Identifikasi Masalah Pembatasan Masalah

3 Pemberdayaan masyarakat melalui pendidikan konsumen diharapkan mampu mendorong proses pembudayaan yang dapat membentuk watak baik konsumen di masyarakat. Ini sejalan dengan hasil survei Knapp 1991: 3 yang menemukan bahwa di dalam pendidikan konsumen terkandung makna nilai-nilai implisit yang patut ditumbuhkembangkan pada siswa yakni memiliki kesadaran akan diri sendiri sehingga mereka mampu membedakan antara kebutuhan dan keinginan, serta memiliki tanggung jawab. Di Daerah Istimewa Yogyakarta Indonesia telah dikembangkan program Pendidikan Karakter Bangsa pada 10 SMP oleh Dinas Pendidikan. Pemilihan SMP tersebut berdasarkan kriteria sekolah yang berada pada lingkungan kritis ditinjau dari pengaruh budaya serta banyak dikunjungi orang tempat wisata, tempat hiburan. Kenyataannya, sampai saat ini baru diujicobakan Pendidikan Karakter Bangsa di 3 SMP. Dengan demikian, untuk mengetahui peran sekolah sebagai wadah pembentukan karakter siswa melalui pembelajaran pendidikan nilai, serta untuk mendukung dan memperluas program Pendidikan Karakter Bangsa yang sudah dirintis, maka perlu dilakukan kajian yang lebih mendalam.

B. Identifikasi Masalah

1. Pendidikan merupakan wahana untuk membangun dan meningkatkan martabat bangsa, tolok ukur keberhasilan suatu pendidikan antara lain apabila dapat menciptakan manusia yang cerdas, kreatif, masyarakat yang berkualitas, dan bangsa yang unggul dengan berbagai keahlian, kenyataannya pendidikan di Indonesia masih gagal membangun akhlak dan moral bangsa. 2. Arus globalisasi yang demikian kuat berpotensi mengikis watak, kepribadian dan jati diri bangsa sebab nilai-nilai kehidupan yang dipelihara menjadi goyah bahkan berangsur hilang, hal ini salah satu penyebabnya adalah penanaman nilai melalui pendidikan yang dapat menumbuhkan karakter masih terabaikan 3. Rendahnya mutu pendidikan tidak hanya disebabkan oleh kelemahan pendidikan dalam membekali kemampuan akademis kepada siswa namun ada hal lain yang tidak kalah penting, yaitu kurangnya penyadaran nilai secara bermakna melalui sekolah. 4. Perubahan substansi pendidikan ke pengajaran berdampak langsung terhadap pembentukan karakter dan kepribadian siswa, makna pendidikan yang syarat dengan muatan nilai-nilai moral bergeser pada pemaknaan pengajaran yang berkonotasi sebagai transfer pengetahuan, sehingga kurang memperhatikan pengembangan 4 kurikulum, model pembelajaran, strategi maupun metode pembelajaran yang tepat dalam mengimplementasikan pendidikan nilai untuk membentuk karakter anak didiknya. 5. Kurangnya penelitian untuk mengetahui seberapa besar pengaruh sekolah dalam menanamkan nilai-nilai kehidupan yang dapat membentuk karakter individu sebagai anggota masyarakat. 6. Kurangnya penelitian tentang peranan lingkungan pendidikan yang terdiri dari keluarga, sekolah dan masyarakat, dalam menanamkan nilai-nilai kehidupan yang dapat membentuk karakter individu sebagai anggota masyarakat di era modernisasi.

C. Pembatasan Masalah

Dalam membentuk karakter individu Lickona 1992 menekankan pentingnya tiga komponen nilai karakter yang baik components of good character untuk diinternalisasikan kepada individu, yaitu moral knowing pengetahuan tentang moral, moral feeling perasaan tentang moral dan moral action perbuatan moral. Ketiga unsur itu saling berkaitan dan perlu diperhatikan, supaya nilai yang ditanamkan tidak tinggal sebagai pengetahuan saja tetapi termanifestasikan menjadi tindakan seseorang. Nilai- nilai pembentukan karakter dalam penelitian ini lebih memfokuskan pada nilai-nilai kehidupan yang terkandung di dalam pendidikan konsumen. Seperti yang telah dijelaskan di depan, nilai-nilai kehidupan yang diajarkan harus termanifestasikan dalam kurikulum sehingga semua siswa dalam sekolah faham benar tetang nilai-nilai tersebut dan mampu menerjemahkannya dalam perilaku nyata. Oleh karena itu diperlukan pendekatan optimal untuk mengajarkan nilai-nilai kehidupan sebagai subyek yang berdiri sendiri namun diintegrasikan dalam kurikulum sekolah keseluruhan. Penelitian ini tidak melibatkan seluruh mata pelajaran yang diberikan di SLTP, hanya akan dipilih tiga mata pelajaran yang diasumsikan banyak mengandung nilai-nilai pendidikan pada umumnya dan pendidikan konsumen khususnya yaitu mata pelajaran IPS bidang Ekonomi, PKn Pendidikan Kewarganegaraan dan PKK Pendidikan Kesejahteraan Keluarga. Keberhasilan untuk menawarkan dan menanamkan nilai-nilai kehidupan melalui pendidikan nilai dipengaruhi juga oleh cara penyampaiannya. Suparno dkk 2002: 42 mengatakan bahwa terdapat empat model dalam menyampaikan pendidikan nilai pada siswa yaitu a model sebagai mata pelajaran tersendiri, b model terintegrasi dalam semua bidang studi, c model di luar pengajaran kegiatan ekstra kurikuler, dan d 5 model gabungan. Penelitian ini menggunakan model terintegrasi dalam bidang studi dengan bentuk modul karena proses belajar dianggap sebagai suatu kesatuan yang utuh dan saling melengkapi, misalnya ketika siswa belajar ekonomi, ia diarahkan pada pertimbangan moral dan etika lingkungan. Kemudian dilakukan evaluasi oleh guru untuk mengukur kualitas perkembangan mutu pembelajaran pendidikan nilai dengan mengajak siswa melihat kembali apakah nilai-nilai moral yang digeluti sudah dipunyai atau dimiliki oleh siswa. Penelitian ini merupakan penelitian evaluasi evaluasi reflektif. Evaluasi reflektif berfungsi sebagai suatu pendekatan evaluasi pendidikan, evaluasi kurikulum, dan evaluasi efektivitas pembelajaran terhadap pendidikan nilai yang diberikan oleh guru dengan mengajak siswa untuk melihat kembali apakah nilai-nilai moral yang digeluti sudah dimiliki atau dipunyai oleh siswa.

D. Perumusan Masalah