PEMAHAMAN GURU BK TENTANG LAYANAN BIMBINGAN DAN KONSELING (BK) FORMAT KLASIKAL DI SMP SE KOTA SEMARANG TAHUN AJARAN 20152016

(1)

PEMAHAMAN GURU BK TENTANG LAYANAN

BIMBINGAN DAN KONSELING (BK) FORMAT KLASIKAL

DI SMP SE-KOTA SEMARANG

TAHUN AJARAN 2015/2016

SKRIPSI

Disusun sebagai salah satu syarat penyelesaian Studi Strata 1 untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan

Oleh Hari Nugroho

1301411060

JURUSAN BIMBINGAN DAN KONSELING

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG


(2)

(3)

(4)

iv

MOTO DAN PERSEMBAHAN

Moto :

“Lebih Baik Mencoba dan Gagal daripada Gagal Mencoba”. (penulis)

Persembahan :

Skripsi ini saya persembahkan untuk :

Jurusan Bimbingan dan Konseling, Fakultas Ilmu Pendidkan, Universitas Negeri Semarang.


(5)

v

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan

penyususnan skripsi dengan judul “Pemahaman Guru BK Tentang Layanan Bimbingan dan Konseling (BK) Format Klasikal di SMP Se-Kota Semarang

Tahun Ajaran 2015/2016”.

Penyusunan skripsi ini berdasarkan atas penelitian survey yang dilakukan dalam suatu prosedur terstruktur dan terencana. Dalam proses penulisan skripsi ini peneliti menemui kendala di lapangan seperti perijinan, lokasi antar sekolah dan respon responden, namun peneliti tetap berusaha menyelesaikan penelitian ini sampai selesai. Penulisan skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak, oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1) Prof. Dr. Fathur Rokhman, M.Hum. Rektor Universitas Negeri Semarang yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menempuh studi di Fakultas Ilmu Pendidikan Jurusan Bimbingan dan konseling.

2) Prof. Dr. Fakhrudin, M.Pd Dekan Fakultas Ilmu pendidikan Universitas Negeri Semarang yang telah memberikan izin penelitian untuk menyelesaikan skripsi ini.

3) Drs. Eko Nusantoro, M.Pd. Kons., Ketua Jurusan Bimbingan dan Konseling Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Semarang.

4) Drs. Suharso, M.Pd. Kons., Dosen pembimbing yang memberikan bimbingan dan motivasi untuk kesempurnaan dan terselesaikan skripsi ini.


(6)

vi

5) Tim dosen penguji yang telah menguji skripsi dan memberikan masukan untuk kesempurnaan skripsi ini.

6) Dr. Anwar Sutoyo M.Pd, dosen Wali yang selalu memberikan semangat selama menempuh studi di Universitas Negeri Semarang.

7) Bapak dan Ibu Dosen Jurusan Bimbingan dan Konseling yang telah memberikan ilmu yang bermanfaat bagi penulis.

8) Kepala Sekolah dan Bapak/Ibu Guru BK di SMP Negeri Kota Semarang yang telah memberikan ijinnya dan bersedia menjadi responden untuk penelitian ini.

9) Teman – teman seperjuangan bimbingan dan konseling angkatan 2011. 10) Serta pihak – pihak yang telah mendukung dan membantu dalam penelitian

ini yang tidak dapat disebut satu persatu.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, untuk itu diharapkan kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak demi kesempurnaan skripsi ini. Penulis juga berharap, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi para pembaca yang budiman.

Semarang, januari 2016


(7)

vii ABSTRAK

Nugroho, Hari. 2015. Pemahaman Guru BK Tentang Layanan Bimbingan dan Konseling Format Klasikal di SMP Negeri Se – Kota Semarang Tahun Ajaran 2015/2016. Skripsi, Jurusan Bimbingan dan Konseling Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Semarang. Pembimbing : Drs. Suharso, M.Pd.,Kons.

Kata Kunci : pemahaman guru BK, layanan bimbingan dan konseling format klasikal,

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh fenomena yang peneliti temukan di lapangan bahwa masih ada guru BK yang melaksanakan layanan penguasaan konten seperti layanan informasi, sehingga tidak ada beda antara satu layanan dengan layanan lain. Setiap layanan mempunyai tujuan dan fungsi masing – masing sehingga bila pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling format klasikal tidak ada beda dengan layanan lainya maka tujuan dari layanan tidak akan tercapai dengan maksimal. Salah satu penyebab dari fenomena tersebut adalah kurangnya pemahaman guru BK tentang layanan BK format klasikal yang mengakibatkan dalam melaksanakan layanan tidak sesuai dengan apa yang seharusnya. Permasalahan yang ingin dikaji dalam penelitian ini adalah bagaimanakah pemahaman guru BK tentang layanan BK format klasikal.

Jenis penelitian yang digunakan adalah survey. Populasi penelitian ini adalah seluruh guru BK di SMP Negeri Se-Kota Semarang yang berjumlah 139 guru. Teknik sampling yang digunakan adalah Cluster Proportional Random Sampling dan diperoleh sampel penelitian sejumlah 40 guru. Metode pengumpulan data dengan menggunakan instrument tes pemahaman guru BK tentang layanan BK format klasikal.

Hasil dari penelitian menunjukan rata – rata pemahaman guru BK tentang layanan BK format klasikal berada pada kategori rendah dengan persentase 61,52%. Hasil pemahaman layanan orientasi sebesar 63,51% dengan kategori rendah, pemahaman layanan informasi sebesar 62,33% dengan krieteria rendah, pemahaman layanan penguasaan konten sebesar 62,12% dengan kategori rendah, sedangkan untuk pemahaman layanan penguasaan konten sebesar 58,13% dengan kategori rendah. Pemahaman guru BK dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain latarbelakang pendidikan, pengalaman menjadi guru BK, keikut sertaan dalam MGBK, dan kesadaran guru BK akan pentingnya layanan BK.

Simpulan dari penelitian ini ialah pemahaman guru BK tentang layanan BK format klasikal berada pada kategori rendah. Sehubungan dengan hasil penelitian ini guru BK hendaknya senantiasa meningkatkan pemahaan dan kemampuannya dalam memberikan layanan, khususnya layanan BK format klasikal. Pemahaman yang baik akan membantu dalam memberikan layanan kepada siswa, sehingga tujuan dan fungsi dari setiap layanan akan tercapai dengan maksimal. Guru BK juga harus selalu update dengan teknologi yang ada sehingga dalam memberikan layanan akan semakin menarik.


(8)

viii DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ... i

PENGESAHAN ... ii

PERNYATAAN ... iii

MOTO DAN PERSEMBAHAN ... iv

KATA PENGANTAR ... v

ABSTRAK ... vii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 5

1.3 Tujuan Penelitian ... 6

1.4 Manfaat Peneltitian ... 7

1.5 Sistematika Skripsi ... 7

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu ... 9

2.2 Pemahaman Guru Bimbingan dan Konseling ... 11

2.3 Layanan Bimbingan dan Konseling Format Klasikal ... 16

2.3.1 Layanan Orientasi ... 19

2.3.2 Layanan Informasi ... 24

2.3.3 Layanan penguasaan konten ... 33

2.3.4 Layanan penempatan dan penyaluran ... 40


(9)

ix BAB 3 METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian ... 47

3.2 Variabel Penelitian ... 49

3.2.1 Identifikasi Variabel ... 49

3.2.2 Definisi Operasional... 50

3.3 Populasi, Sampel, dan Teknik Sampling ... 50

3.3.1 Populasi ... 50

3.3.2 Sampel dan Teknik Sampling ... 52

3.4 Metode Pengumpulan Data ... 53

3.4.1 Alat Pengumpulan Data ... 54

3.4.2 Penyusunan Instrumen ... 54

3.5 Validitas dan Reliabilitas Instrumen ... 62

3.5.1 Validitas ... 62

3.5.2 Reliabilitas ... 63

3.6 Hasil Uji Coba Instrumen Penelitian... 64

3.6.1 Hasil Uji Validitas Instrumen Tes ... 64

3.6.2 Hasil Uji Reliabilitas Instrumen tes ... 65

3.7 Metode Analisis Data Penelitian ... 65

BAB 4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian ... 67

4.1.1 Pemahaman Guru BK Tentang Layanan BK Format Klasikal ... 67

4.1.1.1 Pemahaman Guru BK Layanan Orientasi ... 70

4.1.1.2 Pemahaman Guru BK Layanan Informasi ... 71

4.1.1.3 Pemahaman Guru BK Layanan Penguasaan Konten ... 72

4.1.1.4 Pemahaman Guru BK Layanan Penempatan dan Penyaluran ... 74

4.2 Pembahasan ... 75


(10)

x BAB 5 PENUTUP

5.1 Simpulan ... 84

5.2 Saran ... 84

DAFTAR PUSTAKA ... 86


(11)

xi

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

3.1 Daftar Populasi Guru BK SMP Negeri Kota Semarang ... 50

3.2 Daftar Sampel Penelitian... 53

3.3 Kisi – Kisi Instrumen Penelitian ... 55

3.4 Item yang valid dan Pengganti ... 65

3.5 Kategori Tingkat Pemahaman guru BK ... 66

3.6 kategori skor nilai pemahaman ... 67

4.1 Tingkat Pemahaman Layanan BK Format Klasikal ... 68

4.2 Analisis Subvariabel Pemahaman Guru BK ... 69

4.3 Analisis indikator pemahaman tentang layanan orientasi ... 70

4.4 Analisis indikator pemahaman guru BK tentang layanan informasi ... 71

4.5 Analisis Pemahaman Tentang Layanan Penguasaan Konten... 73

4.6 Analisis pemahaman Guru BK Tentang layanan penempatan dan penyaluran ... 74


(12)

xii

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

3.3 Langkah dasar penyusunan instrument ... 54 4.1 Tingkat Pemahaman Layanan BK Format Klasikal ... 68 4.2 Analisis Subvariabel Pemahaman Teori Guru BK ... 69 4.3 Analisis indikator pemahaman guru BK Tentang layanan

Orientasi ... 70 4.4 Analisis indikator pemahaman teori guru BK tentang

layanan informasi ... 72 4.5 Analisis Pemahaman Guru BK Tentang Layanan Penguasaan

Konten ... 73 4.6 Analisis pemahaman Guru BK Tentang layanan


(13)

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Data Guru BK SMP Negeri Kota Semarang ... 90

2. Daftar Sampel Penelitian... 96

3. Kisi – kisi Uji Coba ... 98

4. Instrumen Uji Coba ... 104

5. Hasil Validitas instrument ... 113

6. Reliabilitas ... 119

7. Kisi – kisi Instrumen Penelitian ... 120

8. Instrumen Penelitian... 126

9. Tabulasi hasil analisis pemahaman guru BK ... 135


(14)

1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang Masalah

Bimbingan dan konseling merupakan salah satu komponen penting dalam dunia pendidikan. Bimbingan dan konseling di sekolah merupakan usaha dari pemerintah yaitu bertujuan untuk meningkatkan mutu pendidikan Indonesia. Hal ini tentunya perlu diikuti dengan kesadaran semua pihak yang ada di sekolah untuk membantu terselenggaranya bimbingan dan konseling, karena bimbingan dan konseling merupakan satu-kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dalam proses pendidikan. Di dalam pendidikan khususnya di lingkungan sekolah bimbingan dan konseling mempunyai beberapa fungsi seperti yang dikemukakan Prayitno dan Erman Amti (2004: 197) bahwa “bimbingan dan konseling mempunyai fungsi yang dapat dikelompokkan menjadi empat fungsi yaitu pemahaman, fungsi pencegahan, fungsi pengentasan, dan fungsi pemeliharaan dan pengembangan yang bertujuan untuk memaksimalkan perkembangan siswa dalam bidang pribadi,

sosial, belajar dan karir kearah yang lebih baik”.

Bentuk layanan bimbingan dan konseling menurut Prayitno dan Amti (2004: 253) adalah dengan memberikan sembilan layanan dan enam kegiatan pendukung. Sembilan layanan tersebut meliputi layanan orientasi, layanan informasi, layanan penempatan dan penyaluran, layanan penguasaan konten, layanan bimbingan kelompok, layanan konseling kelompok, layanan konseling individual, layanan konsultasi dan layanan mediasi. Sedangkan enam kegiatan


(15)

pendukung yaitu himpunan data, tampilan pustaka, konfrensi kasus,dan kunjungan rumah. Semua layanan dan kegiatan pendukung tersebut mengacu pada bidang bimbingan dan konseling yaitu bidang belajar, sosial, pribadi dan karir.

Direktorat jendral peningkatan mutu pendidikan dan tenaga kependidikan departemen pendidikan nasional 2007 (2007: 40) menjelaskan bahwa “layanan bimbingan klasikal adalah suatu pelayanan dasar bimbingan yang dirancang menuntut guru BK untuk melakukan kontak langsung dengan para siswa didik di kelas secara terjadwal”. Menurut Gysbers dan Henderson (2005) dalam Sunani (2012) menyatakan “bahwa bimbingan klasikal ini merupakan bentuk kegiatan bimbingan yang diselenggarakan dalam Guidance Curriculum yang merupakan jantung dari layanan BK”. Dari Sembilan layanan bimbingan dan konseling yang bisa dilaksanakan dengan format klasikal terdiri dari layanan orientasi, layanan informasi, layanan penguasaan konten dan layanan penempatan dan penyaluran. Tiap layanan dalam bimbingan format klasikal mempunyai fungsi dan peranan masing-masing, layanan informasi bertujuan untuk memberikan informasi tertentu kepada siswa sesuai dengan kebutuhan siswa. Layanan orentasi bertujuan untuk mengenalkan siswa kepada lingkungan baru misalnya lingkungan kelas dan lingkungan sekolah. Layanan penguasaan konten bertujuan untuk memberikan pelatihan kepada siswa tentang konten tertentu sesuai dengan kebutuhan siswa, misalnya bagaimana memanajemen waktu yang baik. Sedangkan layanan penempatan dan penyaluran bertujuan untuk membantu menempatkan dan menyalurkan potensi yang dimiliki siswa ke dalam kegiatan tertentu yang mendukung pengembangan potensi tersebut.


(16)

Namun fungsi dan tujuan dari setiap layanan bimbingan dan konseling format klasikal tidak selalu dapat tercapai secara maksimal karena di lapangan masih ditemui guru BK yang dalam pelaksanaanya antara layanan BK format klasikal yang satu dengan yang lain tidak ada beda. Contoh nyata yang diperoleh peneliti selama mengikuti praktik pengalaman lapangan di SMP Negeri Mungkid dijumpai guru BK yang melaksanakan layanan penguasaan konten tetapi seperti layanan informasi. Untuk mendukung apakah fenomena tersebut juga terjadi di kota Semarang, peneliti melakukan wawancara pada tanggal 9 mei 2015 dengan 2 guru BK di SMP Negeri 16 kota semarang. Hasil dari wawancara tersebut antara lain: (1) ada guru bimbingan dan konseling yang kurang memahami pelaksanaan dari setiap layanan BK format klasikal. (2) ada guru bimbingan dan konseling yang melaksanakan layanan penguasaan konten dengan menggunakan metode ceramah, (3) ada guru bimbingan dan konseling yang tidak membuat satuan layanan setiap kali memberikan layanan klasikal kepada siswa. (lampiran 10)

Beberapa hal yang menjadi penyebab kurang optimalnya pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling format klasikal menurut Sunani (2012) dalam artikel ilmiahnya tidak sedikit guru BK yang (1) tidak melaksanakan layanan format klasikal karena tidak tersedia jam/jadwal, (2) melaksanakan layanan format klasikal tanpa rencana palaksanaan layanan, (3) menggunakan metode ceramah sehingga terlihat monoton, (4) tanpa penilaian proses layanan sehingga kurang dapat diketahui tingkat keberhasilannya, (5) tanpa memanfaatkan media atau lembar kerja sehingga pencapaian tujuan kurang signifikan. Kurang optimalnya pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling bisa terjadi karena


(17)

faktor internal dan eksternal guru bimbingan dan konseling. Faktor internal berdasarkan fenomena di atas bisa terjadi karena guru bimbingan dan konseling yang kurang memahami layanan bimbingan dan konseling format klasikal. Sedangkan faktor eksternal antara lain sarana yang kurang dan tidak adanya jam layanan bimbingan dan konseling.

Layanan bimbingan dan konseling format klasikal penting bagi siswa karena setiap layanan BK format klasikal (layanan orientasi, layanan informasi, layanan penguasaan konten, dan layanan penempatan dan penyaluran) terdapat fungsi dan peranan masing–masing layanan yang bertujuan untuk mengoptimalkan perkembangan siswa. Selain itu dengan adanya layanan bimbingan dan konseling format klasikal guru BK akan lebih dekat dengan siswa serta dapat mengetahui bagaimana kondisi siswa di dalam kelas. Layanan format klasikal merupakan layanan yang efisien karena bisa mencangkup beberapa siswa sekaligus. Jika dalam pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling format klasikal guru BK tidak sesuai dengan apa yang seharusnya maka akan berdampak negatif terhadap pelayanan kepada siswa. Setiap tujuan dari layanan bimbingan dan konseling format klasikal tidak tercapai secara optimal.

Pemahaman guru BK tentang layanan BK format klasikal sangat diperlukan karena setiap layanan mempunyai tujuan dan fungsi yang berbeda– beda, sehingga apabila dalam pelaksanaanya kurang optimal maka tujuan dan fungsi setiap layanan tidak akan tercapai dengan optimal. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005: 350) disebutkan bahwa “pemahaman mengandung arti


(18)

proses, perbuatan, cara memahami atau menanamkan”. Pemahaman tentang fungsi, tujuan, dan tahap–tahap pelaksanaan dari layanan bimbingan dan konseling format klasikal menjadi dipertanyakan ketika masih ada guru bimbingan dan konseling yang kurang maksimal dalam melaksankaan layanan bimbingan dan konseling format klasikal.

Dari latar belakang di atas, maka peneliti berkeinginan menyusun

penelitian yang berjudul “Pemahaman Guru Bimbingan dan Konseling Tentang Layanan Bimbingan dan Konseling Format Klasikal di SMP Negeri se-Kota

Semarang tahun 2015/2016”.

1.2

Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka rumusan masalah secara umum yaitu bagaimana pemahaman guru BK tentang layanan BK format klasikal di SMP Negeri se-Kota Semarang? dan secara khusus rumusan masalah dari penelitian ini antara lain :

1. Bagaimana pemahaman guru bimbingan dan konseling tentang layanan orientasi?

2. Bagaimana pemahaman guru bimbingan dan konseling tentang layanan informasi?

3. Bagaimana pemahaman guru bimbingan dan konseling tentang layanan penguasaan konten?

4. Bagaimana pemahaman guru bimbingan dan konseling tentang layanan penempatan dan penyaluran?


(19)

1.3

Tujuan Penelitian

Dari rumusan di atas maka tujuan umum yang ingin dicapai adalah untuk mengetahui tingkat pemahaman guru BK tentang layanan bimbingan dan konseling format klasikal di SMP Negeri se–Kota Semarang. Sedang tujuan secara khusus yang ingin dicapai antara lain untuk mengetahui :

1. Tingkat pemahaman guru bimbingan dan konseling tentang layanan orientasi. 2. Tingkat pemahaman guru bimbingan dan konseling tentang layanan

informasi.

3. Tingkat pemahaman guru bimbingan dan konseling tentang layanan penguasaan konten.

4. Tingkat pemahaman guru bimbingan dan konseling tentang layanan penempatan dan penyaluran.

1.4

Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan akan memberikan manfaat sebagai berikut:

1. Manfaat teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi dan memberikan sumbangan konseptual bagi penelitian sejenis dalam rangka mengembangkan ilmu pengetahuan dan kemajuan dunia pendidikan khususnya bimbingan dan konseling.


(20)

2. Manfaat praktis

1) Bagi guru BK sekolah diharapkan dapat menambah pengetahuan guru BK dalam meningkatkan kinerja serta meningkatkan layanan kepada peserta didik khususnya layanan BK format klasikal.

2) Penelitian ini diharapkan memberikan masukan bagi sekolah untuk meningkatkan dan memajukan kualitas sekolah pada umumnya dan bimbingan dan konseling pada khususnya.

3) Bagi mahasiswa dari penelitian ini diharapkan dapat menambah pengalaman dan pengetahuan dalam melaksanakan bimbingan dengan format klasikal.

1.5

Sistematika Skripsi

Peneliti menyusun sistematika penulisan skripsi untuk memberikan gambaran menyeluruh mengenai skripsi ini. Dalam skripsi ini terdiri dari lima bab yaitu pendahuluan, tinjauan pustaka, metode penelitian hasil penelitian dan pembahasan, dan penutup.

Bab 1 yaitu pendahuluan yang berisi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan garis besar sistemaika skripsi.

Bab 2 yaitu landasan teori yang berisi teori-teori yang melandasi permasalahan di dalam skripsi. Pada bab ini berisi tentang pemahaman layanan BK format klasikal yang terdiri dari pengertian, tujuan, fungsi, tahap – tahap pelaksanaan layanan BK format klasikal.


(21)

Bab 3 yaitu metodologi penelitian yang berisi jenis penelitian, variabel penelitian, populasi dan sampel, metode pengumpulan data, validitas dan reliabilitas instrumen, serta teknik analisis data.

Bab 4 yaitu hasil penelitian dan pembahasan yang berisi hasil-hasil penelitian dan pembahasan dari penelitian.

Bab 5 yaitu simpulan dan saran yang berisi kesimpulan-kesimpulan dari hasil penelitian dan saran-sarannya.


(22)

82

BAB 2

LANDASAN TEORI

Dalam bab ini akan menguraikan tentang pokok bahasan yaitu Pemahaman guru BK tentang layanan BK format klasikal yang terdiri atas: layanan orientasi, layanan informasi, layanan penguasaan konten, dan layanan penempatan dan penyaluran.

2. 1 Penelitian Terdahulu

Untuk memperkuat penelitian ini, peneliti akan mengemukakan hasil penelitian terdahulu yang berkaitan dengan penelitian yang akan dilakukan. Adapun pokok bahasan yang diuraikan dalam penelitian terdahulu adalah sebagai berikut :

1) Penelitian yang dilakukan oleh Adam Aulia Malik tahun 2015 yang berjudul

“Tingkat Pemahaman Konselor Tentang Kopetensi Profesional dalam

Pelayanan Bimbingan dan Konseling di SMA Negeri se-Kabupaten Pemalang

Tahun 2014/2015”. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa tingkat

pemahaman kompetensi professional dalam pelayanan bimbingan dan konseling di SMA se-Kabupaten Pemalang tahun 2014/2015 tergolong tinggi (71%). (Adam Aulia Malik: 2015)

2) Penelitian yang dilakukan oleh Aimatul Husna tahun 2014 yang berjudul

“Tingkat Pemahaman Konselor Terhadap Implementasi Bimbingan dan

Konseling Dalam Kurikulum 2013 di SMA Se-kabupaten Cilacap”. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa pemahaman konselor terhadap posisi BK dalam kurikulum 2013 sebesar 72,46% (tinggi), pemahaman konselor


(23)

terhadap program BK dalam kurikulum 2013 sebesar 71,6% (tinggi), dan pemahaman konselor terhadap implementasi program BK dalam kurikulum 2013 sebesar 67,20% (sedang). Dari hasil penelitian tersebut implementasi program BK masih berkatoegori sedang dan belum maksimal. (Aimatul Husna: 2014)

3) Penelitian yang dilakukan oleh Ika kurniawati pada tahun 2014 yang berjudul pemahaman guru BK terhadap evaluasi program bimbingan dan konseling di SMA Negeri se-Kota Tegal. Hasil penelitian itu menunjukan bahwa pemahaman guru BK terhadap konsep dasar evalusi program bimbingan dan konseling sebesar 79,16% (sedang), pemahaman guru BK terhadap prosedur pelaksanaan evaluasi program BK sebesar 75,96% (sedang), dan untuk hasil wawancara menunjukan bahwa guru BK tidak memahami prosedur pelaksanaan evaluasi program BK dengan baik. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pemahaman konselor terhadap pelaksanaan evaluasi program BK masih kurang maksimal. (Ika kurniawati: 2014)

Beberapa penelitian terdahulu diatas menunjukan bahwa tingkat pemahaman konselor tentang program BK masih kurang maksimal. Dari penelitian tersebut peneliti ingin mengetahui pemahaman guru BK yang berkaitan dengan program BK khususnya layanan BK format klasikal. Keterkaitan penelitian diatas dengan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti adalah, penelitian ini dapat melengkapi penelitian sebelumnya. Adapun karakteristik yang membedakan penelitian terdahulu dengan penelitian yang akan dilakukan adalah fokus yang dilakukan adalah tentang layanan BK format klasikal.


(24)

2.2

Pemahaman Guru Bimbingan dan Konseling

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005: 350) disebutkan bahwa

“pemahaman mengandung arti proses, perbuatan, cara memahami atau

menanamkan”. Menurut Sardiman (2006: 43) “pemahaman (comprehension) adalah menguasai sesuatu dengan pikiran atau mengerti secara mental makna dan

filosofisnya, maksud dan implikasi serta aplikasinya”. Dapat dimaknai bahwa

pemahaman merupakan kerja pikiran yang mampu untuk menguasai sesuatu hal dengan mengerti maksud dari hal tersebut, serta mengerti implikasi serta aplikasinya. Pengertian pemahaman yang dikemukakan oleh para ahli Menurut Taksonomi Bloom (Daryanto, 2008: 106) mengemukakan bahwa :

“Pemahaman (comprehension) kemampuan ini umumnya mendapat penekanan dalam proses belajar mengajar. Siswa dituntut untuk memahami atau mengerti apa yang diajarkan, mengetahui apa yang sedang dikomunikasikan dan dapat memanfaatkan isinya tanpa keharusan menghubungkannya dengan hal-hal lain. Bentuk soal yang sering digunakan untuk mengukur kemampuan ini adalah pilihan ganda

dan uraian”.

Sedangkan menurut Tyler dalam Awalya (1995: 31) “pemahaman adalah kemampuan memperoleh makna dan atau kemampuan untuk memprediksi,

sebagai tugas yang amat sulit”. Pemahaman adalah suatu proses, seperti ang dikemukakan oleh Gilmore (dalam Awalya, 1995: 32) bahwa terdapat tiga fase proses pemahaman yang dapat dilakukan guru BK. Proses pemahaman dapat dilakukan dengan tiga tahapan yang dijelaskan sebagai berikut:


(25)

1. Fase I/ Data Input, yaitu guru BK menerima informasi verbal dan non verbal.

2. Fase II/ Data Processing, yaitu informasi yang telah diperoleh kemudian diproses melalui sistem konstruk guru BK, diorganisir dan disimpan.

3. Fase III/ Data Output, yaitu melakukan koreksi, konfirmasi, dan kemudian tindak lanjut terhadap informasi yang telah diperoleh guru BK.

Dari tiga fase yang disebutkan dia atas dapat dijelaskan bahwa dalam memperoleh pemahaman maka tahap pertama yang harus dilakukan yaitu guru BK mencari informasi baik verbal dan non verbal tentang suatu hal. Setelah mendapatkan informasi kemudian mulai diproses dan diorganisir sesuai kebutuhan serta disimpan. Proses berlanjut pada pengkoreksian serta pencarian kebenaran atau konfirmasi dari informasi tersebut, setelah mendapatkan dasar kebenaran informasi tersebut dan berbagi penguatan maka fase dalam pemahaman diikuti tindak lanjut. Tindak lanjut ini dapat berupa tindak lanjut yang mendukung informasi atau justru menolak informasinya.

Memahami (Understand) adalah mengkonstruk makna atau pengertian berdasarkan pengetahuan awal yang dimiliki, mengaitkan informasi yang baru dengan pengetahuan yang telah dimiliki, atau mengintegrasikan pengetahuan yang baru ke dalam skema yang telah ada dalam pemikiran. Karena penyusun skema adalah konsep, maka pengetahuan konseptual merupakan dasar pemahaman. Kategori memahami mencakup tujuh proses kognitif menurut Bloom dalam (Widodo, 2006: 7) yaitu :


(26)

1) Menafsirkan (interpreting)

Mengubah dari satu bentuk informasi ke bentuk informasi yang lainya, misalnya dari kata ke grafik atau gambar, dari kata-kata ke angka, maupun dari kata-kata-kata-kata ke kata-kata-kata-kata, misalnya meringkas atau membuat parafrase. Informasi yang disajikan dalam

tes haruslah “baru” sehingga dengan mengingat saja siswa tidak

akan bisa menjawab soal yang diberikan. Istilah lain untuk menafsirkan adalah mengklarifikasi, memparafrase, menerjemahkan, menyajikan kembali.

2) Memberikan contoh (exemplifying)

Memberikan contoh dari suatu konsep atau prinsip yang bersifat umum. Memberikan contoh menuntut kemampuan mengidentifikasi ciri khas suatu konsep dan selanjutnya menggnakan ciri tersebut untuk membuat contoh. Istila lain untuk memberikan contoh adalah memberikan ilustrasi dan mencontohkan.

3) Mengklarifikasikan (classifying)

Mengenali bahwa sesuatu (benda atau fenomena) dalam kategori tertentu. Termasuk dalam kemampuan mengkelasifikasikan atau mengenali ciri-ciri yang dimiliki suatu benda atau fenomena. Istilah lain untuk mengkelasifikasikan adalah mengkategorikan (categorising).

4) Meringkas (summarising)

Membuat suatu pernyataan yang mengawali seluruh informasi atau membuat suatu abstrak dari sebuah tulisan. Meringkas menuntut siswa untuk memilih inti dari suatu informasi dan meringkasnya. Istilah lain untuk merngkas adalah membuat generalisasi (generalising) dan mengabstraksi (abstracting).

5) Menarik inferensi (inferring)

Menemukan sustu pola dari sederetan contoh atau fakta. Untuk dapat melakkan inferensi siswa harus terlebih dapat menarik abstraksi suatu konsep/prinsip berdasarkan sejumlah contoh yang ada. Istilah lain untuk menarik inferensi adalah mengekploitasi (extrapolating), menginterpolasi (interpolating), mempresiksi (predicting), dan menarik kesimpulan (concluding).

6) Membandingkan (comparing)

Medeteksi persamaan dan perbedaan yang dimili dua objek, ide, ataupun situasi. Membandingkan mencangkup juga menemukan kaitan antara unsur-unsur satu objek atau keadaan dengan unsur yang dimiliki objek atau keadaan lain. Istilah lain untuk


(27)

membandingkan adalah mengkontraskan (contrasting), mencocokkan (matching), dan memetakan (mapping).

7) Menjelaskan (explaining)

Mengkontruk dan menggunakan model sebab-akibat dala suatu sistem. Termasuk dalam menjelaskan adalah menggunakan model tersebut unutk mengetahui apa yang terjadi apabila salah satu bagian sistem tersebut diubah. Istilah lain untuk menjelaskan adalah mengkontruksi model (constructing model).

Berdasarkan pendapat diatas, dapat disimpulkan pemahaman adalah kemampuan seseorang untuk mengerti atau memahami sesuatu setelah sesuatu itu diketahui dan diingat, memahami atau mengerti apa yang diajarkan, mengatakan apa yang sedang dikomunikasikan dan dapat memanfaatkan isinya tanpa keharusan menghubungkannya dengan hal–hal lain. Dengan kata lain, memahami adalah mengerti tentang sesuatu yang dapat melihatnya dari berbagai segi. Pemahaman guru BK dapat diperoleh dengan pengetahuan dan pengalaman.

Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 Tentang Guru

menyatakan “Guru adalah pendidik professional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada penfifikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan

dasar, dan pendidikan menengah”.

Guru BK adalah guru yang bertugas dan bertanggungjawab memberikan layanan bimbingan dan konseling kepada peserta didik di satuan pendidikan. Guru BK merupakan salah satu profesi yang termasuk ke dalam tenaga kependidikan seperti yang tercantum dalam Undang – undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional maupun Undang–undang tentang Guru dan Dosen. Menurut Peraturan Bersama Menteri Pendidikan Nasional dan


(28)

Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor 03/V/PB/2010 Nomor 14 Tahun 2010 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Jabatan Fungsional Guru dan angka kreditnya pasal 1 menyebutkan ada tiga jenis guru yaitu :

1) Guru Kelas adalah guru yang mempunyai tugas, tanggungjawab, wewenang, dan hak secara penuh dalam proses pembelajaran selutuh mata pelajaran di kelas tertentu di TK/RA/BA/TKI.B dan SD/MI/SDLB dan sederajad, kecuali mata pelajaran pendidikan jasmani dan keshatan serta pengigikan agama.

2) Guru mata pelajaran adalah guru yang mempunyai tugas, tanggung jawab, wewenang, dan hal secara penuh dalam proses pembelajaran pada semua mata pelajaran tertentu di sekolah/ atau madrasah. 3) Guru bimbingan dan konseling atau konselor adalah guru yang

mempunyai tugas, tanggungjawab, wewenang, dan hal secara penuh dalam kegiatan bimbingan dan konseling terhadap sejumlah peserta didik.

Tugas guru BK diadakan agar guru BK mengetahui tugas – tugasnya dalam pelaksanaan bimbingan dan konseling. Adapun tugas – tugas guru BK menurut Mugiarso (2009: 114), yaitu:

1) Memasyarakatkan kegiatan bimbingan dan konseling 2) Merencanakan program bimbingan dan konseling

3) Melaksanakan persiapan kegiatan bimbingan dan konseling 4) Melaksanakan layanan pada berbagai bidang bimbingan dan

konseling terhadap sejumlah siswa yang menjadi tanggungjawabnya.

5) Melaksanakan kegiatan pendukung layanan bimbingan dan konseling.

6) Mengevaluasi proses dan hasil kegiatan layanan bimbingan dan konseling.

7) Menganalisis hasil evaluasi

8) Melaksanakan tindak lanjut berdasarkan hasil evaluasi

9) Mengadministrasikan kegiatan bimbingan dan konseling dan, 10) Mempertanggungjawabkan tugas dan kegiatan kepada


(29)

Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa tugas guru BK atau konselor adalah melaksanakan pelayanan bimbingan dan konseling dan konseling dimulai dari menyusun program bimbingan dan konseling, mengevaluasi pelaksanaan bimbingan, analisis hasil pelaksanaan bimbingan, dan tindak lanjut dalam program bimbingan terhadap peserta didik yang menjadi tanggungjawabnya yaitu sekurang – kurangnya 150 peserta didik asuh setiap guru BK dan paling banyak 250 peserta didik asuh. Bagi guru BK yang memliki peserta didik asuh kurang dari jumlah minimal maka guru BK diperkenankan unutk memberikan layanan terhadap sekolah lain baik negeri maupun swasta.

Maka pemahaman guru bimbingan dan konseling adalah kemampuan seseorang tenaga profesional yang memperoleh pendidikan khusus di perguruan tinggi dan mencurahkan seluruh waktunya pada pelayanan bimbingan dan konseling untuk mengerti, mengingat, memperoleh makna dari pengetahuan atau intervensi yang diperoleh kemudian dapat menjelaskan apa yang dipahami.

2.3

Layanan Bimbingan dan Konseling Format Klasikal

Direktorat jendral peningkatan mutu pendidikan dan tenaga kependidikan departemen pendidikan nasional (2007: 40) menjelaskan bahwa “layanan bimbingan klasikal adalah suatu pelayanan dasar bimbingan yang dirancang menuntut guru BK untuk melakukan kontak langsung dengan para siswa didik di

kelas secara terjadwal”. Sedang menurut Winkel dan Hastuti (2006: 561) bahwa

“bimbingan klasikal adalah bimbingan yang diberikan kepada sejumlah siswa


(30)

berorientasi kepada kegiatan kelompok yang jumlahnya antara 30-40 siswa dalam satu kelas.

Bimbingan klasikal merupakan bimbingan yang digunakan untuk mencegah masalah-masalah perkembangan, meliputi: informasi pendidikan, pekerjaan, personal, dan sosial yang dilaksanakan dalam bentuk pengajaran sistematis dalam ruang kelas yang berisi antara 20-25 siswa dengan tujuan untuk meningkatkan pemahaman diri dan orang lain serta perubahan sikap dengan menggunakan media dan dinamika kelompok (Gazda 1984: 6). L. Gibson dalam (Siwabessy dan Hastoeti 2008: 136) dalam Triyono dan Mastur (2014: 2). Bimbingan klasikal sering disebut sebagai layanan dasar yakni layanan bantuan bagi peserta didik melalui kegiatan-kegiatan secara klasikal yang disajikan secara sistematis, dalam rangka membantu siswa mengembangkan potensinya secara optimal (Yusuf dan Nurihsan 2008: 26) dalam Triyono dan Mastur (2014: 3).

Tujuan bimbingan klasikal dalam Permendikbud No. 81A adalah membantu konseli agar mampu menyesuaikan diri, mampu mengambil keputusan untuk hidupnya sendiri, mampu beradaptasi dalam kelompok, mampu menerima support atau dapat memberikan support pada teman-temannya. Tujuan bimbingan klasikal menurut Sugandi (2008: 207) dalam Triyono dan Mastur (2014: 03) adalah membantu siswa agar dapat memenuhi tugas-tugas perkembangan yang meliputi aspek pribadi, sosial, pendidikan, dan karir.

Tujuan bimbingan klasikal menurut Yusuf dan Nurihsan (2008: 6) dalam Triyono dan Mastur (2014: 03) adalah membantu siswa mengembangkan potensinya secara optimal. Secara lebih terperinci Yusuf dan Nurihsan (2008: 13)


(31)

dalam Triyono dan Mastur (2014: 03) menjelaskan bahwa tujuan bimbingan klasikal adalah agar individu dapat: 1) merencanakan kegiatan penyelesaian studi, perkembangan karir serta kehidupannya di masa yang akan datang, 2) mengembangkan seluruh potensi dan kekuatan yang dimilikinya secara optimal mungkin, 3) dan menyesuaikan diri dengan lingkungan pendidikan dan lingkungan masyarakat.

Dari penjelasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa bimbingan klasikal merupakan layanan dasar bagi peserta didik yang berfungsi untuk mencegah masalah belajar, karir, pribadi, dan sosial dengan memanfaatkan media dan dinamika kelompok yang terdiri antara 25-40 siswa, sehingga siswa dapat mengembangkan potensi yang dimilikinya secara optimal. Supriyo (2010: 9)

mengemukakan bahwa “Layanan bimbingan dan konseling yang dapat dilaksanakan dengan format klasikal antara lain layanan orientasi, layanan informasi, layanan penguasaan konten, dan layanan penempatan dan penyaluran”. Setiap layanan mempunyai tujuan dan fungsi yang berbeda – beda. Sehingga layanan bimbingan dan konseling format klasikal adalah layanan dalam bimbingan konseling yang dapat dilaksanakan dalam format klasikal yaitu layanan orientasi, layanan informasi, layanan penguasaan konten, dan layanan penempatan dan penyaluran yang terdiri atas 25-40 siswa yang bertujuan untuk mengembangkan potensi siswa secara maksimal.

Seperti yang sudah dijelaskan di atas bahwa layanan bimbingan dan konseling yang dapat dilaksanakan dengan format klasikal antara lain layanan


(32)

orientasi, layanan informasi, layanan penguasaan konten, dan layanan penempatan dan penyaluran. Layanan BK format klasikal tersebut antara lain :

2.3.1 Layanan Orientasi

2.3.1.1 Konsep Dasar Layanan Orientasi

Layanan Orientasi adalah layanan bimbingan yang dilakukan untuk memperkenalkan siswa baru dana tau seseorang terhadap lingkungan yang baru dimasukinya (Prayitno dan Amti, 2004: 255). Sedangkan menurut Sukardi dan Kusmawati (2008: 56) “Layanan orientasi yaitu pelayanan bimbingan dan konseling yang memungkinkan konseli memahami lingkungan (seperti sekolah) yang baru dimasuki konseli, untuk mempermudah dan memperlancar berperannya

konseli di lingkungan baru”. Layanan orientasi adalah layanan bimbingan yang dilakukan untuk memperkenalkan siswa baru atau seseorang terhadap lingkungan yang baru dimasukinya. Bagi siwa yang baru saja memasuki lingkungan sekolah yang baru layanan orientasi sangatlah penting karena tanpa adanya layanan orientasi, penyesuaian siswa dengan lingkungan baru membutuhkan waktu yang relatif lama. Menurut Allan & McKean (1984) dalam Supriyo (2010: 11)

menyatakan bahwa tanpa program-program orientasi periode penyesuaian untuk sebagian besar siswa berlangsung kira-kira tiga atau empat bulan. Sehingga bila siswa terlambat dalam menyesuaikan diri maka akan mengganggu proses belajar siswa tersebut.

Berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pengertian layanan orientasi adalah layanan bimbingan dan konseling yang


(33)

diberikan kepada siswa baru maupun seseorang agar dapat beradaptasi dengan lingkungan atau sesuatu yang baru sehingga siswa dapat berkembang dengan maksimal.

2.3.1.2 Tujuan Layanan Orientasi

Menurut Sukardi dan Kusmawati (2008: 56) tujuan dari layanan orientasi ditunjukan untuk siswa baru dan pihak – pihak lain (terutama orang tua siswa) guna memberikan pemahaman dan penyesuaian diri siswa terhadap lingkungan sekolah yang baru dimasukinya. Fungsi dari layanan orientasi adalah fungsi pemahaman dan pencegahan (Supriyo, 2010: 12). Pemahaman yang dihasilkan dari layanan orientasi adalah pemahaman tentang keadaan lingkungan baru (sekolah) sebagai kondisi sekitar siswa yang secara langsung mempengaruhi dalam proses belajar mengajar. Dengan diperolehnya pemahaman yang baik tentang keadaan lingkungan sekolah yang baru, maka siswa dapat menyesuaikan diri dengan kondisi yang ada di sekolah dan dapat menjalani kehidupan sekolah dengan baik. Sedangkan pencegahan dimaksudkan siswa yang telah memperolah pemahaman tentang lingkungan baru dapat menyesuaikan diri sehingga siswa akan dapat terhindar dari berbagai masalah yang akan menghambat, mengganggu ataupun menimbulkan kesulitan dalam mengikuti kegiatan pembelajaran di sekolah.

2.3.1.3 Komponen Layanan Orientasi

Komponen dalam program bimbingan mencakup usaha untuk membekali siswa dengan pengetahuan dan pemahaman tentang lingkungan hidupnya serta proses perkembangan dengan data dan fakta yang bukan berupa data psikologis


(34)

atau data sosial tentang diri sendiri, sebagaimana diperoleh dalam rangka pengumpulan data melalui alat-alat tes dan nontes (Winkel dan Hastuti, 2004:316). Komponen dalam layanan orientasi terdiri atas konselor, peserta layanan orientasi, dan lingkungan baru atau suasana baru yang menjadi isi layanan (Prayitno, 2004: 31). Konselor merupakan ahli pelayanan bimbingan dan

konseling, penyelanggara layanan orientasi. Konselor juga dapat dibantu oleh penyaji atau nara sumber lain dan personil lapangan sesuai denga nisi layanan. Peserta layanan adalah orang – orang atau indivisu yang sedang atau akan berada pada, atau memerlukan suasana, lingkungan, atau obyek baru. Materi layanan adalah berbagai elemen berkenaan dengan suasana, lingkungan, dan objek-objek yang ada dilapanganyang terkait dengan apa yang dianggap baru oleh individu.

2.3.1.4 Asas Layanan Orientasi

Asas dalam layanan orientasi terdiri dari asas kegiatan yaitu peserta layanan di tuntut untuk aktif dalam menjalani berbagai kegiatan yang telah direncanakan konselor. Selanjutnya adalah asas kerahasiaan diberlakukan terhadap hal-hal yang bersifat pribadi (Prayitno, 2004: 35).

2.3.1.5 Pendekatan dan tenik Layanan Orientasi

Layanan orientasi diselenggarakan dengan pendekatan langsung dan terbuka. Menurut Prayitno (2004: 36) layananan orientasi bisa dilakukan dengan format :

1) Format lapangan. Dalam format ini peserta layanan mengunjungi obyek-obyek lapangan yang dimaksud.


(35)

2) Format klasikal. layanan orientasi dilakukan di dalam kelas dengan syarat obyek-obyek yang hendak dibahas dibawa di dalam kelas, dalam bentuk contoh, miniature, video, atau bentuk-bentuk gambar.

3) Format kelompok. Format ini memanfaatkan dinamika dalam kelompok untuk membahas obyek-obyek yang akan di perkenalkan.

4) Format individual. Diberikan kepada individu tertentu, dengan isi layanan yang secara khusus disesuaikan dengan kebutuhan individu.

5) Format kolaboratif. Format ini melibatkan pihak-pihak dari luar peserta didik untuk ikut membantu dalam pelayanan orientasi.

Sedangkan teknik yang bisa diterapkan dalam layanan orientasi dengan penyajian bisa melalui: ceramah, tanya jawab, dan diskusi. Pengamatan dengan melihat obyek-obyek yang ada, partisipasi melibatkan diri secara langsung dalam suasana dan kegiatan, mencoba, dan mengalami sendiri. Teknik yang terakhir adalah teknik studi dokumentasi yaitu membaca dan mempelajari berbagai dokumen yang ada.

2.3.1.6 Operasionalisasi Layanan Orientasi

Dalam pelaksanaanya layanan orientasi harus melalui perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi agar tujuan dari layanan dapat tercapai dengan maksimal. Menurut Supriyo (2010: 13) Guru BK harus merencanakan kegiatan terlebih dahulu meliputi:

1) menetapkan materi layanan orientasi yang sesuai dengan kebutuhan peserta didik,


(36)

3) menetapkan sasaran layanan,

4) menetapka bahan, sumber bahan, serta personil yang terkait dan peranan masing-masing

5) menetapkan metode dan teknik serta media yang akan digunakan, (f) menetapkan rencana penilaian,

6) mempertimbangkan keterkaitan antara layanan orientasi dengan layanan lainya,

7) menetapkan waktu dan tempat.

Setelah tahap perencanaan selanjutnya guru BK masuk ke tahap pelaksanaan atau tahap inti dari layanan orientasi yang mana meiputi:

1) persiapan pelaksanaan,

2) persiapan fisik (tempat dan peralatan), 3) persiapan bahan,

4) persiapan personil,

5) persiapan ketrerampilan menyiapkan, 6) persiapan administrasi,

7) pelaksanaan kegiatan, 8) persiapan metode,

9) penyampaian materi layanan orientasi, 10) administrasi.

Dalam penyampaian materi guru BK bisa menggunakan beberapa metode sebagai contoh metode ceramah, menggunakan media video dan audio, menunjukan secara langsung objek yang ingin siswa ketahui.


(37)

Tahap terakhir adalah tahap evaluasi diamana setelah tahap pelaksanaan guru BK melakukan evaluasi meliputi evaluasi proses mulai dari perencananan sampai pelaksanaan dan evaluasi hasil dari pelaksanaan layanan. Selanjutnya guru BK melakukan analiasi hasil dari layanan apakah ada kemajuan atau tidak jika tidak apakah memerlukan tindak lanjut atau tidak.

2.3.2 Layanan Informasi

2.3.2.1 Konsep Dasar Layanan Informasi

Pelayanan informasi merupakan salah satu layanan yang memfokuskan pada pemberian informasi kepada peserta didik agar memahami diri dan lingkungannya (Sugiyo 2011: 19). layanan informasi bermaksud memberikan pemahaman kepada individu-individu yang berkepentingan tentang berbagai hal yang diperlukan untuk menjalani tugas atau kegiatan, atau untuk menentukan arah suatu tujuan atau rencana yang dikehendaki (Prayitno, 2004: 259). Pemberian informasi sebagai salah satu komponen dalam program bimbingan dan sebagai salah satu layanan bimbingan (Winkel dan Hastuti, 2004: 316). Senada dengan pengertian diatas menurut pendapat Sukardi dan Kusmawati (2008: 57)

“pelayanan informasi merupaka pelayanan bimbingan dan konseling yang memungkinkan konseli memahami suatu hal yang diperlukan konseli”.

Layanan informasi merupakan proses bantuan yang diberikan kepada para siswa tentang berbagai aspek kehidupan yang dipandang penting bagi mereka, baik melalui komunikasi langsung maupun tidak langsung seperti, melalui media cetak maupun elektronik, seperti: buku, brosur, leaflet, majalah,, dan internet (Yusuf: 2009: 80). Pemberian informasi sangat diperlukan untuk pemahaman diri


(38)

dan lingkungan dalam membuat keputusan secara tepat. Informasi bagi individu semakin penting mengingat kegunaan informasi sebagai acuan untuk bersikap dan bertingkah laku sehari-hari, sebagai pertimbangan bagi arah pengembangan diri, dan sebagai dasar pengambilan keputusan. Kegunaan yang dimaksud terkait juga dengan adanya berbagai kesempatan di masyarakat sekitar, masyarakat yang lebih kuat, maupun masyarakat global. Tanpa informasi yang cukup siswa tidak akan mampu mengambil keputusan secara tepat. Salah pilih sekolah, salah pilih pekerjaan, seringkali menjadi akibat dari kurangnya informasi menurut (Prayitno 2004: 1).

Berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pengertian layanan informasi adalah memberikan pemahaman kepada individu-individu yang berkepentingan tentang berbagai hal yang diperlukan untuk menjalani tugas atau kegiatan, atau untuk menentukan arah suatu tujuan atau rencana yang dikehendaki.

2.3.2.2 Tujuan Layanan Informasi

Tujuan umum layanan informasi adalah dikuasainya informasi tertentu oleh peserta layanan (Prayitno, 2004: 2). Informasi tersebut selanjutnya digunakan oleh peserta untuk keperluan sehari-hari (dalam rangka effective daily living) dan perkembangan dirinya. Sedangkan tujuan khusus layanan informasi terkait dengan fungsi-fungsi konseling. Fungsi pemahaman paling domain dan paling langsung diemban oleh layanan informasi. Peserta layanan memahami informasi, dengan berbagai seluk beluknya sebagai isi layanan. Penguasaan layanan informasi digunakan untuk memecahkan masalah, untuk mencegah timbulnya masalah,


(39)

untuk mengembangkan dan memelihara potensi yang ada, dan memungkinkan peserta didik untuk membuka diri dalam mengaktualisasikan hak–haknya. Sedangkan menurut Winkel dalam Hastuti (2004: 316) layanan informasi diadakan untuk membekali para siswa dengan pengetahuan tentang data dan fakta dibidang pendidikan dan sekolah, bidang pekerjaan, dan bidang perkembangan pribadi-sosial supaya mereka belajar tentang lingkungan hidupnya dan dapat mengatur dan merencanakannya. Tujuan pelayanan informasi ditunjukkan untuk memeberikan pemahaman dan penyesuaian diri terhadap hal baru yang perlu diketahui (Sukardi dan Kusmawati, 2008: 57).

Untuk mencapai tujuan–tujuan tersebut, mereka harus mendapatkan kesempatan untuk: 1) mengenal dan memehami potensi, kekuatan, dan tugas-tugas perkembangannya, 2) mengenal dan memahami potensi atau peluang yang ada dilingkungannya, 3) mengenal dan menentukan tujuan dari rencana hidupnya, 4) memahami dan mengatasi kesulitan sendiri, 5) menggunakan kemampuannya untuk kepentingan dirinya, lembaga dan masyarakat, 6) menyesuaikan diri dengan keadaan dan tuntutan lingkungan, dan 7) mengembangkan kekuatan dan potensi secara tepat, teratur, dan optimal (Yusuf, 2009: 49).

Berdasarkan beberapa pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa tujuan layanan informasi adalah untuk memberikan pengetahuan dan pemahaman tentang suatu hal yang perlu diketahui untuk dapat mengatur dan merencanakan perkembangan diri secara optimal.


(40)

2.3.2.3 Komponen Layanan Informasi

Komponen dalam program bimbingan mencakup usaha untuk membekali siswa dengan pengetahuan dan pemahaman tentang lingkungan hidupnya serta proses perkembangan dengan data dan fakta yang bukan berupa data psikologis atau data sosial tentang diri sendiri, sebagaimana diperoleh dalam rangka pengumpulan data melalui alat-alat tes dan nontes (Winkel dan Hastuti 2004: 316). Dalam layanan informasi terdapat beberapa komponen pokok yaitu, konselor dan peserta (Prayitno, 2004: 44). Konselor sebagai tenaga ahli dalam pelayanan informasi artinya menguasai sepenuhnya informasi yang menjadi isi layanan, mengenal dengan baik peserta layanan dan kebutuhannya akan informasi, dan menggunakan cara-cara efektif untuk melaksanakan layanan. Sedangkan peserta layanan informasi dapat berasal dari berbagai kalangan. Pada dasarnya seseorang bebas untuk mengikuti layanan informasi sepanjang isi layanan bersifat terbuka dan tidak menyangkut pribadi – pribadi tertentu.

Berdasarkan beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa komponen layanan informasi yaitu, konselor sebagai seorang ahli yang memberikan materi dan peserta sebagai seseorang yang membutuhkan suatu informasi dengan suka rela menjadi pendengar dalam layanan informasi.

2.3.2.4 Asas Layanan Informasi

Asas adalah dasar atau landasan yang mendasari penyelenggaraan layanan bimbingan dan konseling. Berdasarkan landasan yang ada, maka dibuatlah berbagai konsep penyelengggaraan bimbingan dan konseling termasuk


(41)

prinsip-prinsip bimbingan. Sedangkan menurut Prayitno (2004: 7) menyatakan bahwa

”layanan informasi umumnya merupakan kegiatan yang diikuti oleh sejumlah perserta dalam suatu forum terbuka. Asas kegiatan mutlak diperlukan didasarkan

pada kesukarelaan dan keterbukaan, baik dari para peserta maupun konselor”.

Berdasarkan pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa asas layanan informasi adalah kesukarelaan dan keterbukaan yakni sesuatu kegiatan yang harus dilakukan.

2.3.2.5 Jenis Layanan Informasi

Jenis informasi yaitu: informasi pendidikan, informasi jabatan, informasi sosial budaya (Prayitno, 2004: 259). Sedangkan menurut Sukardi dan Kusmawati (2008: 58) jenis layanan informasi meliputi “informasi pengembangan pribadi, informasi jabatan, informasi keidupan keluarga, sosial kemasyarakatan, keberagaman, sosial budaya, dan lingkungan”. Materi layanan informasi dapat berupa : 1) Pemahaman dan pengenalan perilaku etis, 2) pemahaman dan pengenalan kematanagan intelektual dan emosional, 3) pengenalan dan pemahaman perilaku bertanggungjawab, 4) pengenalan dan pengembangan kemandirian, dan 5) pengenalan dan pemahaman wawasan karier (Sugiyo, 2011: 19).

Berdasarkan beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa jenis layanan informasi meliputi informasi pengembangan pribadi, informasi jabatan, informasi kehidupan keluarga, keberagaman, sosial kemasyarakatan, sosial budaya dan lingkungan.


(42)

Pelayanan penyajian informasi dikatakan berhasil dengan kriteri yaitu: 1) jika para siswa telah dapat menyesuaikan diri sebaik mungkin dengan lingkungan yang baru, 2) jika para siswa telah memperoleh sebanyak mungkin sumber informasi tentang: cara belajar, informasi sekolah, dan informasi pemilihan jurusan atau program (Sukardi dan Kusmawati, 2008: 61). Kriteria seseorang menjadi peserta layanan informasi pertama-tama menyangkut pentingnya isi layanan bagi peserta yang bersangkutan. Informasi bergantung pada kebutuhan para peserta layanan.

Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa layanan informasi dikatakan berhasil dengan kriteria, yaitu: 1) jika para siswa telah dapat menyesuaikan diri sebaik mungkin dengan lingkungan yang baru, 2) jika para siswa telah memperoleh sebanyak mungkin sumber informasi.

2.3.2.7 Pendekatan dan Teknik Layanan Informasi

Menurut pendapat Prayitno (2004: 8) pendekatan dan teknik layanan informasi adalah sebagai berikut:

1) Ceramah, Tanya jawab dan Diskusi. Cara penyampaian informasi yang paling bisa diguanakan adalah ceramah, yang diikuti dengan tanya jawab. Untuk mendalami informasi tersebut dapat dilakukan diskusi diantara para peserta 2) Media. Dalam penyampaian informasi dapat digunakan media pembantu

berupa alat peraga, media tulis dan grafik, serta kerangka dan program elektronik (seperti radio, televisi, rekaman, komputer, OHP, LCD).


(43)

3) Acara khusus. Melalui acara khusus di sekolah misalnya, dapat digelar “hari

karir” yang didalamnya ditampilkan informasi tentang karier dalam spektrum

yang luas.

4) Waktu dan tempat. Layanan informasi sangat bergantung pada format dan isi layanan. Format klasikal dan isi layanan yang terbatas untuk para siswa dapat diselenggarakan di kelas–kelas menurut jadwal pembelajaran sekolah. Layanan informasi dengan acara khusus memerlukan waktu dan tempat sendiri yang perlu diatur secara khusus.

5) Penilaian. Penilaian hasil layanan informasi difokuskan pada pemahaman para peserta terhadap informasi yang menjadi isi layanan unsur (understanding) sangat dominan. Pemahaman para peserta layanan itu lebih jauh dapat dikatakan dengan kegunaan bagi peserta dan apa yang dilakukan peserta berkenaan dengan informasi yang diperolehnya. Evaluasi lisan digunakan untuk mengungkapakan pemahaman peserta tentang informasi yang baru saja disajikan sehingga dilakukan penilaian segera (laiseg). Penilaian jangka pendek (laijapen) dan jangka penjang (laijapang) diselenggarakan sesuai dengan kegunaan materi informasi dalam kaitannya dengan pengentasan masalah klien secara khusus dengan ditangani melalui layanan informasi dan layanan konseling lainnya.

Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa pendekatan dan teknik layanan informasi adalah ceramah, media, acara khusus, waktu dan tempat, dan penilaian.


(44)

2.3.2.8 Operasional Layanan Informasi

Layanan informasi perlu direncanakan oleh konselor dengan cermat, baik mengenal informasi yang menjadi isi layanan, metode maupun media yang digunakan. Kegiatan peserta selain mendengar dan menyimak perlu mendapat pengarahan secukupnya. Langkah-langkah penyajian informasi yaitu: 1) langkah persiapan, 2) langkah pelaksanaan, 3) langkah evaluasi (Sukardi dan Kusmawati 2008: 57). Sedangkan menurut Prayitno (2004: 15) operasionalisasi layanan informasi adalah sebagai berikut:

1. Perencanaan

1) Identifikasi kebutuhan akan informasi bagi subjek (calon peserta layanan).

2) Menetapkan materi informasi sebagai isi layanan. 3) Menetapkan subyek sasaran layanan.

4) Menetapkan nara sumber.

5) Menyiapkan prosedur, perangkat, dan media layanan. 6) Menyiapkan kelengkapan administrasi.

2. Pelaksanaan

1) Mengkoordinasikan kegiatan layanan. 2) Mengaktifkan peserta layanan.

3) Mengoptimalkan penggunaan metode dan media. 3. Evaluasi

1) Menetapkan materi evaluasi. 2) Menetapkan prosedur evaluasi.


(45)

3) Menyusun instrumen evaluasi. 4) Mengaplikasikan instrumen evaluasi. 5) Mengolah hasil aplikasi instrumen. 4. Analisis hasil evaluasi

(1) Menetapkan norma/ standar evaluasi. (2) Menetapkan analisis.

(3) Menafsirkan hasil analisis. 5. Tindak lanjut

(1) Menetapkan jenis dan arah tindak lanjut.

(2) Mengkomunikasikan rencana tindak lanjut kepada pihak terkait. (3) Melaksanakan rencana tindak lanjut.

6. Pelaporan

(1) Menyusun laporan layanan orientasi. (2) Menyampaikan laporan pihak terkait. (3) Mendokumentasikan laporan.

Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa operasionalisasi layanan informasi adalah : perencanaan, pelaksanaan, evaluasi, analisis hasil evaluasi, tindak lanjut, dan pelaporan.

2.3.3Layanan Penguasaan Konten

2.3.3.1 Konsep Dasar Layanan Penguasaan Konten

Menurut Supriyo (2010: 37) “layanan pembelajaran (penguasaan konten) yaitu layanan bimbingan dan konseling yang memungkinkan peserta didik mengembangkan diri berkenaan dengan sikap dan kebiasaan belajar yang baik,


(46)

materi belajar yang cocok dengan kecepatan dan kesulitan belajarnya,serta

berbagai aspek tujuan dan kegiatan belajar lainnya”. Layanan penguasaan konten

yaitu layanan bimbingan dan konseling yang memungkinkan peserta didik (konseli) mengembangkan diri berkenaan dengan sikap dan kebiasaan belajar yang baik, materi belajar yang cocok dengan kecepatan dan kesulitan belajarnya, serta berbagai aspek tujuan dan kegiatan belajar lainnya. Sedangkan Menurut Sukardi (2008: 62) layanan penguasaan konten (pembelajaran) yaitu “layanan bimbingan dan konseling yang memungkinkan peserta didik mengembangkan diri berkenaan dengan sikap, kebiasaan, kesulitan atau aspek dalam belajar lainnya”. Layanan ini merupakan bagian integral dari layanan bimbingan dan konseling, sedangkan layanan bimbingan konseling merupakan bagian dari progam pendidikan di sekolah.

Pemberian layanan penguasaan konten dapat dilakukan secara klasikal, kelompok dan perorangan. Namun biasanya dilakukan secara klasikal dengan memberikan materi terlebih dahulu dengan metode ceramah maupun dengan diskusi lalu didukung dengan penggunaan teknik yang disesuaikan dengan kebutuhan materi. Lanjut Prayitno (2004: 89) menjelaskan bahwa “layanan penguasaan konten membantu individu menguasai aspek-aspek konten secara tersinergikan”. Dengan konten yang diajarkan, diharapkan individu mampu memiliki sesuatu yang berguna untuk memenuhi kebutuhannya serta mengatasi masalah-masalah yang dialaminya.

Dari penjelasan kedua pendapat diatas, maka peneliti penyimpulkan bahwa layanan penguasaan konten adalah suatu layanan dalam bimbingan dan


(47)

konseling yang diberikan dalam individu maupun kelompok dengan tujuan untuk memberikan pemahaman, mengembangkan, dan membelajarkan siswa terhadap suatu konten tertentu yang dibutuhkan oleh siswa.

2.3.3.2 Tujuan dan Fungsi Layanan Penguasaan Konten

Mugiarso (2011: 61) “layanan penguasaan konten (pembelajaran)

dimaksudkan untuk memungkinkan siswa memahami dan mengembangkan sikapdan kebiasaan belajar yang baik, ketrampilan dan materi belajar yang cocok dengan kecepatan dan kesulitan belajarnya serta tuntutan kemampuan yang

berguna dalam kehidupan dan perkembangan dirinya”. Tujuan umum layanan

penguasaan konten yakni dikuasainya suatu konten tertentu yang dibutuhkan, sehingga siswa yang bersangkutan lebih mampu menjalani kehidupannya secara efektif. Sedangkan tujuan khusus dalam layanan penguasaan konten dapat dilihat dari kepentingan atau kebutuhan siswa dan isi konten tertentu. Penekanan pada fungsi layanan dan sesuai isi konten yang diinginkan akan mencapai tujuan khusus layanan penguasaan konten. Dengan menguasai konten (kemampuan atau kompetensi yang diajarkan) dapat digunakan untuk menambah pengetahuan dan ketarampilan, sikap tertentu dalam memenuhi kebutuhan dan mengatasi masalah kehidupan. Tujuan dalam layanan penguasaan konten lebih khusus dijelaskan pada fungsi-fungsi bimbingan dan konseling.

Layanan penguasaan konten diharapkan mampu memberikan pengaruh positif pada kehidupan siswa meliputi bidang pribadi, sosial, belajar, karir, dapat terpelihara dan berkembang optimal. Fungsi utama dalam layanan penguasaan


(48)

konten ialah fungsi pemeliharaan dan pengembangan yakni fungsi yang akan menghasilkan terpeliharanya dan terkembangkannya berbagai potensi dan kondisi positif siswa dalam perkembangan dirinya secara mantap dan berkelanjutan (Supriyo, 2010: 38). Sedangkan menurut Prayitno (2004: 90) tujuan khusus layanan penguasaan konten terkait dengan fungsi-fungsi konseling yakni:

1) Fungsi pemahaman merupakan barbagai hal aspek konten yang perlu untuk dipahami, seperti konsep, sikap, tindakan, nilai-nilai dan aturan.

2) Fungsi pencegahan, apabila kontennya terarah kepada terhindarkanya individu dari mengalami masalah tertentu.

3) Fungsi pengentasan akan menjadi arah layanan penguasaan konten apabila memang untuk mengatasi masalah yang dialami individu.

4) Fungsi pengembangan dan pemeliharaan yakni apabila konten dapat mengembangkan potensi individu sekaligus memelihara potensi yang telang berkembang.

2.3.3.3 Asas – asas Layanan Penguasaan Konten

Layanan penguasaan konten sama halnya dengan layanan bimbingan dan konseling lainnya yang memiliki ketentuan-ketentuan yang harus dipatuhi dalam pemberian layanan atau biasa disebut dengan asas. Prayitno dalam Mugiarso (2011: 24) menyebutkan asas yang dimaksudkan dalam layanan bimbingan dan konseling yakni asas kerahasiaan, kesukarelaan, keterbukaan, kekinian, kemandirian, kegiatan, kedinamisan, keterpaduan, kenormatifan, keahlian, alih tangan dan tut wuri handayani. Asas yang paling diutamakan dalam layanan penguasaan konten adalah asas kegiatan, artinya siswa diharapkan dapat


(49)

benar-benar aktif mengikuti dan menjalani semua kegiatan yang ada di dalam proses layanan. Selain itu layanan ini dilandasi juga dengan asas kesukarelaan dan keterbukaan. Asas kesukarelaan yakni baik pemberi maupun penerima layanan secara suka dan rela tanpa ada paksaan untuk melaksanakan layanan ini. Sedangkan asas keterbukaan yakni dimana penerima layanan bersedia untuk membuka diri dalam rangka untuk pemecahan masalahnya. Menurut Winkle (2004: 75) keberhasilan layanan bimbingan dan konseling sangat bergantung pada motivasi subyek yang dibimbing dan kesediaannya untuk membuka diri, merefleksikan diri sendiri, serta mengusahakan perubahan dalam sikap dan tindakan.

2.3.3.4 Pendekatan dan Komponen Layanan Penguasaan Konten

Layanan penguasaan konten dilaksanakan secara langsung dengan format klasikal. Layanan ini megajak dan mendorong siswa untuk aktif berpartisipasi dalam mengikuti layanan, terutama siswa diharapkan dapat menguasai konten yang diajarkan. Pratyitno (2012: 95) menyebutkan bahwa ada dua nilai proses pembelajaran yaitu :

1) High-touch yaitu sentuhan tingkat tinggi mengenai aspek-aspek kepribadian dan kemanusiaan peserta layanan. Terutama yang berkaiatan dengan aspek afektif, sikap, nilai dan moral melalui implementasi konselor diantaranya kewibawaan, kasih sayang dan kelembutan, keteladanan, pemberian penguatan, tindakan tegas yang mendidik. Dalam pendekatan ini, pembimbing (konselor) harus menguasi konten dari


(50)

berbagai aspek yang akan mempengaruhi kewibawaan dalam mengimplementasikannya di hadapan siswa.

2) High-tech yaitu teknologi tingkat tinggi untuk menjamin kualitas penguasaan konten, melalui implementasi oleh konselor meliputi materi pembelajaran, metode pmbelajaran, alat bantu pembelajaran, lingkungan pembelajaran, penilaian dan hasil pembelajaran. Dalam hal ini kreativitas pembimbing (konselor) dalam memberikan layanan penguasaan konten dapat mempengaruhi kualitas konten yang akan diajarkan.

Layanan penguasaan konten diharapkan dapat berdampak positif bagi setiap individu yang berpartisispasi didalamnnya. Komponen layanan penguasaan konten menurut Prayitno (2004: 92) adalah sebagai berikut:

1) Konselor yakni penyelenggara layanan penguasaan konten dengan menggunakan media dan teknik layanan yang sesuai. Konselor menguasai konten yang akan diberikan kepada siswa.

2) Individu adalah subyek yang menerima layanan atau membutuhkan penguasaan konten tertentu demi pemenuhan tuntutan perkembangannya. 3) Konten yakni isi layanan yang menjadi pokok bahasan dan materi layanan

meliputi bidang pribadi, sosial, belajar, karir. Konten dapat berbentuk materi atau acuan yang terkait tugas perkembangan, kegiatan dan hasil belajar, nilai dan moral kehidupan, serta permasalahan khusus individu.


(51)

Layanan penguasaan konten (pembelajaran) dilakukan melalui tahap perencanaan program, pelaksanaan program, evaluasi pelaksanaan program, analisis hasil evaluasi, dan tindak lanjut pelaksanaan program (Supriyo, 2010: 43). Sedangkan Tohirin (2008: 162) menjelaskan operasionalisasi layanan penguasaan konten kedalam beberapa tahap yaitu:

1. Perencanaan

1) Menetapkan subjek atau peserta layanan

2) Menetapkan dan menyiapkan konten yang akan dipelajari secara rinci 3) Menetapkan proses dan langkah-langkah layanan

4) Menetapkan dan menyiapkan fasilitas layanan 5) Menyiapkan kelengkapan administrasi

Sedangkan menurut Prayitno (2004: 102) dalam tahap perencanaan yakni menetapkan subyek, konten, proses dan langkah yang dikemas dalam bentuk satuan layanan

2. Pelaksanaan

1) Melaksanakan kegiatan layanan melalui pengorganisasian proses pembelajaran penguasaan konten melalui tiga tahapan yaitu : penyajian materi konten, tanya jawab, kegiatan lanjutan (diskusi kelompok, kegiatan kelompok, penugasan atau latihan terbatas, survey lapangan, percobaan, atau latihan tindakan).

2) Mengimplementasikan high-touch dan high-tech dalam proses pembelajaran.


(52)

3. Evaluasi

1) Menetapakan materi evaluasi 2) Menetapkan prosedur evaluasi 3) Menyususun instrumen evaluasi 4) Mengaplikasikan instrumen evaluasi 5) Mengolah hasil aplikasi instrument

Menurut Prayitno (2004: 103) mengemukakan bahwa “penilaian hasil layanan penguasaan konten ditekankan kepada penguasaan peserta atau atas aspek-aspek konten yang dipelajari”. Penilaian hasil layanan diselenggarakan dalam tiga tahap yakni (Prayitno, 2004: 104) :

1) Penilaian segera (laiseg), penilaian yang diadakan segera setelah diakhirinya setiap kegiatan layanan.

2) Penilaian jangka pendek (laijapen), penilaian yang diadakan beberapa waktu (satu minggu sampai satu bulan).

3) Penilaian jangka panjang (laijapang), penilaian yang diadakan setelah satu bulan atau lebih pasca layanan.

Penilaian laijapen dan laijapang dapat dilakukan jika pemberian layanan penguasaan konten tertentu dilakukan sejumlah sesi konten-konten yang berkelanjutan.

4. Ananlisis hasil evaluasi

1) Menetapkan norma atau standar evaluasi 2) Melakukan analisis

3) Menafsirkan hasil evaluasi 5. Tindak lanjut


(53)

1) Menetapkan jenis dan arah tindak lanjut

2) Mengkomunikasikan rencana tindak lanjut kepada peserta layanan 3) Melaksanakan rancana tindak lanjut

6. Laporan

1) Menyusun laporan pelaksanaan layanan penguasaan konten 2) Menyampaikan laporan kepada pihak terkait

3) Mendokumentasikan laporan layanan

2.3.4 Layanan Penempatan dan Penyaluran

2.3.4.1 Konsep Dasar Layanan Penempatan dan Penyaluran

Menurut Mugiarso (2011: 59) layanan penempatan penyaluran adalah layanan yang memungkinkan siswa untuk mendapatkan posisi dan pilihan yang tepat yaitu berkenaan dengan penjurusan, kelompok belajar, pilihan pekerjaan/ karier, kegiatan ekstrakulikuler, program latihan dan pendidikan yang lebih tinggi sesuai dengan kondisi fisik dan psikologisnya. Dalam hal ini konselor merupakan penasihat dan penyumbang utama bagi data, masukan, dan bahan-bahan pertimbangan tentang arah dan penempatan penyaluran. Peranan orang tua dan wali siswa juga penting dalam memberikan data pendukung siswa, menjalankan keputusan penempatan penyaluran oleh sekolah dengan layanan dan perlakuan orang tua terhadap siswa, dan memberika kemudahan berupa fasilitas, perizinan bagi kegiatan siswa (prayitno dan Amti, 2004: 278).


(54)

2.3.4.2 Fungsi dan Tujuan Layanan Penempatan dan Penyaluran

Fungsi utama layanan penempatan dan penyaluran yaitu fungsi pencegahan dan fungsi pemeliharaan. Fungsi pencegahan yaitu usaha pencegahan terhadap timbulnya masalah. Dalam fungsi pencegahan ini layana yang diberikan berupa bantuan bagi para siswa agar tehindar dari masalah yang menghambat mencapaian tugas perkembangannya. Fugsi pencegahan dalam layanan penempatan dan penyaluran yaitu bantuan yang diberikan pada siswa agar siswa berada pada posisi yang sesuai dengan kondisi fisik dan psikologisnya agar terhindar dari masalah yang dapat menganggu perkembangannya. Sedangkan fungsi pemeliharaan yaitu layanan yang diberikan dapat membantu siswa memelihara keseluruhan pribadi secra terarah dan berkelanjutan. Fungsi pemeliharaan dalam penempatan penyaluran artinya pemberian layanan berfungsi untuk memelihara dengan memantapkan pilihan atau posisi yang telah dipilih oleh siswa.

Tujuan umum layanan penempatan penyaluran diperolehnya tempat (kondisi lingkungan baik fisik maupun psikososial seperti lingkungan akademik, sosial, budaya) yang sesuai bagi siswa untuk pengembangan potensi dirinya. Tujuan khusus layanan dikaitkan dengan fungsi-fungsi konseling yang meliputi fungsi pemahaman, fungsi pencegahan, fungsi pengentasan, fungsi pengembangan dan pemeliharaan, fungsi advokasi.

2.3.4.3 Asas Layanan Penempatan dan Penyaluran

Asas dalam layanan penempatan penyaluran yaitu asas kesukarelaan dan keterbukaan. Posisi siswa untuk mengambil keputusan sendiri harus mendapat


(55)

penguatan, setelah itu asas kekinian dan kegiatan merupakan jaminan kelancaran dan kesuksesan. Asas kerahasiaan diterapkan untuk hal yang bersifat pribadi khususnya kondisi siswa yang tidak boleh atau tidak layak diketahui pihak lain.

2.3.4.4 Isi Layanan Penempatan dan Penyaluran

Materi layanan yang dapat diangkat melalui layanan penempatan penyaluran sebagai berikut:

1) Bidang pribadi. Pemberian layanan penempatan dan penyaluran kegiatannya dapat meliputi penempatan dan penyaluran posisi duduk dalam kelas sesuai kondisi tubuh dan pribadi siswa, pilihan keterampilan dan kesenian, kegiatan ekstrakulikuler.

2) Bidang sosial. pemberian layanan dan penyaluran dapat meliputi kegiatan penembaptan dan penyaluran kelompok kegiatan bersama, kegiatan kesiswaan.

3) Bidang belajar. Kegiatan penempatan dan penyaluran meliputi kelompok belajar berdasarkan kemampuan, campuran dan tambahan, program pengajaran perbaikan, program pengayaan, kelompok penilitian remaja

4) Bidang karir. Kegiatan penempatan dan penyaluran meliputi kelompok latihan keterampilan, kelompok kerja penyususnan perta dunia kerja, kelompok membahas pilihan program studi.


(56)

2.3.4.5 Operasional Layanan Penempatan dan Penyaluran

Layanan penempatan penyaluran diselenggarakan secara terencana dan mengikuti prosedur langkah-langkah sistematik seperti:

1) Perencanaan

Perencanaan layanan penempatan penyaluran dimulai dengan identifikasi kebutuhan atau adanya permasalahan pada diri siswa. Materi perencanaan layanan dikemas dalam satlan.

2) Pengorganisasian unsur dan sasaran layanan

Tahap ini diisi dengan menyiapkan prosedur dan langkah-langkah, perangkat dan fasilitas layanan. Penyiapan kelengkapan administrasi layanan penempatan dan penyaluran.

3) Pelaksanaan

Tahap ini diisi dengan berbagai kegiatan untuk melakukan pengkajian terhadap berbagai kondisi yang terklait dengan permasalhan siswa, sesuai dengan prosedur dan langkah-langkah yang ditetapkan, yang terarah pada kegiatan melaksanakan penempatan penyaluran.

4) Penilaian

Layanan penempatan penyaluran dilakukan secara bertahap sehingga penilaian hasil layanan penempatan penyeluran dilakukan setelah beberapa waktu siswa berada di lingkungan yang baru (posisi siswa dengan kehendak penyaluran dalam hai ini dapat dilakukan dengan penilaian jangka pendek (laijapen) setelah satu minggu sampai


(57)

satu bulan, penilaian jangka panjang setelah lebih dari satu bulan. Penilaian hasil layanan difokuskan pada kenyamanan siswa berada pada posisi yang baru, dampak sosio-emosional, dampak akademik dan yang lainnya. Aspek-aspek akurs (acuan, kompetensi, usaha, rasa, kesungguhan) yang menyertai hasil layanan perlu ditekankan sebagai focus penilaian

5) Tindak lanjut dan laporan

Tindak lanjut dimulai dengan mengidentifikasi masalah yang perlu ditindaklanjuti. Kemudian arah tindak lanjut ditetapkan. Rencana tindak lanjut dan materi serta kegiatan dikomunikasikan kepada siswa dan pihak terkait demi keterlaksananya seluruk aspek kegiatan penempatan penyaluran. Penilaian hasil dan tindak lanjutnya dikemas dalam bentuk lapelprog dan dilaporkan pada pihak terkait serta didokumentasikan.

2.4

Pemahaman Guru Bimbingan dan Konseling Tentang

Layanan Bimbingan dan Konseling Format Klasikal

Pemahaman adalah kemampuan seseorang untuk mengerti, mengingat, memperoleh makna dari pengetahuan atau informasi yang diperoleh kemudian dapat menjelaskan apa yang dipahami dengan baik. Konselor atau guru BK adalah adalah tenaga pendidik profesional dalam bidang bimbingan dan konseling dengan tugas melaksanakan layanan bimbingan dan konseling yaitu mendidik, membimbing, dan mengembangkan kemampuan peserta didik (siswa) dalam


(58)

memecahkan permasalahan yang dialami dan segala potensi melalui layanan bimbingan dan konseling. Maka pemahaman guru BK adalah kemampuan seseorang tenaga professional yang memperoleh pendidikan khusus di perguruan tinggi dan mencurahkan seluruh waktunya pada pelayanan bimbingan dan konseling untuk mengerti, mengingat, memperoleh makna dari pengetahuan atau informasi yang diperoleh kemudian dapat menjelaskan apa yang dipahami dengan baik.

Layanan bimbingan dan konseling format klasikal terdiri atas layanan orientasi, layanan informasi, layanan penguasaan konten, dan layanan penempatan dan penyaluran. Layanan BK format klasikal merupakan layanan BK yang dilakukan dengan format klasikal yang terdiri dari 25-40 siswa asuh. Dengan format klasikal layanan yang diberikan akan lebih efisien karena dapat mencangkup lebih banyak siswa dalam sekali layanan. Setiap layanan BK format klasikal mempunyai tujuan dan fungsi masing-masing seperti layanan orientasi yang bertujuan agar siswa mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan. Layanan informasi yang bertujuan memberikan informasi kepada siswa tentang sesuatu hal agar membantu siswa berkembang secara optimal. layanan penguasaan konten bertujuan agar siswa mempunyai ketrampilan yang berguna untuk menyelesaikan masalah siswa sehingga tidak mengganggu perkembangan siswa didik. Terakhir yaitu tujuan dari layanan penempatan dan penyaluran berguna agar bakat, minat dan potensi yang dimiliki siswa dapat tersalurkan dengan baik sehingga siswa dapat berkembang dengan optimal.


(59)

Jadi pemahaman guru BK tentang layanan bimbingan dan konseling format klasikal adalah seorang tenaga professional yang memperoleh pendidikan khusus di perguruan tinggi dan mencurahkan seluruh waktunya pada pelayanan bimbingan dan konseling untuk mengerti, mengingat, memperoleh makna dari pengetahuan atau informasi yang diperoleh kemudian dapat menjelaskan apa yang dipahami dengan baik konsep dasar, fungsi, dan operasional pelaksanaan layanan bimbingan format klasikal.


(60)

82

BAB 3

METODE PENELITIAN

Setiap penelitian memerlukan metode agar penelitian dapat berjalan dengan baik dan sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Azwar (2007: 2)

menyatakan bahwa “penelitian merupakan serangkaian kegiatan ilmiah yang memiliki karakteristik kerja ilmiah yang memiliki karakteristik kerja ilmiah yaitu kegiatan yang memiliki tujuan, kegiatan yang dilakukan secara sistematik,

terkendali, objektif, dan tahan uji”. Sehingga penelitian ilmiah merupakan usaha

yang dilakukan untuk menemukan suatu kebenaran dari sebuah ilmu pengetahuan. Metode penelitian merupakan langkah yang harus ditempuh dalam suatu penelitian yang menjelaskan tentang usaha penelitian yang dilakukan seperti teknik dan prosedur penelitian. Menurut Nazir (2003: 44) menyatakan bahwa

“jika membicarakan bagaimana secara berurutan suatu penelitian dilakukan, yaitu

dengan alat apa dan prosedur bagaimana suatu penelitian dilakukan, maka yang

dibicarakan adalah metode penelitian”. Penggunaan metode harus sesuai dengan objek penelitian dan tujuan yang ingin dicapai.

3.1 Jenis Penelitian

Penelitian adalah salah satu kegiatan ilmiah, yang dilakukan dengan cara yang sistematis dan mengikuti aturan-aturan metodologi. Jenis dalam penelitian adalah penelitian deskriptif yaitu suatu metode dalam meneliti status sekelompok manusia, suatu objek, suatu kondisi, suatu sistem pemikiran, ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang. Menurut Singarimbun (2006: 4), “penelitian


(61)

deskriptif dimaksudkan untuk pengukuran yang cermat terhadap fenomena social tertentu”. Pendekatan deskriptif kualitatif yaitu suatu penelitian yang bertujuan untuk menggambarkan secara sistematik dan akurat fakta dan karakteristik mengenai populasi atau mengenai bidang tertentu (Azwar, 2004: 7).

Berdasarkan metodenya, maka penelitian yang digunakan peneliti yaitu jenis penelitian survei. Arikunto (2006: 54) menjelaskan “survei adalah suatu bentuk teknik penelitian dimana informasi dikumpulkan dari sejumlah sampel berupa orang, melalui pertanyaan-pertanyaan, suatu cara mengumpulkan data dengan individu-individu dalam suatu sampel”. Senada dengan hal tersebut, Singarimbun (2006: 3) berpendapat bahwa “survei adalah penelitian yang mengambil sampel dari satu populasi dan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpul data yang pokok”. Pada umunya yang merupakan unit analisa dalam penelitian survai adalah individu.

Berdasarkan pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa penelitian survei adalah penelitian dalam suatu populasi dan mengambil sampel tersebut untuk mengumpulkan informasi dan data-data individu menggunakan kuesioner atau angket. Penelitian ini yaitu survei tentang tingkat pemahaman guru BK tentang layanan bimbingan dan konseling format klasikal di SMP Negeri se-Kota Semarang tahun ajaran 2015/2016. Dalam hal ini peneliti ingin memperoleh informasi yang benar, obyektif, dan gambaran yang faktual tentang fenomena yang di selidiki.


(62)

3.2 Variabel Penelitian

Memahami variabel dan kemampuan menganalisis data atau mengidentifikasi setiap variabel menjadi variabel yang lebih kecil (sub variabel) merupakan syarat mutlak bagi setiap peneliti. Oleh karena pentingnya memahami variabel dalam penelitian, dalam variabel penelitian ini akan dijelaskan tentang 1) Identifikasi variabel, 2) Definisi operasional variabel.

3.2.1 Identifikasi Variabel

Variabel adalah konsep mengenai atribut atau sifat yang terdapat pada subjek penelitian (Azwar, 2004:59). Variabel merupakan salah satu komponen penting dalam suatu penelitian, karena memahami dan menganalisis setiap variabel membutuhkan kelincahan berpikir bagi peneliti. Menurut Arikunto

(2010:161), “variabel adalah objek penelitian, atau apa yang menjadi titik

perhatian suatu penelitian”. Menurut Sugiyono (2012: 61) “Variabel penelitian adalah suatu atribut atau sifat atau nilai dari orang, obyek atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan”.

Variabel dari penelitian ini yaitu pemahaman guru BK tentang layanan bimbingan dan konseling format klasikal. variabel tersebut adalah variabel tunggal, sehingga tidak ada hubungan antar variabel, baik variabel yang mempengaruhi (independent) dan variabel yang dipengaruhi (depedent).


(63)

3.2.2 Definisi Operasional Variabel

Definisi operasional variabel dimaksudkan untuk memberi batasan arti dari variabel penelitian guna memperjelas makna yang dimaksudkan dan membatasi tuang lingkup, sehingga tidak akan terjadi sala pengertian ata salah persepsi dalam menginterprestasikan data dan hasil yang diperoleh. Pemahaman tentang layanan bimbingan dan konseling format klasikal adalah kemampuan guru bimbingan dan konseling untuk mengerti teori dari layanan format klasikal yang terdiri atas layanan orientasi, layanan informasi, layanan penguasaan konten, dan layanan penempatan dan penyaluran, mampu menjelaskan fungsi, tujuan dan tahap – tahap pelaksanaan dari setiap layanan.

3.3 Populasi, Sampel dan Teknik Sampling

3.3.1 Populasi

“Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek/subjek yang

mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya” (Sugiyono,2012: 117).

Sedangkan menurut Singarimbun (1989: 76) “populasi adalah jumlah keseluruhan

dari unit analisa yang ciri-cirinya akan diduga”. Populasi yang digunakan dalam survei ini adalah seluruh guru BK yang ada di SMP Negeri se-Kota Semarang.

Tabel. 3.1

Daftar Populasi SMP Negeri Kota Semarang beserta jumlah guru BK berdasarkan pembagian letak wilayah pinggiran, transisi, dan kota

Wilayah Nama Sekolah Jumlah Guru BK

SMP Negeri 2 4 guru

SMP Negeri 3 4 guru

SMP Negeri 4 3 guru

SMP Negeri 5 4 guru


(64)

Wilayah Nama Sekolah Jumlah Guru BK Pusat Kota

SMP Negeri 7 2 guru

SMP Negeri 8 4 guru

SMP Negeri 9 3 guru

SMP Negeri 1 4 guru

SMP Negeri 32 3 guru

SMP Negeri 37 3 guru

SMP Negeri 39 4 guru

Jumlah 12 sekolah 41 guru

Transisi

SMP Negeri 15 3 guru

SMP Negeri 10 4 guru

SMP Negeri 11 4 guru

SMP Negeri 12 4 guru

SMP Negeri 13 4 guru

SMP Negeri 14 5 guru

SMP Negeri 16 4 guru

SMP Negeri 17 3 guru

SMP Negeri 18 4 guru

SMP Negeri 19 2 guru

SMP Negeri 21 3 guru

SMP Negeri 25 3 guru

SMP Negeri 26 5 guru

SMP Negeri 27 3 guru

SMP Negeri 29 4 guru

SMP Negeri 30 3 guru

SMP Negeri 33 3 guru

SMP Negeri 34 4 guru

SMP Negeri 36 4 guru

SMP Negeri 38 2 guru

SMP Negeri 40 4 guru

Jumlah 21 sekolah 75 guru

Pinggiran

SMP Negeri 20 3 guru

SMP Negeri 22 4 guru

SMP Negeri 23 2 guru

SMP Negeri 24 4 guru

SMP Negeri 28 4 guru

SMP Negeri 31 2 guru

SMP Negeri 41 4 guru

SMP Negeri 35 2 guru

Jumlah 8 sekolah 23 guru


(65)

3.3.2 Sampel dan Teknik Sampling

Menurut sugiyono, (2012: 118), “Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut”. Sedangkan menurut Arikunto

(2006: 109) “Sampel adalah sebagian atau wakil dari populasi yang akan diteliti”. Jadi sampel adalah wakil dari pupulasi yang bersifat sama dengan populasi.

Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini dengan Cluster Proportional Random Sampling. Alasan peneliti mengambil teknik ini adalah dengan melihat wilayah unit kerja guru BK di kota Semarang yang sangat luas, maka tiap wilayah akan diambil secara proportional dengan cara random atau acak. Sugiyono (2012: 121) menjelaskan “cluster sampling digunakan untuk menentukan sampel bila obyek yang akan diteliti atau sumber data sangat luas”. Teknik ini digunakan dengan mengambil sampel berdasarkan daerah populasi yang telah ditetapkan. Sugiyono (2012: 120) mengungkapkan bahwa “teknik Random sampling dilakukan secara acak tanpa memperhatikan strata yang ada, cara yang demikian dilakukan bila anggota populasi dianggap homogen atau sama

sehingga setiap objek mendapat kesmpatan dipilih menjadi sampel”. Dikarenakan

profesi guru BK di SMP merupakan homogen atau sama maka digunakan teknik ini.

Arikunto (2006: 134) menjelaskan bahwa jika subyek kurang dari 100, maka lebih baik diambil semua sehingga penelitiannya berupa penelitian populasi. Namun, jika jumlah subyeknya lebih dari 100 dapat diambil 10-15% atau 20-25%. Berdasarkan keterangan tersebut maka jumlah populasi yang sudah terbagi menjadi 3 kelompok wilayah sebagai berikut : daerah pusat kota sebanyak 9 guru


(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)