dengan upaya memperbaiki, melestarikan, dan mencegah pencemaran lingkungan. Kesadaran dan kepedulian lingkungan dapat dilaksanakan melalui pendidikan
lingkungan. Model Conservation Scout menjadi salah satu model yang digunakan sebagai sarana dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran berkaitan dengan
pendidikan lingkungan.
2.1.5 Model Conservation Scout
Davis dalam Widodo, 2014 menjelaskan pembelajaran berbasis lingkungan adalah pembelajaran yang melibatkan siswa, guru, dan masyarakat yang bekerja sama
dan secara demokratis terbuka terhadap masalah yang berkaitan dengan pertanyaan lingkungan, isu, dan masalah lainnya. Pembelajaran berbasis lingkungan menjadikan
lingkungan sebagai sarana dalam belajar. Dalam hal ini, siswa dan guru menyadari, mengetahui, menyikapi, terampil, berpartisipasi aktif dalam berbagai kegiatan yang
berhubungan dengan lingkungan Widodo, 2014. Model Conservation Scout merupakan model pembelajaran yang dapat
digunakan untuk menanamkan pendidikan lingkungan melalui sebuah konservasi sederhana yang menyenangkan Suseno, 2016. Seperti halnya model pembelajaran
lainnya, model Conservation Scout juga memiliki metode. Metode dari model CS tersebut antara lain kebun konservasi, area konservasi di dalam ruangan, minitrip
perjalanan ke alam terbuka, dan eksperimen sederhana Suseno, 2016: 4. Metode kebun konservasi merupakan cara menanam tanaman dengan
memanfaatkan lahan sempit. Area konservasi dalam ruangan merupakan cara PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
memelihara dan membudidayakan tanaman maupun hewan yang terdapat dalam ruangan. Siswa bisa menyediakan akuarium untuk memelihara hewan-hewan yang
tidak berbahaya seperi ikan, kura-kura, dan hamster. Siswa juga dapat memelihara tanaman dalam wadah yang diletakkan di dalam ruangan. Tanaman mini yang
dibudidayakan dalam wadah disebut dengan Terarium. Salah satu contohnya adalah tanaman kaktus Suseno, 2016:4.
Metode selanjutnya adalah minitrip, yaitu perjalanan siswa mengunjungi kebun binatang atau cagar alam untuk mengetahui keanekaragamannya. Metode yang
terakhir adalah eksperimen sederhana. Eksperimen sederhana merupakan kegiatan untuk mengetahui atau mengidentifikasi suatu topik, misalnya mengidentiikasi
terjadinya banjir dan mengidentifikasi kerusakan lingkungan hidup. Siswa terlibat langsung dalam eksperimen sederhana ini, sehingga siswa dapat mudah memahami
isi dan maksud dari topik pembelajaran yang disampaikan melalui sebuah eksperimen.
Dalam penelitian ini menggunakan metode eksperimen sederhana dengan teknik kampanye dan peer tutoring atau tutor sebaya. Siswa akan menyampaikan
pengalaman yang didapatkan selama pembelajaran kepada orang lain. Siswa belajar langsung tentang lingkungan mel
alui eksperimen “Penyebab Banjir” dan “Fungsi Akar”. Model Conservation Scout diharapkan mampu menciptakan generasi yang
mampu mewujudkan kesadaran dan kepedulian lingkungan sehingga mampu memanfaatkan lingkungan dengan sebaik-baiknya.
Pembelajaran melalui model Conservation Scout untuk menanamkan pendidikan lingkungan diterapkan sesuai dengan tingkat perkembangan anak. Jean
Piaget dalam Crain, 2007 meneliti mengenai tahapan perkembangan kognitif pada anak. Berikut adalah tabel tahap perkembangan kognitif anak menurut Piaget.
Tabel 2.1 Tahap Perkembangan Kognitif Piaget Tahap
Usia KarakteristikPerilaku
Sensori- Motorik
Lahir-2 tahun
Mampu mengorganisasikan skema tindakan fisik seperti menghisap, memukul, dan menggenggam untuk menghadapi
dunia.
Pra- Operasional
2-7 tahun
Anak belajar berpikir menggunakan simbol dan pencitraan batiniah, pikirannya belum begitu logis dan masih belum
sistematis, menyamaratakan sesuatu berdasarkan pengalaman bebas.
Operasional Konkret
7-11 tahun
Mampu mengembangkan kemampuan berpikir secara sistematis, mengacu pada objek dan aktivitas konkret.
Operasional Formal
11 tahun-
dewasa Mampu berpikir secara konseptual dan berpikir secara hipotesis.
Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa siswa sekolah dasar termasuk dalam tahap operasional konkret 7-11 tahun. Siswa sekolah dasar pada umumnya mampu
mengembangkan berpikir secara sistematis yang mengacu pada objek dan aktivitas konkret. Dengan mengalami langsung kegiatan atau pembelajaran learning by doing
dapat menciptakan pengalaman dan pembelajaran yang bermakna bagi siswa. Maria Montessori, doktor wanita pertama di dunia yang terkenal berkat
karyanya “Metode Montessori” juga memiliki pandangan tentang anak. Montessori Montessori, 2002 meyakini bahwa anak menyukai permainan karena melalui
permainan anak mampu mengaktualisasikan dirinya. Anak usia 6-12 tahun diyakini PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
mudah menerima stimulus atau informasi baru. Dalam usia ini anak sedang memasuki tahap kepekaan sensitive periode.
Montessori juga menjelaskan bahwa perkembangan anak tidak lepas dari peran lingkungan. Stimulus dan berbagai infomasi dari lingkungan dapat menentukan
perkembangan intelektual, emosial, dan spiritual anak. Dalam mengolah pengetahuannya, anak juga memerlukan bantuan orang dewasa. Anak akan menyerap
berbagai informasi dan pengalaman yang dialami di lingkungannya. Anak kemudian akan mengadaptasi informasi dan pengalaman tersebut untuk diterapkan dalam
kehidupan pribadinya. Dalam tahap ini dikenal dengan konsep ingatan yang meresap absorbment minds.
Sejalan dengan Montessori, ahli konstruktivisme Vygotsky juga menyatakan bahwa anak akan dapat mempelajari konsep-konsep dengan baik jika berada dalam
Zone of Proximal Development ZPD. Anak bekerja dalam ZPD jika anak tidak dapat memecahkan masalah sendiri, tetapi dapat memecahkan masalah itu setelah
mendapat bantuan orang dewasa atau temannya. Vygotsky percaya bahwa anak akan jauh lebih berkembang jika berinteraksi dengan orang lain. Vygotsky membedakan
antara zone of actual development dan zone of potential development pada anak. Zone of actual development menentukan apakah seorang anak dapat melakukan
sesuatu tanpa bantuan orang dewasa atau guru. Sedangkan zone of potensial development membedakan apakah seorang anak dapat melakukan sesuatu,
memecahkan masalah di bawah petunjuk orang dewasa atau kerja sama dengan teman sebaya. Menurut teori Vygotsky, Zona Perkembangan Proksimal merupakan celah
antara zone of actual development dan zone of potensial development, di mana antara apakah seorang anak dapat melakukan sesuatu tanpa bantuan orang dewasa dan
apakah seorang anak dapat melakukan sesuatu dengan arahan orang dewasa atau kerja sama dengan teman sebaya Slavin, 2011: 59
Vygostky menekankan pada scaffolding yaitu pemberian bantuan dari orang dewasa atau teman sebaya dalam menyelesaikan suatu masalah. Dalam analisisnya,
perkembangan kognitif seseorang disamping ditentukan oleh individu sendiri secara aktif, juga ditentukan oleh lingkungan sosial secara aktif. Lingkungan sosial menurut
Vygotsky bisa diwujudkan melalui kerja kelompok. Model Conservation Scout merupakan model pembelajaran inovatif untuk
memberikan pendidikan lingkungan melalui kegiatan yang menyenangkan. Kegiatan yang dilakukan dalam model Conservation Scout ini didasarkan dan disesuaikan
dengan tahap perkembangan anak. Melalui kegiatan tersebut, anak dapat memperoleh informasi dan pengalaman yang lebih bermakna.
2.2 Hasil Penelitian yang Relevan