akan diakui apabila negara tersebut tidak memiliki yurisdiksi.
41
Menurut Huala Adolf, yurisdiksi adalah kewenangan atau kekuasaan hukum negara terhadap
orang, benda, atau peristiwa hukum.
42
Yurisdiksi menyebabkan suatu negara mempunyai hak terhadap seseorang, benda, maupun peristiwa hukum yang ada
dalam suatu negara ataupun yang ada di luar negara tersebut.
43
c. Teori Transformasi
Pengikut ajaran positivisme mengakui bahwa peraturan ketentuan- ketentuan hukum internasional untuk dapat berlaku sebagai norma hukum
nasional harus melalui proses transformasi atau alih bentuk baik secara formal ataupun substansial.
44
Secara formal artinya mengikuti bentuk peraturan yang sesuai dengan perundang-undangan nasional
negara yang bersangkutan, sedangkan secara substansial artinya materi dari peraturan hukum Internasional
itu harus sesuai dengan materi peraturan hukum nasional yang bersangkutan.
45
Pengikut ajaran ini menyatakan tanpa tranformasi tidak mungkin hukum perjanjian internasional dapat diberlakukan dalam hukum Nasional. Hal ini
disebabkan perbedaan karakter dimana Hukum Internasional didasarkan pada persetujuan negara sedangkan hukum Nasional bukan
didasarkan pada persetujuan negara.
46
Oleh karena itu, suatu negara yang telah meratifikasi suatu
41
Mirza Satria Buana, 2007, Hukum Internasional Teori dan Praktek, Penerbit: Nusamedia, Bandung, h. 56
42
Ibid, h. 57
43
Lihat Ibid.
44
Lihat Dwi Arianto Rukmana, 2012, “Hubungan Hukum Internasional dan Hukum Nasional”,
URL: http:dwiariantorukmana.blogspot.co.id201210hubungan-hukum-
internasional-dan-hukum_29.html . diakses tanggal 20 November 2015
45
Ibid.
46
Ibid.
perjanjian internasional dan juga telah mengundangkan ke dalam hukum nasionalnya, serta dalam beberapa hal juga telah menjabarkan atau
mentransformasikan ke dalam hukum nasionalnya sendiri,
maka dalam
pelaksanaannya di dalam wilayahnya juga akan berhadapan dengan hukum atau peraturan perundang-undangan nasionalnya yang lain.
47
d. Teori Universalitas Hak Asasi Manusia
Hak Asasi Manusia HAM adalah hak yang melekat pada martabat manusia yang melekat padanya sebagai insan ciptaan Tuhan Yang Maha Esa,
yang berarti HAM merupakan hak-hak yang dimiliki manusia menurut kodratnya, yang tidak dapat dipisahkan dari hakikatnya.
48
Teori universalitas HAM adalah teori yang berpegang pada teori radikal universalitas HAM, yaitu bahwa
perbedaan kebudayaan bukan berarti membenarkan perbedaan konsepsi HAM, perbedaan pengalaman historis dan sistem nilai tidak menghapuskan HAM
dipahami secara berbeda dan diterapkan secara berbeda pula dari suatu kelompok ke kelompok lain.
Menurut teori universalitas semua nilai temasuk nilai-nilai HAM adalah bersifat universal dan tidak dapat dimodifikasi untuk menyesuaikan perbedaan
budaya dan sejarah suatu negara.
49
Teori ini menganggap hanya ada satu pemahaman mengenai HAM, bahwa nilai-nilai HAM sama dimanapun dan
kapanpun serta dapat diterapkan pada masyarakat yang mempunyai latar belakang
47
I Wayan Parthiana, 2005, Op.Cit, h. 275
48
Ramdlon Naning, 1983, Cita dan Citra Hak-Hak Asasi Manusia, Lembaga Kriminologi Universitas Indonesia Penunjang Bantuan Hukum Indonesia, Jakarta, h. 7
49
Subhan Sofhian dan Asep Sahid Gantara, dikutip dari Aldo Rico Geraldi, 2014, “Penyiksaan Falun Gong Oleh Pemerintah Republik Rakyat China Terkait Ketentuan Konvensi
Anti Penyiksaan Tahun 1984” Skripsi Fakultas Hukum Universitas Udayana, h. 13.
budaya dan sejarah yang berbeda. Dengan demikian, pemahaman dan pengakuan terhadap nilai-nilai HAM berlaku secara universal.
50
1.7 Metode Penelitian