Analisis Data .1 Jawa Pos

4.3 Analisis Data 4.3.1 Jawa Pos Dalam pemberitaan surat kabar Jawa Pos ada tiga berita mengenai seratus hari kinerja presiden SBY-Boediono. Adapun rincian singkat pembingkaian mengenai pemberitaan tersebut adalah sebagai berikut :

4.3.1.1 Berita 27 Januari 2010

Dalam berita 27 Januari 2010 ini, Jawa Pos menyajikan salah satu beritanya mengenai seratus hari kinerja presiden SBY-Boediono yang berjudul “Kabinet Lanjutkan, tapi Mirip Pemula”. Adapun rincian mengenai berita tersebut dengan menggunakan elemen framing dari Gamson dan Modigliani adalah sebagai berikut : A. Perangkat Pembingkai A.1 Metaphors Metaphors yang diperoleh dari berita di atas ada dalam kutipan sebagai berikut : ”Pengamat politik Sukardi Rinakit menambahkan, dalam 100 hari kepemimpinan SBY-Boediono ini, muncul gejala politik bocah-bocah nakal , baik di civil soiety maupun di parlemen”. Karakter bocah nakal ini, jika dimarahi akan merasa senang. Maksud dari gejala politik bocah-bocah nakal adalah merupakan makna kiasan yang diibaratkan sebagai anak-anak kecil yang nakal, jika dimarahi maka ia akan merasa senang. Yang dimaksud dengan bocah-bocah nakal adalah anggota-anggota pemerintahan, kalimat tersebut diperkuat dengan adanya pernyataan sebagai berikut : ”Kalau presidennya marah, mereka malah tambah senang. Di kasus Century, misalnya, kalau saksi yang datang tampak bingung, bocah-bocah ini senang, katanya”. Dari kutipan tersebut di atas terlihat bahwa anggota-anggota pemerintahan ini merasa senang apabila saksi yang datang pada kasus Century tampak kebingungan. Ditambah juga adanya pernyataan sebagai berikut : ”Lalu soal mobil dinas mewah yang bilang tidak tahu. Dia juga bilang tidak kenal Ayin Artalyta Suryani. Itu bikin bocah-bocah ini jengkel dan akhirnya mengganggu, ” tambahnya. Politik bocah nakal ini menimbulkan dampak yang yang bisa membuat runyam masalah, apalagi jika ada saksi yang berbohong, ini justru akan membuat anggota- anggota pemerintahan merasa jengkel dan akan mengganggu. Kata bocah-bocah nakal termasuk ke dalam metaphors karena bocah-bocah nakal sendiri merupakan makna kiasan atau sebuah ungkapan untuk mengibaratkan sekelompok orang yang mengungkapkan rasa jengkel karena akibat dari kinerja pemerintahan yang belum maksimal dalam menjalankan tugasnya. Jawa Pos menuliskan istilah ini karena dianggap menarik dengan kehadiran kata ”fenomena bocah-bocah nakal”, kata tersebut merupakan kata yang unik. A.2 Catchphrases Catchphrases pada berita ini adalah sebagai berikut : ”Dia mengingatkan, pemerintahan SBY saat ini merupakan Kabinet Lanjutkan, bukan Kabinet Pemula”. Yang menjadi masalah dalam kalimat tersebut yaitu adanya pernyataan yang menunjukkan bahwa kabinet pemerintahan SBY-Boediono lebih pantas disebut sebagai kabinet pemula, bukan sebagai kabinet lanjutkan. Hal ini dikarenakan program seratus hari yang dinilai gagal memberikan fondasi yang cukup kuat bagi pemerintahan untuk melangkah lima tahun ke depan. Dari penjelasan di atas dapat kita lihat bahwa, kabinet pemerintahan SBY yang disebut Kabinet Lanjutkan ternyata belum mampu memberikan kemajuan yang luar biasa untuk kemajuan masyarakat Indonesia. Kabinet Lanjutkan memiliki makna yaitu melanjutkan program-program yang sudah dirancang dan tinggal melanjutkan programa apa saja yang belum terlaksana. Sedangkan semua program yang dijalankan dinilai belum berhasil oleh masyarakat, maka dari itu terciptalah sebuah kata yang berupa sindiran ”Kabinet Lanjutkan, tapi mirip Pemula”, kalau kabinet pemula memang wajar jika terdapat beberapa kesalahan dan belum terlihat adanya terobosan baru. Tetapi kabinet lanjutkan ini tidak ubahnya dinilai sama dengan kabinet pemula. Catchprases tersebut merupakan jargon yang ditulis oleh Jawa Pos dengan kata-kata yang diperhalus, tetapi tetap terkesan memberikan sindiran kepada pemerintah. A.3 Exemplaar Exemplaar pada berita ini adalah paparan pernyataan yang disertai bukti yaitu : ”Direktur Eksekutif Indo Barometer Muhammad Qodari mengatakan survei terbarunya menemukan tingkat pengetahuan publik terhadap program 100 hari SBY-Boediono sangat rendah, yakni hanya 49,4. Nilai tersebut kalah jauh dengan kasus pembunuhan Nasrudin Zulkarnaen 78,9 , kasus bailout Bank Century 77 , dan kasus penahanan Bibit-Chandra 69,1 ”. Dari sini dapat kita lihat bahwa exemplaar yang dipaparkan terdapat bukti-bukti yang nyata dan mendukung adanya pernyataan tersebut data-data yang ada. Data-data tersebut terjamin validitasnya karena berasal dari sumber yang kompeten. Sumber tersebut berasal dari lembaga survei Indo Barometer. Tetapi jika kita lihat, Jawa Pos menyajikan fakta-fakta yang terbuka. Hal ini terlihat dari kutipan di atas, ada kemungkinan program-program yang telah dirancang belum terlihat luar biasa karena tertutup oleh kasus-kasus yang menyita perhatian masyarakat. A.4 Depiction Yang menjadi depiction pada berita ini adalah : ”Dengan demikian, menteri bersangkutan bisa menerobos kebekuan birokrasi dan membuat program yang langsung dirasakan masyarakat”. Makna kata menerobos adalah kata yang kasar, ungkapan menerobos cocok dipakai untuk menggambarkan seorang penjahat yang menerobos atau masuk secara paksa. Sedangkan manka menerobos pada kalimat di atas seharusnya maknanya diperhalus menjadi memasuki. Jawa Pos menampilkan kata menerobos, kata tersebut mengalami disfemisme yaitu frase kata yang kasar. Tetapi penggunaan kata tersebut tepat untuk menggambarkan ketidak mampuan program-program yang ada, maka dari itu kata menerobos tepat untuk menggambarkan hal tersebut. A.5 Visual Image Foto rapat terbatas : Presiden SBY didampingi Ibu negara Ani Yudhoyono dan beberapa menteri Kabinet Indonesia Bersatu II ketika berangkat menuju ke Cirebon dengan kereta Luar Biasa kemarin. Gambar yang ditampilkan pada Jawa Pos merupakan gambar yang menggambarkan suasana rapat dengan beberapa menteri kabinet Indoneia Bersatu II. Foto tersebut diambil agar memberikan kesan eksklusif dan terlihat match dengan headline yang ditulis oleh Jawa Pos ”Kabinet Lanjutkan, tapi Mirip Pemula”. Terlihat dari hadirnya beberapa menteri untuk hadir dalam rapat terbatas ini. B. Perangkat Penalaran B.1 Roots Roots yang ditampilkan oleh Jawa Pos pada pemberitaan ini adalah sebagai berikut : ”Jangan karena setelah 100 hari, kecewa karena tidak bisa menurunkan harga gula. Tidak bisa disimplifikasikan seperti itu. Program 100 hari hanya pijakan untuk melaksanakan seluruh rencana kerja lima tahun mendatang. Program 100 hari adalah capaian yang memang bisa dicapai dalam 100 hari. Rinciannya ada, tiap departemen ada. Itu bisa dilihat, bukan 100 hari lalu harga beras murah”, kata Djoko. Pernyataan tersebut merupakan ungkapan sebuah pembenaran dari sebuah masalah, artinya bahwa memang pasti ada akibat yang ditimbulkan dari setiap permasalahan yang ada pada pemerintahan SBY-Boediono. Ia juga mencoba memberi alasan yang logis terhadap pandangan masyarakat yang menilai kinerja pemerintahan turun. Ada faktor yang mempengaruhi hal tersebut, yaitu karena Djoko Suyanto adalah mantan Wakil Ketua Tim Kampanye SBY-Boediono. Demikian Jawa Pos menggambarkan roots yang tampak pada berita ini. B.2 Appeals to principle Merupakan sebuah klaim-klaim moral yang berusaha memberikan pembenaran dari sebuah berita, apalagi jika berita yang ada terkesan menjatuhkan pihak-pihak tetentu, seperti yang dapat kita lihat dibawah ini : ”Program 100 hari adalah capaian yang memang bisa dicapai dalam 100 hari. Rinciannya ada, tiap departemen ada. Itu bisa dilihat, bukan 100 hari lalu harga beras langsung murah, kata Djoko”. Dari kalimat atau pernyataan tersebut dapat kita lihat bagaimana Jawa Pos menyajikan sebuah klaim moral atau pembenaran atas suatu masalah. Kalimat atau pernyataan yang disampaikan oleh Djoko ini ditulis oleh Jawa Pos agar masyarakat tahu bahwa tidak semua program yang dirancang pemerintah mengalami kegagalan, tetapi harus dilihat juga bagaimana usaha atau hasil dari program yang ada di bidang tertentu. B.3 Consequences Consequences yang dapat diambil oleh berita yang ditulis oleh Jawa Pos ini adalah menjelang 100 hari pemerintahan SBY-Boediono belum terlihat adanya terobosan yang luar biasa. Mereka dinilai bukan seperti Kabinet Lanjutkan tetapi lebih mirip Kabinet Pemula. Hal ini dapat membantu pemerintah agar bisa selangkah lebih maju dalam menjalankan tugasnya. Khususnya untuk presiden SBY karena beliau ujung tombak negara ini, apabila kepemimpinannya gagal maka rakyat yang menanggung akibatnya.

C. Bingkai Inti Jawa Pos 27 Januari 2010

Setelah menganalisis berita tersebut di atas, maka diperoleh bingkai inti dari berita tersebut, sebagai berikut : jelang seratus hari pemerintahan SBY-Boediono yang dinilai belum menujukkan adanya terobosan baru dan tampaknya fondasi untuk melangkah ke lima tahun ke depan belum kuat. Banyak program-program yang dinilai belum berhasil, seharusnya Kabinet Lanjutkan tetapi lebih mirip Kabinet Pemula, karena kinerja pemerintahan selama seratus hari pasca pelantikan presiden SBY dinilai belum menampakkan adanya terobosan baru. Berikut frame yang diperoleh dari analisis di atas : Judul : ”Kabinet Lanjutkan, tapi Mirip Pemula” Frame : Pemerintahan 100 hari SBY-Boediono dinilai belum berhasil memberikan terobosan dan fondasi yang kuat untuk melangkah lima tahun ke depan. Perangkat Pembingkai Perangkat Penalaran

1. Metaphors

Pengamat politik Sukardi Rinakit menambahkan, dalam 100 hari kepemimpinan SBY-Boediono ini, muncul gejala politik bocah-bocah nakal , baik di civil society maupun di parlemen.

1. Roots

Jangan karena setelah 100 hari, kecewa karena tidak bisa menurunkan harga gula. Tidak bisa disimplifikasikan seperti itu.

2. Catchprases Dia mengingatkan, pemerintahan SBY

saat ini merupakan Kabinet Lanjutkan, 2. Appeals to principle Program 100 hari adalah capaian yang memang bisa dicapai dalam 100 hari.