas III A selanjutnya digantikan oleh BapakIbu guru lain yang sudah ditunjuk oleh Kepala Sekolah. Guru kelas III A menjelaskan bahwa respon siswa positif dan bersemangat dalam melakukan eksperimen. Siswa juga lebih mudah paham dengan materi yang disampaikan guru. Dalam melaksanakan eksperimen tersebut siswa dibagi ke dalam beberapa kelompok. Proses pembagian kelompok tersebut menjadi tidak kondusif karena beberapa siswa yang tidak ingin bergabung dengan teman lainnya. Tugas guru PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI kemudian memberi pengertian kepada siswa tersebut untuk saling menerima dan berbagi dengan siswa lain. Guru kelas III A berpendapat bahwa tidak semua materi IPA bisa dikombinasikan dengan eksperimen. Guru perlu memilih materi yang sekiranya bisa dikombinasikan dengan eksperimen. Pengadaan alat dan bahan dalam eksperimen serta alokasi waktu pelaksanaan eksperimen juga perlu dipersiapkan dan diperhitungkan. Mata pelajaran IPA di sekolah ini tidak setiap hari diajarkan. Dalam setiap pertemuannya, mata pelajaran IPA dialokasikan selama 35 menit. Mengenai pelaksanaan eksperimen di kelas, guru kelas III A mengatakan perlu dilakukan untuk menambah pengalaman siswa. Melalui eksperimen, siswa dapat mengamati objek secara nyata dan siswa bisa belajar secara langsung, sehingga siswa bisa memperoleh pengalaman yang bermakna. Siswa akan lebih mudah dan lebih lama mengingat materi yang disampaikan melalui eksperimen tersebut. Dalam melakukan eksperimen, guru kelas III A menyarankan perlunya sebuah panduan atau petunjuk eksperimen. Panduan atau petunjuk eksperimen ini berfungsi untuk mengarahkan hal-hal yang harus dilakukan pada saat melaksanakan eksperimen. Panduan atau petunjuk eksperimen guru dan siswa bisa dibuat sama atau berbeda. Panduan tersebut mengarahkan proses eksperimen menjadi lebih terstruktur dan eksperimen bisa terlaksana dengan lancar. Panduan eksperimen yang diharapkan guru kelas III A adalah panduan eksperimen yang disusun berdasarkan Standar Kompetensi SK, Kompetensi Dasar KD, dan materi pelajaran. Panduan eksperimen sebaiknya juga disertai gambar sebagai penjelas dalam langkah eksperimen. Bentuk tulisan dalam panduan eksperimen dibuat menarik agar mudah dibaca dan dipahami oleh siswa. Penyusunan panduan eksperimen juga sebaiknya memperhatikan faktor keselamatan bagi siswa. pelaksanaan eksperimen diharapkan memberikan tambahan informasi dan pengalaman bagi siswa. Pada hari yang sama yakni Kamis, 23 November 2016 peneliti juga melakukan wawancara dengan 5 siswa kelas III A. Kelima siswa tersebut dipilih sesuai rekomendasi guru kelas III A yang memilih berdasarkan tingkat kemampuan siswa dari yang rendah, sedang, dan tinggi. Wawancara dilakukan dengan bertatap muka langsung dan dilakukan secara bergantian. Peneliti kemudian mencatat hasil wawancara pada buku catatan milik peneliti. Siswa pertama berinisial H. H adalah seorang siswa perempuan yang menyukai pelajaran IPA. Kesan pertama H pada saat mengikuti pembelajaran IPA adalah senang. Menurut H, pelajaran IPA menarik karena berhubungan dengan alam. Selama mengikuti pembelajaran IPA, H tidak menemui kesulitan. H juga menjelaskan bahwa guru kelas III A pernah mengajak siswa untuk melaksanakan eksperimen tentang bagian tubuh tumbuhan dan sifat benda. Melalui eksperimen tersebut, H dapat memahami materi yang disampaikan guru dan intisari dari eksperimen tersebut. Pada saat melakukan eksperimen, guru juga menggunakan panduan eksperimen. Panduan eksperimen tersebut berisi langkah-langkah dalam melakukan eksperimen. Menurut H, panduan eksperimen dibutuhkan pada saat melakukan eksperimen. Panduan ini memberikan arahan dan pedoman hal-hal yang harus dilakukan pada saat melakukan ekperimen. Panduan eksperimen yang diharapkan H sebaiknya diberi gambar sebagai penjelas langkah dalam eksperimen. Siswa kedua berinisial D. Siswa laki-laki ini menyukai mata pelajaran IPA karena berhubungan dengan alam. Selama mengikuti pembelajaran IPA di kelas, D tidak menemui kesulitan. D juga bercerita bahwa ia pernah mengikuti eksperimen sederhana tentang bagian tubuh tumbuhan dan sifat benda. D bisa dengan mudah memahami materi pelajaran pada saat pembelajaran berada di dalam maupun di luar kelas. D menjelaskan bahwa guru menggunakan panduan dalam melakukan eksperimen. Pengadaan panduan eksperimen untuk siswa juga D harapkan untuk memberikan arahan hal-hal yang harus dilakukan pada saat melakukan eksperimen. Jika langkah dalam eksperimen berhasil, maka eksperimen memiliki kemungkinan besar untuk berhasil. Panduan eksperimen yang diharapkan D sebaiknya disertai gambar menarik dan tulisan pada panduan tersebut mudah dibaca. Siswa selanjutnya berinisial A. Pada saat ditanya mengenai kesan tentang pelajaran IPA, ia menjawab bahwa ia menyukai IPA. Siswa perempuan ini menyukai hal-hal yang berhubungan dengan alam. A bercerita bahwa kadang ia merasa kesulitan pada saat mengerjakan soal-soal IPA karena ia tidak memahami maksud dari soal tersebut. A biasanya menunggu guru untuk memberikan bimbingan tambahan kepadanya. A juga menceritakan tentang eksperimen yang pernah dilakukannya yaitu tentang sifat benda. A dengan cepat mampu memahami materi yang disampaikan melalui kegiatan eksperimen karena menurut A belajar di luar ruangan dapat menumbuhkan rasa senang. Dalam melakukan eksperimen, guru menggunakan panduan eksperimen yang berisi langkah-langkah yang harus dilakukan pada saat melakukan eksperimen. A mengharapkan adanya pengadaan panduan eksperimen yang dapat memberikan arahan agar eksperimen bisa berhasil. Panduan eksperimen yang diharapkan A sebaiknya tulisannya jelas dan disertai dengan gambar yang menarik. L merupakan inisial siswa yang selanjutnya. Siswa perempuan ini berpendapat bahwa mata pelajaran IPA asik karena berhubungan dengan lingkungan sekitar. L kadang sulit memahami materi yang disampaikan guru karena menurut L materi IPA terlalu banyak. Kegiatan eksperimen pernah L lakukan di kelas III A ini. Materi yang disampaikan melalui eksperimen tersebut adalah materi tentang bagian tubuh tumbuhan. Pada saat melakukan eksperimen L tidak begitu memahami materi yang disampaikan melalui eksperimen tersebut karena pada saat melakukan eksperimen L duduk di kursi di deret belakang sehingga penjelasan guru kurang jelas. L masih mengingat bahwa guru menggunakan panduan saat melakukan eksperimen. Menurut L panduan ini penting karena berisi langkah-langkah dalam eksperimen dan mengarahkan keberhasilan eksperimen tersebut. L mengharapkan panduan eksperimen yang menarik untuk dibaca dan terdapat gambar sebagai penjelas. Selanjutnya, seorang siswa laki-laki berinisial R juga menyukai mata pelajaran IPA. Pada saat ditanya, R menjawab karena mata pelajaran IPA sering diajarkan guru. Kesukaannya pada mata pelajaran IPA ini membuat R tidak menemui kesulitan ketika proses pembelajaran IPA berlangsung. R bercerita bahwa ia pernah melakukan eksperimen bersama guru mengenai sifat benda. R dengan mudah menangkap materi yang disampaikan melalui eksperimen tersebut karena kegiatan eksperimen yang jelas. Panduan eksperimen juga digunakan guru ketika melakukan eksperimen. Menurut R, panduan sebuah eksperimen perlu ada karena dapat digunakan sebagai pedoman dalam melakukan eksperimen. Panduan eksperimen menurut R sebaiknya tulisannya jelas dan mudah dibaca. Selanjutnya, pada hari Kamis, 1 Desember 2016 pukul 09.00-09.30 peneliti melakukan wawancara dengan kepala sekolah SD N Jetis 1 Yogyakarta untuk mengetahui analisi kebutuhan kepala sekolah. Wawancara ini dilakukan sesuai berdasarkan 8 pertanyaan utama yang telah peneliti susun sebelumnya. Wawancara ini dilakukan dengan bertatap muka langsung dengan kegiatan diskusi kemudian peneliti mencatat hasilnya pada buku catatan milik peneliti. Peneliti mengawali pertanyaan tentang pelaksanaan eksperimen di kelas oleh BapakIbu guru SD N Jetis 1 Yogyakarta. Kepala Sekolah meyakini bahwa guru sering melaksanakan eksperimen pada saat pembelajaran di kelas. Kegiatan eksperimen ini setidaknya terlihat pada saat kepala sekolah melakukan supervisi atau penilaian terhadap kinerja guru di kelas. Kegiatan supervisi ini dilaksanakan paling sedikit 2 kali dalam satu semester. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Dalam pelaksanaan eksperimen ini beberapa guru mengalami kendala. Alat peraga yang tersedia di sekolah dirasa kurang mendukung dan persediaannya kurang lengkap. Beberapa alat peraga juga mengalami kerusakan karena kondisinya sudah lama dan sudah tua. Sekolah berusaha mengatasi kendala tersebut dengan berbagai cara. Sekolah berusaha memperbaiki alat peraga yang masih bisa diperbaiki. Alat peraga kemudian disimpan di dalam alamari laboratorium IPA untuk meminimalisir kerusakan. Selain itu, sekolah juga menganggarkan alat peraga yang baru melalui Bantuan Operasional Sekolah BOS dan Bantuan Operasional Sekolah Daerah BOSDA. Guru di SD N Jetis 1 Yogyakarta dipastikan menggunakan panduan dalam melakukan eksperimen. Hampir semua bentuk kegiatan eksperimen menggunakan panduan. Panduan eksperimen yang digunakan guru berupa panduan yang ada di buku pegangan guru. Bahkan beberapa guru juga membuat sendiri panduan eksperimen yang sesuai dengan materi yang akan disampaikan dalam eksperimen. Kepala Sekolah SD N Jetis 1 Yogyakarta menjelaskan bahwa pengadaan panduan eksperimen ini menjadi hal penting. Panduan eksperimen ini menjadi rambu-rambu yang mengarahkan kegiatan dalam eksperimen. Selain itu, panduan eksperimen meminimalisir kerepotan guru dan siswa pada saat melakukan eksperimen. Guru dan siswa akan lebih mudah melakukan eksperimen yang sesuai dengan panduan eksperimen. Melalui kegiatan eksperimen, Kepala Sekolah SD N Jetis 1 Yogyakarta mengharapkan pembelajaran menjadi lebih aktif dan tidak dalam bentuk verbalisme saja. Kegiatan pembelajaran diharapkan berpusat pada siswa, artinya pembelajaran mengarahkan pada segala kemampuan yang dimiliki oleh siswa baik dari segi kognitif, afektif, maupun psikomotor. Melalui kegiatan eksperimen siswa dapat belajar secara langsung dan memperoleh pengalaman baru yang bermakna. Penyusunan panduan eksperimen menurut Kepala Sekolah SD N Jetis 1 Yogyakarta hendaknya memperhatikan beberapa hal, seperti kesesuaian eksperimen dengan Standar Kompetensi SK dan Kompetensi Dasar KD, kesesuaian dengan indikator pembelajaran, kesesuaian dengan materi yang disampaikan, serta sesuai dengan karakteristik siswa. Selain itu, Kepala Sekolah SD N Jetis 1 Yogyakarta juga menambahkan bahwa eksperimen yang baik juga perlu memperhatikan segi keselamatan, artinya eksperimen yang akan dilakukan hendaknya tidak membahayakan bagi siswa dan guru. Sebelum melakukan eksperimen bersama siswa, hendaknya guru juga perlu melakukan uji coba eksperimen tersebut untuk mengantisipasi kegagalan dan mengetahui kelemahan maupun kelebihan dari kegiatan eksperimen tersebut. Melalui kegiatan eksperimen ini sikap kepedulian siswa terhadap lingkungan lebih berkembang. Dari hasil wawancara tersebut peneliti meyakini bahwa media dan sumber belajar di sekolah khususnya untuk pembelajaran IPA ketersediaannya terbatas. Siswa mengalami kesulitan dalam memahami materi IPA. Guru, siswa dan Kepala Sekolah membutuhkan materi eksperimen dalam proses pembelajaran IPA. Materi tersebut digunakan sebagai rambu-rambu yang mengarahkan langkah-langkah yang harus dilakukan pada saat melakukan eksperimen. Peneliti meyakini bahwa berdasarkan hasil observasi dan wawancara yang telah dilaksanakan, siswa, guru, dan Kepala Sekolah membutuhkan materi eksperimen dalam proses pembelajaran khususnya mata pelajaran IPA. Materi eksperimen diharapkan sesuai dengan Standar Kompetensi SK, Kompetensi Dasar KD dan indikator pembelajaran. Selain itu, materi berisi petunjuk dan langkah-langkah yang harus dilakukan pada saat melaksanakan eksperimen, disertai gambar sebagai penjelas langkah-langkah dalam eksperimen, serta tulisan dalam materi mudah dibaca untuk kemudian mudah dipahami. Eksperimen yang dilakukan memperhatikan faktor keselamatan baik guru maupun siswa.

4.1.2 Desain

Dokumen yang terkait

Pengembangan materi Pendidikan kesadaran dan kepedulian lingkungan menggunakan model conservation scout untuk siswa kelas V A SD N Jetis 1 Yogyakarta.

2 2 184

Pengembangan materi pendidikan kesadaran dan kepedulian lingkungan menggunakan model conservation scout untuk siswa kelas V B SD N Jetis 1 Yogyakarta.

0 1 179

Pengembangan modul pembelajaran IPA "Tumbuhan di Sekitarku" menggunakan pendekatan paradigma pedagogi refketif untuk siswa kelas III A SD N Jetis 1 Yogyakarta.

0 2 112

Pengembangan materi pendidikan kesadaran dan kepedulian lingkungan menggunakan model Conservation Scout untuk siswa kelas III B SD N Jetis 1 Yogyakarta.

0 5 187

Pengembangan materi Pendidikan kesadaran dan kepedulian lingkungan menggunakan model conservation scout untuk siswa kelas V A SD N Jetis 1 Yogyakarta

0 4 182

Pengembangan materi pendidikan kesadaran dan kepedulian lingkungan menggunakan model conservation scout untuk siswa kelas V B SD N Jetis 1 Yogyakarta

0 0 177

Pengembangan modul pembelajaran IPA Tumbuhan di Sekitarku menggunakan pendekatan paradigma pedagogi refketif untuk siswa kelas III A SD N Jetis 1 Yogyakarta

0 1 110

Pengembangan materi pendidikan kesadaran dan kepedulian lingkungan menggunakan model conservation scout untuk siswa kelas III A SD N Jetis 1 Yogyakarta

0 26 194

Pengembangan materi pendidikan kesadaran dan kepedulian lingkungan menggunakan model Conservation Scout untuk siswa kelas III B SD N Jetis 1 Yogyakarta

0 4 185

PENDIDIKAN KESADARAN DAN KEPEDULIAN LINGKUNGAN PADA ANAK MELALUI MODEL CONSERVATION SCOUT

0 0 11