BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pembangunan kesehatan di Indonesia diarahkan seutuhnya untuk
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat pada semua kelompok umur. Menurut Kementerian Kesehatan RI 2011, dapat disimpulkan bahwa secara teknis upaya
peningkatan derajat kesehatan masyarakat telah dijabarkan dalam sub sistem pelayanan kesehatan dalam sistem kesehatan nasional dengan penekanan strategi
melalui upaya preventif dan promotif. Salah satu upaya tersebut adalah upaya pencegahan imunisasi guna mencegah terjadinya penyakit secara dini.
Menurut Kementerian Kesehatan RI 2010 pelayanan imunisasi dimaksudkan mencegah penyakit melalui pemberian kekebalan tubuh yang harus dilaksanakan
secara terus menerus, menyeluruh dan dilaksanakan sesuai dengan standar, sehingga mampu memberikan perlindungan kesehatan dan dapat memutus mata rantai
penularan, yang dilakukan pada usia balita maupun pada orang dewasa. Menurut Arofah 2008, pemberian imunisasi dimaksudkan agar bayi atau balita terhindar dari
berbagai jenis penyakit menular dan akan meningkatkan kekebalan tubuh bayibalita. Program imunisasi pada bayi dan balita merupakan salah satu program
prioritas pemerintah yang diselenggarakan secara komprehensif dengan memaksimalkan peran pos pelayanan terpadu, pos kesehatan desa dan unit layanan
kesehatan masyarakat lainnya yang ada di masyarakat. Pengelolaan program
Universitas Sumatera Utara
imunisasi pada prinsipnya bertujuan untuk memantapkan dan meningkatkan jangkauan pelayanan imunisasi secara efektif dan efesien Achmadi, 2006.
Keberhasilan program imunisasi secara umum dapat dilihat dari angka cakupan imunisasi berdasarkan wilayah atau disebut Universal Child Immunization
UCI, yaitu pencapaian jumlah bayi yang diimunisasi dari sejumlah bayi yang ada di suatu desa dengan standar yang direkomendasikan Kementerian Kesehatan RI yaitu
80 dari jumlah bayi yang ada di daerah tersebut. Upaya pencapaian UCI dapat dilakukan melalui kegiatan imunisasi rutin, dan imunisasi tambahan seperti sweeping
imunisasi, crash program, imunisasi dalam penanganan kejadian luar biasa, Pekan Imunisasi Nasional PIN.Tercapainya UCI secara maksimal sesuai dengan target
yang direkomendasikan harus dilakukan secara optimal dalam program imunisasi Kemenkes RI, 2010.
Sesuai Profil Kesehatan RI Tahun 2011, disebutkan secara Nasional cakupan imunisasi dasar sudah melebihi dari 80, seperti campak sebesar 93,65. Sedangkan
berdasarkan Laporan Riset Kesehatan Daerah 2011, menunjukkan bahwa proporsi anak 12-23 bulan yang memperoleh imunisasi campak adalah 74,5 persen, dengan
provinsi terbaik adalah DI Yogyakarta 96,4 dan terendah Papua 47,1, sedangkan dilihat dari cakupan imunisasi dasar lengkap tertinggi didaerah DI
Yogyakarta yaitu sebesar 91,1 dan terendah di provinsi Papua yaitu sebesar 28,2 persen. Keadaan ini mencerminkan bahwa secara regional masih banyak terdapat
daerah yang masih rendah cakupan imunisasi khususnya imunisasi dasar pada bayi dan balita.
Universitas Sumatera Utara
Provinsi Aceh merupakan salah satu daerah yang secara umum sudah mencapai target cakupan imunisasi secara Nasional yaitu 89,2, namun disisi lain
angka droup out imunisasi angka yang menunjukkan jumlah bayi yang tidak lengkap imunisasinya masih tinggi yaitu sebesar 8,11, dan daerah tertinggi angka droup out
adalah daerah Sabang yaitu 36,88, diikuti Kabupaten Aceh Barat Daya sebesar 19,14 dan seterusnya Kabupaten Pidie Jaya yaitu sebesar 16,33, artinya meskipun
pencapaian secara nasional kategori sesuai target yang diharapkan, namun dengan tingginya angka drop out berpotensi terhadap kejadian penyakit akibat imunisasi
yang tidak lengkap, dan justru akan menimbulkan masalah kesehatan baru bagi bayi dan balita, seperti terjadinya ledakan kasus-kasus penyakit yang dapat ditangani
dengan imunisasi dasar, misalnya hepatitis pada bayibalita, kejadian penyakit polio. Berdasarkan indikator derajat kesehatan di Provinsi Aceh, diketahui Angka
Kematian Bayi Tahun 2011 adalah sebesar 25 per 1000 kelahiran Hidup, dan Angka Kematian Balita sebesar 45 per 1000 Kelahiran Hidup dan menempati urutan ke-17
seluruh Indonesia. Kontribusi tingginya angka kematian bayi dan balita juga disebabkan oleh rendahnya cakupan imunisasi dasar pada balita, serta tingginya
angka droup out imunisasi, karena kecenderungan kematian bayi juga disebabkan oleh penyakit infeksi dan penyakit menular.
Salah satu kabupaten yang ada di provinsi Aceh yang masih mempunyai masalah cakupan UCI dan pencapaian imunisasi dasar serta daerah yang tinggi drop
out imunisasi adalah Kabupaten Pidie Jaya. Kabupaten Pidie Jaya merupakan salah satu kabupaten Pemekaran dari Kabupaten Pidie, dan masih mempunyai masalah
Universitas Sumatera Utara
kesehatan yang berkaitan dengan penyakit-penyakit yang disebabkan oleh rendahnya atau tidak lengkapnya imunisasi khususnya penyakit infeksi pada bayi dan balita.
Berdasarkan Profil Kesehatan Kabupaten Pidie 2011, menunjukkan bahwa pencapaian daerah UCI adalah sebesar 21,17 dari 222 desa, artinya hanya terdapat
47 Desa yang mempunyai desa UCI, dan hal ini menunjukkan cakupan UCI sangat jauh dari target yang diharapkan secara Nasional yaitu 80.
Kabupaten Pidie Jaya secara geografis merupakan daerah yang dikelilingi oleh pegunungan dan daerah dataran rendah, dengan jumlah sarana kesehatan seperti
Puskesmas sebanyak 10 Puskesmas dari 8 Kecamatan, Puskesmas Pembantu sebanyak 20 Unit, dan jumlah Posyandu yang aktif sebanyak 30 Posyandu 13,27,
dari 226 Posyandu. Keadaan tersebut memberikan gambaran bahwa kuantitas sarana kesehatan memberikan kontribusi terhadap akses masyarakat untuk mendapatkan
pelayanan kesehatan, demikian juga dengan kondisi Posyandu, karena posyandu merupakan unit terdepan yang ada di masyarakat yang langsung dapat diakses oleh
masyarakat untuk memperoleh pelayanan kesehatan khususnya pelayanan kesehatan bagi bayi, balita dan ibu hamil. Program imunisasi secara praktis merupakan
wewenang petugas kesehatan di Posyandu untuk menjaring dan memberikan imunisasi yang berkoordinasi dengan Puskesmas Pembantu dan Puskesmas Induk.
Berdasarkan cakupan imunisasi dasar menunjukkan dari 3.683 sasaran imunisasi terdapat 68,94 bayi sudah mendapatkan imunisasi DPT-HB, 67,99
sudah mendapatkan imunisasi Polio, 77,0 imunisasi BCG, 63,64 imunisasi campak dan 41,65 sasaran sudah memperoleh imunisasi HB-0, keadaan ini
Universitas Sumatera Utara
mencerminkan bahwa cakupan imunisasi dasar saja belum mencapai 90 sesuai target Standar Pelayanan Minimal bidang kesehatan, sehingga berpotensi terhadap
terjadinya penyakit-penyakit infeksi akibat tidak di imunisasi Profil Kesehatan Kabupaten Pidie Jaya, 2011.
Cakupan imunisasi di Kabupaten Pidie Jaya secara keseluruhan masih sangat rendah jika dibandingkan dengan standar Nasional, keadaan tersebut pling tinggi
terjadi pada desa yang berada di desa kategori daerah pegunungan, seperti kecamatan Bandar Baru hanya rata-rata 18,6 dari 473 bayi yang ada di desa tersebut, demikian
juga di kecamatan Ulim, dari 9 desa yang ada hanya 4 desa yang mempunyai cakupan imunisasi 100 selebihnya rata-rata hanya 23,9. Hal ini memberikan gambaran
bahwa sebagian besar desa yang termasuk desa daerah pegunungan memiliki cakupan imunisasi yang rendah yang diasumsikan disebabkan oleh rendahnya partisipasi ibu
yang memiliki bayi untuk mengimunisasikan bayinya, sebagai akibat dari minimnya fasilitas kesehatan di desa tersebut, serta diasumsikan rendahnya peran aktif petugas
kesehatan terhadap pelaksanaan program imunisasi. Selain itu juga diasumsikan akibat rendahnya kemampuan dan keterampilan petugas imunisasi dalam
melaksanakan seluruh kegiatan-kegiatan dalam program imunisasi, baik dari perencanaan maupun pelaksanaan imunisasi.
Faktor yang yang diduga juga berkontribusi terhadap pencapaian cakupan imunisasi juga dipengaruhi oleh rendahnya motivasi petugas untuk memberikan
imunisasi kepada bayibalita akibat jarak tempuh ke lokasi sangat jauh, karena cakupan imunisasi yang rendah berada pada daerah pegunungan dengan akses
Universitas Sumatera Utara
masyarakat ke sarana kesehatan yang relatif sulit, akan tetapi selama beberapa tahun terakhir pemerintah Daerah dan Pusat telah menempatkan tenaga Bidan ke seluruh
daerah terpencil dan sangat terpencil di Kabupaten Pidie Jaya sebanyak 195 bidan, demikian juga dengan alokasi anggaran untuk program Imunisasi juga tidak menjadi
permasalahan, serta penyediaan sarana tranportasi bagi bidan dan peralatan yang dibutuhkan dalam program imunisasi juga telah disiapkan oleh pemerintah daerah,
namun faktanya cakupan imunisasi masih sangat rendah dan angka drop out imunisasi juga masih sangat tinggi. Rendahnya cakupan imunisasi dasar pada bayi
atau balita diasumsikan karena rendahnya partisipasi ibu-ibu yang mempunyai bayi atau balita untuk diimunisasi, sebagai akibat minimnya upaya pemberdayaan yang
dilakukan oleh petugas kesehatan. Cakupan imunisasi yang rendah merupakan permasalahan yang sangat
kompleks, bukan hanya karena biaya, tetapi juga disebabkan oleh ketersediaan vaksin, dan komitmen petugas kesehatan untuk mensosialisasi informasi tentang
imunisasi serta tindakan pemberian imunisasi kepada bayibalita, selain itu juga dipengaruhi oleh faktor kepercayaan, sosial budaya. Menurut Arofah 2008,
menjelaskan bahwa rendahnya cakupan imunisasi dipengaruhi oleh akses ke pelayanan kesehatan, adat istiadat, dan pelayanan kesehatan dilakukan pada waktu
yang tidak tepat, serta faktor orang tua karena tidak mengetahui tentang pentingnya imunisasi.
Penelitian Rahmawati 2007 di Kabupaten Blora menunjukkan bahwa hasil kegiatan imunisasi pada bayi dan balita dipengaruhi oleh faktor sumber daya manusia
Universitas Sumatera Utara
dalam hal ini petugas kesehatan, artinya petugas kesehatan yang benar-benar melakukan tugas dan fungsinya sebagai petugas imunisasi mulai dari perencanaan,
pendataan sampai pada evaluasi cakupan imunisasi berpengaruh terhadap pencapaian imunisasi secara sempurna di wilayah kerjanya. Pelaksana imunisasi puskesmas
mempunyai peran yang sangat penting dalam pelaksanaan kegiatan program baik bersifat teknis maupun administratif. Selain itu petugas pelaksana imunisasi
puskesmas juga dituntut untuk menguasai manajemen program secara lebih baik dan professional.
Faktor petugas kesehatan dalam hal ini petugas imunisasi juga mempunyai peran dalam meningkatkan kemauan ibu yang mempunyai bayibalita untuk
diimunisasi dengan memberdayakan posyandu, artinya program imunisasi akan tercapai dengan optimal jika masyarakat ikut berpartisipasi terhadap program
tersebut, dan partisipasi tersebut terwujud jika masyarakat diberdayakan. Konsep posyandu adalah konsep pemberdayaan masyarakat untuk hidup sehat dan menyadari
akan kebutuhan kesehatan diri dan keluarga. Fenomena pencapaian posyandu aktif di Kabupaten Pidie Jaya masih sangat
rendah yaitu hanya 13,27, artinya upaya pemberdayaan masyarakat masih sangat rendah untuk melaksanakan seluruh kegiatan-kegiatan dalam posyandu seperti
penimbangan bayibalita, pemberian imunisasi dasar maupun jenis kegiatan lainnya. Penelitian Lumbantobing 2004, menunjukkan bahwa kemampuan dan
keterampilan bidan mempunyai pengaruh terhadap keberhasilan pelayanan kesehatan yang diberikan, demikian juga menurut penelitian Penelitian Tjerita 2000 di
Universitas Sumatera Utara
Kabupaten Grobogan Jawa Tengah menemukan bahwa kepatuhan petugas puskesmas dalam menerapkan prosedur kerja pelayanan imunisasi dipengaruhi oleh kemampuan
dan keterampilan petugas serta motivasi petugas dalam menjalankan prosedur kerja tersebut, dan secara statistik menunjukkan terdapat pengaruh pendidikan,
pengetahuan dan motivasi terhadap kepatuhan standar operasional prosedur SOP pelayanan imunisasi.
Menurut Muninjaya 2004, petugas kesehatan harus menyadari peranannya sebagai customer yaitu staf yang diberikan tugas istimewa memberikan asuhan
pelayanan medis dan kesehatan kepada masyarakat yang menggunakan jasa pelayanan. Peran petugas dalam program imunisasi ini diharapkan dapat
meningkatkan partisipasi masyarakat untuk ikut program imunisasi dengan fungsi dan perannya sesuai dengan tugas pokok dalam program imunisasi pada bayibalita.
Geertz dalam Mardikanto 2003 menyatakan bahwa partisipasi masyarakat merupakan sesuatu yang harus ditumbuh kembangkan dalam proses pembangunan,
namun di dalam prakteknya, tidak selalu diupayakan sungguh- sungguh. Berkaitan dengan tindakan pemberian imunisasi pada bayi partisipasi ibu merupakan hal yang
sangat penting diperhatikan, sehingga sangat dibutuhkan stimulan oleh petugas kesehatan untuk meningkatkan partisipasi ibu yang mempunyai bayibalita agar dapat
mengimunisasikan bayibalitanya melalui upaya pemberdayaan. Berdasarkan analisis di atas peneliti mengasumsikan bahwa permasalahan
rendahnya cakupan imunisasi adalah karena rendahnya partisipasi masyarakat terhadap program imunisasi dan minimnya upaya yang dilakukan oleh petugas
Universitas Sumatera Utara
kesehatan dalam memberdayakan masyarakat khususnya ibu-ibu yang mempunyai bayi dan balita untuk peduli masalah kesehatan termasuk imunisasi.
Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka peneliti tertarik untuk meneliti tentang pengaruh peran petugas kesehatan terhadap partisipasi ibu dalam
pemberian imunisasi bayi di desa wilayah pegunungan Kabupaten Pidie Jaya Provinsi Aceh.
1.2. Permasalahan