HUBUNGAN ANTARA PENGGUNAAN SARANA DAN PRASARANA KONSELING DENGAN KEEFEKTIFAN LAYANAN KONSELING INDIVIDU DI SMP N 21 SEMARANG TAHUN AJARAN 20152016

(1)

HUBUNGAN ANTARA PENGGUNAAN SARANA DAN

PRASARANA KONSELING DENGAN KEEFEKTIFAN

LAYANAN KONSELING INDIVIDU DI SMP N 21

SEMARANG TAHUN AJARAN 2015/2016

Skripsi

disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan

oleh Leli Lutfianah

1301411064

JURUSAN BIMBINGAN DAN KONSELING

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

2016


(2)

(3)

(4)

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

MOTTO:

“Tidak ada masalah yang tidak bisa diselesaikan selama ada komitmen bersama untuk menyelesaikannya” (Leli Lutfianah)

Persembahan

Skripsi ini dipersembahkan untuk:

1. Almamaterku Jurusan Bimbingan dan Konseling Universitas Negeri Semarang.


(5)

dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Hubungan antara Penggunaan Sarana dan Prasarana Konseling dengan Keefektifan Layanan Konseling Individu di SMP Negeri 21 Semarang Tahun Ajaran 2015/2016”. Penelitian ini menelaah mengenai hubungan antara penggunaan sarana dan prasarana konseling dengan keefektifan layanan konseling individu. Bimbingan dan konseling merupakan bagian integral dalam sistem di sekolah yang berperan untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan atau latihan bagi peranannya di masa yang akan datang. Kegiatan bimbingan di sekolah perlu didukung dengan adanya sarana dan prasarana yang lengkap agar layanan bimbingan dan konseling di sekolah dapat berjalan dengan efektif. Sarana dan prasarana merupakan salah satu faktor eksternal yang turut mempengaruhi dalam pelaksanaan layanan BK di sekolah khususnya layanan konseling individu berjalan efektif. Berdasarkan pernyataan tersebut, maka peneliti perlu membuktikan hubungan antara penggunaan sarana dan prasaran konseling dengan keefektifan layanan konseling individu. dengan melakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui hubungan diantara kedua variabel tersebut.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di SMP Negeri 21 Semarang, diperoleh hasil bahwa secara keseluruhan penggunaan sarana dan prasarana konseling dalam kriteria baik dan keefektifan layanan konseling individu dalam


(6)

sarana dan prasarana konseling maka layanan konseling individu dapat berjalan dengan efektif.

Penyusunan skripsi berdasarkan pada metode penelitian kuantitatif yang dilakukan dalam suatu prosedur terstruktur dan terencana. Dalam proses penulisan skripsi ini tentunya memiliki banyak kendala, sehingga membutuhkan waktu yang cukup lama. Namun berkat rahmat Allah SWT. dan ketekunan, skripsi ini dapat terselesaikan. Penulisan skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak, oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Fathur Rokhman, M. Hum., Rektor Universitas Negeri Semarang yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menempuh studi di Fakultas Ilmu Pendidikan.

2. Prof. Dr. Fakhrudin, M. Pd., Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Semarang yang telah memberikan ijin penelitian untuk penyelesaian skripsi ini.

3. Drs. Eko Nusantoro, M.Pd., Kons., Ketua Jurusan Bimbingan dan Konseling Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Semarang sekaligus dosen pembimbing dan penguji III yang telah memberikan bimbingan, arahan, dan saran kepada penulis dalam menyusun skripsi ini.


(7)

5. Bapak dan Ibu dosen Jurusan Bimbingan dan Konseling yang telah memberikan bekal ilmu yang bermanfaat bagi penulis.

6. Kepala Sekolah, Guru, Konselor, dan Staf Tata Usaha SMP Negeri 21 Semarang yang telah memberi ijin dan fasilitas selama melaksanakan penelitian ini.

7. Ayah dan Ibu yang senantiasa memberikan doa dan dukungannya untuk terselesaikannya skripsi ini

8. Keluarga besarku, umi ridho, serta adik-adikku tersayang yang telah memberikan semangat dan doanya.

9. Teman-teman seperjuangan jurusan Bimbingan dan Konseling angkatan 2011 yang menjadi penyemangat dan tempat berdiskusi.

10. Serta pihak-pihak yang telah mendukung dan membantu dalam penelitian ini yang tidak dapat disebutkan satu- persatu.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, untuk itu diharapkan kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak demi kesempurnaan skripsi ini. Penulis juga berharap, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Semarang, Februari 2016 Penulis


(8)

Semarang Tahun Pelajaran 2015/2016. Skripsi. Jurusan Bimbingan dan Konseling. Fakultas Ilmu Pendidikan. Universitas Negeri Semarang. Dosen Pembimbing Eko Nusantoro, M.Pd, Kons

Kata Kunci: Sarana, Prasarana, Layanan konseling individu

Penelitian ini dilaksanakan berdasarkan fenomena yang ada dilapangan bahwa sarana dan prasarana di SMP Negeri 21 Semarang memadai akan tetapi belum digunakan secara maksimal dalam pelaksanaan kegiatan BK. Kegiatan layanan konseling individu masih jarang dilaksanakan dan berjalan kurang efektif dan hasil wawancara dengan siswa menunjukkan siswa masih merasa malu dan takut mengutarakan masalah pribadi dan cenderung pasif selama proses konseling. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara penggunaan sarana dan prasarana konseling dengan keefektifan layanan konseling individu Di SMP N 21 Semarang.

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian ex-post facto. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa yang pernah melaksanakan layanan konseling individu di SMP Negeri 21 Semarang. Metode pengumpulan data menggunakan skala psikologis. Teknik analisis data menggunakan statistik deskriptif dan analisis korelasi product moment.

Hasil analisis menunjukkan penggunaan sarana dan prasarana konseling termasuk dalam kriteria baik dengan persentase sebesar 77%, keefektifan layanan konseling individu dalam kriteria efektif dengan persentase 77%, dan terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara penggunaan sarana dan prasarana konseling dengan keefektifan layanan konseling yang ditunjukkan dengan nilai rhitung= 0,717 dengan nilai rtabel= 0,254 pada taraf signifikasi 5%. Dengan demikian harga rhitung> rtabel sehingga hipotesis kerja (Ha) diterima dan hipotesis nol (Ho)

ditolak.

Simpulan dari penelitian ini bahwa di SMP Negeri 21 Semarang (1) penggunaan sarana dan prasarana BK dalam kriteria baik, (2) keefektifan layanan konseling individu dalam kriteria efektif, dan (3) terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara penggunaan sarana dan prasarana BK dengan keefektifan layanan konseling individu. Artinya semakin baik penggunaan sarana dan prasarana konseling maka semakin efektif layanan konseling individu. Oleh karena itu disarankan kepada kepala sekolah untuk senantiasa meningkatkan sarana dan prasarana serta menjaga dan memeliharanya. Bagi guru BK untuk mengevaluasi dan meningkatkan pelayanan konseling individu dengan harapan semakin banyak siswa yang mengikuti konseling individu dapat meningkatkan citra guru BK di mata stakeholder sekolah. Bagi peneliti dapat melakukan penelitian dengan menggunakan metode dan pendekatan lain agar hasil yang diperoleh lebih luas dan lengkap.


(9)

PERNYATAAN ……… MOTTO DAN PERSEMBAHAN ………. PRAKATA ………. ABSTRAK ……….

DAFTAR ISI ………..

DAFTAR TABEL ……….. DAFTAR GAMBAR ………. DAFTAR DIAGRAM ………... DAFTAR LAMPIRAN ……….

iii iv v viii ix xii xiv xv xvi Bab 1 Pendahuluan ………

1.1.Latar Belakang Masalah ……….

1.2.Rumusan Masalah ………..

1.3.Tujuan Penelitian ………... 1.4.Manfaat Penelitian ………. 1.5.Sistematika Penulisan skripsi ………

1 1 6 6 7 8 Bab 2 Tinjauan Pustaka ………

2.1 Penelitian Terdahulu ……….

2.2 Penggunaan Sarana dan Prasarana Konseling ……….. 2.2.1 Pengertian Sarana dan Prasarana ……….. 2.2.2 Tujuan Sarana dan Prasarana ……… 2.2.3 Manfaat Sarana dan Prasarana ………. 2.2.4 Standar Sarana dan Prasarana ………... 2.2.4.1Sarana Konseling………... 2.2.4.2Prasarana Konseling ………... 2.2.4.2.1Lokasi atau Tempat ………

2.2.4.2.2Ruang BK ……….

2.2.4.2.3Suasana Ruang Konseling ……….. 2.3 Keefektifan Keefektifan Layanan Konseling Individu ………….. 2.3.1 Pengertian Keefektifan ………. 2.3.2 Layanan Konseling Individu ……… 2.3.2.1Pengertian Konseling Individu ……… 2.3.2.2Tujuan Konseling Individu ……….. 2.3.2.3Komponen Konseling Individu ……… 2.3.2.4Asas Konseling Individu ………... 2.3.2.5Operasionalisasi Layanan Konseling Individu ………. 2.3.2.6Faktor Penghambat Layanan Konseling Individu………. 2.3.2.7Keefektifan Layanan Konseling Individu………. 2.4 Hubungan Antara Penggunaan Sarana Dan Prasarana Konseling

dengan keefektifan Layanan Konseling Individu ……….

2.5 Hipotesis ………

Bab 3 Metode Penelitian ……….. 10 10 11 12 13 14 16 20 21 21 23 24 26 26 27 27 28 29 30 32 34 34 40 43 44


(10)

3.2.2 Hubungan Antar Variabel ………. 3.2.3 Definisi Operasional Variabel ………...

3.2.3.1Variabel Bebas ………..

3.2.3.2Variabel Terikat ……….

3.3 Populasi dan Sampel ………

3.3.1 Populasi ……….

3.3.2 Sampel ………...

3.4 Metode dan Alat Pengumpul Data ……… 3.4.1 Metode Pengumpul Data ………..

3.4.2 Alat Pengumpul Data ………

3.5 Penyusunan Instrumen ………..

3.6 Validitas dan Reliabilitas ………..

3.6.1 Validitas ………

3.6.2 Reliabilitas ………

3.7 Hasil Uji Coba Instrumen Penelitian ………. 3.7.1 Hasil Uji Validitas Skala Persepsi tentang Penggunaan Sarana

dan Prasarana Konseling ………... 3.7.2 Hasil Uji Validitas Skala Persepsi tentang Keefektifan Layanan

Konseling Individu ……….. 3.7.3 Hasil Uji Reliabilitas Skala Persepsi tentang Penggunaan Sarana

dan Prasarana Konseling ………... 3.7.4 Hasil Uji Reliabilitas Skala Persepsi tentang Keefektifan Layanan Konseling Individu ………....

3.8 Teknik Analisis Data ……….

3.8.1 Analisis Deskriptif Presentase………....

3.8.2 Uji Normalitas ………...

3.8.3 Analisis Korelasi ………...

3.8 Kerangka Penelitian ………

46 46 47 48 49 49 50 51 51 52 52 55 55 57 58 58 59 60 61 61 62 64 65 67

Bab 4 Hasil dan Pembahasan ………

4.1 Hasil Penelitian ……….

4.1.1 Analisis Deskriptif ………

4.1.1.1 Gambaran Penggunaan Sarana dan Prasarana Konseling di SMP Negeri 21 Semarang ……….. 4.1.1.1.1 Hasil Analisis Deskriptif Persentase Keseluruhan …………. 4.1.1.1.2 Hasil Analisis Deskripsi Persentase Tiap Indikator pada sub Variabel ………... 4.1.1.1.3 Hasil Analisis Deskripsi Persentase Tiap Indikator ………. 4.1.1.2Gambaran Keefektifan Layanan Konseling Individu di SMP

Negeri 21 Semarang ………..

4.1.1.2.1 Hasil Analisis Deskriptif Persentase Keseluruhan …………. Hasil Analisis Deskripsi Persentase Tiap Indikator ………..

69 69 69 69 69 71 74 81 81


(11)

4.1.2.1.2 Hasil Uji Hipotesis ………. 4.2 Pembahasan Hasil Penelitian ………... 4.2.1 Gambaran Penggunaan Sarana dan Prasarana Konseling di SMP Negeri 21 Semarang Tahun Ajaran 2015/2016 ………. 4.2.2 Gambaran Keefektifan Layanan Konseling Individu di SMP Negeri 21 Semarang tahun Pelajaran 2015/2016 ……….. 4.2.3 Hubungan antara Penggunaan Sarana dan Prasarana Konseling

dengan Keefektifan Layanan Konseling Individu di SMP Negeri 21 Semarang tahun Ajaran 2015/2016 ……….. 4.3 Keterbatasan Penelitian ………...

90 92 92 94

95 97

Bab 5 Penutup ………

5.1Simpulan ………..

5.2Saran ………

98 98 98 Daftar Pustaka ……… 100


(12)

Tabel 3.1 Populasi Siswa yang Pernah Mengikuti Konseling ………… 50 Tabel 3.2 Sampel Siswa yang Pernah Mengikuti Konseling ………….. 50 Tabel 3.3 Alternatif Jawaban pada Skala Persepsi ………. 52 Tabel 3.4 Kisi-Kisi Skala Persepsi Siswa Tentang Penggunaan Sarana

dan Prasarana Konseling ……… 54 Tabel 3.5 Kisi-Kisi Skala Persepsi Siswa Tentang Keefektifan

Layanan Konseling Individu ………. 55 Tabel 3.6 Kriteria Reliabilitas Instrumen ……… 58 Tabel 3.7 Distribusi Butir Item Valid dan Gugur Skala Persepsi ……... 59 Tabel 3.8 Distribusi Butir Item Valid dan Gugur Skala Persepsi ……... 61 Tabel 3.9 Kriteria Penggunaan Sarana dan Prasarana Konseling ……... 63 Tabel 3.10 Kriteria Keefektifan Layanan Konseling Individu …………. 64 Tabel 3.11 Interpretasi Koefisien Korelasi Nilai r ……… 66 Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Skala Penggunaan sarana dan prasarana

Konseling ………... 70 Tabel 4.3 Deskripsi Penggunaan sarana dan prasarana Konseling per

Sub Variabel ………... 70

Tabel 4.4 Hasil persentase berdasarkan indikator pada sub variabel

sarana konseling ………. 72

Tabel 4.5 Hasil persentase berdasarkan indikator pada sub variabel

prasarana konseling………. 73

Tabel 4.6 Hasil Analisis Deskriptif Persentase Pada Indikator Alat Pengumpul dan Penyimpan Data ……… 74 Tabel 4.7 Hasil Analisis Deskriptif Persentase Pada Indikator

Perlengkapan Teknis ……….. 75

Tabel 4.8 Hasil Analisis Deskriptif Persentase Pada Indikator Perlengkapan Tata Usaha ……… 77 Tabel 4.9 Hasil Analisis Deskriptif Persentase Pada Indikator Lokasi ... 78 Tabel 4.10 Hasil Analisis Deskriptif Persentase Pada Indikator Ruang

BK ……….. 79

Tabel 4.11 Hasil Analisis Deskriptif Persentase Pada Indikator Suasana

Ruang Konseling ……… 80

Tabel 4.13 Distribusi Frekuensi Keefektifan Layanan Konseling

Individu ……….. 82

Tabel 4.14 Deskripsi Keefektifan Layanan Konseling Individu ………. 82 Tabel 4.15 Hasil Analisis Deskriptif Persentase Pada Indikator

Kenyamanan Psikologis ………. 84

Tabel 4.16 Hasil Analisis Deskriptif Persentase Pada Indikator

Hubungan yang Bermakna ………. 85

Tabel 4.17 Hasil Analisis Deskriptif Persentase Pada Indikator


(13)

(14)

Gambar 2.1 Hubungan antar variabel ……… 43

Gambar 3.1 Hubungan antar variabel ……… 46

Gambar 3.2 Prosedur Penyusunan Instrumen ……… 53

Gambar 3.3 Rumus Product Moment ……… 65


(15)

Diagram 4.1 Hasil Analisis Deskriptif Persentase per Sub Variabel

………. 71

Diagram 4.2 Hasil Analisis Deskriptif Persentase Pada Indikator

Alat Pengumpulan data dan Penyimpan Data ……... 75 Diagram 4.3 Hasil Analisis Deskriptif Persentase Pada Indikator

Perlengkapan Teknis ………... 76 Diagram 4.4 Hasil Analisis Deskriptif Persentase Pada Indikator

Perlengkapan Tata Usaha ……… 77 Diagram 4.5 Hasil Analisis Deskriptif Persentase Pada Indikator

Lokasi ………... 78

Diagram 4.6 Hasil Analisis Deskriptif Persentase Pada Indikator

Ruang BK ……… 79

Diagram 4.7 Hasil Analisis Deskriptif Persentase Pada Indikator

Suasana Ruang Konseling ………... 81 Diagram 4.8 Hasil Analisis Deskriptif Persentase Pada Indikator

Kenyamanan Psikologis ……….. 84 Diagram 4.9 Hasil Analisis Deskriptif Persentase Pada Indikator

Hubungan yang Bermakna ……….. 86 Diagram 4.10 Hasil Analisis Deskriptif Persentase Pada Indikator

Persetujuan Bersama ………... 87 Diagram 4.11 Hasil Analisis Deskriptif Persentase Pada Indikator


(16)

Prasarana Konseling (Try Out) ………. 103 Lampiran 2 Instrumen Try Out Skala Penggunaan Sarana dan

Prasarana Konseling ……… 104

Lampiran 3 Kisi-Kisi Instrumen Skala Keefektifan Layanan

Konseling Individu (Try out) ………... 108 Lampiran 4 Instrumen Try Out Skala keefektifan Layanan Konseling

Individu ……… 109

Lampiran 5 Kisi-Kisi Hasil Uji Coba (Try Out) Skala Penggunaan

Sarana dan Prasarana Konseling ………... 113 Lampiran 6 Instrumen Penelitian Skala Penggunaan Sarana dan

Prasarana Konseling ……….. 114 Lampiran 7 Kisi-Kisi Hasil Uji Coba (Try Out) Skala Keefektifan

Layanan Konseling Individu ……….. 117 Lampiran 8 Instrumen Penelitian Skala Keefektifan Layanan

Konseling Individu ……….. 118

Lampiran 9 Tabulasi Hasil Uji Coba (Try Out) Skala Penggunaan

Sarana dan Prasarana Konseling ………... 122 Lampiran 10 Tabulasi Hasil UJi Coba (Try Out) Skala Keefektifan

Layanan Konseling Individu ……… 125 Lampiran 11 Hasil Perhitungan Validitas (Try Out) Skala Penggunaan

Sarana dan Prasarana Konseling ………... 128 Lampiran 12 Hasil Perhitungan Validitas (Try Out) Skala Keefektifan

Layanan Konseling Individu ……… 138 Lampiran 13 Hasil Perhitungan Reliabilitas (Try Out) Skala

Penggunaan Sarana dan Prasarana Konseling ………….. 147 Lampiran 14 Hasil Perhitungan Reliabilitas (Try Out) Skala

Keefektifan Layanan Konseling Individu ……… 148 Lampiran 15 Hasil Perhitungan Analisis Deskriptif Persentase Secara

Keseluruhan Skala Penggunaan Sarana dan Prasarana

Konseling ………... 149 Lampiran 16 Hasil Perhitungan Analisis Deskriptif Persentase Secara

Keseluruhan Skala Keefektifan Layanan Konseling

Individu ……… 151

Lampiran 17 Hasil Analisis Deskripsi Persentase Tiap Indikator Skala

Penggunaan Sarana dan Prasarana Konseling ………….. 153 Lampiran 18 Hasil Analisis Deskripsi Persentase Tiap Indikator Skala

Keefektifan Layanan Konseling Individu ……… 155 Lampiran 19 Hasil Uji Normalitas Data ……….... 157 Lampiran 20 Hasil Uji Hipotesis Korelasi Product Moment ………… 158 Lampiran 21 Daftar Siswa Asuh Tindakan Konseling Individu


(17)

(18)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang Masalah

Siswa sekolah menengah pertama (SMP) dalam tahap perkembangan termasuk dalam masa remaja. Masa remaja adalah suatu tahap kehidupan yang bersifat peralihan dan tidak mantap. Di samping itu, masa remaja adalah masa yang rawan oleh pengaruh-pengaruh negatif lingkungan, seperti pelanggaran tata tertib sekolah, tawuran, meminum minuman keras, narkoba, kriminal, dan kejahatan seks. Penampilan perilaku remaja tersebut sangat tidak diharapkan, karena itu tidak sesuai dengan sosok pribadi manusia Indonesia yang dicita-citakan, seperti yang tercantum dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang tujuan pendidikan nasional, yaitu (1) beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, (2) berakhlak mulia, (3) memiliki pengetahuan dan ketrampilan, (4) memiliki kesehatan jasmani dan rohani, (5) memiliki kepribadian yang mantap dan mandiri, (6) memiliki rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.

Upaya menangkal dan mencegah perilaku-perilaku yang tidak diharapkan tersebut adalah mengembangkan potensi remaja dan memfasilitasi mereka secara sistematik dan terprogram untuk mencapai standar kompetensi kemandirian. Upaya ini merupakan wilayah garapan bimbingan dan konseling yang harus dilakukan secara proaktif dan sistematik dalam memfasilitasi individu mencapai tingkat perkembangan yang optimal, pengembangan perilaku yang efektif,


(19)

pengembangan lingkungan, dan peningkatan fungsi atau manfaat individu dalam lingkunganya. Semua perubahan perilaku tersebut merupakan proses perkembangan individu, yakni proses interaksi antara individu dengan lingkungan melalui interaksi yang sehat dan produktif. Bimbingan dan konseling memegang tugas dan tanggung jawab yang penting untuk mengembangan lingkungan, membelajarkan individu untuk mengembangkan, mengubah dan memperbaiki perilaku (Hikmawati, 2014: 55). Upaya-upaya tersebut salah satunya dapat dilaksanakan dalam format individu atau layanan konseling individu.

Seluruh kegiatan bimbingan dan konseling di sekolah perlu didukung dengan adanya sarana dan prasarana yang memadai agar pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling khususnya layanan konseling individu dapat berjalan dengan efektif. Seperti yang disebutkan dalam Permendiknas Nomor 24 Tahun 2007 tentang standar sarana dan prasarana untuk satuan pendidikan yang menyatakan perlu dipenuhinya sarana dan prasarana untuk terselenggaranya pelayanan konseling.

Arikunto & Yuliana dalam Mustari (2014: 119) mengemukakan bahwa sarana pendidikan adalah semua fasilitas yang diperlukan dalam proses belajar mengajar baik yang bergerak maupun tidak bergerak agar pencapaian tujuan pendidikan dapat berjalan dengan lancar, efektif, teratur dan efisien, misalnya gedung, ruang kelas, meja kursi, serta alat-alat media pengajaran. Prasarana pendidikan adalah fasilitas yang secara tidak langsung menunjang jalannya proses pendidikan atau pengajaran, seperti halaman, kebun, taman sekolah, jalan menuju sekolah. Sarana dan prasarana merupakan semua peralatan dan perlengkapan serta


(20)

fasilitas yang secara langsung maupun tidak langsung dipergunakan untuk menunjang jalannya proses pendidikan. Sedangkan sarana dan prasarana bimbingan dan konseling merupakan semua peralatan dan perlengkapan serta fasilitas yang mendukung kerja dan kegiatan yang berhubungan dengan pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling di sekolah.

Standar merupakan ukuran tertentu yang dipakai sebagai patokan. Adapun standar sarana dan prasarana bimbingan dan konseling yang tercantum dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia nomor 24 tahun 2007 yaitu: (a) ruang konseling adalah ruang untuk siswa memperoleh layanan konseling yang berkaitan dengan pengembangan pribadi, sosial, belajar, dan karier (b) luas minimum ruang konseling adalah 9 m2 (c) ruang konseling dapat memberikan kenyamanan suasana dan menjamin privasi peserta didik; (d) ruang konseling dilengkapi dengan sarana meja kerja, kursi kerja, kursi tamu, lemari, papan kegiatan, instrumen, konseling, buku sumber, media pengembangan pribadi, dan jam dinding.

Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan oleh peneliti di SMP N 21 Semarang diperoleh data bahwa di SMP N 21 Semarang telah terdapat ruang BK yang terletak di lantai 2 dan jauh dari kantor personel sekolah sehingga sulit untuk ditemukan bagi pengunjung atau orang tua. Dalam ruang BK terdapat ruang kerja guru BK, ruang konseling individu dan ruang bimbingan kelompok. Sedangkan sarana pendukung yang lain diantaranya peralatan instrumentasi BK, LKS, komputer, meja, kursi, lemari besi, lemari kayu, rak buku, majalah tentang BK, televisi, buku daftar pengunjung, jam dinding, gambar dan tulisan motivasi,


(21)

kalender, AC, printer, globe, data siswa, dan struktur organisasi. Berdasarkan data yang diperoleh diatas bahwa sarana dan prasarana di SMP N 21 Semarang telah memadai namun belum digunakan secara maksimal dalam pelaksanaan kegiatan BK, serta kegiatan layanan konseling individu masih jarang terlaksana dan berjalan kurang efektif.

Hal ini berdasarkan catatan dari guru BK menyebutkan bahwa keseluruhan siswa kelas VII, VIII, dan IX dengan total 712 siswa, hanya terdapat 60 siswa yang mengikuti layanan konseling individu. Adapun dari 60 siswa yang mengikuti layanan konseling individu hanya 15% atau sejumlah 9 siswa yang mengikuti layanan konseling individu secara sukarela, selebihnya yaitu 51 siswa mengikuti layanan konseling individu karena dipanggil oleh guru BK, dan berdasarkan rekomendasi atau usulan dari guru mapel dan wali kelas. Data awal lain yang diperoleh peneliti yaitu berdasarkan hasil wawancara dengan salah satu guru BK di SMP N 21 diperoleh data bahwa pelaksanaan layanan konseling individu yang berjalan selama ini dilakukan dengan sistem insidental yaitu pada saat jam istirahat, pulang sekolah, jam kosong dan sebelum KBM dimulai. Sedangkan berdasarkan wawancara tidak terstruktur dengan beberapa siswa yang pernah mengikuti konseling yaitu 5 anak, 1 anak laki-laki dan 4 anak perempuan diperoleh data bahwa rata-rata mereka merasa malu dan takut untuk mengemukakan masalah pribadinya kepada guru BK, selain itu juga selama proses konseling siswa cenderung pasif dalam membuat keputusan alternatif pemecahan masalah. Hal ini jika dibiarkan akan menimbulkan ketidakpuasan siswa dalam mengikuti layanan konseling sehingga tidak terlihat kemanfaatan


(22)

layanan konseling individu dan tujuan layanan konseling belum tercapai secara maksimal.

Salah satu aspek pendukung dalam keefektifan proses pelayanan konseling individu adalah keberadaan sarana dan prasarana berupa ruang konseling yang layak dan memadai. Ruang konseling merupakan salah satu sarana penting yang turut mempengaruhi keberhasilan pelayanan konseling individu di sekolah. Sebagaimana menurut Sukardi (2010: 97) bahwa kegiatan layanan bimbingan dan konseling termasuk layanan konseling individu di sekolah akan berjalan dengan lancar sesuai dengan yang direncanakan, apabila didukung oleh sarana dan prasarana yang memadai. Untuk keperluan kegiatan pemberian bantuan kepada siswa, khususnya dalam rangka pelaksanaan konseling perorangan, mutlak diperlukan ruangan khusus dengan perlengkapan yang memadai dan nyaman, meskipun wujudnya sangat sederhana. Hal ini seperti dalam Prayitno (2001: 41) menyebutkan bahwa “agar pelaksanaan bimbingan dan konseling berjalan baik maka perlu adanya ruang tersendiri secara sederhana, menyenangkan, menarik dan teratur rapi”. Oleh karena itu diusahakan agar ruang konseling dapat memberikan kesan yang nyaman, menyenangkan, bersifat artistik, selalu dalam keadaan bersih dan rapi. Ruang bimbingan dan konseling di sekolah dikatakan ideal apabila letak lokasi ruang bimbingan dan konseling strategis tetapi tidak terlalu terbuka sehingga prinsip-prinsip konfidensial tetap terjaga.

Pada penelitian ini, peneliti memilih SMP N 21 Semarang sebagai tempat penelitian berdasarkan pertimbangan bahwa sekolah tersebut termasuk sekolah RSBI yang sekarang berganti dengan sekolah yang menerapkan kurikulum 2013,


(23)

sekolah ini memiliki standar sarana dan prasarana bimbingan dan konseling yang ideal sehingga dapat dijadikan sebagai percontohan bagi sekolah lain.

Berdasarkan uraian di atas, maka penulis merasa terdorong untuk mengkaji dan meneliti lebih lanjut mengenai “Hubungan Antara Penggunaan Sarana dan Prasarana Konseling Dengan Keefektifan Layanan Konseling Individu Di SMP N 21 Semarang Tahun Ajaran 2015/2016”.

1.2

Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka masalah yang utama dalam penelitian ini adalah “Apakah terdapat hubungan antara penggunaan sarana dan prasarana konseling dengan keefektifan layanan konseling individu Di SMP N 21 Semarang tahun ajaran 2015/2016?”. Berkaitan dengan masalah utama tersebut, maka dapat dijabarkan menjadi dua rumusan masalah yang meliputi:

1.2.1 Bagaimana gambaran penggunaan sarana dan prasarana konseling di SMP N 21 Semarang tahun ajaran 2015/2016?

1.2.2 Bagaimana keefektifan layanan konseling individu di SMP N 21 Semarang tahun ajaran 2015/2016?

1.3

Tujuan Penelitian

Tujuan utama yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara penggunaan sarana dan prasarana konseling dengan keefektifan layanan konseling individu Di SMP N 21 Semarang


(24)

Tahun 2015/2016. Berdasarkan tujuan utama penelitian tersebut, maka dapat dijabarkan sub tujuan penelitian sebagai berikut:

1.3.1 Untuk mengetahui gambaran penggunaan sarana dan prasarana konseling di SMP N 21 Semarang Tahun ajaran 2015/2016.

1.3.2 Untuk mengetahui keefektifan layanan konseling individu di SMP N 21 Semarang Tahun ajaran 2015/2016.

1.4

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:

1.4.1 Manfaat Teoritis

Secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangsih bagi ilmu layanan Bimbingan dan Konseling (BK) khususnya tentang penggunaan sarana dan prasarana konseling dan keefektifan layanan konseling individu.

1.4.2 Manfaat Praktis

1.4.2.1Bagi Kepala Sekolah

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dan menambah wawasan kepala sekolah mengenai gambaran penggunaan sarana dan prasarana konseling yang dapat mendukung keefektifan dalam pelaksanaan layanan konseling individu agar senantiasa meningkatkan kualitas sarana dan prasaran, memelihara dan menjaganya


(25)

1.4.2.2Bagi Guru BK

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan evaluasi dan motivasi untuk meningkatkan pelayanan khususnya layanan konseling individu agar dapat meningkatkan citra guru BK di mata Stakeholder sekolah

1.4.2.3Bagi Peneliti dan Civitas Akademik

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan dasar kajian dalam usaha ikut serta untuk meningkatkan pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah

1.5

Sistematika Penulisan Skripsi

Untuk memberi gambaran yang menyeluruh dalam skripsi ini, maka perlu disusun sistematika penulisan skripsi. Skripsi ini terdiri dari 5 bab yaitu:

Bab 1 Pendahuluan, pada bab ini dikemukakan tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika skripsi.

Bab 2 Landasan Teori, berisi kajian mengenai landasan teori yang mendasari penelitian: penelitian terdahulu, kajian teoritis mengenai penggunaan sarana dan prasarana konseling, keefektifan layanan konseling individu, hubungan antara penggunaan sarana konseling dengan keefektifan layanan konseling individu dan hipotesis

Bab 3 Metode Penelitian, pada bab ini berisi uraian metode penelitian yang digunakan dalam penyusunan skripsi. Metode penelitian ini meliputi jenis penelitian, variabel penelitian, populasi, sampel dan teknik sampling, metode dan


(26)

alat pengumpul data, penyusunan instrumen, validitas dan reliabilitas penelitian, hasil uji coba instrumen, teknik analisis data dan kerangka penelitian.

Bab 4 Hasil Penelitian dan Pembahasan, Bab ini berisi tentang hasil penelitian pembahasan hasil penelitian, dan keterbatasan penelitian.

Bab 5 Penutup, bab ini berisi tentang simpulan hasil penelitian dan saran-saran yang berkaitan dengan hasil penelitian.


(27)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penelitian Terdahulu

Fajar (2012) dalam skripsi yang berjudul “Faktor Penghambat Pelaksanaan Layanan Bimbingan dan Konseling di SMK Negeri Se-Kabupaten Brebes Tahun Pelajaran 2011/2012”.

Hasil penelitian tersebut dapat dijelaskan bahwa bahwa salah satu faktor eksternal penghambat pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling adalah faktor sarana dan prasarana yang belum terpenuhi sehingga berdampak pada pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling yang berjalan kurang efektif.

Widyaningtyas (2012) dalam skripsinya yang berjudul “Profil Sarana dan Prasarana Bimbingan dan Konseling di SMP Negeri Se-Kota Semarang Tahun Ajaran 2011/2012”.

Hasil penelitian tersebut dapat dijelaskan bahwa profil prasarana bimbingan dan konseling di SMP N se-kota Semarang termasuk dalam kriteria cukup memadai dengan presentase 33,3% dan pemanfaatan ruang bimbingan dan konseling dengan presentase 44,4%, namun untuk sarana bimbingan dan konseling termasuk dalam kriteria tidak memadai dengan presentase 66,7%. Sedangkan kesimpulan dari hasil penelitian tersebut adalah agar program layanan bimbingan dan konseling berjalan efektif dan efisien maka perlu didukung dengan adanya sarana dan prasarana yang lengkap dan memadai.


(28)

Kaitan antara penelitian terdahulu dengan penelitian yang akan dilaksanakan ini adalah untuk membuktikan bahwa hasil penelitian terdahulu yang telah dilaksanakan dilapangan telah memberikan dukungan kajian teoritis terutama dalam penelitian mengenai hubungan antara penggunaan sarana dan prasarana konseling dengan keefektifan layanan konseling individu, bahwa jika penggunaan sarana dan prasarana konseling baik, maka pelaksanaan layanan konseling individu diharapkan dapat berjalan efektif.

2.2

Penggunaan Sarana dan Prasarana Konseling

Penggunaan dapat dikatakan sebagai kegiatan pemanfaatan sarana dan prasarana untuk mendukung proses pendidikan demi mencapai tujuan pendidikan. Ada dua prinsip yang harus diperhatikan dalam pemakaian perlengkapan pendidikan, yaitu prinsip efektivitas dan prinsip efisiensi (Depdiknas) dalam Arifin & Barnawi, (2012: 77). Kegiatan layanan konseling individu di sekolah akan berjalan dengan lancar sesuai dengan yang direncanakan, apabila didukung oleh prasarana dan sarana yang memadai. Oleh karena itu, sarana dan prasarana sangat dibutuhkan dalam proses pelaksanaan layanan utamanya layanan konseling individu. Penggunaan sarana dan prasarana dengan prinsip efektivitas berarti pemakaian sarana dan prasarana harus ditujukan untuk selalu meningkatkan kualitas layanan konseling agar dapat mencapai tujuan layanan. Sedangkan prinsip efisiensi menunjukkan bahwa pemakaian sarana dan prasarana secara hemat dan hati-hati sehingga tidak mudah habis, hilang, atau rusak.


(29)

Di dalam sub bab ini akan dibahas mengenai pengertian sarana dan prasarana, tujuan sarana dan prasarana, manfaat sarana dan prasarana, standar sarana dan prasarana.

2.2.1 Pengertian Sarana dan Prasarana

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) sarana adalah segala sesuatu yang dapat dipakai sebagai alat atau media dalam mencapai maksud atau tujuan. Sedangkan menurut Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia nomor 24 tahun 2007, sarana adalah perlengkapan pembelajaran yang dapat dipindah-pindah. Menurut Arikunto & Yuliana (dalam Mustari, 2014) sarana pendidikan adalah semua fasilitas yang diperlukan dalam proses belajar mengajar baik yang bergerak maupun tidak bergerak agar pencapaian tujuan pendidikan dapat berjalan dengan lancar, efektif, teratur dan efisien. Misalnya gedung, ruang kelas, meja kursi, serta alat-alat media pengajaran.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) prasarana adalah segala sesuatu yang merupakan penunjang utamaterlaksananya suatu kegiatan. Prasarana secara etimologis (arti kata) berarti alat tidak langsung untuk mencapai tujuan dalam pendidikan misalnya lokasi atau tempat, bangunan sekolah, lapangan olahraga, uang dan sebagainya. Sedangkan menurut Permendiknas No. 24 Tahun 2007, Prasarana adalah fasilitas dasar untuk menjalankan fungsi sekolah. Misalnya halaman, taman, lapangan, jalan menuju sekolah.

Berdasarkan beberapa pengertian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa sarana merupakan semua fasilitas yang dipakai untuk mencapai tujuan baik fasilitas yang bergerak maupun yang tidak bergerak. Prasarana merupakan


(30)

fasilitas tidak langsung yang menunjang proses pendidikan untuk mencapai tujuan dalam pendidikan. Sedangkan yang dimaksud sarana bimbingan dan konseling adalah semua fasilitas yang diperlukan dalam proses kegiatan bimbingan dan konseling baik yang bergerak maupun tidak bergerak agar pencapaian tujuan layanan dapat berjalan dengan lancar, efektif, teratur dan efisien. Misalnya ruang bimbingan dan konseling, serta media bimbingan. Prasarana bimbingan dan konseling adalah fasilitas tidak langsung yang menunjang kegiatan bimbingan dan konseling agar dapat mencapai tujuan. Misalnya lokasi atau tempat bimbingan, suasana ruang BK.

2.2.2 Tujuan Sarana dan Prasarana

Tujuan dari sarana dan prasarana dalam Permendiknas Nomor 24 tahun 2007 adalah untuk menjamin terwujudnya pelaksanaan pembelajaran dalam pendidikan nasional berpusat pada peserta didik agar dapat: (1) belajar untuk beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, (2) belajar untuk memahami dan menghayati, (3) belajar untuk mampu melaksanakan dan berbuat secara efektif, (4) belajar untuk hidup bersama dan berguna bagi orang lain, dan (5) belajar untuk membangun dan menemukan jati diri melalui proses belajar yang aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan.

Tujuan dari sarana dan prasarana adalah mendukung semua kegiatan sekolah agar tercipta dan terpeliharanya kondisi sekolah yang optimal sehingga dapat mencapai tujuanpendidikan. Selain itu, secara rinci tujuan sarana dan prasarana yaitu:


(31)

1. Mewujudkan situasi dan kondisi sekolah yang baik sebagai lingkungan belajar maupun sebagai kelompok belajar, yang memungkinkan peserta didik untuk mengembangkan kemampuan semaksimal mungkin.

2. Menghilangkan berbagai hambatan yang dapat menghalangi terwujudnya interaksi dalam pembelajaran

3. Menyediakan dan mengatur fasilitas serta perabot belajar yang mendukung dan memungkinkan siswa belajar sesuai dengan lingkungan sosial, emosional, dan intelektual siswa dalam proses pembelajaran

4. Membina dan membimbing siswa sesuai dengan latar belakang sosial, ekonomi, budaya serta sifat- sifat individunya.

Sedangkan menurut Sukardi (2010: 97) disebutkan bahwa tujuan sarana dan prasarana bimbingan dan konseling adalah sebagai pendukung kegiatan layanan bimbingan dan konseling di sekolah berjalan dengan efektif.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, maka tujuan sarana dan prasarana bimbingan dan konseling adalah untuk mendukung pelaksanaan kegiatan layanan bimbingan dan konseling utamanya layanan konseling individu di sekolah agar tujuan layanan berjalan dengan efektif.

2.2.3 Manfaat Sarana dan Prasarana

Media sebagai suatu sarana untuk menimbulkan minat/rangsangan dalam belajar. Suiraoka & Supariasa (2012: 10) menyebutkan pendapat beberapa ahli yang mengidentifikasi manfaat penggunaan media dalam pendidikan antara lain:

1. Media dapat memperjelas penyajian pesan agar tidak terlalu bersifat verbalistik


(32)

2. Media dapat mengatasi keterbatasan ruang, waktu dan daya indera, seperti 1) Objek yang terlalu besar bisa digantikan dengan realitas, gambar, film

bingkai, film, atau model

2) Objek yang kecil dibantu dengan proyektor mikro, film bingkai, film, atau bingkai

3) Gerak yang terlalu lambat atau terlalu cepat, dapat dibantu dengan timelapse atau high-speed photograph

4) Kejadian atau peristiwa yang terjadi di masa lalu bisa ditampilkan lagi lewat rekaman film,video, film bingkai, foto maupun secara verbal

5) Objek yang terlalu kompleks (misalnya mesin-mesin) dapat disajikan dengan model, diagram, dan lain-lain.

6) Konsep yang terlalu luas (gunung berapi, gempa bumi iklim, dan lain-lain) dapat divisualkan bentuk film, film bingkai, gambar, dan lain-lain. 3. Dengan menggunakan media pendidikan secara tepat dan bervariasi dapat

diatasi sikap pasif anak didik. Dalam hal ini media pendidikan berguna untuk:

1) Menimbulkan kegairahan belajar

2) Memungkinkan interaksi yang lebih langsung antara anak didik dengan lingkungan dan kenyataan

3) Memungkinkan anak didik belajar sendiri-sendiri menurut kemampuan dan minatnya

4. Dengan sifat yang unik pada tiap siswa dengan lingkungan dan pengalaman yang berbeda, sedangkan kurikulum dan materi pendidikan ditentukan sama


(33)

untuk siswa, maka guru akan banyak mengalami kesulitan bilamana semuanya itu harus diatasi sendiri. Masalah ini dapat diatasi dengan media pendidikan, yaitu dengan kemampuan dalam:

1) Memberikan perangsang yang sama 2) Mempersamakan pengalaman 3) Menimbulkan persepsi yang sama

Sedangkan menurut Sudjana dan Rivai (dalam Suiraoka & Supariasa, 2012: 10) manfaat media yaitu

1. Media dapat menyebabkan pengajaran lebih menarik perhatian sasaran pendidikan, sehingga menumbuhkan motivasi belajar

2. Media dapat memperjelas makna bahan pengajaran

3. Media dapat membuat metode belajar akan lebih variatif dan sasaran pendidikan akan lebih banyak melakukan kegiatan belajar.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, media merupakan salah satu sarana dan prasarana pendidikan yang memiliki berbagai manfaat, yaitu diantaranya (1) untuk menarik perhatian siswa; (2) memperjelas penyajian pesan agar tidak terlalu bersifat verbalistik; (3) dapat mengatasi keterbatasan ruang, waktu dan daya indera.

2.2.4 Standar Sarana dan Prasarana

Sarana dan prasarana merupakan salah satu komponen pendidikan yang harus memenuhi standar Nasional Pendidikan. Kata standar dalam kamus besar bahasa Indonesia menunjukkan ukuran tertentu yang dipakai sebagai patokan.


(34)

Adapun sebagai kajian dalam menjelaskan standar sarana dan prasana adalah sebagai berikut.

Standar sarana dan prasarana pendidikan, sebagaimana yang telah digambarkan dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia nomor 24 tahun 2007, yaitu mencakup:

1. Kriteria minimum sarana yang terdiri dari perabot, peralatan pendidikan, media pendidikan, buku dan sumber belajar lainnya, teknologi informasi dan komunikasi, serta perlengkapan lain yang wajib dimiliki oleh setiap sekolah/madrasah,

2. Kriteria minimum prasarana yang terdiri dari lahan, bangunan, ruang, dan instalasi daya dan jasa yang wajib dimiliki oleh setiap sekolah/madrasah. Sedangkan standar untuk sarana dan prasarana bimbingan dan konseling berkaitan dengan ruang, digambarkan dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia nomor 24 tahun 2007 yaitu sebagai berikut:

1. Ruang konseling adalah ruang untuk siswa memperoleh layanan konseling yang berkaitan dengan pengembangan pribadi, sosial, belajar, dan karier. 2. Luas minimum ruang konseling adalah 9 m2.

3. Ruang konseling dapat memberikan kenyamanan suasana dan menjamin privasi peserta didik.

4. Ruang konseling dilengkapi sarana sebagaimana tercantum pada Tabel 2.1 berikut:


(35)

Tabel 2.1 Jenis, rasio dan deskripsi sarana ruang konseling

No Jenis Rasio Deskripsi

1 Perabot

1.1 Meja kursi 1 buah/ ruang Kuat, stabil, dan aman. Ukuran memadai untuk bekerja

dengan nyaman. 1.2 Kursi meja 1 buah/ ruang Kuat, stabil, dan

aman. Ukuran memadai untuk duduk

dengan nyaman. 1.3 Kursi tamu 2 buah/ ruang Kuat, stabil, dan

aman. Ukuran memadai untuk duduk

dengan nyaman. 1.4 Lemari 1 buah/ ruang Kuat, stabil, dan

aman. Tertutup dan dapat dikunci. 1.5 Papan kegiatan 1 buah/ ruang

2 Peralatan konseling 2.1 Instrument

konseling

1 set/ ruang 2.2 Buku sumber 1 set/ ruang

2.3 Media

pengembangan pribadi

1 set/ ruang Menunjang pengembangan kognisi,

emosi, dan

motivasi peserta didik.

3 Perlengkapan lain

3.1 Jam dinding 1 buah/ ruang

Sementara itu, ABKIN pada tahun 2007 memberikan gambaran yang berbeda tentang standar sarana yang terkait dengan ruang bimbingan dan konseling di sekolah, ABKIN merekomendasikan ruang bimbingan dan konseling di sekolah yang dianggap standar, dengan kriteria sebagai berikut:


(36)

1. Letak lokasi ruang bimbingan dan konseling mudah diakses (strategis) oleh konseli tetapi tidak terlalu terbuka sehingga prinsip-prinsip konfidensial tetap terjaga.

2. Jumlah ruang bimbingan dan konseling disesuaikan dengan kebutuhan jenis layanan dan jumlah ruangan

3. Antar ruangan sebaiknya tidak tembus pandang

4. Jenis ruangan yang diperlukan meliputi: ruang kerja, ruang administrasi/data, ruang konseling individual, ruang bimbingan dan konseling kelompok, ruang biblio terapi, ruang relaksasi/desensitisasi, dan ruang tamu.

Awalia (2011: 34) menyebutkan terkait dengan fasilitas bimbingan dan konseling, disini dapat dikemukakan tentang unsur-unsurnya, yaitu: (1) tempat kegiatan, yang meliputi ruang kerja konselor, ruang layanan konseling dan bimbingan kelompok, ruang tunggu tamu, ruang tenaga administrasi, dan ruang perpustakaan; (2) instrumen dan kelengkapan administrasi; (3) buku-buku panduan, buku informasi tentang studi lanjutan atau kursus-kursus, modul bimbingan, atau buku materi layanan bimbingan, buku program tahunan, buku program semester, buku kasus, buku harian,buku hasil wawancara, laporan kegiatan layanan, data kehadiran siswa, leger BK, dan buku realisasi kegiatan BK; (4) perangkat elektronik (seperti: komputer dan tape recorder); dan (5) filling cabinet (tempat penyimpanan dokumentasi dan data siswa).


(37)

Sedangkan menurut Hikmati (2014: 6) menjelaskan bahwa fasilitas yang profesional perlu memperhatikan beberapa hal, diantarany:a (1) tata letak lokasi, dan (2) simbol, dekorasi ruangan, aksesoris, dan sebagainya.

Berdasarkan beberapa pendapat diatas, maka standar sarana dan prasarana konseling dibedakan menjadi dua yaitu (1) standar sarana konseling; (2) standar prasarana konseling. Sesuai dengan pengertian, maka yang termasuk dalam standar sarana konseling yaitu berupa alat pengumpul data, alat penyimpan data, perlengkapan teknis, perlengkapan tata usaha. Sedangkan yang termasuk dalam standar prasarana konseling yaitu berupa lokasi atau tempat, ruang BK, suasana ruang konseling. Adapun sebagai kajian dalam menjelaskan standar sarana dan prasarana konseling sebagai berikut:

2.2.4.1Sarana Konseling

Sukardi (2002: 63) menyebutkan bahwa terdapat beberapa sarana yang diperlukan untuk menunjang layanan bimbingan dan konseling yaitu diantaranya (1) alat pengumpul data, (2) alat peyimpanan data, (3) perlengkapan teknis, (4) perlengkapan tata usaha. Adapun penjelasan kajian tentang sarana konseling yaitu sebagai berikut.

1. Alat pengumpul data

Untuk mengetahui data lebih dalam mengenai siswa, maka diperlukan alat pengumpul data, baik tes maupun non tes. Alat pengumpul data tes yaitu: tes intelegensi, tes bakat khusus, tes bakat skolastik, tes/inventori kepribadian, tes/inventori minat, dan tes prestasi belajar. Sedangkan alat pengumpul data yang berupa non tes yaitu: observasi, catatan anekdot, daftar cheklist, wawancara, angket, biografi dan otobiografi, sosiometri dan himpunan data.

2. Alat penyimpan data

Setelah data terkumpul, perlu diatur dan disimpan dengan baik agar memudahkan memperolehnya kembali kalau sewaktu-waktu dibutuhkan.


(38)

Alat-alat penyimpan data misalnya kartu pribadi siswa, map himpunan catatan pribadi siswa.

3. Perlengkapan teknis

Perlengkapan teknis dalam bimbingan konseling meliputi blanko surat, daftar isian untuk konseling, kotak masalah, papan bimbingan, alat perekam suara.

4. Perlengkapan tata usaha

Perlengkapan tata usaha dalam bimbingan konseling meliputi alat-alat tulis menulis, buku tamu, mesin ketik, telepon, jam.

Berdasarkan penjelasan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa indikator dalam sarana konseling meliputi (1) alat pengumpul data, (2) alat penyimpan data, (3) perlengkapan teknis, (4) perlengkapan tata usaha.

2.2.4.2Prasarana Konseling

Berdasarkan pengertian tentang prasarana bimbingan dan konseling adalah fasilitas tidak langsung yang menunjang kegiatan bimbingan dan konseling agar dapat mencapai tujuan. Misalnya lokasi atau tempat bimbingan, suasana ruang BK. Oleh karena itu indikator prasarana konseling terdiri dari lokasi atau tempat, ruang BK, suasana ruang konseling. Adapun kajian mengenai prasarana konseling yaitu sebagai berikut.

2.2.4.2.1 Lokasi atau Tempat

Lokasi ruang bimbingan dan konseling haruslah dirancang dengan matang. Ketentuan-ketentuan mengenai lokasi ruang bimbingan dan konseling yang benar-benar representatif sulit untuk ditentukan dengan pasti sebab tidak ada lokasi yang memberikan keuntungan secara pasti. Berikut ini beberapa kemungkinan yang bisa dipakai sebagai acuan dalam menentukan lokasi ruangan bimbingan dan


(39)

(1) Para siswa, guru, orang tua dan pengunjung lainnya mudah untuk memasuki atau menemukan ruang bimbingan dan konseling, (2) Harus dekat dengan kantor personel sekolah lainnya, seperti: ruang guru, ruang kesehatan, perpustakaan, ruang kepala sekolah, dan sebagainya, (3) Jauh dari pusat kebisingan. Misalnya jauh dari ruang latihan kesenian, garasi, lapangan olah raga, mesin-mesin, dan sebagainya, (4) Ruang bimbingan dan konseling harus nyaman, tenang dan memberikan kesejukan kepada siswa/konseli.

Menurut Slameto (1988: 186), lokasi ruang bimbingan dan konseling harus di tempat yang tenang atau jauh dari keributan. Artinya lokasi ruang bimbingan dan konseling memiliki ruang tersendiri dan tidak bercampur dengan ruangan lain seperti ruang kesenian sehingga kegiatan bimbingan dan konseling dapat berjalan dengan lancar. Sedangkan Katadinata, S et.al. (2007:54) menyebutkan letak lokasi ruang bimbingan dan konseling yaitu mudah diakses (strategis) oleh konseli tetapi tidak terlalu terbuka sehingga prinsip-prinsip konfidensial tetap terjaga.

Berdasarkan penjelasan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa lokasi ruang konseling yaitu sebagai berikut

1. Para siswa, guru, orang tua dan pengunjung lainnya mudah untuk memasuki atau menemukan ruang bimbingan dan konseling.

2. Harus dekat dengan kantor personel sekolah lainnya, seperti: ruang guru, ruang kesehatan, perpustakaan, ruang kepala sekolah, dan sebagainya. 3. Jauh dari pusat kebisingan. Misalnya jauh dari ruang latihan kesenian,

garasi, lapangan olah raga, mesin-mesin, dan sebagainya.

4. Ruang bimbingan dan konseling harus nyaman, tenang dan memberikan kesejukan kepada siswa/konseli.


(40)

2.2.4.2.2 Ruang BK

Ruang bimbingan dan konseling merupakan ruang tempat melaksanakan layanan bimbingan dan konseling. Ruang bimbingan dan konseling yang lengkap apabila memiliki jumlah ruangan bimbingan dan konseling yang disesuaikan dengan jenis layanan BK. Hal ini dikarenakan untuk terlaksananya kegiatan BK berjalan efektif mutlak dibutuhkan ruangan BK yang representatif dan nyaman untuk digunakan.

Kartadinata, S et.al. (2007: 54) menyebutkan bahwa jenis ruangan bimbingan dan konseling yang diperlukan meliputi:

1. Ruangan kerja bimbingan dan konseling

Ruangan ini berfungsi guna mendukung produktivitas kinerja konselor. Kelengkapan fasilitas yang melengkapi ruang kerja yaitu komputer, meja kerja konselor, almari, dan sebagainya.

2. Ruangan administrasi / data

Merupakan ruang untuk menyimpan data konseli dengan menjamin keamanan data yang disimpan. Kelengkapan fasilitas yang melengkapi ruang administrasi/data yaitu lemari penyimpan dokumen (buku pribadi, catatan-catatan konseling, dan lain-lain) maupun berupa soft copy.

3. Ruangan konseling individual

Merupakan tempat yang nyaman dan aman untuk terjadinya interaksi antara konselor dengan konseli. Kelengkapan fasilitas yang melengkapi ruang konseling individu yaitu satu set meja kursi atau sofa, tempat untuk menyimpan majalah, yang dapat berfungsi sebagai biblio terapi.

4. Ruangan bimbingan dan konseling kelompok

Merupakan tempat yang nyaman dan aman untuk terjadinya dinamika kelompok dalam interaksi antara konselor dengan konseli dan konseli dengan konseli. Kelengkapan fasilitas yang melengkapi ruang bimbingan dan konseling kelompok yaitu sejumlah kursi, karpet, tape recorder, VCD dan televisi.

5. Ruangan biblio terapi

Pada prinsipnya ruangan ini menjadi tempat bagi para konseli dalam menerima informasi, baik yang berkenaan dengan informasi pribadi, sosial, akademik, dan karir di masa datang. Karena itu selain menyediakan informasi secara lengkap, ruangannyapun mampu menopang banyak orang. Kelengkapan fasilitas yang melengkapi ruang biblio terapi yaitu daftar buku/ referensi (katalog), rak buku, ruang baca, buku daftar kunjungan


(41)

6. Ruangan relaksasi / desensitisasi

Merupakan ruang yang digunakan untuk latihan relaksasi/ desensitisasi, harus tenang, segar, nyaman, dan cukup penerangan sehingga memudahkan konseli untuk berkonsentrasi. Kelengkapan fasilitas yang melengkapi ruang relaksasi/ desensitisasi yaitu karpet, tape recorder, televisi, VCD/DVD, dan bantal.

7. Ruangan tamu

Merupakan tempat para tamu atau seseorang untuk menunggu, maka ruang tunggu haruslah disusun atau diatur sedemikian rupa, sehingga para pengunjung atau tamu merasa kerasan untuk menunggu atau berada di ruang yang bersangkutan. Kelengkapan fasilitas yang melengkapi ruang tamu yaitu kursi dan meja tamu, buku tamu, jam dinding, tulisan dan atau gambar yang memotivasi konseli untuk berkembang dapat berupa motto, peribahasa, dan lukisan.

Berdasarkan penjelasan diatas, maka indikator ruang BK terdiri dari bermacam-macam ruang BK berdasarkan keperluan untuk layanan BK yaitu (1) ruangan kerja bimbingan dan konseling; (2) ruangan administrasi / data, (3) ruangan konseling individual, (4) ruangan bimbingan dan konseling kelompok, (5) ruangan biblio terapi, (6) ruangan relaksasi/desensitisasi, (7) ruangan tamu.

2.2.4.2.3 Suasana Ruang Konseling

Untuk keperluan kegiatan pemberian bantuan kepada siswa, khususnya dalam rangka pelaksanaan konseling individu, mutlak diperlukan ruangan khusus dengan perlengkapan yang memadai dan nyaman, meskipun wujudnya sangat sederhana. Oleh karena itu ruang konseling perlu diatur dengan suasana yang nyaman, damai dan tenang serta memperoleh penyinaran yang cukup. Menurut BSNP suasana ruang konseling yaitu dapat memberikan kenyamanan suasana dan menjamin privasi peserta didik. Hal ini diperjelas lagi dalam (Winkel, 2012: 354-355) menyebutkan bahwa tatanan ruang konseling adalah sebagai berikut:


(42)

“(1) Ruang konseling memiliki warna cat tembok yang tenang, terdapat beberapa hiasan dinding, satu-dua pot tumbuh-tumbuhan, dan sinar cahaya yang tidak menyilaukan sehingga konseli merasa kerasan; (2) Penataan seluruh perabot ruang hendaklah sesuai, misalnya kedua tempat duduk memungkinkan untuk duduk dengan enak sampai agak lama sehingga susunan tempat duduk konselor dan konseli sebaiknya dapat diatur sedemikian rupa, misalnya konseli agak ke samping di sisi kiri atau kanan meja dan tidak duduk berhadapan langsung dengan konselor; (3) Jarak tempat duduk yang ideal adalah antara satu sampai satu setengah meter; (4) Bentuk bangunan ruang memungkinkan pembicaraan secara pribadi (privacy) dan tidak terpasang peralatan rekaman berupa alat rekaman audio atau video”

Sedangkan menurut Sukardi, (2010:98) menyebutkan bahwa ruangan konselor seharusnya ditata sebagai berikut:

a) Memberikan kesan segar dan nyaman agar menimbulkan perasaan senang dan betah bagi setiap orang yang berada di dalamnya.

b) Ruang konseling ditata secara artistik, sederhana, selalu dalam keadaan bersih dan rapi.

c) Ruang konseling hendaknya ditata sedemikian rupa sehingga siswa dan konselor/ guru pembimbing dalam keadaan rileks, tenang, dan damai selama proses konseling berlangsung.

d) Ruang konseling hendaknya mendapat penerangan atau sinar yang cukup, dan ventilasi yang cukup memadai.

e) Ruang konseling hendaknya tidak terganggu oleh suasana keributan di luar ruangan.

f) Dinding ruangan konseling dan hiasan di dalamnya dihiasi dengan berwarna yang lembut, dan sederhana tetapi menarik.

Berdasarkan beberapa pendapat diatas, maka dapat disimpulkan bahwa suasana ruang konseling yang nyaman dapat diatur dengan (1) dinding ruangan diberi warna yang lembut dan sederhana; (2) ruangan diberi ventilasi yang cukup; (3) bersifat artistik dan ruangan selalu rapi; (4) ruangan dapat memberikan rasa nyaman sehingga siswa merasa senang dan nyaman berada di ruangan tersebut, (5) dapat menjamin privasi siswa.


(43)

2.3

Keefektifan Layanan Konseling Individu

Pembahasan mengenai konsep keefektifan layanan konseling individu mengacu pada pengertian keefektifan dan konsep tentang layanan konseling individu.

2.3.1 Pengertian Keefektifan

Dalam kamus besar bahasa Indonesia (KBBI) kata keefektifan menunjukkan makna keadaan berpengaruh sehingga membawa hasil. Efektivitas menunjukkan ketercapaian sasaran atau tujuan yang telah ditetapkan. Prinsip efektivitas dalam Sugiyo (2011: 29) adalah apabila terdapat kesesuaian antara hasil yang dicapai dengan tujuan.

Efektivitas berarti berusaha untuk dapat mencapai sasaran yang telah ditetapkan sesuai dengan kebutuhan yang diperlukan, sesuai pula dengan rencana, baik dalam penggunaan data, sarana, maupun waktunya atau berusaha melalui aktivitas tertentu baik secara fisik maupun non fisik untuk memperoleh hasil yang maksimal baik secara kuantitatif maupun kualitatif (Supardi, 2013: 163). Untuk meningkatkan efektivitas dalam kegiatan pembelajaran atau layanan BK harus diperhatikan beberapa faktor: antara lain kondisi kelas, sumber belajar, media dan alat bantu (Kartimi dalam Supardi, 2013:164). Faktor tersebut merupakan faktor lingkungan yaitu sarana dan prasarana.

Berdasarkan penjelasan diatas, maka dapat disimpulkan pengertian keefektifan adalah keadaan yang berpengaruh terhadap suatu kegiatan dalam mencapai tujuan.


(44)

2.3.2 Layanan Konseling Individu

Pembahasan mengenai konsep layanan konseling individu akan diuraikan ke dalam beberapa bahasan yaitu pengertian layanan konseling individu, tujuan layanan konseling individu, komponen konseling individu, asas-asas konseling individu, operasionalisasi layanan konseling individu, faktor penghambat layanan konseling individu, dan indikator keefektifan layanan konseling.

2.3.2.1Pengertian Layanan Konseling Individu

Layanan konseling individu merupakan layanan konseling yang diselenggarakan oleh seorang pembimbing (konselor) terhadap seorang konseli dalam rangka pengentasan masalah pribadi konseli (Prayitno, 2012: 105). Melalui layanan konseling individu, konseli akan memahami kondisi dirinya sendiri, lingkungannya, permasalahan yang dialami, kekuatan dan kelemahan dirinya, serta kemungkinan upaya untuk mengatasinya.

Dalam Sukardi (2010: 63) mendefinisikan layanan konseling individu adalah layanan bimbingan dan konseling yang memungkinkan peserta didik yang mendapatkan layanan langsung secara tatap muka dengan guru pembimbing/ konselor dalam rangka pembahasan dan pengentasan permasalahannya.

Pietrofesa (1978) dalam bukunya The Authentic Counselor, mengemukakan secara singkat bahwa konseling adalah proses yang melibatkan seseorang profesional berusaha membantu orang lain dalam mencapai pemahaman dirinya (self-understanding), membuat keputusan dan pemecahan masalah (Latipun, 2004: 5).


(45)

Layanan konseling individu sering dianggap sebagai “jantung hatinya” pelayanan konseling, artinya konseling individu seringkali merupakan layanan esensial dan puncak (paling bermakna) dalam pengentasan masalah dan seorang ahli (konselor) yang mampu dengan baik menerapkan secara sinergis berbagai pendekatan, teknik dan asas-asas konseling dalam layanan konseling individu, diyakini akan mampu juga (dengan cara yang lebih mudah) menyelenggarakan jenis-jenis layanan lain dalam keseluruhan spectrum pelayanan konseling.

Berdasarkan beberapa pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa layanan konseling individu adalah proses hubungan membantu yang melibatkan seorang konselor (guru BK) dengan konseli (peserta didik) dalam rangka membahas masalah pribadi konseli dengan tujuan agar konseli mencapai pemahaman diri, membuat keputusan, dan pemecahan masalah.

2.3.2.2Tujuan Konseling Individu

Tujuan konseling individu terdapat dua yaitu tujaun umum dan tujuan khusus. Tujuan umum layanan konseling individu adalah agar konseli memahami kondisi dirinya sendiri, lingkungannya, permasalahan yang dialami, kekuatan dan kelemahan dirinya sehingga konseli mampu mengatasinya.

Sedangkan tujuan khusus layanan konseling individu dalam Prayitno (2012: 109) adalah merujuk kepada fungsi bimbingan dan konseling. Pertama, melalui layanan konseling peroranagn konseli memahami seluk-beluk masalah yang dialami secara mendalam dan komprehensif, serta positif dan dinamis (fungsi pemahaman). Kedua, pemahaman itu mengarah kepada dikembangkannya


(46)

persepsi dan sikap serta kegiatan demi terentaskannya secara spesifik masalah yang dialami konseli itu (fungsi pengentasan). Ketiga, pengembangan dan pemeliharaan potensi konseli dan berbagai unsur positif yang ada pada diri konseli akan dapat tercapai dilatarbelakangi oleh pemahaman dan pengentasan masalah konseli melalui layanan konseling individu (fungsi pengembangan/ pemeliharaan). Keempat, pengembangan/ pemeliharaan potensi dan unsur-unsur positif yang ada pada diri konseli, diperkuat oleh terentaskannya masalah, akan merupakan kekuatan bagi tercegah menjalarnya masalah yang sekarang sedang dialami itu, serta (diharapkan) tercegah pula masalah-masalah baru yang mungkin timbul (fungsi pencegahan). Kelima, apabila masalah yang dialami konseli menyangkut dilanggarnya hak-hak konseli sehingga konseli teraniaya dalam kadar tertentu, layanan konseling individu dapat menangani sasaran yang bersifat advokasi (fungsi advokasi).

2.3.2.3Komponen Konseling Individu

Prayitno (2012: 111-113) menyebutkan bahwa dalam layanan konseling individu berperan dua pihak yaitu, seorang konselor dan seorang konseli.

1. Konselor

Konselor adalah seorang ahli dalam bidang konseling yang memiliki kewenangan dan mandat secara profesional untuk melaksanakan kegiatan pelayanan konseling. Dalam layanan konseling individu konselor menjadi aktor yang secara aktif mengembangkan proses konseling melalui dioperasionalkannya pendekatan, teknik dan asas-asas konseling terhadap konseli. Dalam proses


(47)

konseling, selain media pembicaraan verbal, konselor juga dapat menggunakan media tulisan, gambar, media elektronik, dan media pembelajaran lainya, serta media pengembangan tingkah laku. Semua hal itu diupayakan konselor dengan cara-cara yang cermat dan tepat, demi terentaskannya masalah yang dialami konseli.

2. Konseli

Konseli adalah seorang individu yang sedang mengalami masalah, atau setidak-tidaknya sedang mengalami sesuatu yang ingin ia sampaikan kepada orang lain. Konseli menanggung semacam beban, uneg-uneg, atau mengalami suatu kekurangan yang ia ingin isi, atau ada sesuatu yang ingin dan atau perlu dikembangkan pada dirinya; semuanya itu agar ia mendapatkan suasana fikiran dan atau perasaan yang lebih ringan, memperoleh nilai tambah, hidup lebih berarti dan hal-hal positif lainnya dalam menjalani hidup sehari-hari dalam rangka rangka kehidupan dirinya secara menyeluruh.

2.3.2.4Asas-Asas Konseling Individu

Kekhasan yang paling mendasar layanan konseling individu adalah hubungan interpersonal yang amat intens antara konseli dan konselor. Asas-asas konseling memperlancar proses dan memperkuat bangunan yang ada dalam layanan konseling individu. Dasar etika konseling yang dikemukakan oleh Munro, Manthei, Small, dalam Prayitno (2012: 114) yaitu kerahasiaan, kesukarelaan, dan keputusan diambil oleh konseli sendiri, mendasari seluruh kegiatan layanan


(48)

konseling individu. Sedangkan menurut Prayitno (2012: 115-118) menyebutkan beberapa asas konseling individu yaitu

1. Kerahasiaan

Hubungan interpersonal yang amat intens sanggup membongkar berbagai isi pribadi yang paling dalam sekalipun, terutama pada sisi konseli. Untuk ini asas kerahasiaan menjadi jaminannya. Segenap rahasia pribadi konseli yang terbongkar menjadi tanggung jawab penuh konselor untuk melindunginya. Keyakinan konseli akan adanya perlindungan yang demikian itu menjadi jaminan untuk suksesnya pelayanan.

2. Kesukarelaan dan keterbukaan

Kesukarelaan penuh konseli untuk menjalani proses layanan konseling individu bersama konselor menjadi buah dari terjaminya kerahasiaan pribadi konseli. Dengan demikian kerahasiaan-kesukarelaan menjadi unsur dwi tunggal yang mengantarkan konseli ke arena proses layanan konseling individu. Asas kerahasiaan dan kesukarelaan akan menghasilkan keterbukaan konseli.

3. Keputusan diambil oleh konseli sendiri

Inilah asas yang secara langsung menunjang kemandirian konseli. Berkat rangsangan dan dorongan konselor agar konseli berfikir, menganalisis, menilai dan menyimpulkan sendiri; mempersepsi, merasakan dan bersikap sendiri atas apa yang ada pada diri sendiri dan lingkungannya; akhirnya konseli mampu mengambil keputusan sendiri untuk bertindak dan bertanggung jawab serta menanggung resiko yang mungkin ada sebagai akibat keputusan tersebut.


(49)

Asas kekinian diterapkan sejak awal konselor bertemu konseli. Dengan nuansa kekinianlah segenap proses layanan dikembangkan, dan atas dasar kekinian pulalah kegiatan konseli dalam layanan dijalankan.

5. Asas kenormatifan dan keahlian

Segenap aspek teknis dan isi layanan konseling individu adalah normatif; tidak ada satupun yang boleh terlepas dari kaidah-kaidah norma yang berlaku, baik norma agama, adat, hukum, ilmu, dan kebiasaan. Konseli dan konselor terikat sepenuhnya oleh nilai-nilai dan norma yang berlaku yang menjadi spectrum nilai-nilai karakter cerdas. Sebagai ahli dalam pelayanan konseling, konselor mencurahkan keahlian profesionalnya dalam pengembangan konseling individu untuk kepentingan konseling dengan menerapkan segenap asas tersebut di atas.

2.3.2.5Operasionalisasi Layanan Konseling Individu

Layanan konseling individu merupakan upaya yang unik; keunikannya itu bersumber pada diri konseli, masalah yang dialami konseli dengan berbagai keterkaitannya, serta diri konselor sendiri. Seunik apapun masalah konseli, konselor sejak awal perlu mempersiapkan diri dan merencanakan layanan konseling individu untuk masalah-masalah tersebut dengan sebaik-baiknya.

Prayitno (2012: 144-148) mengemukakan bahwa operasional layanan konseling individu terdiri dari perencanaan, pengorganisasian unsur-unsur, pelaksanaan, penilaian, tindak lanjut dan laporan. Adapun kajian tentang operasional atau prosedur layanan konseling individu yaitu sebagai berikut:


(50)

1. Perencanaan

Perencanaan merupakan langkah paling awal konselor yaitu mengidentifikasi konseli baik melalui proses pemanggilan maupun melalui perjanjian bagi konseli yang memerlukan waktu tersendiri untuk bertemu konselor. Menetapkan waktu pertemuan, tempat dan perangkat teknis penyelenggaraan layanan, fasilitas layanan dan kelengkapan administrasi merupakan bagian perencanaan yang esensial kemudian hasilnya dikemas dalam satuan layanan (SATLAN).

2. Pengorganisasian Unsur-Unsur

Untuk memanggil konseli, konselor perlu menyerahkan pemanggilan itu melalui prosedur administrasi secara cermat dengan cara yang bersifat mengajak dan menerapkan prinsip KTPS “Konseli Tidak Pernah Salah”. Kelengkapan yang akan digunakan konselor dalam layanan konseling individu seperti format isian, instrument yang akan digunakan, data yang akan dibahas, media informasi, bahan untuk tampilan kepustakaan. Tempat layanan dengan suasana yang nyaman dan menjamin terlaksananya asas kerahasiaan menjadi kewajiban konselor menciptakannya.

3. Pelaksanan

Pelaksanaan layanan konseling individu terselenggara sejak konselor menerima konseli, melalui berbagai kegiatan, terutama: (1) menyelenggarakan penstrukturan; (2) membahas masalah konseli dengan menggunakan teknik-teknik umum dan strategi BMB3; (3) mendorong pengentasan masalah konseli dengan menerapkan teknik-teknik khusus; (4) memantapkan komitmen konseli dalam pengentasan masalahnya.

4. Penilaiaan

Terhadap hasil layanan konseling individu perlu dilaksanakan tiga jenis penilaian, yaitu (1) penilaian segera (laiseg); (2) penilaian jangka pendek (laijapen); (3) penilaian jangka panjang (laijapang).

Penilaian segera dilaksanakan pada setiap akhir sesi layanan, sedang penilaian jangka pendek dilakukan setelah konseli pada masa pasca layanan selama satu minggu sampai satu bulan, penilaian jangka panjang setelah beberapa bulan. Fokus penialaian diarahkan kepada diperolehnya pemahaman konseli berkenaan dengan Acuan (A) yang perlu digunakan konseli untuk mengatasi masalahnya, Kompetensi (K) yang perlu dikuasai konseli untuk pengentasan masalahnya itu, arah Usaha (U) konseli yang perlu diwujudkan, kondisi Perasaan pada diri konseli berkenaan dengan kondisi AKUR-nya itu dan Kesungguhan (S) konseli dalam upaya pengentasan masalah pribadinya itu.

5. Tindak Lanjut dan Laporan

Melalui hasil penilaian (laiseg, laijapen dan laijapan) konselor menetapkan jenis dan arah tindak lanjut, dan mengkomunikasikannya kepada pihak terkait, yaitu konseli (jika diperlukan), pihak ketiga dengan tetap menjaga asas kerahasiaan. Dokumentasi LAPELPROG disiapkan, dilaporkan dan didokumentasikan dengan sebaik-baiknya.


(51)

2.3.2.6Faktor Penghambat Layanan Konseling Individu

Pelaksanaan layanan konseling individu adalah sebagai salah satu wujud nyata dalam penyelenggaraan pelayanan bimbingan dan konseling terhadap sasaran layanan (konseli) di sekolah. Dalam pelaksanaan pemberian layanan konseling individu, tentunya tidak lepas dari hambatan pelaksanaan layanan yang dialami oleh konselor. Hambatan tersebut dapat berupa faktor internal dan eksternal.

Winkel (2012: 353) menyebutkan kondisi adalah keadaan yang akan berpengaruh terhadap proses dan terhadap hubungan antarpribadi yang berlangsung selama wawancara konseling. Keadaan eksternal menyangkut hal-hal seperti lingkungan fisik di ruang untuk berwawancara konseling dan suasana yang diciptakan selama wawancara konseling. Keadaan internal menyangkut hal-hal pada konseli atau konselor sendiri, seperti sikap, sifat kepribadian, dan motivasi.

2.3.2.7Keefektifan Layanan Konseling Individu

Pengertian keefektifan adalah keadaan yang berpengaruh terhadap suatu kegiatan dalam mencapai tujuan. Konseling merupakan salah satu bentuk hubungan yang bersifat membantu. Hubungan membantu adalah membangun iklim yang kondusif bagi penghargaan timbal-balik, kepercayaan, kebebasan, komunikasi terbuka dan pemahaman umum tentang apa saja yang terlibat di dalam proses konseling. Shertzer dan Stone (1980) mendefinisikan hubungan konseling yaitu interaksi antara seseorang dengan orang lain yang dapat menunjang dan memudahkan secara positif bagi perbaikan orang tersebut. Agar


(52)

konseling dapat mencapai tujuan, maka hal yang perlu diperhatikan adalah proses konseling harus dapat terlaksana dengan efektif.

Suherman (2011: 15) menyebutkan bahwa keefektifan konseling sebagian besar ditentukan oleh kualitas hubungan antara konselor dengan klien bergantung kepada kemampuan dalam menerapkan teknik-teknik konseling serta kualitas pribadinya. Sedangkan Gibson (2011:249) menyebutkan bahwa efektivitas konseling ditentukan oleh efektivitas komunikasi konselor-klien.

Berdasarkan penjelasan tersebut maka yang dimaksud keefektifan konseling adalah proses hubungan membantu yang berkualitas agar dapat mencapai tujuan layanan.

Sofyan Willis (2004: 41-44) menyebutkan beberapa karakteristik proses hubungan membantu yaitu sebagai berikut

1. Hubungan konseling itu sifatnya bermakna, terutama bagi klien, demikian pula bagi konselor

Hubungan konseling mengandung harapan bagi klien dan konselor. Juga memiliki tujuan yang jauh yaitu tercapainya perkembangan klien. Hubungan konseling terjadi dalam suasana keakraban antara konselor dan klien (intimate), mengacu pada perkembangan potensi dan memecahkan masalah klien, mengurangi kecemasan, dan ada komitmen (keterikatan) antara kedua belah pihak (konselor-klien).

2. Bersifat afek

Afek adalah perilaku-perilaku emosional, sikap, dan kecenderungan-kecenderungan yang didorong oleh emosi. Didalam hubungan konseling afek memegang peranan penting. Afek hadir dalam hubungan konseling karena adanya keterbukaan diri klien, keterpikatan, keasyikan diri dan saling sensitif satu sama lain (konselor dan klien). Keterbukaan kadang-kadang dapat juga menimbulkan ketegangan dan keraguan. Karena untuk membuat diri jujur dan terbuka adalah berat bagi klien, terutama yang sudah lama menyimpan rahasia.

3. Integrasi pribadi

Dalam hubungan konseling integrasi pribadi (ketulusan, kejujuran, dan keutuhan) konselor dan klien adalah amat penting. Orang-orang yang terlibat dalam relasi konseling harus jujur secara emosional dan intelektual


(53)

Saling menghargai adalah penting, karena setiap orang mempunyai keunggulan sendiri-sendiri. Konselor harus memiliki kualitas pribadi yang menentramkan, menyenangkan, mendorong, menyegarkan dan menyembuhkan, menghapus kepura-puraannya, membuang kesombongan, arogansi dan kebohongan. Konselor dan klien masing-masing menampilkan keaslian diri (genuine) dan dapat dipercaya.

4. Persetujuan bersama

Hubungan konseling terjadi atas persetujuan bersama. Jika tanpa komitmen bersama, maka konseling akan dirasakan sebagai paksaan oleh klien. Jika klien merasa terpaksa, maka jangan diharapkan ada keterbukaan dan keterlibatan klien dalam dialog konseling.

5. Kebutuhan

Harapan mengandung makna adanya kebutuhan yang ingin terpenuhi melalui proses konseling. Hubungan dan proses konseling akan berhasil mencapai tujuan bila klien datang meminta bantuan atas dasar kebutuhannya. Kebutuhan klien mungkin butuh akan informasi, instruksi, nasehat, pemahaman, rencana, bantuan, dan treatmemt dari konselor. Orang yang meminta bantuan dengan sukarela berarti dia dewasa, sadar, dan mau percaya pada orang lain yang mau membantu. Sedangkan konselor akan menampakkan ciri-ciri sebagai berikut: memiliki kekuatan pribadi, ramah, energik, skill, berwawasan, dan teliti. Dengan sifat-sifat ini konselor akan mendapat kepercayaan dari klien dan kepercayaan diri klien juga akan meningkat.

6. Struktur

Dalam proses konseling terdapat struktur karena adanya keterlibatan konselor dan klien. Pertama, perbedaan identitas konselor dan klien. Mereka dilatarbelakangi kehidupan biologis, sosial, budaya, dan agama, sehingga mempunyai sikap-sikap dan kecenderungan tertentu. Kedua, struktur tugas antara konselor dan klien. Ketiga, adanya pola-pola respon dan stimulasi dalam hubungan konseling.

7. Kerjasama

Kerjasama antara konselor dan klien amat diperlukan, karena akan mempercepat tercapai tujuan konseling. Jika sekiranya klien bertahan maka ia menolak dan tertutup terhadap konselor. Akibatnya hubungan konseling akan macet. Demikian juga jika konselor kurang wawasan dan kurang terampil akan berakibat klien tidak berpartisipasi sehingga menghambat tujuan konseling.

8. Konselor mudah didekati, klien merasa aman

Konselor harus dirasakan oleh orang lain sebagai orang yang mudah didekati. Dia mudah menerima orang lain serta mudah memberi ide, saran, dan bantuan. Disamping itu klien merasa aman bersamanya. Konselor bebas dari rasa cemas, ragu-ragu, dan takut. Dia memperlihatkan penampilannya yang selalu prima, stabil, dan siap.

9. Perubahan (Keberhasilan Konseling)


(54)

potensi dan kelemahan diri. Selanjutnya adanya rencana untuk pengembangan potensi diri dan mengatasi masalah yang dihadapi. Sebenarnya dalam hubungan konseling, konselor dan klien saling belajar. Terutama klien, bahwa hasil belajar dan pengalaman konseling bersama konselor akan menghasilkan perubahan positif terhadap dirinya. Sebelum konseling klien amat menderita, bingung dan tak sanggup, dan tak berdaya. Namun setelah selesai melalui proses konseling, dia menjadi lebih sadar dan memahami diri, mendapatkan cara-cara yang terbaik untuk berbuat/ merencanakan mengenai kehidupannya, menjadi lebih dewasa, dan pribadinya terintegrasi. Perubahan internal dan eksternal terjadi didalam sikap dan tindakan serta persepsi terhadap diri, orang lain, dan dunia.

Menurut Suherman, (2011: 118-119) disebutkan bahwa keberhasilan konseling ditandai dengan perubahan perilaku konseli yang positif. Tetapi perubahan perilaku konseli akan tergantung pada kriteria penilaian perubahan perilaku yang diinginkan. Beberapa kriteria yang dapat digunakan untuk mengetahui bahwa telah terjadi perubahan perilaku pada konseli, diantaranya yaitu:

1) Berkurangnya kesalahan skolastik 2) Berkurangnya masalah indisipliner 3) Meningkatnya penggunaan jasa konseling

4) Perubahan perilaku sesuai dengan tujuan pendidikan 5) Berkurangnya angka siswa yang droup-out

6) Meningkatnya keikutsertaan dalam kegiatan ekstrakurikuler 7) Meningkatnya jumlah lulusan yang bekerja dan melanjutkan studi 8) Meningkatnya pemahaman diri

9) Meningkatnya penerimaan diri 10) Meningkatnya kepuasaan diri

11) Meningkatnya penerimaan terhadap orang lain

12) Meningkatnya tanggung jawab terhadap diri dan orang lain

Robinson dalam Abin Syamsuddin Makmun (2012: 290-291) mengemukakan beberapa kriteria keberhasilan dan keefektifan layanan bimbingan, yang terbagi ke dalam dua kriteria yaitu kriteria keberhasilan yang tampak segera dan kriteria jangka panjang.

1) Kriteria keberhasilan tampak segera, diantaranya:

(1) Apabila siswa telah menyadari (to be aware of) atas adanya masalah yang dihadapinya

(2) Apabila siswa telah memahami (self insight) permasalahan yang dihadapinya

(3) Apabila siswa telah mulai menunjukkan kesediaan untuk menerima kenyataan diri dan masalahnya secara obyektif (self acceptance). (4) Apabila siswa telah menurun ketegangan emosinalnya (emotional

stress release).

(5) Apabila siswa telah mulai menunjukkan sikap keterbukaannya (openness) serta mau memahami dan menerima kenyataan


(55)

(6) Apabila siswa telah mulai berkurang dan menurun penentangannya terhadap lingkungan

(7) Apabila siswa mulai menunjukkan kemampuannya untuk mengadakan pertimbangan, mengadakan pilihan dan pengambilan keputusan secara sehat dan rasional.

(8) Apabila siswa telah menunjukkan kesediaan dan kemampuan untuk melakukan usaha-usaha/ tindakan perbaikan dan penyesuaian, baik terhadap dirinya maupun terhadap lingkungannya, sesuai dengan dasar pertimbangan dan keputusan yang telah diambilnya

2) Kriteria keberhasilan jangka panjang, diantaranya:

(1) Apabila siswa telah menunjukkan kepuasan dan kebahagiaan dalam kehidupannya yang dibuahkan oleh tindakan-tindakan dan usaha-usahanya

(2) Apabila siswa telah mampu menghindari secara preventif kemungkinan-kemungkinan faktor yang dapat membawanya ke dalam kesulitan

(3) Apabila siswa telah menunjukkan sifat-sifat yang kreatif dan konstruktif, produktif, dan kontributif secara akomodatif sehingga ia diterima dan mampu menjadi anggota kelompok yang efektif. Menurut rogers dalam Hartono (2012: 92) kondisi psikologis dalam konseling mencakup keamanan dan kebebasan psikologis. Keamanan dan kebebasan psikologis merupakan kondisi dimana konseli merasa aman untuk mengekspresikan semua keluhan, kesulitan, dan semua hal yang membuat dirinya kecewa, tanpa adanya tekanan, paksaan, dan halangan dari pihak mana pun (Hartono, 2012:93). Situasi konseling harus diciptakan sebagai situasi yang menyenangkan, menggembirakan, dan membuat konseli merasa mendapatkan perlindungan.

Menurut Rogers dalam Hartono (2012: 93) menyebutkan bahwa keamanan psikologis dapat dimunculkan konselor melalui tiga proses yang berasosiasi, yaitu: menerima konseli sebagaimana adanya dengan segala kelebihan dan keterbatasannya, tidak melakukan evaluasi secara eksternal kepada konseli, dan memahami konseli secara empati. Sedangkan kebebasan psikologis adalah


(56)

pentingnya konselor mengizinkan konseli secara bebas berekspresi simbolis, sehingga konseli dapat mengungkapkan semua bentuk keluhannya, perasaannya, dan permasalahan yang sedang dialaminya. Berdasarkan penjelasan tersebut keamanan dan kebebasan psikologis dapat diartikan sebagai kenyamanan psikologis.

Sanders dan Mc Cormick (1993) menggambarkan konsep kenyamanan bahwa kenyamanan merupakan suatu kondisi perasaan dan sangat tergantung pada orang yang mengalami situasi tersebut. Menurut Kolcaba (2003) aspek-aspek kenyamanan terdiri dari:

a. Kenyamanan fisik berkenaan dengan sensasi tubuh yang dirasakan oleh individu itu sendiri.

b. Kenyamanan psikospiritual berkenaan dengan kesadaran internal diri, yang meliputi konsep diri, harga diri, makna kehidupan, seksualitas hingga hubungan yang sangat dekat dan lebih tinggi.

c. Kenyamanan lingkungan berkenaan dengan lingkungan, kondisi dan pengaruh dari luar kepada manusia seperti temperatur, warna, suhu, pencahayaan, suara, dll.

Menurut Hakim (2006) ada beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi kenyamanan antara lain (a) sirkulasi udara; (b) daya alam atau iklim seperti radiasi matahari, angin, curah hujan, temperatur; (c) kebisingan; (d) aroma atau bau-bauan; (e) keamanan; (f) kebersihan; (g) keindahan; (h) penerangan.

Selanjutnya, M. Surya (2003) dalam Hartono (2012: 92-93) mengemukakan beberapa kebutuhan psikologis yang terkait dengan proses konseling, yaitu: memberi dan menerima kasih sayang, kebebasan, memiliki kesenangan, perasaan mencapai prestasi, memiliki harapan, dan memiliki ketenangan. Kebutuhan psikologis ini harus diperhatikan konselor dalam membina hubungan konseling


(57)

Berdasarkan penjelasan tentang karakteristik hubungan dalam proses konseling diatas, bahwa yang menjadi obyek dalam penelitian ini adalah siswa. Peneliti ingin melihat kondisi-kondisi psikologis siswa selama proses konseling agar konseling berjalan efektif. Adapun yang menjadi indikator dalam penelitian ini yaitu (1) kenyamanan psikologis, (2) hubungan yang bermakna, (3) persetujuan bersama, (4) kerjasama.

2.4

Hubungan Antara Penggunaan Sarana Dan Prasarana

Konseling dengan keefektifan Layanan Konseling Individu

Pengertian keefektifan menunjukkan keadaan yang berpengaruh terhadap suatu kegiatan dalam mencapai tujuan. Tujuan layanan konseling individu secara umum yaitu agar konseli memahami kondisi dirinya sendiri, lingkungannya, permasalahan yang dialami, kekuatan dan kelemahan dirinya sehingga konseli mampu mengatasinya. Dengan kata lain, tujuan umum dari konseling individu mengarah pada telah terjadinya perubahan tingkah laku pada diri konseli kearah yang lebih baik. Seperti dalam Suherman (2011: 118-119) disebutkan bahwa keberhasilan konseling ditandai dengan perubahan perilaku konseli yang positif. Agar pelaksanaan layanan konseling individu berjalan efektif maka perlu adanya pengelolaan pelayanan bimbingan dan konseling. Pengelolaan pelayanan bimbingan didukung oleh adanya organisasi, personel pelaksana, sarana dan prasarana, dan pengawasan pelaksanaan layanan bimbingan (Depdiknas, 2004) dalam (Sukardi, 2010: 89).


(58)

dapat berjalan dengan berhasil atau mengalami hambatan, selain itu juga dapat diketahui manfaat dari layanan tersebut bagi siswa sehingga siswa akan tertarik untuk mengikuti kegiatan bimbingan dan konseling berikutnya, sedangkan bagi konselor sendiri akan dapat meningkatkan kinerjanya di mata stakeholder sekolah.

Keefektifan layanan konseling individu merupakan proses hubungan membantu yang berkualitas agar dapat mencapai tujuan layanan. Hubungaan berkualitas memiliki karakteristik diantaranya kenyamanan psikologis, hubungan yang bermakna, persetujuan bersama, dan kerjasama, keberhasilan konseling yang ditandai dengan perubahan konseli kearah yang positif. Keberadaan dan pemanfaatan sarana dan prasarana konseling merupakan modal utama dalam pelaksanaan layanan konseling individu seperti menurut Prayitno (2001:41) menyebutkan bahwa “agar pelaksanaan bimbingan dan konseling berjalan baik maka perlu adanya ruang tersendiri secara sederhana, menyenangkan, menarik dan teratur rapi”. Sedangkan menurut Gybers, Norman and Henderson Patricia

(2006: 97) disebutkan bahwa “Baseline information as the facilities available to

the current guidance program is needed on a building by building basis”.

Pernyataan tersebut memiliki arti bahwa untuk terlaksana suatu program bimbingan harus tersedia fasilitas dasar berupa ruang bimbingan. Oleh karena itu sarana dan prasarana merupakan bagian penting untuk terselenggaranya layanan konseling individu berjalan efektif.

Sarana dan prasarana bimbingan dan konseling merupakan semua peralatan dan perlengkapan serta fasilitas yang mendukung kerja dan kegiatan yang berhubungan dengan pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling utamanya


(1)

160

40 Afshoka Muhammad A VIII G

41 Dharma Adyan P VIII G

42 Haidar Allam P VIII G

43 Irgi Ahmad Alfahrezi VIII G

44 Khansa Talitha J VIII G

45 Naufaldi Zadira Z VIII G

46 Novandra Putra P VIII G

47 Rizky Khalmas T VIII G

48 M Fikri A VIII G

49 Ananda Nurul Adhelia VIII H

50 Shafira Innayah P VIII H

51 Syifa Salsabila Zein VIII H

52 Vania Arsanti VIII H

53 Angelina Sita A VIII I

54 Ilona Tesalonika VIII I

55 Akbar Divitrio Cherokee IX A

56 Wildan Nur Akbar K IX A

57 Daniar Lailarahma Wibowo IX B

58 Brigade Rahma S IX C

59 Difano Cristian IX F


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

Dokumen yang terkait

PEMAHAMAN GURU BK TENTANG LAYANAN BIMBINGAN DAN KONSELING (BK) FORMAT KLASIKAL DI SMP SE KOTA SEMARANG TAHUN AJARAN 20152016

13 82 168

HUBUNGAN ANTARA KETERAMPILAN DASAR KONSELING (KDK) DENGAN MINAT SISWA MENGIKUTI LAYANAN KONSELING INDIVIDU DI SMA NEGERI 1 GODONG TAHUN AJARAN 2014 2015

1 7 148

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP LAYANAN BIMBINGAN KONSELING DENGAN KEMANDIRIAN Hubungan Antara Persepsi Terhadap Layanan Bimbingan Konseling Dengan Kemandirian Belajar Pada Siswa.

0 1 17

KONTRIBUSI LAYANAN ADMINISTRASI SARANA PRASARANA DAN BIMBINGAN KONSELING Kontribusi Layanan Administrasi Sarana Prasarana Dan Bimbingan Konseling Terhadap Kepuasan Siswa Di SMP Batik Surakarta.

0 2 16

BAB I PENDAHULUAN Kontribusi Layanan Administrasi Sarana Prasarana Dan Bimbingan Konseling Terhadap Kepuasan Siswa Di SMP Batik Surakarta.

0 3 6

KONTRIBUSI LAYANAN ADMINISTRASI SARANA PRASARANA DAN BIMBINGAN KONSELING Kontribusi Layanan Administrasi Sarana Prasarana Dan Bimbingan Konseling Terhadap Kepuasan Siswa Di SMP Batik Surakarta.

0 2 14

HUBUNGAN ANTARA LAYANAN BIMBINGAN KONSELING DAN KEMAMPUAN PENYESUAIAN DIRI DENGAN Hubungan Antara Layanan Bimbingan Konseling Dan Kemampuan Penyesuaian Diri Dengan Prestasi Belajar Siswa.

0 0 17

HUBUNGAN ANTARA LAYANAN BIMBINGAN KONSELING DAN KEMAMPUAN PENYESUAIAN DIRI DENGAN Hubungan Antara Layanan Bimbingan Konseling Dan Kemampuan Penyesuaian Diri Dengan Prestasi Belajar Siswa.

0 0 18

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP LAYANAN BIMBINGAN KONSELING DENGAN KEDISIPLINAN BELAJAR Hubungan Antara Persepsi Terhadap Layanan Bimbingan Konseling Dengan Kedisiplinan Belajar.

0 0 16

(ABSTRAK) Pengaruh Sikap Proaktif Konselor Terhadap Minat Siswa Memanfaatkan Layanan Konseling Individu di SMP N 7 Semarang Tahun Ajaran 2009/2010.

0 0 1