Konstitusi yang Pernah Digunakan di Indonesia
39
Perubahan UUD 1945 yang dilakukan mencakup 21 Bab, 73 pasal, 170 Ayat, 3 pasal aturan peralihan dan 2 pasal aturan tambahan.
Selengkapnya terlihat dalam tabel berikut.
Bab Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Aturan Peralihan
Pasal Ayat
Aturan Tambahan
Sebelum Perubahan
Setelah Perubahan
16 21
37 73
49 170
4 Pasal 3 Pasal
2 Ayat 2 Pasal
5. Kelemahan-Kelemahan UUD 1945
Dari berbagai studi tentang UUD 1945, tercatat kelemahan- kelemahan muatan yang menyebabkan tidak mampu menjamin
lahirnya pemerintahan yang demokratis-konstitusional, yaitu sebagai berikut.
a. Tidak Ada Mekanisme Check and Balances Dalam Pasal 24 tentang kekuasaan kehakiman yang dalam pen-
jelasannya menyebutkan bahwa kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan yang merdeka, terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah. Tafsir atas
kemerdekaan kekuasaan kehakiman ini bisa berbeda satu sama lain. Pemerintah menyatakan bahwa kemerdekaan itu adalah kemerdekaan
fungsi, bukan kemerdekaan tatanan kelembagaan. Ada pun berbagai kajian ilmiah dan pandangan para praktisi menyebut kan bahwa kemerdekaan
itu harus struktural sesuai tingkatan. Dalam arti, pemerintah sama sekali tidak ikut campur dalam urusan peradilan sekalipun hanya dalam
soal keuangan dan administrasi bagi para hakim. Dalam kenyataannya, para hakim karena kedudukannya sebagai pegawai negeri sering menjadi
sulit untuk berlaku adil, terutama dalam kasus-kasus yang melibatkan pemerintah atau keluarga pejabat.
b. Terlalu Percaya pada Semangat Orang Penyelenggara Kelemahan lain didasarkan pada terlalu percayanya UUD 1945
terhadap semangat atau itikad baik orang yang menjadi penyelenggara negara. Ini dapat dilihat dari bunyi Penjelasan UUD 1945 yang secara
“terlalu polos” menyatakan bahwa “yang sangat penting dalam pemerintahan dan dalam hal hidupnya negara ialah semangat,
semangat para penyelenggara negara …” Kepercayaan yang seperti ini tentu tidak salah, tetapi menjadi tidak wajar jika semangat orang
itu tidak dikendalikan dengan sistem yang juga ketat.
Dengan berdasar pada kalimat inilah, ada yang mengatakan bahwa otoriterisme dan korupsi politik yang terjadi selama ini disebabkan
oleh orangnya, bukan oleh UUD-nya. Namun sebenarnya, yang penting adalah sistemnya sebab orang baik dan semangat demokratis
sekalipun jika telah berkuasa tetap akan diintai oleh penyakit korup. Jika secara pribadi penguasa itu mempunyai semangat yang demokratis,
jujur, dan adil, tidak ada jaminan bahwa pemerintahannya juga akan demokratis, jujur, dan adil. Oleh karena itu, selain semangat orang
harus baik, sistemnya juga harus ketat membawa semangat ke sana.
Sumber: Tempo, 25 September 2006
Menurut pendapat Afan Gaffar, indikator atau ciri sistem demokratis,
yaitu adanya: 1. akuntabilitas;
2. rotasi kekuasaan; 3. rekrutmen politik yang terbuka;
4. menikmati hak-hak dasar; 5. pemilihan umum.
Cakrawala
Perjuangan untuk mewujudkan reformasi di segala bidang membutuh-
kan perjuangan, baik harta maupun nyawa.
Gambar 2.4
UUD 1945
Di unduh dari : Bukupaket.com
Pendidikan Kewarganegaraan: Kecakapan Berbangsa dan Bernegara untuk Kelas VIII
40
Bahkan, jika memungkinkan sistem itulah yang dapat menyaring orang-orang atau penyelengggara negara yang semangatnya bagus.
Konstitusi atau hukum harus mencurigai bahwa orang yang berkuasa akan korup sehingga harus dikawal oleh hukum dengan segala
kemungkinannya. Kenyataannya hukum itu lahir karena rakyat harus curiga pada orang lain terutama yang akan berkuasa.
Sumber: Tempo, 25 September 2006
Problem Solving
Pemecahan Masalah
Bentuklah kelompok yang terdiri atas laki-laki dan perempuan berjumlah enam orang. Kemudian, simaklah bersama-sama artikel
berikut.
Konstitusi Janganlah Dipolitisasi
Mahkamah Konstitusi sebagai pengawal konstitusi harus menjaga agar garis konstitusionalitas itu tetap konsisten, mulai
dari pembukaan sampai penjelasan, semata-mata demi menjamin kesejah teraan rakyat. Konstitusi sebagai jaminan hidup hendaknya
jangan dipolitisasi dan ditafsirkan hanya untuk kepentingan politik tertentu. Harapan ini disampaikan oleh para tokoh agama dalam
pertemuan mereka dengan Ketua Mahkamah Konstitusi MK Jimly Asshiddiqie di Jakarta, Rabu 188. Para tokoh agama
yang hadir adalah Pelaksana Harian Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama PBNU KH Masdar F. Mas’udi, Ketua
Umum Persekutuan Gereja-gereja Indonesia PGI Pendeta Natan Setiabudi, Sekretaris PP Muhammadiyah HM Goodwill
Zubir, Sekretaris Konferensi Waligereja Indonesia KWI Romo Sigit Pramuji, Ketua Majelis Tinggi Agama Konghucu Indonesia
Budi S. Tanuwibowo, Sekjen Konferensi Agung Sangha Indonesia KASI Prajnavira Mahathera, dan dari Prajaniti Hindu Indonesia,
Jayamartha.
Menurut Pendeta Natan Setiabudi, konstitusi sebagai sebuah jaminan bisa saja disalahtafsirkan untuk mengakomodasi kepen-
tingan-kepentingan tertentu. Mahkamah Konstitusi sebagai salah satu nurani bangsa untuk bisa menjaga konstitusi agar konstitusi
tidak dijadikan mainan. Pancasila sebagai roh konstitusi menjadi memiliki kekuatan ketika ia menjadi dokumen konstitusi yang mampu
melindungi semua agama. “Dari pihak kami sebagai pemimpin agama ada keprihatinan akan disalahtafsirkannya konstitusi yang sudah
diamandemen empat kali. Kami mendorong penafsiran semua peraturan perundang-undangan demi kesejahteraan rakyat di tahun
2004–2009,” jelas Natan. Ia menjelaskan bahwa kemungkinan politisasi konstitusi tersebut sangat besar. Meski tidak memiliki
contoh konkret, tetapi rapat dengar pendapat di DPR memberi kesan kurangnya skala prioritas dalam pembuatan undang-
undang. Begitu pula pemerintah, ketika membuat peraturan pemerintah, kerap terjadi ketidaksinkronan. Salah satunya,
jelas Natan, terlihat saat penggodokan Undang-Undang Sistem
Hakim harus lepas dari pengaruh kepentingan pihak manapun dalam
memutuskan suatu perkara.
Gambar 2.5
Di unduh dari : Bukupaket.com
Konstitusi yang Pernah Digunakan di Indonesia
41
D. Sikap Positif terhadap Pelaksanaan UUD 1945 Hasil Amandemen