Pengaruh Peran Petugas Kesehatan terhadap Partisipasi Ibu dalam Pemberian Imunisasi Bayi di Desa Wilayah Pegunungan Kabupaten Pidie Jaya Provinsi Aceh Tahun 2013

(1)

PENGARUH PERAN PETUGAS KESEHATAN TERHADAP PARTISIPASI IBU DALAM PEMBERIAN IMUNISASI BAYI DI DESA WILAYAH

PEGUNUNGAN KABUPATEN PIDIE JAYA PROVINSI ACEH TAHUN 2013

TESIS

Oleh MOH IQBAL 117032031/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

THE INFLUENCE OF THE ROLE OF HEALTH WORKER ON MOTHER’S PARTICIPATION IN THE ADMINISTRATION OF IMMUNIZATION

FOR THE BABY IN THE VILLAGES IN MOUNTAINOUS AREA OF PIDIE JAYA DISTRICT, ACEH PROVINCE

IN 2013 THESIS

By MOH IQBAL 117032031/IKM

MAGISTER OF PUBLIC HEALTH STUDY PROGRAM FACULTY OF PUBLIC HEALTH

UNIVERSITY OF SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

PENGARUH PERAN PETUGAS KESEHATAN TERHADAP PARTISIPASI IBU DALAM PEMBERIAN IMUNISASI BAYI DI DESA WILAYAH

PEGUNUNGAN KABUPATEN PIDIE JAYA PROVINSI ACEH TAHUN 2013

TESIS

Untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S-2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan pada Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara

Oleh MOH IQBAL 117032031/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(4)

PERNYATAAN

PENGARUH PERAN PETUGAS KESEHATAN TERHADAP PARTISIPASI IBU DALAM PEMBERIAN IMUNISASI BAYI DI DESA WILAYAH

PEGUNUNGAN KABUPATEN PIDIE JAYA PROVINSI ACEH TAHUN 2013

T E S I S

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebut dalam daftar pustaka.

Medan, 22 Agustus 2013

Moh Iqbal 117032031/IKM


(5)

Judul Tesis : PENGARUH PERAN PETUGAS KESEHATAN TERHADAP PARTISIPASI IBU DALAM PEMBERIAN IMUNISASI BAYI DI DESA WILAYAH PEGUNUNGAN KABUPATEN PIDIE JAYA PROVINSI ACEH TAHUN 2013 Nama Mahasiswa : Moh Iqbal

Nomor Induk Mahasiswa : 117032031

Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi : Administrasi dan Kebijakan Kesehatan

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Dr. Drs. R. Kintoko Rochadi, M.K.M ) (Dr. Fauzi, S.K.M

Ketua Anggota

)

Dekan

(Dr. Drs. Surya Utama, M.S)


(6)

Telah di Uji

Pada Tanggal : 22 Agustus 2013

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr. Drs. R. Kintoko Rochadi, M.K.M Anggota : 1. dr. Fauzi, S.K.M

2. Ir. Etti Sudaryati, M.K.M, Ph.D 3. Drs. Alam Bakti Keloko, M. Kes


(7)

ABSTRAK

Pelayanan imunisasi merupakan program pemerintah untuk mencegah penyakit melalui pemberian kekebalan tubuh sesuai standar secara terus menerus dan menyeluruh khususnya pada bayi dan balita. Permasalahan cakupan imunisasi dasar secara nasional masih menjadi masalah kesehatan, termasuk di provinsi Aceh dan Kabupaten Pidie Jaya. Rendahnya cakupan imunisasi bayi di Kabupaten Pidie Jaya diindikasikan dari tingginya angka drop out imunisasi yaitu mencapai 16,33%, dan umumnya terjadi pada bayi di desa kategori daerah pegunungan.

Penelitian ini merupakan penelitian survai dengan pendekatan eksplanatory research dengan rancangan cross sectional study yang dimaksudkan untuk menganalisis pengaruh peran serta petugas kesehatan terhadap partisipasi ibu dalam pemberian imunisasi pada bayi di desa daerah pegunungan kabupaten Pidie Jaya. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu yang mempunyai bayi di desa yang termasuk daerah pegunungan di Kabupaten Pidie Jaya yaitu sebanyak 7.562 ibu, dengan sampel terpilih sebanyak 146 ibu. Pengambilan sampel dilakukan secara proporsional sampling to size. Analisis data dilakukan dengan menggunakan uji chi square pada analisis bivariat dan pada analisis multivariat dilakukan dengan uji regresi logistik pada taraf kepercayaan 95%.

Hasil penelitian menunjukkan 56,2% mempunyai partisipasi yang kurang. Hasil uji chi square menunjukkan terdapat hubungan signifikan peran petugas sebagai costumer (p=0,007), peran sebagai motivator (p=0,041), peran sebagai fasilitator (p=0,027) dan peran sebagai sebagai konselor (p=0,021)terhadap partisipasi ibu dalam pemberian imunisasi pada bayi pada desa daerah pegunungan. Hasil uji regresi logistik menunjukkan variabel peran petugas sebagai fasilitator merupakan variabel paling dominan memengaruhi partisipasi ibu dalam pemberian imunisasi pada bayi pada desa daerah pegunungan di Kabupaten Pidie Jaya Provinsi Aceh.

Disarankan agar petugas kesehatan langsung datang ke rumah untuk memberi imunisasi, pendataan bayi yang belum diimunisasi, dan mengoptimalkan peran petugas kesehatan di posyandu di Kabupaten Pidie Jaya.


(8)

ABSTRACT

Immunization service is a government’s program to prevent the disease through the administration of standard non-stop and complete immunity especially to the baby and children under five-years old. Nationally including in Aceh Province and Pidie Jaya District, the basic coverage of immunization is still health problem. The low coverage of immunization for the babies in Pidie Jaya District was indicated from the high rate of immunization drop-out (up to 16.33%) and it generally occurs in the villages in the mountainous area.

The purpose of this explanatory study with cross-sectional design was to analyze the influence of the influence of the role of health worker on mother’s participation in the administration of immunization for the baby in the villages in mountainous area of Pidie Jaya District. The population of this study was all of the 7.562 mothers with babies in the villages in the mountainous area included in Pidie Jaya District and 146 mothers were selected to be the samples for this study through proportional sampling to size method. The data obtained were analyzed through bivariate analysis with Chi-square test and multivariate analysis with logistic regression test at the level of confidence of 95%.

The result of this study showed that 56.2% of the samples had less participation in administrating immunization for their babies. The resul of Chi-square test showed that there was a significant relationship between the roles of health workers as customer (p = 0.007), as motivator (p = 0.041), as facilitator (p = 0.027), and as counselor (p = 0.021) and mothers’ participation in administrating immunization for their babies in the villages in the mountainous area of Pidie Jaya District, Aceh Province. The result of logistic regression test showed that the variable of the role of health worker as facilitator is the most dominant variable influencing mothers’ participation in administrating immunization for their babies in the villages in the mountainous area of Pidie Jaya District, Aceh Province.

The health workers are suggested to directly visit the houses of the villagers to administer immunization, to record the number of the babies who have not been immunized, and to optimalize the role of the health workers at Posyandu (Integrated Service Post) in Pidie Jaya District.


(9)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Mohd Iqbal yang dilahirkan di Tijue, Sigli Provinsi Aceh pada tanggal dua belas bulan satu tahun seribu sembilan ratus sembilan belas tujuh puluh satu (12-01-1971) dengan alamat Jalan Banda Aceh-Medan di Kelurahan Gampong Manyang Cut Meureude Kabupaten Pidie Jaya. Penulis beragama Islam dan sudah menikah dan telah dikarunia tiga putra dan satu putri.

Penulis menamatkan pendidikan formal setingkat Sekolah Dasar yaitu Madrasah Ibtidayah Negeri (MIN) pada tahun 1985 di MIN Tijue Sigli, tahun 1987 penulis menamatkan pendidikan di MTsN Tijue Sigli, tahun 1990 menamatkan pendidikan setingkat SLTA di MAN Tijue, kemudian tahun 1994 penulis menamatkan pendidikan APK Sanitasi/Kesehatan Lingkungan di Universitas Djabal Gafur Sigli dan Tahun 2003 penulis menamatkan pendidikan Sarjana Kesehatan Masyarakat di Universitas Muhammadiyah Aceh, dan sejak tahun 2011 sampai sekarang penulis tugas belajar di program S-2 Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Penulis memulai karir sebagai PNS tahun 1996 sampai dengan sekarang. Tahun 2008-2011 penulis menduduki jabatan sebagai kepala seksi Pemberantasan Penyakit Menular (P2M) Dinas Kesehatan Kabupaten Pidie Jaya, dan sejak tahun 2011 sampai sekarang tugas belajar.


(10)

KATA PENGANTAR

Segala puji kepada Allah SWT dan bersyukur atas segala rahmat, taufik dan hidayah-Nya kepada penulis hingga dapat menyelesaikan penyusunan proposal tesis dengan judul “Pengaruh Peran Petugas Kesehatan terhadap Partisipasi Ibu dalam Pemberian Imunisasi Bayi di Desa Wilayah Pegunungan Kabupaten Pidie Jaya Provinsi Aceh Tahun 2013”. Dalam menyusun tesis ini, penulis mendapat bantuan, dorongan dan bimbingan dari berbagai pihak.

Untuk itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, D.T.M & H, M.Sc (CTM), Sp. A(K) selaku Rektor

Universitas Sumatera Utara.

2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara, dan kepada

3. Dr. Drs. R. Kintoko Rochadi, M.K.M., dan dr.Fauzi, S.K.M., selaku komisi pembimbing.

4. Dr. Ir. Zulhaida Lubis, M.Kes selaku sekretaris Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

5. Ir. Etti Sudaryati, M.K.M, Ph.D dan Drs. Alam Bakti Keloko, M.Kes selaku komisi pembanding yang telah memberkan arahan dan bimbingan demi kesempurnaan penyusunan proposal tesis ini.


(11)

6. Terima kasih kepada Kepala Dinas Kesehatan Pidie Jaya, dan seluruh staf Dinas Kesehatan Pidie Jaya yang telah memberikan masukan, dukungan materil dan moril serta bantuan lainnya selama penulis dalam proses pendidikan.

7. Terima kasih tak terhingga, kepada yang teramat disayang dan dihormati kedua orang tua penulis; dan yang sangat dicintai isteri dan anak-anak yang senantiasa menjadi sumber inspirasi, memberi doa, dan dukungan.

8. Semua pihak yang telah membantu kegiatan penelitian awal; atas perhatian, perkenan dan bantuan yang telah diberikan hingga tersusunnya tesis ini dengan sempurna.

Penulis menyadari bahwa tesis ini ini masih banyak terdapat kekurangan dan keselamahan, untuk itu kiritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan tesis ini.

Medan, Oktober 2013 Penulis,

Moh Iqbal 117032031/IKM


(12)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT... ii

RIWAYAT HIDUP ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB 1. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Permasalahan ... 9

1.3. Tujuan Penelitian ... 9

1.4. Hipotesis Penelitian ... 10

1.5. Manfaat Penelitian ... 10

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 11

2.1. Peran Petugas Kesehatan ... 11

2.2. Partisipasi Masyarakat ... 17

2.3. Pelayanan Imunisasi ... 23

2.4. Landasan Teori ... 28

2.5. Kerangka Konsep... 30

BAB 3. METODE PENELITIAN ... 32

3.1. Jenis Penelitian... 32

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 33

3.3. Populasi dan Sampel Penelitian ... 33

3.4. Metode Pengumpulan Data ... 36

3.5. Variabel dan Definisi Operasional ... 45

3.6. Metode Pengukuran ... 46

3.7.Metode Analisis Data ... 48

BAB 4. HASIL PENELITIAN ... 49

4.1. Gambaran Lokasi Penelitian ... 49

4.2. Karakteristik Ibu ... 49

4.3. Analisis Univariat ... 53

4.4. Analisis Bivariat ... 55


(13)

BAB 5. PEMBAHASAN ... 62

5.1. Partisipasi Ibu terhadap Pemberian Imunisasi Bayi pada Desa Daerah Pegunungan di Kabupaten Pidie Jaya ... 62

5.2. Pengaruh Peran Petugas sebagai Costumer terhadap Partisipasi Ibu terhadap Pemberian Imunisasi Bayi pada Desa Daerah Pegunungan di Kabupaten Pidie Jaya ... 66

5.3. Pengaruh Peran Petugas sebagai Komunikator terhadap Partisipasi Ibu terhadap Pemberian Imunisasi Bayi pada Desa Daerah Pegunungan di Kabupaten Pidie Jaya ... 67

5.4. Pengaruh Peran Petugas sebagai Motivator terhadap Partisipasi Ibu terhadap Pemberian Imunisasi Bayi pada Desa Daerah Pegunungan di Kabupaten Pidie Jaya ... 69

5.5. Pengaruh Peran Petugas sebagai Fasilitator terhadap Partisipasi Ibu terhadap Pemberian Imunisasi Bayi pada Desa Daerah Pegunungan di Kabupaten Pidie Jaya ... 70

5.6. Pengaruh Peran Petugas sebagai Konselor terhadap Partisipasi Ibu terhadap Pemberian Imunisasi Bayi pada Desa Daerah Pegunungan di Kabupaten Pidie Jaya ... 72

5.7. Keterbatasan Penelitian ... 73

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 74

6.1. Kesimpulan ... 74

6.2. Saran ... 75

DAFTAR PUSTAKA ... 76


(14)

DAFTAR TABEL

No. Judul Halaman

3.1. Jumlah Ibu yang Mempunyai Bayi pada Desa di Desa Wilayah

Pegunungan Kabupaten Pidie Jaya Tahun 2012 ... 33

3.2. Distribusi Sampel Penelitian ... 35

3.3. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Pertanyaan Pengetahuan ... 38

3.4. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Pertanyaan Sikap ... 38

3.5. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Pertanyaan Peran Petugas Sebagai Costumer ... 39

3.6. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Pertanyaan Peran Petugas Sebagai Komunikator ... 40

3.7. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Pertanyaan Peran Petugas Sebagai Motivator ... 41

3.8. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Pertanyaan Peran Petugas Sebagai Konselor ... 42

3.9. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Pertanyaan Partisipasi Ibu terhadap Pemberian Imunisasi Bayi... 43

4.1. Distribusi Frekuensi Ibu Berdasarkan Karakteristik Ibu di Kabupaten Pidie Jaya Propinsi Aceh Tahun 2013 ... 49

4.2. Distribusi Frekuensi Ibu Berdasarkan Indikator Varibael Pengetahuan ibu di Kabupaten Pidie Jaya Propinsi Aceh Tahun 2013 ... 50

4.3. Distribusi Frekuensi Ibu Berdasarkan Variabel Pengetahuan ibu di Kabupaten Pidie Jaya Propinsi Aceh Tahun 2013 ... 50

4.4. Distribusi Frekuensi Ibu Berdasarkan Indikator Variabel Sikap ibu di Kabupaten Pidie Jaya Propinsi Aceh Tahun 2013 ... 51


(15)

4.5. Distribusi Frekuensi Ibu Berdasarkan Variabel Sikap ibu di Kabupaten Pidie Jaya Propinsi Aceh Tahun 2013 ... 52 4.6. Distribusi Frekuensi Ibu Berdasarkan Variabel Peran Petugas

Kesehatan di Kabupaten Pidie Jaya Propinsi Aceh Tahun 2013 ... 53 4.7. Distribusi Frekuensi Ibu Berdasarkan Variabel Partisipasi Ibu di

Kabupaten Pidie Jaya Propinsi Aceh Tahun 2013 ... 55 4.8. Analisis Bivariat Hubungan Variabel Independen dengan Dependen 58 4.9. Hasil Uji Regresi Logistik Berganda Tahap Pertama ... 59 4.10. Hasil Uji Regresi Logistik Berganda Tahap Kedua... 60


(16)

DAFTAR GAMBAR

No. Judul Halaman

2.1. Determinan Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan ... 29 2.2. Kerangka Konsep Penelitian... 30


(17)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Judul Halaman

1. Kuesioner Penelitian ... 80

2. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner ... 87

3. Hasil Pengolahan Data Penelitian ... 96

4. Surat Keterangan Izin Penelitian/riset ... 120


(18)

ABSTRAK

Pelayanan imunisasi merupakan program pemerintah untuk mencegah penyakit melalui pemberian kekebalan tubuh sesuai standar secara terus menerus dan menyeluruh khususnya pada bayi dan balita. Permasalahan cakupan imunisasi dasar secara nasional masih menjadi masalah kesehatan, termasuk di provinsi Aceh dan Kabupaten Pidie Jaya. Rendahnya cakupan imunisasi bayi di Kabupaten Pidie Jaya diindikasikan dari tingginya angka drop out imunisasi yaitu mencapai 16,33%, dan umumnya terjadi pada bayi di desa kategori daerah pegunungan.

Penelitian ini merupakan penelitian survai dengan pendekatan eksplanatory research dengan rancangan cross sectional study yang dimaksudkan untuk menganalisis pengaruh peran serta petugas kesehatan terhadap partisipasi ibu dalam pemberian imunisasi pada bayi di desa daerah pegunungan kabupaten Pidie Jaya. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu yang mempunyai bayi di desa yang termasuk daerah pegunungan di Kabupaten Pidie Jaya yaitu sebanyak 7.562 ibu, dengan sampel terpilih sebanyak 146 ibu. Pengambilan sampel dilakukan secara proporsional sampling to size. Analisis data dilakukan dengan menggunakan uji chi square pada analisis bivariat dan pada analisis multivariat dilakukan dengan uji regresi logistik pada taraf kepercayaan 95%.

Hasil penelitian menunjukkan 56,2% mempunyai partisipasi yang kurang. Hasil uji chi square menunjukkan terdapat hubungan signifikan peran petugas sebagai costumer (p=0,007), peran sebagai motivator (p=0,041), peran sebagai fasilitator (p=0,027) dan peran sebagai sebagai konselor (p=0,021)terhadap partisipasi ibu dalam pemberian imunisasi pada bayi pada desa daerah pegunungan. Hasil uji regresi logistik menunjukkan variabel peran petugas sebagai fasilitator merupakan variabel paling dominan memengaruhi partisipasi ibu dalam pemberian imunisasi pada bayi pada desa daerah pegunungan di Kabupaten Pidie Jaya Provinsi Aceh.

Disarankan agar petugas kesehatan langsung datang ke rumah untuk memberi imunisasi, pendataan bayi yang belum diimunisasi, dan mengoptimalkan peran petugas kesehatan di posyandu di Kabupaten Pidie Jaya.


(19)

ABSTRACT

Immunization service is a government’s program to prevent the disease through the administration of standard non-stop and complete immunity especially to the baby and children under five-years old. Nationally including in Aceh Province and Pidie Jaya District, the basic coverage of immunization is still health problem. The low coverage of immunization for the babies in Pidie Jaya District was indicated from the high rate of immunization drop-out (up to 16.33%) and it generally occurs in the villages in the mountainous area.

The purpose of this explanatory study with cross-sectional design was to analyze the influence of the influence of the role of health worker on mother’s participation in the administration of immunization for the baby in the villages in mountainous area of Pidie Jaya District. The population of this study was all of the 7.562 mothers with babies in the villages in the mountainous area included in Pidie Jaya District and 146 mothers were selected to be the samples for this study through proportional sampling to size method. The data obtained were analyzed through bivariate analysis with Chi-square test and multivariate analysis with logistic regression test at the level of confidence of 95%.

The result of this study showed that 56.2% of the samples had less participation in administrating immunization for their babies. The resul of Chi-square test showed that there was a significant relationship between the roles of health workers as customer (p = 0.007), as motivator (p = 0.041), as facilitator (p = 0.027), and as counselor (p = 0.021) and mothers’ participation in administrating immunization for their babies in the villages in the mountainous area of Pidie Jaya District, Aceh Province. The result of logistic regression test showed that the variable of the role of health worker as facilitator is the most dominant variable influencing mothers’ participation in administrating immunization for their babies in the villages in the mountainous area of Pidie Jaya District, Aceh Province.

The health workers are suggested to directly visit the houses of the villagers to administer immunization, to record the number of the babies who have not been immunized, and to optimalize the role of the health workers at Posyandu (Integrated Service Post) in Pidie Jaya District.


(20)

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

Pembangunan kesehatan di Indonesia diarahkan seutuhnya untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat pada semua kelompok umur. Menurut Kementerian Kesehatan RI (2011), dapat disimpulkan bahwa secara teknis upaya peningkatan derajat kesehatan masyarakat telah dijabarkan dalam sub sistem pelayanan kesehatan dalam sistem kesehatan nasional dengan penekanan strategi melalui upaya preventif dan promotif. Salah satu upaya tersebut adalah upaya pencegahan imunisasi guna mencegah terjadinya penyakit secara dini.

Menurut Kementerian Kesehatan RI (2010) pelayanan imunisasi dimaksudkan mencegah penyakit melalui pemberian kekebalan tubuh yang harus dilaksanakan secara terus menerus, menyeluruh dan dilaksanakan sesuai dengan standar, sehingga mampu memberikan perlindungan kesehatan dan dapat memutus mata rantai penularan, yang dilakukan pada usia balita maupun pada orang dewasa. Menurut Arofah (2008), pemberian imunisasi dimaksudkan agar bayi atau balita terhindar dari berbagai jenis penyakit menular dan akan meningkatkan kekebalan tubuh bayi/balita.

Program imunisasi pada bayi dan balita merupakan salah satu program prioritas pemerintah yang diselenggarakan secara komprehensif dengan memaksimalkan peran pos pelayanan terpadu, pos kesehatan desa dan unit layanan kesehatan masyarakat lainnya yang ada di masyarakat. Pengelolaan program


(21)

imunisasi pada prinsipnya bertujuan untuk memantapkan dan meningkatkan jangkauan pelayanan imunisasi secara efektif dan efesien (Achmadi, 2006).

Keberhasilan program imunisasi secara umum dapat dilihat dari angka cakupan imunisasi berdasarkan wilayah atau disebut Universal Child Immunization (UCI), yaitu pencapaian jumlah bayi yang diimunisasi dari sejumlah bayi yang ada di suatu desa dengan standar yang direkomendasikan Kementerian Kesehatan RI yaitu 80% dari jumlah bayi yang ada di daerah tersebut. Upaya pencapaian UCI dapat dilakukan melalui kegiatan imunisasi rutin, dan imunisasi tambahan seperti sweeping imunisasi, crash program, imunisasi dalam penanganan kejadian luar biasa, Pekan Imunisasi Nasional (PIN).Tercapainya UCI secara maksimal sesuai dengan target yang direkomendasikan harus dilakukan secara optimal dalam program imunisasi (Kemenkes RI, 2010).

Sesuai Profil Kesehatan RI Tahun 2011, disebutkan secara Nasional cakupan imunisasi dasar sudah melebihi dari 80%, seperti campak sebesar 93,65%. Sedangkan berdasarkan Laporan Riset Kesehatan Daerah (2011), menunjukkan bahwa proporsi anak 12-23 bulan yang memperoleh imunisasi campak adalah 74,5 persen, dengan provinsi terbaik adalah DI Yogyakarta (96,4%) dan terendah Papua (47,1%), sedangkan dilihat dari cakupan imunisasi dasar lengkap tertinggi didaerah DI Yogyakarta yaitu sebesar 91,1% dan terendah di provinsi Papua yaitu sebesar 28,2 persen. Keadaan ini mencerminkan bahwa secara regional masih banyak terdapat daerah yang masih rendah cakupan imunisasi khususnya imunisasi dasar pada bayi dan balita.


(22)

Provinsi Aceh merupakan salah satu daerah yang secara umum sudah mencapai target cakupan imunisasi secara Nasional yaitu 89,2%, namun disisi lain angka droup out imunisasi (angka yang menunjukkan jumlah bayi yang tidak lengkap imunisasinya) masih tinggi yaitu sebesar 8,11%, dan daerah tertinggi angka droup out adalah daerah Sabang yaitu 36,88%, diikuti Kabupaten Aceh Barat Daya sebesar 19,14% dan seterusnya Kabupaten Pidie Jaya yaitu sebesar 16,33%, artinya meskipun pencapaian secara nasional kategori sesuai target yang diharapkan, namun dengan tingginya angka drop out berpotensi terhadap kejadian penyakit akibat imunisasi yang tidak lengkap, dan justru akan menimbulkan masalah kesehatan baru bagi bayi dan balita, seperti terjadinya ledakan kasus-kasus penyakit yang dapat ditangani dengan imunisasi dasar, misalnya hepatitis pada bayi/balita, kejadian penyakit polio.

Berdasarkan indikator derajat kesehatan di Provinsi Aceh, diketahui Angka Kematian Bayi Tahun 2011 adalah sebesar 25 per 1000 kelahiran Hidup, dan Angka Kematian Balita sebesar 45 per 1000 Kelahiran Hidup dan menempati urutan ke-17 seluruh Indonesia. Kontribusi tingginya angka kematian bayi dan balita juga disebabkan oleh rendahnya cakupan imunisasi dasar pada balita, serta tingginya angka droup out imunisasi, karena kecenderungan kematian bayi juga disebabkan oleh penyakit infeksi dan penyakit menular.

Salah satu kabupaten yang ada di provinsi Aceh yang masih mempunyai masalah cakupan UCI dan pencapaian imunisasi dasar serta daerah yang tinggi drop out imunisasi adalah Kabupaten Pidie Jaya. Kabupaten Pidie Jaya merupakan salah satu kabupaten Pemekaran dari Kabupaten Pidie, dan masih mempunyai masalah


(23)

kesehatan yang berkaitan dengan penyakit-penyakit yang disebabkan oleh rendahnya atau tidak lengkapnya imunisasi khususnya penyakit infeksi pada bayi dan balita. Berdasarkan Profil Kesehatan Kabupaten Pidie (2011), menunjukkan bahwa pencapaian daerah UCI adalah sebesar 21,17% dari 222 desa, artinya hanya terdapat 47 Desa yang mempunyai desa UCI, dan hal ini menunjukkan cakupan UCI sangat jauh dari target yang diharapkan secara Nasional yaitu 80%.

Kabupaten Pidie Jaya secara geografis merupakan daerah yang dikelilingi oleh pegunungan dan daerah dataran rendah, dengan jumlah sarana kesehatan seperti Puskesmas sebanyak 10 Puskesmas dari 8 Kecamatan, Puskesmas Pembantu sebanyak 20 Unit, dan jumlah Posyandu yang aktif sebanyak 30 Posyandu (13,27%), dari 226 Posyandu. Keadaan tersebut memberikan gambaran bahwa kuantitas sarana kesehatan memberikan kontribusi terhadap akses masyarakat untuk mendapatkan pelayanan kesehatan, demikian juga dengan kondisi Posyandu, karena posyandu merupakan unit terdepan yang ada di masyarakat yang langsung dapat diakses oleh masyarakat untuk memperoleh pelayanan kesehatan khususnya pelayanan kesehatan bagi bayi, balita dan ibu hamil. Program imunisasi secara praktis merupakan wewenang petugas kesehatan di Posyandu untuk menjaring dan memberikan imunisasi yang berkoordinasi dengan Puskesmas Pembantu dan Puskesmas Induk.

Berdasarkan cakupan imunisasi dasar menunjukkan dari 3.683 sasaran imunisasi terdapat 68,94% bayi sudah mendapatkan imunisasi DPT-HB, 67,99% sudah mendapatkan imunisasi Polio, 77,0% imunisasi BCG, 63,64% imunisasi campak dan 41,65% sasaran sudah memperoleh imunisasi HB-0, keadaan ini


(24)

mencerminkan bahwa cakupan imunisasi dasar saja belum mencapai 90% sesuai target Standar Pelayanan Minimal bidang kesehatan, sehingga berpotensi terhadap terjadinya penyakit-penyakit infeksi akibat tidak di imunisasi (Profil Kesehatan Kabupaten Pidie Jaya, 2011).

Cakupan imunisasi di Kabupaten Pidie Jaya secara keseluruhan masih sangat rendah jika dibandingkan dengan standar Nasional, keadaan tersebut pling tinggi terjadi pada desa yang berada di desa kategori daerah pegunungan, seperti kecamatan Bandar Baru hanya rata-rata 18,6% dari 473 bayi yang ada di desa tersebut, demikian juga di kecamatan Ulim, dari 9 desa yang ada hanya 4 desa yang mempunyai cakupan imunisasi 100% selebihnya rata-rata hanya 23,9%. Hal ini memberikan gambaran bahwa sebagian besar desa yang termasuk desa daerah pegunungan memiliki cakupan imunisasi yang rendah yang diasumsikan disebabkan oleh rendahnya partisipasi ibu yang memiliki bayi untuk mengimunisasikan bayinya, sebagai akibat dari minimnya fasilitas kesehatan di desa tersebut, serta diasumsikan rendahnya peran aktif petugas kesehatan terhadap pelaksanaan program imunisasi. Selain itu juga diasumsikan akibat rendahnya kemampuan dan keterampilan petugas imunisasi dalam melaksanakan seluruh kegiatan-kegiatan dalam program imunisasi, baik dari perencanaan maupun pelaksanaan imunisasi.

Faktor yang yang diduga juga berkontribusi terhadap pencapaian cakupan imunisasi juga dipengaruhi oleh rendahnya motivasi petugas untuk memberikan imunisasi kepada bayi/balita akibat jarak tempuh ke lokasi sangat jauh, karena cakupan imunisasi yang rendah berada pada daerah pegunungan dengan akses


(25)

masyarakat ke sarana kesehatan yang relatif sulit, akan tetapi selama beberapa tahun terakhir pemerintah Daerah dan Pusat telah menempatkan tenaga Bidan ke seluruh daerah terpencil dan sangat terpencil di Kabupaten Pidie Jaya sebanyak 195 bidan, demikian juga dengan alokasi anggaran untuk program Imunisasi juga tidak menjadi permasalahan, serta penyediaan sarana tranportasi bagi bidan dan peralatan yang dibutuhkan dalam program imunisasi juga telah disiapkan oleh pemerintah daerah, namun faktanya cakupan imunisasi masih sangat rendah dan angka drop out imunisasi juga masih sangat tinggi. Rendahnya cakupan imunisasi dasar pada bayi atau balita diasumsikan karena rendahnya partisipasi ibu-ibu yang mempunyai bayi atau balita untuk diimunisasi, sebagai akibat minimnya upaya pemberdayaan yang dilakukan oleh petugas kesehatan.

Cakupan imunisasi yang rendah merupakan permasalahan yang sangat kompleks, bukan hanya karena biaya, tetapi juga disebabkan oleh ketersediaan vaksin, dan komitmen petugas kesehatan untuk mensosialisasi informasi tentang imunisasi serta tindakan pemberian imunisasi kepada bayi/balita, selain itu juga dipengaruhi oleh faktor kepercayaan, sosial budaya. Menurut Arofah (2008), menjelaskan bahwa rendahnya cakupan imunisasi dipengaruhi oleh akses ke pelayanan kesehatan, adat istiadat, dan pelayanan kesehatan dilakukan pada waktu yang tidak tepat, serta faktor orang tua karena tidak mengetahui tentang pentingnya imunisasi.

Penelitian Rahmawati (2007) di Kabupaten Blora menunjukkan bahwa hasil kegiatan imunisasi pada bayi dan balita dipengaruhi oleh faktor sumber daya manusia


(26)

dalam hal ini petugas kesehatan, artinya petugas kesehatan yang benar-benar melakukan tugas dan fungsinya sebagai petugas imunisasi mulai dari perencanaan, pendataan sampai pada evaluasi cakupan imunisasi berpengaruh terhadap pencapaian imunisasi secara sempurna di wilayah kerjanya. Pelaksana imunisasi puskesmas mempunyai peran yang sangat penting dalam pelaksanaan kegiatan program baik bersifat teknis maupun administratif. Selain itu petugas pelaksana imunisasi puskesmas juga dituntut untuk menguasai manajemen program secara lebih baik dan professional.

Faktor petugas kesehatan dalam hal ini petugas imunisasi juga mempunyai peran dalam meningkatkan kemauan ibu yang mempunyai bayi/balita untuk diimunisasi dengan memberdayakan posyandu, artinya program imunisasi akan tercapai dengan optimal jika masyarakat ikut berpartisipasi terhadap program tersebut, dan partisipasi tersebut terwujud jika masyarakat diberdayakan. Konsep posyandu adalah konsep pemberdayaan masyarakat untuk hidup sehat dan menyadari akan kebutuhan kesehatan diri dan keluarga.

Fenomena pencapaian posyandu aktif di Kabupaten Pidie Jaya masih sangat rendah yaitu hanya 13,27%, artinya upaya pemberdayaan masyarakat masih sangat rendah untuk melaksanakan seluruh kegiatan-kegiatan dalam posyandu seperti penimbangan bayi/balita, pemberian imunisasi dasar maupun jenis kegiatan lainnya.

Penelitian Lumbantobing (2004), menunjukkan bahwa kemampuan dan keterampilan bidan mempunyai pengaruh terhadap keberhasilan pelayanan kesehatan yang diberikan, demikian juga menurut penelitian Penelitian Tjerita (2000) di


(27)

Kabupaten Grobogan Jawa Tengah menemukan bahwa kepatuhan petugas puskesmas dalam menerapkan prosedur kerja pelayanan imunisasi dipengaruhi oleh kemampuan dan keterampilan petugas serta motivasi petugas dalam menjalankan prosedur kerja tersebut, dan secara statistik menunjukkan terdapat pengaruh pendidikan, pengetahuan dan motivasi terhadap kepatuhan standar operasional prosedur (SOP) pelayanan imunisasi.

Menurut Muninjaya (2004), petugas kesehatan harus menyadari peranannya sebagai customer yaitu staf yang diberikan tugas istimewa memberikan asuhan pelayanan medis dan kesehatan kepada masyarakat yang menggunakan jasa pelayanan. Peran petugas dalam program imunisasi ini diharapkan dapat meningkatkan partisipasi masyarakat untuk ikut program imunisasi dengan fungsi dan perannya sesuai dengan tugas pokok dalam program imunisasi pada bayi/balita.

Geertz dalam Mardikanto (2003) menyatakan bahwa partisipasi masyarakat merupakan sesuatu yang harus ditumbuh kembangkan dalam proses pembangunan, namun di dalam prakteknya, tidak selalu diupayakan sungguh- sungguh. Berkaitan dengan tindakan pemberian imunisasi pada bayi partisipasi ibu merupakan hal yang sangat penting diperhatikan, sehingga sangat dibutuhkan stimulan oleh petugas kesehatan untuk meningkatkan partisipasi ibu yang mempunyai bayi/balita agar dapat mengimunisasikan bayi/balitanya melalui upaya pemberdayaan.

Berdasarkan analisis di atas peneliti mengasumsikan bahwa permasalahan rendahnya cakupan imunisasi adalah karena rendahnya partisipasi masyarakat terhadap program imunisasi dan minimnya upaya yang dilakukan oleh petugas


(28)

kesehatan dalam memberdayakan masyarakat khususnya ibu-ibu yang mempunyai bayi dan balita untuk peduli masalah kesehatan termasuk imunisasi.

Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka peneliti tertarik untuk meneliti tentang pengaruh peran petugas kesehatan terhadap partisipasi ibu dalam pemberian imunisasi bayi di desa wilayah pegunungan Kabupaten Pidie Jaya Provinsi Aceh.

1.2.Permasalahan

Cakupan imunisasi dasar di Kabupaten Pidie Jaya secara umum masih termasuk rendah yaitu 68,94% dibandingkan dengan target nasional yaitu 90% dan masih menjadi masalah kesehatan pada kelompok umur bayi dan balita, khususnya pada daerah pegunungan serta masih tingginya angka drop out imunisasi yaitu sebesar 16,33%, seyogyanya tidak ditemukan balita yang drop out imunisasi. Maka permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana peran petugas kesehatan terhadap partisipasi ibu dalam pemberian imunisasi pada bayi di daerah pegunungan pada wilayah kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Pidie Jaya Provinsi Aceh.

1.3.Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh peran petugas kesehatan (costumer, komunikator, motivator, fasilitator dan konselor) terhadap partisipasi ibu dalam pemberian imunisasi bayi di desa wilayah pegunungan Kabupaten Pidie Jaya Provinsi Aceh.


(29)

1.4.Hipotesis Penelitian

Adapun hipotesis dalam penelitian ini adalah ada pengaruh peran petugas kesehatan (costumer, komunikator, motivator, fasilitator dan konselor) terhadap partisipasi ibu dalam pemberian imunisasi bayi di desa wilayah pegunungan Kabupaten Pidie Jaya Provinsi Aceh.

1.5.Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah:

1. Memberikan masukan bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Pidie Jaya dalam merumuskan kebijakan evaluasi kinerja petugas Imunisasi Puskesmas serta upaya peningkatan cakupan imunisasi dasar di wilayah kerjanya masing-masing.

2. Memberikan masukan untuk pengembangan pengetahuan tentang pelaksanaan program-program kesehatan pada daerah –daerah yang sulit dijangkau akses pelayanan kesehatan serta menjadi referensi untuk rujukan penelitian selanjutnya.


(30)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Peran Petugas Kesehatan

Menurut Munijaya (2004) Petugas kesehatan adalah seseorang yang bertanggung jawab dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada individu, keluarga dan masyarakat. Petugas kesehatan berdasarkan pekerjaannya adalah tenaga medis, dan tenaga paramedis seperti tenaga keperawatan, tenaga kebidanan, tenaga penunjang medis dan lain sebagainya. Ada dua aspek mutu pelayanan kesehatan yang perlu dilakukan di puskesmas yaitu quality of care dan quality of service. Quality of care antara lain menyangkut keterampilan tehnis petugas kesehatan (dokter, bidan, perawat atau paramedis lain) dalam menegakkan diagnosis dan memberikan perawatan kepada pasien.

Menurut Depdikbud (2003), Peran adalah tingkah laku yang diharapkan dimiliki oleh orang yang berkedudukan dalam masyarakat. Menurut Sarwono (2007) Peran adalah suatu pola tingkah laku, kepercayaan, nilai, sikap yang diharapkan oleh masyarakat muncul dan menandai sifat dan tindakan si pemegang kedudukan. Jadi peran menggambarkan perilaku yang seharusnya diperlihatkan oleh individu pemegang peran tersebut dalam situasi yang umum.

Menurut Muzaham (2007), sesuatu yang bermanfaat untuk mempelajari interaksi antara individu sebagai pelaku (actors) yang menjalankan berbagai peranan. Suatu peranan, apakah dokter, perawat, bidan atau petugas kesehatan lain mempunyai


(31)

kewajiban atau paling tidak diharapkan untuk menjalankan suatu tugas atau kegiatan yang sesuai dengan peranannya.

Menurut Horton dan Hunt (1993) dalam Muzakir (2006), peran (role) adalah perilaku yang diharapkan dari seseorang yang memiliki status. Seseorang mungkin tidak memandang suatu peran dengan cara yang sama sebagaimana orang lain memandangnya. Sifat kepribadian seseorang mempengaruhi bagaimana orang itu merasakan peran tersebut. Tidak semua orang yang mengisi suatu peran merasa sama terikatnya kepada peran tersebut, karena hal ini dapat bertentangan dengan peran lainnya. Semua faktor ini terpadu sedemikian rupa, sehingga tidak ada dua individu yang memerankan satu peran tertentu dengan cara yang benar – benar sama.Menurut Potter&Perry (2007), adapun peran petugas kesehatan adalah :

1. Customer

Sebagai pemberi pelayanan, petugas membantu klien mendapatkan kembalikesehatannya melalui proses penyembuhan. Petugas memfokuskan asuhan padakebutuhan kesehatan klien secara holistic, meliputi upaya mengembalikan kesehatanemosi, spiritual dan social. Pemberi asuhan memberikan bantuan kepada klien dankeluarga dalam menetapkan tujuan dan mencapai tujuan tersebut denganmenggunakan energi dan waktu yang minimal.

Sebagai customer, petugas kesehatan harus melakukan tindakan pemberian imunisasi pada bayi yang berusia dibawah lima tahun dan melakukan pencatatan pada buku KMS bayi/balita, serta bentuk promosi kesehatan lainnya yang berkaitan dengan pelaksanaan program imunisasi.


(32)

2. Komunikator

Salah tujuan komunikasi adalah mengubah sikap dan perilaku seseorang atau sekelompok orang sebagaimana yang dikehendaki komunikator, agar isi pesan yang disampaikan dapat dimengerti, diyakini serta pada tahap selanjutnya. Hal ini sesuai dengan pendapat Carl Hoveland dalam Natoatmodjo (2007), “Komunikasi adalah proses dimana seorang komunikator menyampaikan perangsang untuk merubah tingkah laku orang lain. Komunikator adalah orang ataupun kelompok yang menyampaikan pesanataupun stimulus kepada orang atau pihak lain dan diharapkan pihak lain yangmenerima pesan tersebut memberikan respon. Menurut Mundakir (2006), petugas kesehatan secara fisik dan psikologis harushadir secara utuh pada waktu berkomunikasi dengan klien. Petugas tidak cukup hanyamengetahui tehnik komunikasi dan isi komunikasi tetapi yang sangat penting adalahsikap dan penampilan dalam berkomunikasi. Ada beberapa hal yang harus

diperhatikan agar menjadi komunikator yang baik yaitu :

1. Penampilan yang baik, sopan dan menarik sangat berpengaruh dalam proseskomunikasi. Seorang yang menerima pesan adakalanya yang pertamadiperhatikan adalah penampilan komunikator. Sebagai seorang petugas kesehatan,penampilan yang bersih, sopan dan menarik sangat perlu dalam menjalankanperannya memberikan asuhan pelayanan kepada klien.

2. Penguasaan masalah. Sebelum melakukan komunikasi seorang komunikatorhendaknya faham dan yakin betul bahwa apa yang akan disampaikan


(33)

merupakanpermasalahan yang penting. Penguasaan masalah juga dapat meningkatkankepercayaan komunikasi terhadap komunikator.

3. Penguasaan bahasa. Proses komunikasi akan berjalan lambat apabila bahasa yangdigunakan kurang sesuai dengan bahasa yang mudah dimengerti oleh penerimapesan. Penguasaan bahasa yang kurang baik dapat menyebabkan salah penafsiran.

Peran sebagai komunikator merupakan pusat dari seluruh peran yang lain.Pelayanan mencakup komunikasi dengan klien dan keluarga, komunikasi antarprofesi kesehatan lainnya. Memberi perawatan yang efektif, pembuatan keputusandengan klien dan keluarga atau mengajarkan sesuatu kepada klien, tidak mungkindilakukan tanpa komunikasi yang jelas (Potter &Perry, 2007).

Sebagai komunikator petugas seharusnya memberikan informasi secara jelaskepada pasien. Pemberian informasi sangat diperlukan karena menurut Notoatmodjo(2003), komunikasi diperlukan untuk mengkondisikan faktor kurangnya pengetahuandan sikap masyarakat terhadap kesehatan dan penyakit, mereka berperilaku sesuaidengan nilai-nilai kesehatan. Untuk itu diperlukan komunikasi yang efektif daripetugas kesehatan.

3. Motivator

Menurut Azwar (1997), bahwa motivasi berasal dari kata motif (motive) yang artinya adalah rangsangan,dorongan ataupun pembangkit tenaga yang dimiliki seseorang hingga orang tersebutmemperlihatkan perilaku tertentu. Sedangkan yang dimaksud dengan motivasi adalahupaya untuk menimbulkan rangsangan, dorongan


(34)

ataupun pembangkit tenaga padaseseorang maupun sekelompok masyarakat tersebut sehingga mau berbuat danbekerja sama secara optimal, melaksanakan sesuatu yang telah direncanakan untukmencapai tujuan yang telah ditetapkan.

Motivasi juga didefinisikan sebagai kekuatan dari dalam individu yangmempengaruhi kekuatan atau petunjuk perilaku, motivasi itu mempunyai artimendorong/menggerakkan seseorang untuk berperilaku, beraktivitas dalammencapai tujuan (Sumodiningrat, 1999). Motivasi adalah perasaan atau pikiran yangmendorong seseorang melakukan pekerjaan atau menjalankan kekuasaan terutamadalam berprilaku (Santoso, 2005).

Motivasi adalah dorongan yang timbul dari diri seseorang secara sadar atau tidak sadar untuk melakukan suatu tindakan dengan tujuan tertentu. Motivasi juga berarti usaha yang dapat menyebab seseorang/ kelompok orang tertentu bergerak melakukan sesuatu karena ingin mencapai tujuan yang dikehendakinya.Motivasi adalah persyaratan masyarakat untuk berpartisipasi, tanpa motivasi masyarakat sulit untuk berpartisipasi di semua program. Timbulnya motivasi harus dari masyarakat itu sendiri dan pihak luar hanya memberikan dukungan saja. Oleh karena itu, pendidikan kesehatan sangat diperlukan dalam rangka meningkatkan tumbuhnya motivasi masyarakat (Notoatmodjo, 2007).

4. Fasilitator

Menurut Santoso (2005), fasilitator adalah orang atau badan yang memberikan kemudahan ataumenyediakan fasilitas. Petugas kesehatan harus dapat berperansebagai fasilitator bagi klien untuk mencapai derajat kesehatan yang optimal.


(35)

5. Konselor

Konselor adalah orang yang memberikan bantuan kepada orang lain dalammembuat keputusan atau memecahkan suatu masalah melalui pemahaman terhadapfakta-fakta, harapan, kebutuhan dan perasaan-perasaan klien (Depkes RI, 2002).

Pada umumnya jasa konseling diperlukan apabila ada pihak yang mempunyaikesulitan tentang sesuatu dan berharap dengan konsultasi kesulitan tersebut dapatteratasi. Konseling adalah bagian dari peran dan tanggung jawab petugas kesehatankepada klien dalam memberikan pelayanan yang optimal.Konseling berbeda dengan komunikasi infomasi edukasi karena konselingmerupakan upaya untuk menciptakan perubahan perilaku yang dilaksanakan secara individu atau kelompok dengan menggunakan komunikasi efektif, untukmengutarakan permasalahan sesuai dengan kondisi sasaran sampai sasaran merasakanpermasalahannya dan membimbing dalam pelaksanaannya (Mandriwati, 2008).

Proses konseling terdiri dari 4 unsur kegiatan yaitu pembinaan hubungan baik, penggalian informasi (identifikasi masalah, kebutuhan, perasaan, kekuatan diri, dansebagainya) dan pemberian informasi sesuai kebutuhan, pengambilan keputusan,pemecahan masalah, perencanaan dan menindaklanjuti pertemuan (Depkes RI, 2002).

Menurut Simatupang (2008), bahwa sifat konselor yang baik adalah mau mengajar dari dan melalui pengalaman,mampu menerima orang lain, mau


(36)

mendengarkan dan sabar, optimis, respek, terbukaterhadap pandangan dan interaksi yang berbeda, tidak menghakimi, dapat menyimpanrahasia, mendorong pengambilan keputusan, memberi dukungan, membentukdukungan atas dasar kepercayaan, mampu berkomunikasi, mengerti perasaan dankekhawatiran orang lain dan mengerti keterbatasan yang dimiliki.

Petugas kesehatan dalam penelitian ini adalah petugas imunisasi. Petugas imunisasi adalah individu yang mempunyai tugas dan wewenang dalam pemberian imunisasi. Menurut Depkes RI (2004). Petugas imunisasi adalah petugas kesehatan atau pengelola sebagai tenaga pelaksana di setiap tingkatan dan telah mendapat pelatihan sesuai dengan tugasnya. Petugas imunisasi tidak hanya bertanggung jawab dalam menangani dan memberikan vaksin, tetapi juga sebagai sumber informasi utama berkaitan dengan vaksin bagi sasaran imunisasi. Petugas imunisasi yang diberikan kewenangan dan tanggungjawab sesuai dengan kompetensi yang dimilikinya melaksanakan imunisasi adalah perawat dan bidan.

2.2.Partisipasi Masyarakat

Partisipasi berarti keikutsertaan seseorang ataupun sekelompok masyarakat dalam suatu kegiatan secara sadar. Menurut Ndraha (1990) dalam Slamet 2003, mengartikan partisipasi sebagai pengambilan bagian dalam kegiatan bersama Kegagalan dalam mencapai hasil dari program pembangunan tidak mencapai sasaran karena kurangnya partisipasi masyarakat.


(37)

Menurut Depkes RI (2007), partisipasi terwujud dari adanya pemberdayaan yang merupakan salah satu strategi promosi kesehatan yang ditujukan kepada masyarakat langsung yang bertujuan untuk mewujudkan kemampuan masyarakat dalam memelihara dan meningkatkan kesehatan mereka sendiri. Bentuk kegiatan pemberdayaan masyarakat ini dapat diwujudkan dengan berbagai kegiatan, antara lain penyuluhan kesehatan, pengorganisasian dan pengembangan masyarakat, penyuluhan individu, penyuluhan kelompok, konseling, penyuluhan kelompok sebaya, orientasi, life skill education dan partisipasi masyarakat. Gerakan/Pemberdayaan Masyarakat dilakukan untuk membudayakan perilaku hidup bersih dan sehat, serta mendorong peran aktif masyarakat dalam upaya kesehatan.

Menurut Craig dan Mayo dalam Yustina (2008) dapat disimpulkan bahwa pemberdayaan adalah cara untuk berpartisipasi, artinya bahwa masyarakat yang berpartisipasi karena telah diberdayakan yang dilakukan melalui berbagai cara yang melibatkan unsur pemberdaya dan masyarakat.

Menurut Hardjono (2000), partisipasi didefenisikan sebagai mengetahui apa yang dibutuhkan, ikut memikirkan dan merencanakan langkah-langkah yang akan dikerjakan, ikut berupaya dalam pelaksanaan, ikut menilai keberhasilan serta ikut menikmati hasil pembangunan. Pada hakekatnya, partisipasi bertitik pangkal dari sikap dan perilaku. Melibatkan masyarakat dalam upaya pembangunan khususnya dalam bidang kesehatan, harus dilakukan atas dasar kemauan masyarakat sendiri. Apabila rasa tanggung jawab dan rasa memilki tidak ada, masyarakat hanya akan berperan sebagai objek yang pasif atau sebagai penonton yang pasif.


(38)

Menurut Collins dalam Hikmat (2004), ada beberapa alasan untuk memfokuskanpartisipasi masyarakat (community participation) dalam hal manajemen danperencanaan kesehatan, yaitu :

1. Efektivitas program lebih mudah dicapai, hal ini dimungkinkan oleh karenamanajemen dan perencanaan lebih mengarah kepada kebutuhan masyarakat lokal,selain itu masyarakat dapat memberikan kontribusi yang penting dalam prosesmonitoring dan evaluasi program.

2. Melalui partisipasi masyarakat sustainabilitas kesehatan dapat diperoleh denganlebih mudah.

3. Dengan proses community participation yang efektif dapat merupakan prinsipakuntabilitas dari masyarakat terutama pembiayaan pelayanankesehatan. 4. Dengan community participation tingkat penerimaan program kesehatan

olehmasyarakat dapat lebih mudah diperoleh yang akan meningkatkanutilitas dan cakupan pelayanan kesehatan.

5. Pada situasi dengan keterbatasan sumber daya yang ada, masyarakat dapatberperan dalam hal kontribusi tenaga, lahan, material dan bahkan pembiayaan.

Menurut Conyers dalam Soetomo (2006), mengemukakan bahwa partisipasimasyarakat adalah keikutsertaan masyarakat secara sukarela yang didasari olehdeterminan dan kesadaran diri masyarakat itu sendiri dalam program pembangunan.Terdapat Ada lima cara untuk melibatkan keikutsertaan masyarakat yaitu :


(39)

1. Survei dan konsultasi lokal untuk memperoleh data dan informasi.

2. Memanfaatkan petugas lapangan, agar pelaksanaan tugasnya sebagai agenpembaharu juga menyerap berbagai informasi yang dibutuhkan dalamperencanaan.

3. Perencanaan yang bersifat desentralisasi agar lebih memberikan peluang yangsemakin besar kepada masyarakat unutk berpartisipasi.

4. Perencanaan melalui pemerintah lokal.

5. Menggunakan strategi pengembangan komunitas (community development). Sutton dan Kolaja dalam Notoatmodjo (2005), membagi peran-peran dalampartisipasi program menjadi tiga, yaitu : (1) Pelaku adalah pihak yang mengambil peran dan tindakan yang aktif dalam program, (2) Penerima adalah pihak yang nantinya akan menerima manfaat dari program yangdijalankan, dan (3) Publik adalah pihak yang tidak terlibat secara langsung dalam pelaksanaanprogram, tetapi dapat membantu pihak pelaku.

Menurut Mardikanto (2003), menyatakan bahwa bentuk kegiatan partisipasiyang dilakukan oleh setiap warga masyarakat dapat berupa :

1. Menjadi anggota kelompok-kelompok masyarakat. 2. Melibatkan diri pada kegiatan diskusi kelompok.

3. Melibatkan diri pada kegiatan-kegiatan organisasi untuk menggerakkanpartisipasi masyarakat yang lain.

4. Menggerakkan sumberdaya masyarakat.


(40)

6. Memanfaatkan hasil-hasil yang dicapai dari kegiatan masyarakatnya.

Menurut Cary dalam Notoatmodjo (2005), mengatakan bahwa partisipasi dapat tumbuh jika tiga kondisi berikut terpenuhi :

1. Kesempatan atau Merdeka untuk berpartisipasi, berarti adanya kondisi yang memungkinkan anggota-anggota masyarakat untuk berpartisipasi.

2. Mampu untuk berpartisipasi, adanya kapasitas dan kompetensi anggota masyarakat sehingga mampu untuk memberikan sumbang saran yang konstruktif untuk program.

3. Mau berpartisipasi, kemauan atau kesediaan anggota masyarakat untuk berpartisipasi dalam program.

Ketiga kondisi itu harus hadir secara bersama. Bila orang mau dan mamputetapi tidak merdeka untuk berpartisipasi, maka orang tidak akan berpartisipasi.

Menurut Depkes RI (2006), mengemukakan bahwa partisipasi adalahkeadaan di mana individu, keluarga, maupun masyarakat umum ikut sertabertanggung jawab terhadap kesehatan diri, keluarga, ataupun kesehatan masyarakatlingkungannya. Dalam suatu masyarakat bagaimanapun sederhananya, selalu adasuatu stimulus. Mekanisme ini disebut pemecahan masalah atau proses pemecahan masalah.Mengembangkan dan membina partisipasi masyarakat sebenarnya tidak laindari pada mengembangkan mekanisme atau proses pemecahan masalah tersebut agarberlangsung lebih rasional. Sayangnya seringkali apa yang rasional menurut petugaskesehatan, tidak selamanya dianggap rasional pula oleh masyarakat.


(41)

Perbedaanpersepsi tersebut menyebabkan hambatan dalam perkembangannya mekanisme atauproses pemecahan masalah tersebut, sehingga berpengaruh pula terhadapperkembangan dan pembinaan partisipasi itu sendiri. Sesuai dengan tahap-tahap dalam pemecahan masalah, maka tahap-tahap-tahap-tahap partisipasi juga dapat dikelompokkan

menjadi :

1. Partisipasi dalam tahap pengenalan masalah dan penentuan prioritas masalah. 2. Partisipasi dalam tahap penentuan cara pemecahan alias tahap perencanaan. 3. Partisipasi dalam tahap pelaksanaan, termasuk penyediaan sumber daya. 4. Partisipasi dalam tahap penelitian dan pemantapan.

Setiap tahap partisipasi ini jelas bahwa setiap tahap, bentuk ikut sertanyamasyarakat bertanggung jawab dalam perencanaan, dan sebagainya.

Menurut Mardikanto (2003), menyatakan tumbuh danberkembangnya partisipasi masyarakat dalam pembangunan, sangat ditentukan olehtiga unsur pokok, yaitu : (1) Adanya kesempatan yang diberikan kepada masyarakat untuk berpartisipasi, (2) Adanya kemauan masyarakat untuk berpartisipasi, dan (3) Adanya kemampuan masyarakat untuk berpartisipasi. Menurut Sumodiningrat (1999), faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi masyarakat terdiri dari faktor-faktor dari dalam masyarakat (internal), yaitu kemampuan dan kesediaan masyarakat untuk berpartisipasi, maupun faktor dari luar masyarakat (eksternal) yaitu peran aparat dan lembaga formal yang ada.


(42)

2.3.Pelayanan Imunisasi

Pelayanan imunisasi adalah bagian integral dari pelayanan kesehatan. Pelayanan imunisasi diarahkan sebagai upaya preventif terhadap kejadian suatu penyakit atau masalah kesehatan. Pelaksanaan pelayanan kesehatan tidak terlepas dari peran petugas kesehatan yang mempunyai kompetensi sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya dalam melakukan serangkaian pelayanan kesehatan.

Menurut Azwar (1997), pelayanan kesehatan adalah upaya kesehatan yang diberikan kepada sasaran pelayanan kesehatan atau individu sebagai profesi kesehatan seperti perawat, dokter, dan bidan. Pelayanan kesehatan secara keseluruhan mencakup upaya pencegahan, promosi kesehatan, pengobatan dan rehabilitasi.

Kegiatan pelayanan imunisasi terdiri dari kegiatan operasional rutin dan khusus.Dengan semakin mantapnya unit pelayanan imunisasi, maka porsi kegiatan imunisasi khusus semakin kecil. Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Nomor.1611/MENKES/SK/XI/2005 tentang pokok-pokok kegiatan penyelenggaraan imunisasi di Indonesia terdiri dari :

1. Imunisasi rutin 2. Imunisasi tambahan

3. Imunisasi dalam penanggulangan KLB (Outbreak Respons)

4. Kegiatan imunisasi tertentu terhadap PD3I dalam situasi khusus biasanya dalam wilayah luas dan waktu tertentu, seperti PIN, Sub PIN dan CampaingCampak.

Imunisasi adalah upaya yang dilakukan untuk memperoleh kekebalan tubuhterhadap penyakit tertentu dengan cara memasukan vaksin atau serum ke dalam


(43)

tubuhmelalui oral atau suntikan. Imunisasi adalah suatu tindakan pemindahan atau transfer anti body secara pasif. Sedangkan istilah vaksinasi (antigen) yang dapat merangsang pembentukan imunitas (anti body) dan sistem imun didalam tubuh (Rahmawati,2007).

Standar tenaga pelaksana di tingkat pusksmas adalah petugas imunisasi danpelaksana cold chain. Petugas imunisasi adalah tenaga perawat atau bidan yang telah mengikuti pelatihan, yang tugasnya memberikan pelayanan imunisasi danpenyuluhan. Pelaksana cold chain adalah tenaga yang berpendidikan minimal SMAatau SMK yang telah mengikuti pelatihan cold chain, yang tugasnya mengelol vaksin dan merawat lemari es, mencatat suhu lemari es, mencatat pemasukan danpengeluaran vaksin serta mengambil vaksin di kabupaten/kota sesuai kebutuhan per bulan. Pengelola program imunisasi adalah petugas imunisasi, pelaksana cold chain atau petugas lain yang telah mengikuti pelatihan untuk pengelola program imunisasi, yang tugasnya membuat perencanaan vaksin dan logistik lain, mengatur jadwalpelayanan imunisasi, mengecek catatan pelayanan imunisasi, membuat dan mengirim laporan ke kabupaten/kota, membuat dan menganalisis PWS bulanan, danmerencanakan tindak lanjut (Depkes, 2005).

Siswondoyo dan Putra (2003), melakukan survey terhadap ibu-ibu anak usia 12-23 bulan untuk mengidentifikasi faktor yang berhubungan dengan kelengkapan imunisasi hepatitis B menyebutkan bahwa penerimaan ibu terhadap imunisasi anak dipengaruhi oleh tingkat pengetahuan, pendapatan, waktu tempuh, dukungan keluarga, dan pelayanan petugas imunisasi.


(44)

Untuk meningkatkan pengetahuan dan/atau ketrampilan petugas imunisasiperlu dilakukan pelatihan sesuai dengan modul latihan petugas imunisasi.Pelatihanteknis diberikan kepada petugas imunisasi di puskesmas, rumah sakit dan tempatpelayanan lain, petugas cold chain di semua tingkat. Pelatihan manajerial diberikankepada para pengelola imunisasi dan supervisor di semua tingkat (Depkes RI, 2005).

2.3.1. Fungsi Puskesmas dan Posyandu dalam Pelayanan Imunisasi

Pusat Kesehatan Masyarakat (PUSKESMAS) adalah salah satu unit pelaksana fungsional yang berfungsi sebagai pusat pembangunan kesehatan, pusat pembinaan peran serta masyarakat dalam bidang kesehatan, serta pusat pelayanan kesehatan tingkat pertama yang menyelenggarakan kegiatan yang meyeluruh, terpadu, dan berkesinambungan pada suatu masyarakat yang bertempat tinggal dalam suatu wilayah tertentu (Azwar, 1996).

Pusat Kesehatan Masyarakat, disingkat Puskesmas, adalah Organisasi fungsional yang menyelenggarakan upaya kesehatan yang bersifat menyeluruh, terpadu, merata, dapat diterima dan terjangkau oleh masyarakat, dengan peran serta aktif masyarakat dan menggunakan hasil pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tepat guna, dengan biaya yang dapat dipikul oleh pemerintah dan masyarakat. Upaya kesehatan tersebut diselenggarakan dengan menitikberatkan kepada pelayanan untuk masyarakat luas guna mencapai derajad kesehatan yang optimal, tanpa mengabaikan mutu pelayanan kepada perorangan (Depkes RI, 2005).


(45)

Dalam Kebijakan Dasar Puskesmas, ada tiga fungsi Puskesmas, yaitu: (1) Puskesmas sebagai Pusat Penggerak Pembangunan Berwawasan Kesehatan. Dalam hal ini, Puskesmas selalu berupaya menggerakkan dan memantau penyelenggaraan pembangunan lintas sektor termasuk oleh masyarakat dan dunia usaha di wilayah kerjanya, sehingga berwawasan serta mendukung pembangunan kesehatan. Upaya yang dilakukan Puskesmas adalah mengutamakan pemeliharaan kesehatan dan pencegahan penyakit tanpa mengabaikan penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan. (2) Puskesmas sebagai Pusat Pemberdayaan Masyarakat. Puskesmas selalu berupaya agar perorangan, keluarga, masyarakat terutama pemuka masyarakat dan dunia usaha memiliki kesadaran, kemauan, dan kemampuan melayani diri sendiri dan masyarakat untuk hidup sehat, berperan aktif dala memperjuangkan kepentingan kesehatan termasuk sumber pembiayaan, serta ikut menetapkan menyelenggarakan dan memantau pelaksanaan program kesehatan. (3) Puskesmas sebagai Pusat Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama secara menyeluruh, terpadu, dan berkesinambungan. Dalam hal ini, pelayanan yang diberikan adalah pelayanan rawat jalan dan rawat inap dan untuk rawat inap untuk beberapa Puskesmas tertentu. Pelayanan promosi kesehatan, pemberantasan penyakit, penyehatan lingkungan, perbaikan gizi, peningkatan kesehatan keluarga, keluarga berencana, dan kesehatan jiwa (Azwar, 1996).

Pelayanan imunisasi dasar merupakan salah satu jenis kegiatan puskesmas yang terintegrasi dalam program upaya kesehatan dasar. Secara teknis pelaksanaan program pelayanan imunisasi dilakukan oleh posyandu. Posyandu adalah suatu


(46)

wadah komunikasi alih teknologi dalam pelayanan kesehatan masyarakat dari Keluarga Berencana dari masyarakat, oleh masyarakat dan untuk masyarakat dengan dukungan pelayanan serta pembinaan teknis dari petugas kesehatan dan keluarga. berencana yang mempunyai nilai strategis untuk pengembangan sumber daya manusia sejak dini (Depkes RI, 2006).

Departemen kesehatan RI (2006) dalam Buku Kader Posyandu menambahkan bahwa yang dimaksud dengan Posyandu adalah wadah atauempat pemeliharaan kesehatan yang dilakukan dari, oleh dan untuk masyarakat serta dibimbing petugas kesehatan terkait dalam hal ini petugas dari puskesmas.

Tujuan penyelenggaran posyandu menurut Departemen Kesehatan RI yaitu : a) Menurunkan Angka Kematian Bayi (AKB), Angka Kematian Ibu ( ibu hamil,

melahirkan dan nifas) b. Mempercepat penerimaan atau membudayakan Norma Keluarga KecilBahagia dan Sejahtera (NKKBS).

b) Meningkatkan peran serta dan kemampuan masyarakat untuk mengembangkan kegiatan kesehatan dan Keluarga Berencana beserta kegiatan lainnya yang dapat menunjang tercapainya masyarakat hidup sehat sejahtera.

c) Berfungsi sebagai Wahana Gerakan Reproduksi Keluarga Sejahtera,Gerakan Ketahanan Keluarga dan Gerakan Ekonomi Keluarga Sejahtera.

Dalam pelayanan imunisasi yang dilakukan pada kegiatan posyandu, kader Posyandu bertugas untuk mengajak masyarakat yang memiliki atau yang termasuk sasaran dari imunisasi untuk ke posyandu dan memberikan peyuluhan mengenai imunisasi sedangkan mengenai pemberian imunisasi dilakukan oleh petugas


(47)

kesehatan. Pemantauan imunisasi harus dilakukan oleh semua petugas baik pimpinan program, supervisor dan petugas vaksinasi (Notoatmodjo 2007).

2.4. Landasan Teori

Pelayanan imunisasi pada bayi adalah salah satu bentuk pelayanan kesehatan yang dimaksudkan untuk meningkatkan kekebalan tubuh bayi secara dini. Pemanfaatan pelayanan imunisasi dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain faktor petugas kesehatan, dan peran aktif ibu yang mempunyai balyi untuk memberikan imunisasi bayinya.Pemanfaatan pelayanan kesehatan tidak melalui proses yang tunggal, tetapi banyak intervensi yang mempengaruhinya. Karena tidak tunggalnya pengaruh yang ada untuk memberikan keputusan pemanfaatan pelayanan kesehatan itu.

Menurut Andersen’s (1968) dalam Sarwono (2007), bahwa keputusan untuk pemanfaatan pelayanan kesehatan itu ada tiga komponen yaitu (1) Komponen predisposisi terdiri dari tiga unsur yaitu: demografi (usia, jenis kelamin, status perkawinan dan jumlah anggota keluarga), struktur sosial (jenis pekerjaan, status sosial, pendidikan, ras, dan kesukuan), dan kepercayaan kesehatan, (2) Komponen enabling (pendukung) mempunyai dua unsur: sumber daya keluarga (penghasilan keluarga, kemampuan membeli jasa pelayanan dan keikutsertaan dalam asuransi kesehatan), dan sumber daya kesehatan (petugas kesehatan, jumlah dan kualitas tenaga kesehatan serta aksesibilitas pelayanan kesehatan), dan (3) Komponen need, yaitu komponen yang menjadikan pelayanan kesehatan merupakan suatu kebutuhan


(48)

yang dilihat dari keseuruhan simtom atau fungsi tubuh yang terganggu serta persepsi terhadap status kesehatan.

Berdasarkan konsep tersebut maka dapat dirumuskan kerangka teori determinan yang mempengaruhi partisipasi ibu dalam pemberian imunisasi pada bayinya, yaitu:

Gambar 2.1. Determinan Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan (Modifikasi Andersen’s 1968 (dalam Sarwono (2007); Slamet (2003)

Menurut Notoatmodjo (2005), bahwa partisipasi dapat tumbuh jika tiga kondisi terpenuhi, yaitu mempunyai kesempatan untuk berpartisipasi, mampu untuk berpartisipasi, artinya adanya kapasitas dan kompetensi anggota masyarakat sehingga mampu untuk memberikan sumbang saran yang konstruktif terhadap upaya yang

Faktor Predisposisi

1. Karakteristik Sosiodemografi 2. Struktur Sosial

3. Kepercayaan Kesehatan Faktor Pendukung

1. Sumber Daya Manusia Kesehatan a. Kuantitas dan Kualitas SDM

Kesehatan

b. Peran SDM Kesehatan 2. Fasilitas Kesehatan

3 P i I di id t t l Faktor Kebutuhan

Kebutuhan yang dirasakan individu dalam pelayanan kesehatan

Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan Kemampuan Kesempatan

Kemauan


(49)

akan dilakukan, dan mau untuk berpartisipasi, yaitu kemauan atau kesediaan anggota masyarakat untuk berpartisipasi dalam kegiatan.Sedangkan konsep peran petugas mengacu pada konsep yang dikemukakan oleh Potter dan Perry (2007), bahwa peran petugas kesehatan meliputi peran sebagai costumer, komunikator, fasilitator, motivator, dan konselor.

2.5. Kerangka Konsep

Berdasarkan tujuan penelitian dan landasan teori, maka dapat dirumuskan kerangka konsep sebagai berikut:

Gambar 2.2. Kerangka Konsep Penelitian

Gambar 2.1 di atas mengambarkan bahwa variabel independen dalam penelitian ini adalah variabel peran petugas yang dilihat dari peran sebagai costumer, komunikator, motivator, fasilitator dan konselor, dan variabel karakteristik ibu yang meliputi pendidikan, pekerjaan, pengetahuan dan sikap. Sedangkan variabel dependen

Peran Petugas Kesehatan 1. Costumer

2. Komunikator 3. Motivator 4. Fasilitator

5. Konselor

Partisipasi Ibu dalam Pemberian Imunisasi

Karakteristik Ibu 1. Pendidikan 2. Pekerjaan 3. Pengetahuan 4. Sikap


(50)

dalam penelitian ini adalah variabel partisipasi ibu yang dilihat dari kemauan, kemampuan dan kesempatan untuk memberikan imunisasi kepada bayinya.


(51)

BAB 3

METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian survai dengan pendekatan eksplanatory research yaitu jenis penelitian yang ditujukan untuk menjelaskan fenomena yang ada dimasyarakat dan dianalisis faktor sebab akibatnya. Rancangan penelitiannya adalah berupa cross sectional study yaitu melakukan pengumpulan dan analisis data pada satu rentang waktu yang bersamaan tentang peran petugas kesehatan sekaligus partisipasi ibu dalam pemberian imunisasi di desa daerah pengunungan di Kabupaten Pidie Jaya Provinsi Aceh.

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Pidie Jaya Provinsi Aceh, di seluruh desa yang tergolong daerah Pegunungan dengan pertimbangan merupakan daerah cakupan imunisasi terendah ke-3 di Provinsi Aceh, dan masih tinggi angka ketidalengkapan imunisasi pada bayi yang ditunjukkan dari angka Drop Out Imunisasi yaitu sebesar 16,33%, dan masih rendahnya partisipasi ibu dalam kegiayan imunisasi yang ditandai dari rendahnya cakupan Posyandu Aktif yaitu hanya 13,27%, dan masih rendah cakupan daerah UCI hanya 21,17%, khususnya pada desa yang berada di daerah kategori pegunungan.


(52)

3.2.2. Waktu Penelitian

Penelitian ini dimulai sejak pengesahan judul penelitian, konsultasi, kolokium, penelitian lapangan, seminar hasil sampai komprehensif membutuhkan waktu selama 8 (delapan) bulan terhitung Januari sampai dengan Agustus Mei 2013

3.3.Populasi dan Sampel Penelitian 3.3.1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu yang mempunyai bayi desa yang termasuk daerah pegunungan pada 7 (tujuh) wilayah Puskesmas di Kabupaten Pidie Jaya yaitu sebanyak7.562 ibu, seperti pada Tabel 3.1.berikut ini:

Tabel 3.1. Jumlah Ibu yang Mempunyai Bayi pada Desa di Desa Wilayah Pegunungan Kabupaten Pidie Jaya Tahun 2012

No Kecamatan Puskesmas Jlh. Desa

Jlh Ibu yang Mempunyai Balita Jlh. Desa Wil Pegunungan Jlh Ibu yang Mempunyai Balita

1 Bandar Baru Bandar Baru 43 8.187 12 2.285

2 Pante Raja Pante raja 10 1.954 3 586

3 Trienggadeng Trienggadeng 27 2.598 7 672

4 Meureudu Meureudu 30 4.684 6 935

5 Meurah Dua Meurah Dua 19 2.598 3 410

6 Ulim Ulim 30 3.369 9 1.011

7 Bandar Dua Bandar Dua 45 6.223 12 1.739

Total 204 29.613 52 7.638

Sumber: Dinas Kesehatan Kabupaten Pidie Jaya (2012) 3.3.2. Sampel

Sampel dalam penelitian ini adalah ibu yang mempunyai bayi di desa yang termasuk daerah pegunungan pada 7 (tujuh) wilayah Puskesmas di Kabupaten Pidie Jaya.


(53)

3.3.3. Besar Sampel

Besar sampel dalam penelitian ini diambil dengan menggunakan rumus berikut ini (Buchari, 2008):

2 0 2 0 0 ) ( ) ( P P xQ P Z Q P Z n a a a − +

= α β

Keterangan:

n = Besar Sampel

= Nilaideviasi Normal Standar pada α=0,05 Zα=1,96 = Nilaideviasistandar pada β 20%

Power = Kekuatanuji 1-β ; 1-0,2=0,8

Po = Proporsi Desa UCI yaitu 0,21 (21,17%)

Pa = Proporsi Desa UCI yang diharapkan Pa=0,30 (30%) sesuai target Dinas Kesehatan tahun 2012

Qo = 1- Po (1-0,21= 0,79) Qa = 1- Pa (1-0,45) = 0,45)

dengan perhitungan: 2 2 ) 3 , 0 21 , 0 ( ) 7 , 0 3 , 0 842 , 0 79 , 0 21 , 0 96 , 1 ( − +

= x x

n 2 2 ) 2 , 0 3 , 0 ( ) 21 , 0 842 , 0 165 , 0 96 , 1 ( − + = n 0081 , 0 1853 , 1 = n

n = 145,9 ≈146ibu yang mempunyai bayi

Besar sampel dalam penelitian ini adalah sebanyak 146 ibu yang mempunyai bayi di 7 (tujuh) wilayah puskesmas kategori desa wilayah pegunungan, dengan teknik pengambilan sampel dilakukan secara proporsional sampling to size, dengan terlebih dahulu menghitung sampel fraction yaitu perbandingan antara jumlah besar


(54)

sampel dengan populasi yaitu 146/7.638=0,019, maka distribusi sampel menurut desa di daerah pegunungan adalah sebagai berikut:

Tabel 3.2. Distribusi Sampel Penelitian

No Puskesmas Jumlah

Desa Jumlah Ibu

Perhitungan Sampel

Jumlah Sampel Terpilih 1 Bandar Baru 12 2.285 0,019x2.285ibu 43 ibu

2 Pante Raja 3 586 0,019x586 ibu 11 ibu

3 Trieng Gadeng 7 672 0,019x672 ibu 13 ibu

4 Meureudu 6 935 0,019x935 ibu 18 ibu

5 Meurah Dua 3 410 0,019x410 ibu 9 ibu

6 Ulim 9 1.011 0,019x1.011 ibu 19 ibu

7 Bandar Dua 12 1.739 0,019x1.739 ibu 33 ibu

Jumlah 7.638 146 ibu

Sumber data: Profil Kesehatan Kabupaten Pidie Jaya, 2013

Penggunaan sample fraction dimaksudkan agar sampel terpilih sebagai responden benar-benar dapat mewakili seluruh populasi yang ada di setiap unit analisis (wilayah puskesmas). Penggunaan sample fraction merupakan teknik untuk dapat mengetahui besaran proporsiyang dapat mewakili setiap unit analisis, sehingga dapat lebih proporsional terhadap jumlah sampel yang terpilih. Selanjutnya pemilihan sampel berdasarkan masing-masing unit sampel ditentukan secara random sampling, sampai terpenuhi jumlah sampel yang diharapkan.

3.4. Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penelitian ini adalah meliputi data primer dan data sekunder.


(55)

3.4.1. Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh dari responden langsung melalui wawancara langsung berpedoman pada kuesioner yang telah disusun. Meliputi data peran petugas, data partisipasi ibu dan data karakteristik responden.

3.4.2. Data Sekunder

Data sekunder dalam penelitian ini adalah seluruh data yang diperoleh dari catatan puskesmas, bidan desa, dan Dinas Kesehatan Kabupaten Pidie Jaya Provinsi Aceh yang berkaitan dengan penelitian seperti jumlah Bayi, Jumlah tenaga Bidan, jumlah bayi yang sudah diimunisasi, luas wilayah dan jumlah penduduk.

3.4.3. Uji Validitas dan Reliabilitas 1. Uji Validitas

Uji validitas akan dilakukan dengan metode Pearson, yaitu dengan mengkorelasikan butir-butir pada kuesioner. Uji validitas dilakukan dengan mengkorelasikan tiap-tiap skor total pada tiap butir pernyataan, untuk mengetahui apakah referensi terhadap sistem pengukuran merupakan sebuah konsep tunggal (single construct). Uji validitas ini yang dilakukan secara acak terhadap 20 orang responden yaitu ibu yang mempunyai bayi di desa kategori bukan desa daerah pegunungan. Pemilihan sampel sebagai responden untuk uji coba kuesioner dilakukan pendataan, dan dipastikan tidak akan menjadi sampel penelitian.

Menguji validitas kerangka (construct validity) dapat dilakukan dengan menetapkan kerangka konsep yang digunakan dalam penelitian, kemudian atas dasar konsep tersebut disusun tolok ukur operasionalnya. Usaha untuk mendapatkan


(56)

instrumen penelitian yang sah, maka dalam penyusunan kuesioner berpedoman kepada:

(1) Menyesuaikan isi pertanyaan dengan keadaan responsen penelitian, (2) Mempertimbangkan teori dan kenyataan empiris sebagai rujukan, (3) Mempertimbangkan hasil penelitian sebelumnya sebagai rujukan, dan (4) Memperhatikan pendapat, tanggapan dan sasan dari para pembimbing.

Suatu pertanyaan dikatakan valid atau bermakna sebagai alat pengumpul data bila korelasi hasil hitung (r–hitung) lebih besar dari angka kritik nilai korelasi (r-tabel), pada taraf signifikansi 95% (Riduwan, 2005). Nilai r-Hitung dalam penelitian ini untuk sampel pengujian 20 Ibu adalah sebesar 0,36, maka ketentuan dikatakan valid, jika: (1) Nilai r-Hitung variabel ≥ 0, 36 dikatakan valid, (2) Nilai r-Hitung variabel < 0,36 dikatakan tidak valid

2 Uji Reliabilitas

Uji reliabilitas dilakukan untuk mendapatkan instrumen dengan keterandalan yang tinggi dalam pengukuran variabel penelitian. Uji reliabilitas akan digunakan dengan menghitung nilai alfa atau dengan Cronbach’s Alpha. Penghitungan Cronbach’s Alpha dilakukan dengan menghitung rata-rata interkorelasi di antara butir-butir pernyataan dalam kuesioner.Secara umum reliabilitas yang ditentukan oleh nilai Cronbach’s Alpha – kurang dari 0,60 dinyatakan kurang baik. Cronbach’s Alpha dengan nilai 0,70 dinyatakan dapat diterima dan nilai lebih dari 0,80 adalah baik.

Hasil pengujian validitas dan reliabilitas alat ukur (kuesioner) dalam penelitian ini (lampiran 2), dapat dijabarkan sebagai berikut:


(57)

1. Pertanyaan Pengetahuan

Tabel 3.3. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Pertanyaan Pengetahuan No Pertanyaan Pengetahuan Nilai

r-Hitung Keterangan

1 Pertanyaan 1 0,946 Valid

2 Pertanyaan 2 0,856 Valid

3 Pertanyaan 3 0,771 Valid

4 Pertanyaan 4 0,771 Valid

5 Pertanyaan 5 0,856 Valid

6 Pertanyaan 6 0,946 Valid

7 Pertanyaan 7 0,655 Valid

Nilai Aplha Cronbach’s 0,946 Relialibel

Tabel 3.3. di atas menunjukkan bahwa hasil pengujian validitas dan reliabilitas kuesioner terhadap pertanyaan pengetahuan yang terdiri dari 7 (tujuh) pertanyaan, menunjukkan bahwa nilai r-hitung dari 0,655-0,946 (nilai r-hitung>r-tabel), maka keseluruhan pertanyaan variabel pengetahuan dinyatakan valid, dan nilai cronbach’s alpha sebesar 0,949, artinya nilai cronbach alpha hitung lebih besar dari cronbach alpha tabel, maka pertanyaan variabel pengetahuan dinyatakan relialibel.

2. Pertanyaan Sikap

Tabel 3.4. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Pertanyaan Sikap

No Pertanyaan Sikap Nilai

r-Hitung Keterangan

1 Pertanyaan 1 0,620 Valid

2 Pertanyaan 2 0,620 Valid

3 Pertanyaan 3 0,625 Valid

4 Pertanyaan 4 0,908 Valid

5 Pertanyaan 5 0,908 Valid


(58)

Tabel 3.4. di atas menunjukkan bahwa hasil pengujian validitas dan reliabilitas kuesioner terhadap pertanyaan sikap yang terdiri dari 5 (lima) pertanyaan, dan hasil uji validitas dan reliabilitas menunjukkan bahwa nilai r-hitung dari 0,620-0,908 (nilai r-hitung>r-tabel), maka keseluruhan pertanyaan variabel sikap juga dinyatakan valid, dan nilai cronbach’s alpha sebesar 0,884, artinya nilai cronbach alpha hitung lebih besar dari cronbach alpha tabel, maka pertanyaan variabel sikap juga dinyatakan relialibel.

3. Pertanyaan peran petugas sebagai costumer

Tabel 3.5. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Pertanyaan Peran Petugas Sebagai Costumer

No Pertanyaan Peran Petugas Sebagai Costumer

Nilai

r-Hitung Keterangan

1 Pertanyaan 1 0,853 Valid

2 Pertanyaan 2 0,932 Valid

3 Pertanyaan 3 0,932 Valid

4 Pertanyaan 4 0,853 Valid

5 Pertanyaan 5 0,762 Valid

6 Pertanyaan 6 0,762 Valid

7 Pertanyaan 7 0,932 Valid

8 Pertanyaan 8 0,853 Valid

Nilai Aplha Cronbach’s 0,962 Relialibel

Tabel 3.5. di atas menunjukkan bahwa hasil pengujian validitas dan reliabilitas kuesioner terhadap pertanyaan peran petugas sebagai costumer terdiri dari 8 (delapan) pertanyaan, dan hasil uji validitas dan reliabilitas menunjukkan bahwa nilai r-hitung dari 0,762-0,958 (nilai r-hitung>r-tabel), maka keseluruhan pertanyaan variabel peran petugas sebagai costumer juga dinyatakan valid, dan nilai cronbach’s alpha sebesar 0,962, artinya nilai cronbach alpha hitung lebih besar dari cronbach


(59)

alpha tabel, maka pertanyaan variabel peran petugas sebagai costumer juga dinyatakan relialibel.

4. Pertanyaan peran petugas sebagai komunikator

Tabel 3.6. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Pertanyaan Peran Petugas Sebagai Komunikator

No Pertanyaan Peran Petugas Sebagai Komunikator

Nilai

r-Hitung Keterangan

1 Pertanyaan 1 0,898 Valid

2 Pertanyaan 2 0,822 Valid

3 Pertanyaan 3 0,913 Valid

4 Pertanyaan 4 0,913 Valid

5 Pertanyaan 5 0,898 Valid

6 Pertanyaan 6 0,898 Valid

Nilai Aplha Cronbach’s 0,965 Relialibel

Tabel 3.6. di atas menunjukkan bahwa hasil pengujian validitas dan reliabilitas kuesioner terhadap pertanyaan peran petugas sebagai komunikator yang terdiri dari 6 (enam) pertanyaan, dan hasil uji validitas dan reliabilitas menunjukkan bahwa nilai r-hitung dari 0,822-0,913 (nilai r-hitung>r-tabel), maka keseluruhan pertanyaan variabel peran petugas sebagai komunikator juga dinyatakan valid, dan nilai cronbach’s alpha sebesar 0,965, artinya nilai cronbach alpha hitung lebih besar dari cronbach alpha tabel, maka pertanyaan variabel peran petugas sebagai komunikator juga dinyatakan relialibel.


(60)

5. Pertanyaan peran petugas sebagai motivator

Tabel 3.7. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Pertanyaan Peran Petugas Sebagai Motivator

No Pertanyaan Peran Petugas Sebagai Motivator

Nilai

r-Hitung Keterangan

1 Pertanyaan 1 0,927 Valid

2 Pertanyaan 2 0,843 Valid

3 Pertanyaan 3 0,760 Valid

4 Pertanyaan 4 0,843 Valid

5 Pertanyaan 5 0,927 Valid

Nilai Aplha Cronbach’s 0,965 Relialibel

Tabel 3.6. di atas menunjukkan bahwa hasil pengujian validitas dan reliabilitas kuesioner terhadap pertanyaan peran petugas sebagaimotivator terdiri dari 5 (lima) pertanyaan, dan hasil uji validitas dan reliabilitas menunjukkan bahwa nilai r-hitung dari 0,843-0,927 (nilai r-hitung>r-tabel), maka keseluruhan pertanyaan variabel peran petugas sebagai motivator juga dinyatakan valid, dan nilai cronbach’s alpha sebesar 0,965, artinya nilai cronbach alpha hitung lebih besar dari cronbach alpha tabel, maka pertanyaan tersebut juga dinyatakan relialibel.

6. Pertanyaan peran petugas sebagai fasilitator

Tabel 3.7. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Pertanyaan Peran Petugas Sebagai fasilitator

No Pertanyaan Peran Petugas Sebagai Fasilitator

Nilai

r-Hitung Keterangan

1 Pertanyaan 1 0,704 Valid

2 Pertanyaan 2 0,958 Valid

3 Pertanyaan 3 0,704 Valid

4 Pertanyaan 4 0,704 Valid

5 Pertanyaan 5 0,958 Valid


(61)

Tabel 3.7. di atas menunjukkan bahwa hasil pengujian validitas dan reliabilitas kuesioner terhadap pertanyaan peran petugas sebagaisebagai fasilitator yang terdiri dari 5 (lima) pertanyaan, dan hasil uji validitas dan reliabilitas menunjukkan bahwa nilai r-hitung dari 0,704-0,958(nilai r-hitung>r-tabel), maka keseluruhan pertanyaan variabel peran petugas sebagai fasilitator juga dinyatakan valid, dan nilai cronbach’s alpha sebesar 0,961, artinya nilai cronbach alpha hitung lebih besar dari cronbach alpha tabel, maka pertanyaan variabel peran petugas sebagai fasilitator juga dinyatakan relialibel.

7. Pertanyaan peran petugas sebagai konselor

Tabel 3.8. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Pertanyaan Peran Petugas Sebagai Konselor

No Pertanyaan Peran Petugas Sebagai Konselor

Nilai

r-Hitung Keterangan

1 Pertanyaan 1 0,822 Valid

2 Pertanyaan 2 0,650 Valid

3 Pertanyaan 3 0,911 Valid

4 Pertanyaan 4 0,659 Valid

5 Pertanyaan 5 0,911 Valid

Nilai Aplha Cronbach’s 0,913 Relialibel

Tabel 3.8. di atas menunjukkan bahwa hasil pengujian validitas dan reliabilitas kuesioner terhadap pertanyaan peran petugas sebagaisebagai konselor yang terdiri dari 5 (lima) pertanyaan, dan hasil uji validitas dan reliabilitas menunjukkan bahwa nilai r-hitung dari 0,650-0,911 (nilai r-hitung>r-tabel), maka keseluruhan pertanyaan variabel peran petugas sebagai konselor juga dinyatakan valid, dan nilai cronbach’s alpha sebesar 0,913, artinya nilai cronbach alpha hitung


(1)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat disimpulkan bahwa ibu yang mempunyai bayi di desa kategori Pegunungan Kabupaten Pidie Jaya Provinsi Aceh mayoritas mempunyai partisipasi yang kurang dalam pemberian imunisasi pada bayinya.

Ibu yang mempunyai bayi menilai bahwa peran petugas sebagai costumer mayoritas menilai kategori kurang, demikian juga penilaian peran petugas sebagai komunikator juga termasuk kurang, demikian dengan peran petugas sebagai fasilitator dan konselor masing-masing juga termasuk kurang. Namun peran petugas sebagai motivator mayoritas termasuk baik.

Berdasarkan hasil uji statistik menunjukkan, terdapat hubungan signifikan peran petugas sebagai costumer, peran sebagai motivator, peran sebagai fasilitator dan peran sebagai sebagai konselor terhadap partisipasi ibu dalam pemberian imunisasi pada bayi pada desa daerah pegunungan di Kabupaten Pidie Jaya Provinsi Aceh.

Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa variabel peran petugas sebagai fasilitator merupakan variabel paling dominan memengaruhi partisipasi ibu dalam pemberian imunisasi pada bayi pada desa daerah pegunungan di Kabupaten Pidie Jaya Provinsi Aceh.


(2)

6.2. Saran

Disarankan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Pidie Jayaagar mengintruksikan kepada kepala puskesmas untuk meningkatkan upaya pemberdayaan posyandu dan ibu-ibu yang mempunyai bayi untuk pemberian imunisasi dasar lengkap pada bayi, dan mengeluarkan kebijakan penting antara lain seperti penambahan tenaga kesehatan di desa-desa yang terpencil, peningkatan pelatihan, dan pembinaan petugas kesehatan dalam pelaksanaan program imunisasi.

Selanjutnyakepada Bidan Desa pada wilayah puskesmas di Kabupaten Pidie Jaya rutin melakukan kegiatan pemberian imunisasi ke rumah-rumah penduduk yang mempunyai bayi yang belum diimunisasi khususnya pada daerah-daerah yang sulit jangkauan sarana kesehatan seperti di desa-desa kategori pegunungan, serta memfasilitasi petugas kesehatan seperti sarana pelayanan kesehatan di desa melalui pemberdayaan bidan di desa.

Perlu peningkatan motivasi kerja bidan dan keterampilannya dalam memberikan pelayanan imunisasi secara maksimal dan terampil sehingga cakupan imunisasi dasar lengkap dapat terpenuhi khususnya pada desa-desa kategori daerah pegunungan di Kabupaten Pidie Jaya.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Achmadi, U.F.,2006. Imunisasi. Buku Kompas, Jakarta.

Ariebowo.HA.2005. Analisis Faktor-faktor Organisasi yang Berhubungan dengan Cakupan Imunisasi Puskesmas di Kabupaten Batang. Tesis Mahasiswa Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat Program Pasca Sarjana Universitas Gadjah Mada, Semarang.

Arofah, A.N, Widyastuti. Y.P, dan Anggraeni R,.2008. Analisis Faktor Yang Berhubungan dengan Perilaku Ibu dalam Memberikan Imunisasi Dasar kepada Bayinya di Desa Bayutuwo Kabupaten Kendal. Jurnal Prodi Diploma Analis Kesehatan Universitas Muhammadiyah Semarang, Volume 1 No.1 Desember 2008, (Jurnal Elektronik) diakses 28 Februari

2013, sumber

Azwar. A., 1996. Mutu Pelayanan Kesehatan, Yayasan Penerbit IDI, Jakarta Buchari. M, 2009. Metode Penelitian, Rajawali Press, Jakarta

Depdikbud RI, 2003. Metode Pembelajaran Masyarakat, Modul Pengajaran Tenaga Penyuluh Masyarakat, Jakarta

Depkes RI, 2002. Pedoman Operasional Pelayanan Imunisasi, Jakarta ________, 2004. Modul kegatan Lima Imunisasi Dasar Lengkap, Jakarta

________, 2005. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 128/Menkes/SK/II/2004 tentang Kebijakan Dasar Pusat Kesehatan Masyarakat, Jakarta

________, 2005. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor1611/Menkes/SK/XI/2005 tentang Pokok-pokok Kegiatan Penyelenggaraan Imunisasi di Indonesia, Jakarta

________, 2006. Pedoman Penyelenggaraan Imunisasi Jilid II, Depkes RI Jakarta ________, 2007. Pedoman Umum Pengelolaan Posyandu, Depkes RI, Jakarta

________, 2010. Gerakan Akselerasi Imunisasi Nasional UCI (GAIN 2010-2014), Dirjen P2P Depkes RI, Jakarta


(4)

________, 2010. Laporan Riset Kesehatan Daerah, Balitbang Depkes RI, Jakarta ________, 2011.Profil Kesehatan Indonesia Tahun2011, Balitbang Depkes RI,

Jakarta

Dinas Kesehatan Propinsi Aceh,2011, Profil KesehatanPropinsi Aceh, Banda Aceh. Dinas Kesehatan Kabupaten Pidie Jaya.,2011. Profil Dinas Kesehatan

KabupatenPidie Jaya Tahun 2011, Meureudu.

Goodman, K.J., Wu, J.S., & Frerichs, R.R. 2000. Compliance With Childhood Immunizations in Kern Country, California. Journal of Immigrant Health,2(4):213-222.

Hanum S., Sadjimin T., & Ismail D., 2005. Determinan Cakupan Imunisasi di PropinsiD.I.Yogyakarta. Berkala Ilmu Kedokteran, 37(3),150-1.

Hikmat, H., 2004. Strategi Pemberdayaan Masyarakat. Penerbit Humoniora, Bandung Harry, 2004. Strategi Pemberdayaan Masyarakat, Humaniora Press, Bandung

Hardjono., 2000. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Partisipasi Masyarakat Untuk Hidup Sehat Bogor. Tesis Mahasiswa Program Pasca Sarjana, Institut PertanianBogor.

Lumbantobing, M.T.Akestina,2004, Analisis Pengaruh Karakteristik Individu, Organisasi dan Psikologis Terhadap Kinerja Bidan di Desa Dalam Pencatatan Pelaporan Program KIA di Kabupaten Aceh Timur, Tesis Program Pasca Sarjana USU, Medan.

Martadinata U,2001. Peranan Pengelolaan Program Imunisasi Rutin TT Bumil di Puskesmas Kabupaten Oku Sumatera Selatan Tahun 2000. Tesis Mahasiswa IKM Universitas Indonesia, Jakarta

Mandriwati, 2008, Penuntun Belajar Asuhan Kebidanan Ibu Hamil, EGC, Jakarta

Mardikanto, 2003. Redevinisi dan Revitalisasi Penyuluhan Pertanian, PusatPemberdayaan dan Analisis Sosial Untuk Pengembangan Masyarakat,Sukoharjo, Solo.


(5)

Makmur. S.P, 2010. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan Imunisasi Dasar di Provinsi Sumatera Selatan (analisis data Riskesdas 2007 dan Susenas 2007). Tesis Mahasiswa Ilmu Kesehatan Masyarakat Program Pasca Sarjana Universitas Indonesia, Depok, Jakarta.

Muzaham, 2007, Sosiologi Kesehatan, Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta

Muzakir, 2006, Komunikasi Keperawatan: Aplikasi dalam Pelayanan, Yogyakarta:Graha Ilmu.

Muninjaya, 2004, Manajemen Kesehatan, Edisi ke-2, EGC, Jakarta.

Muzaham, 2007, Sosiologi Kesehatan, Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta Notoatmodjo, 2005. Kesehatan Masyarakat Ilmu dan Seni, Rineka Cipta,Jakarta

_______,2007. Promosi Kesehatan, Rineka Cipta, Jakarta.

_______,2010. Promosi dan Perilaku Kesehatan, Rineka Cipta, Jakarta.

Potter dan Perry, 2007, Fundamental Keperawatan, Konsep, Proses dan Praktik, Edisike 4, EGC, Jakarta

Rahmawati, S.P. 2007. Analisis Faktor Sumber Daya Manusia Yang Berhubungan dengan Hasil Cakupan Imunisasi Bayi Dasar oleh Petugas Imunisasi Puskesmas di Kabupaten Blora. Tesis Mahasiswa Universitas Diponegoro, Semarang.

Riduwan, M, 2005. Metode dan Teknik Penyusunan Tesis, Alphabet, Bandung

Santoso, 2005, Kamus Praktis Bahasa Indonesia untuk Pelajar Dan Umum, Pustaka Dua, Surabaya

Sarwono, S, 2007. Sosiologi Kesehatan. Refika Aditama, Jakarta

Sumodiningrat, G.. 1999. Pemberdayaan Masyarakat Dan JPS. Jakarta: PT Gramedia Siswandoyo dan Putro, G., Beberapa FaktorYang Berhubungan Dengan Status

KelengkapanImunisasi Hepatitis B pada Bayi di Puskesmas Lanjas Kabupaten Barito Utara, KalimantanTengah, Medika, 2003; 4: 251-7. Soetomo, 2006. Strategi-strategi Pembangunan Masyarakat, Pustaka Pelajar,


(6)

Slamet, M, 2003. Membentuk Pola Perilaku Manusia Pembangunan. IPB. Press.Bogor

Tjerita S, Ayu, 2000, Faktor-faktor yang berhubungan dengan kepatuhan petugas terhadap SOP program imunisasi, Tesis Mahasiswa IKM UI, Jakarta Yunita, F. 2010. Hubungan Pengetahuan dan Sikap Ibu Dalam Pemberian Lima

Imunisasi Dasar Lengkap Pada Bayi Umur 9-12 Bulan Di Desa GroboganKecamatan Grobogan Kabupaten Grobogan.D III Kebidanan : Universitas Muhammadiyah Semarang. Karya Tulis Ilmiah

Yustida. I, 2008. Pemberdayaan Masyarakat Untuk Mewujudkan Indonesia Sehat. Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap dalam Bidang Ilmu Organisasi dan Manajemen pada Fakultas Kesehatan Masyarakat. Diakses 29 Maret 2013, sumber


Dokumen yang terkait

Hubungan Perilaku Ibu Dengan Peran Petugas Kesehatan dalam Pemberian Imunisasi di Wilayah Kerja Puskesmas Namorambe Kecamatan Delitua Tahun 2012

6 127 73

Pengaruh Pemberian Konseling Oleh Petugas Kesehatan terhadap Pengetahuan Ibu tentang Pemilihan Alat Kontrasepsi Jangka Panjang di Wilayah Kerja Puskesmas Desalama Kabupaten Langkat

2 83 138

Pengaruh Persepsi Ibu tentang Peran Petugas Kesehatan terhadap Pemberian Imunisasi Hepatitis B Pada Bayi 0-7 Hari di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Belawan

14 108 112

Pengaruh Peran Petugas Kesehatan Terhadap Kepatuhan Ibu Hamil Dalam Mengonsumsi Tablet Fe Di Kabupaten Aceh Besar Tahun 2009

3 102 125

Pengaruh Faktor Internal Dan Eksternal Terhadap Perilaku Ibu Dalam Pemberian Imunisasi Hepatitis B Pada Bayi Di Kabupaten Aceh Utara

4 55 125

this PDF file PERAN PETUGAS KESEHATAN PUSKESMAS LUMBUNG DALAM UPAYA MENINGKATKAN PARTISIPASI IBU MENGENAI PEMBERIAN IMUNISASI BAYI DI DESA DARMARAJA KECAMATAN LUMBUNG KABUPATEN CIAMIS | Maulana | MODERAT (Modern dan Demokratis) 1 PB

0 0 16

this PDF file PERAN PETUGAS KESEHATAN PUSKESMAS LUMBUNG DALAM UPAYA MENINGKATKAN PARTISIPASI IBU MENGENAI PEMBERIAN IMUNISASI BAYI DI DESA DARMARAJA KECAMATAN LUMBUNG KABUPATEN CIAMIS | Maulana | MODERAT (Modern dan Demokratis) 1 PB

0 0 12

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Imunisasi 1. Pengertian Imunisasi - Hubungan Perilaku Ibu Dengan Peran Petugas Kesehatan dalam Pemberian Imunisasi di Wilayah Kerja Puskesmas Namorambe Kecamatan Delitua Tahun 2012

0 0 22

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - Pengaruh Peran Petugas Kesehatan terhadap Partisipasi Ibu dalam Pemberian Imunisasi Bayi di Desa Wilayah Pegunungan Kabupaten Pidie Jaya Provinsi Aceh Tahun 2013

0 0 10

Pengaruh Peran Petugas Kesehatan terhadap Partisipasi Ibu dalam Pemberian Imunisasi Bayi di Desa Wilayah Pegunungan Kabupaten Pidie Jaya Provinsi Aceh Tahun 2013

0 0 17