menjadi 70 dalam dua bulan ini signifikan, sehingga perlu dicermati”.
Dari pernyataan tersebut terlihat bahwa dari segala pemberitaan pasti ada konsekuensi yang harus dihadapi. Konsekuensi tersebut yang dapat disimpulkan
berdasarkan pemberitaan dari Jawa Pos.
C. Bingkai Inti Jawa Pos 28 januari 2010
Setelah menganalisis berita tersebut di atas, maka diperoleh bingkai inti dari berita tersebut, sebagai berikut : tingkat kepuasan masyarakat terhadap kinerja SBY
yang selama dua bulan mengalami penurunan menjadi 70 , hal ini harus dicermati karena penurunan tersebut dapat menumbuhkan stigma negatif kepada pemerintahan
dan dinilai semakin tidak kredibel di mata masyarakat. Berikut frame yang diperoleh dari analisis di atas :
Judul : ”Popularitas SBY Turun, Demokrat Cemas” Frame : Tingkat kepuasan masyarakat terhadap kinerja pemerintahan SBY-
Boediono menurun. Perangkat Pembingkai
Perangkat Penalaran 1. Catchphrases
Popularitas SBY
Turun, Demokrat
Cemas.
1. Roots
Bila linier dengan waktu, yakni kepuasan terhadap kinerja SBY terus
menurun, pemerintahan jadi semakin tidak kredibel di mata rakyat.
2. Exemplaar Dua lembaga survei melansir hasil yang
sama-sama menunjukkan menurunnya popularitas
presiden asal
Partai Demokrat itu.
2. Appeals to principle Dalam politik, orang baik saja
ternyata tidak cukup. Dari segi karakter, Boediono nggak punya
bakat jadi bakat koruptor, tidak punya ambisi
politik. Bahkan,
beliau diminta SBY, tidak mengajukan diri.
Beliau juga tidak punya kepentingan bisnis. Kasihan orang yang sudah
baik sampai terpeleset.
3. Depiction Sebelumnya, Indo Barometer juga
merilis hasil survei terbaru pada Januari ini. Hasilnya, tingkat kepuasaan terhadap
SBY merosot dari 90,4 Agustus 2009 menjadi 74,5 Januari 2010.
3. Consequences Penurunan
tingkat kepuasan
masyarakat terhadap kinerja SBY dalam 2 bulan menjadi 70 sangat
signifikan, sehingga perlu dicermati.
4. Visual Image Tabel
perbandingan survei
Indo Barometer
dan Lembaga
Survei Indonesia.
4.3.1.3 Berita 29 Januari 2010
Dalam berita 29 Januari 2010 ini, Jawa Pos menyajikan salah satu beritanya mengenai seratus hari kinerja presiden SBY-Boediono yang berjudul “Program 100
Hari Sekadar Pencitraan”. Adapun rincian mengenai berita tersebut dengan menggunakan elemen framing dari Gamson dan Modigliani adalah sebagai berikut :
A. Perangkat Pembingkai A.1 Metaphors
Pada pemberitaan Jawa Pos yang merupakan metaphors adalah :
”Program 100 hari pemerintahan SBY-Boediono dianggap penuh pencitraan. Segudang program riil yang telah dijanjikan
sejak kampanye pemilu pilpres tak ubahnya produk kertas semata
serta kelanjutan program-program lama. Pengertian program 100 hari harus diluruskan, Komisi I DPR lebih banyak
masalah yang takabur. Hasilnya pun ngawur, pencitraan semata, kritik Ketua Poksi I FPDIP Tubagus Hasanuddin dalam
keterangan di gedung DPR Jakarta, kemarin 281”.
Makna kalimat yang bergaris bawah tersebut merupakan makna kiasan yang berupa majas ironi atau sindiran. Bahwa program yang disusun pemerintah adalah
sekedar ditulis di kertas dan tidak terealisasi sepenuhnya. Dari pernyataan tersebut terlihat bahwa Jawa Pos membeberkan semua fakta yang
menyatakan bahwa memang program yang disusun oleh pemerintahan hanyalah sebuah produk kertas. Ini memperkuat terbentuknya metaphors yang bisa dianalisis,
produk kertas adalah sebuah program yang disusun dan ditulis di sebuah kertas tapi hanya sekedar ditulis saja, tidak ada realisasi yang nyata untuk kepentingan
masyarakat.
A.2 Catchphrases Dapat berupa slogan atau jargon seperti pernyataan di bawah ini :
”Meski demikian, FPDIP tidak menganggap semua program 100 hari gagal. Fraksi berlogo banteng moncong putih itu
bersikap, satu-satunya program yang layak mendapatkan pujian adalah
kebijakan citizen
service yang
direncanakan berlangsung di sembilan negara”.
Dari kalimat trsebut, yang merupakan jargon adalah kata yang bergaris bawah yaitu banteng moncong putih. Banteng moncong putih ini tidak lain dan tidak bukan
adalah merupakan logo dari Partai PDIP. Selain itu pada pemberitaan kali ini yang banyak mendominasi memberikan kritikan adalah FPDIP yang juga mengusulkan
adanya resuffle menteri jika kinerja pemerintahan masih tetap tidak mengalami kemajuan yang signifikan. Dan Jawa Pos menampilkan kata tersebut sebagai jargon
dari pemberitaan ini.
A.3 Exemplaar
Adalah sebuah pernyataan yang disertai bukti-bukti yang kuat untuk memperkuat pernyataan tersebut. Jawa Pos menyajikan exemplaar yang dapat dijadikan sebagai
bukti untuk memperkuat pemberitaan yang ada, seperti yang terlihat sebagai berikut : ”Menurut Tubagus, kinerja pemerinta terkait dengan bidang
kerja Komisi I saja kurang mencapai sasaran. Dia lantas mencontohkan langkah pengambilan bisnis TNI. Dia menilai
program itu pantas memperoleh angka nol besar karena tidak ada satu perkembangan signifikan. Padahal, program tersebut
telah dicanangkan sekitar lima tahun lalu. Belum jelas apa yang dialihkan, kepada siapa tidak ada informasi, aset apa yang
dialihkan tidak ada program itu nol, terang Tubagus”.
Dari pernyataan ini dapat kita lihat bahwa adanya banyak kebingungan yang tidak pasti karena semua program yang dirancang tidak jelas. Inilah
eksemplaar yang disajikan oleh Jawa Pos, yang memperkuat pernyataan- pernyataan dari nara sumber.
A.4 Depiction
Adalah sebuah frase kata yang mengalami penghalusan atau memiki makna yang kasar. Dari berita di Jawa Pos ini ada frase yang menonjol dan menjadi menarik jika
dibaca oleh pembaca, seperti yang terlihat di bawah ini : ”Pengertian program 100 hari harus diluruskan, Komisi I
DPR lebih banyak masalah yang takabur. Hasilnya pun ngawur
, pencitraan semata, kritik Ketua Poksi I FPDIP Tubagus Hasanuddin”.
Kata takabur telah mengalami penghalusan eufimisme makna yaitu yang memiliki arti hanya angan-angan yang tinggi dan terkesan sombong. Kata takabur
digambarkan oleh Jawa Pos karena memang jika dilihat dari faktanya program 100
hari memang belum menampakkan hasil yang luar biasa, bahkan banyak yang mengkritik. Sedangkan pada kata ngawur termasuk kata yang berkonotasi kasar,
seharusnya bisa diganti dengan menggunakan kata asal-asalan. Kata ngawur yang disematkan menjadi salah satu kata yang menarik, yang disajikan oleh Jawa Pos.
B. Perangkat Penalaran B.1 Roots
Yang termasuk dalam kategori roots pada berita di Jawa Pos ini adalah : ”Pada masa 100 hari pemerintahan, sejumlah menteri belum
memahami visi Presiden SBY sebagai landasan program kerja mereka. Banyak prioritas program kerja atau kebijakan
pemerintah yang tidak fokus. Jadi, daripada masa kerja menteri diperpanjang, lebih baik di-resuffle saja, ujar Tjahjo”.
Dari kalimat tersebut, timbul sebuah kekhawatiran yang akan berakibat fatal apabila kinerja pemerintahan masih belum bisa
berkembang. Pada dasarnya sejumlah menteri belum mengerti apa visi dari presiden, hal itu yang kemudian menyebabkan adanya ketidak
berhasilan program seratus hari ini dan muncul usulan untuk diadakan reshuffle kabinet dari FPDIP. Kalimat pada Jawa Pos ini merupakan
peristiwa sebab akibat, terlihat dari kata penghubung yang ada yaitu kata jadi
.
B.2 Appeals to principle
Merupakan klaim-klaim moral dari isi berita di surat kabar. Seperti berita pada koran ini yang termasuk ke dalam appeals to principle adalah kalimat :
“Fraksi berlogo banteng moncong putih itu bersikap, satu- satunya program yang layak mendapat pujian adalah kebijakan
citizen service yang direncanakan berlangsung di sembilan
Negara”. Dari pernyataan yang dilontarkan, dapat disimpulkan bahwa meskipun dari
FPDIP menghujam dengan berbagai kritikan yang tajam, namun ada satu sisi yang memuji kebijakan yang dibuat oleh presiden SBY yaitu kebijakan citizen service.
Tapi klaim moral itu saja yang tampak pada berita yang ditulis oleh Jawa Pos, meski demikian setidaknya ada yang dipandang positif dari peringatan program 100 hari ini.
B.3 Consequences
Merupakan sebuah konsekuensi yang dapat diambil dari kesimpulan berita yang disajikan oleh Jawa Pos, kesimpulan konsekuensi tersebut adalah program 100 hari
pemerintahan ini hanya dinilai sebagai pencitraan semata. Oleh karena itu banyak pihak yang kecewa terhadap kinerja pemerintahan dan banyak kritikan pedas yang
dilayangkan kepada kepala negara SBY. Dari FDPIP banyak melayangkan kritikan yang tajam untuk kinerja pemerintahan kali ini, karena FPDIP adalah salah satu Partai
koalisi dari Partai Demokrat tempat presiden SBY bernaung. FPDIP juga mengusulkan jika memang kinerja pemerintahan terus menurun, maka lebih baik
mengadakan reshuffle menteri, karena dinilai kinerja dari para menteri tidak fokus dan mengakibatkan ketidak berhasilan dari program yang sudah dirancang.
C. Bingkai Inti Jawa Pos 29 Januari 2010
Setelah menganalisis berita tersebut di atas, maka diperoleh bingkai inti dari berita tersebut, sebagai berikut : pemerintah merencanakan segudang program tetapi
semua itu dipandang hanya sebagai produk kertas semata, tidak ada tindakan nyata, yang ada hanyalah kelanjutan dari program-program lama. Kritikan dari FPDIP pun
tak kalah tajam, mengingat FDPIP merupakan partai koalisi dari partai Demokrat. Muncul pendapat dari FPDIP bahwa jika kinerja pemerintah terus seperti ini maka
lebih baik diadakan reshuffle menteri. Berikut frame yang diperoleh dari analisis di atas :
Judul : “Program 100 Hari Sekadar Pencitraan” Frame : Program-program kerja yang dijalankan tidak ada perkembangan,
sehingga muncul pendapat untuk me-reshuffle kabinet. Perangkat Pembingkai
Perangkat Penalaran 1. Metaphors
Segudang program riil yang telah dijanjikan sejak kampanye pemilu
pilpres tak ubahnya produk kertas semata
serta kelanjutan program- program lama.
1. Roots Banyak prioritas program kerja atau