2.3.8 Komplikasi diabetes mellitus
Komplikasi diabetes melitus DM mengakibatkan peningkatan morbiditas dan mortalitas, demikian juga dihubungkan dengan kerusakan
ataupun kegagalan fungsi beberapa organ vital tubuh seperti pada mata maupun ginjal serta sistem saraf. Penderita DM juga berisiko tinggi mengalami
percepatan timbulnya aterosklerosis, yang selanjutnya akan menderita penyakit jantung koroner, penyakit vaskuler perifer dan stroke, serta kemungkinan besar
menderita hipertensi ataupun dislipidemia maupun obesitas. Banyak faktor risiko yang berperan dalam mekanisme terjadinya komplikasi kardiovaskuler
ini, diantaranya hiperglikemia, hipertensi, dislipidemia, dan hiperinsulinemia. Hiperglikemia merupakan salah satu faktor terpenting dalam patogenesis
komplikasi kronik, khususnya vaskuler diabetik. Hiperglikemia memperantarai efek merugikan melalui banyak mekanisme, karena glukosa dan metabolitnya
banyak digunakan dalam sejumlah jalur metabolisme Hardiman, 2006.
2.3.9 Manajemen pengobatan diabetes mellitus
Tujuan terapi dari manajemen DM ini adalah mengurangi risiko terjadinya komplikasi penyakit mikrovaskular seperti neuropati, retinopati,
dan nefropati dan makrovaskular seperti hipertensi, jantung koroner, stroke, mengurangi mortalitas, dan meningkatkan kualitas hidup Triplitt, et al., 2008.
Langkah pertama dalam mengelola diabetes mellitus selalu dimulai dengan pendekatan non farmakologi, yaitu berupa perencanaan makanterapi
nutrisi medik, olahraga, dan penurunan berat badan. Bila dengan langkah tersebut sasaran terapi pengendalian DM belum tercapai, maka dilanjutkan
Universitas Sumatera Utara
dengan penggunaan obat atau intervensi farmakologis. Dalam melakukan pemilihan intervensi farmakologis perlu diperhatikan titik kerja obat sesuai
dengan macam penyebab terjadinya hiperglikemia Sudoyo, dkk., 2009. Obat antidibetika oral dibagi dalam 6 kelompok, sebagai berikut:
1. Sulfonilurea misalnya: tolbutamid, klorpropamida, glibenklamida, gliklazida, glipizida, glikidon dan glimepirida
Mekanisme kerja sulfonilurea dengan menstimulasi insulin dari sel beta-pankreas. Sulfonilurea berikatan dengan reseptor sulfonilurea yang
memiliki afinitas tinggi yang berkaitan dengan saluran K-ATP pada sel -pankreas, akan menghambat effluks kalium sehingga terjadi
depolarisasi kemudian membuka saluran Ca dan menyebabkan influks Ca sehingga meningkatkan pelepasan insulin. Di samping itu,
sulfonilurea juga dapat meningkatkan kepekaan reseptor terhadap insulin di hati dan di perifer.
2. Kalium-channel blockers misalnya: repaglinida, nateglinida Golongan ini mempunyai mekanisme kerja yang sama dengan
sulfonilurea, hanya pengikatan reseptornya terjadi di tempat lain dan kerjanya lebih singkat.
3. Biguanida misalnya: metformin Dapat menurunkan glukosa darah melalui pengaruhnya terhadap kerja
insulin pada tingkat selular, distal dari reseptor insulin juga pada efeknya menurunkan produksi glukosa hati. Metformin juga
meningkatkan pemakaian glukosa oleh sel usus sehingga menurunkan
Universitas Sumatera Utara
glukosa darah dan menghambat absorpsi glukosa dari usus setelah makan Waspadji, 1996.
Zat ini juga menekan nafsu makan sehingga berat badan tidak meningkat, maka dapat diberikan pada penderita yang kegemukan.
Penderita ini biasanya mengalami resitensi insulin, sehingga sulfonilurea kurang efektif.
Mekanisme kerjanya yaitu dengan meningkatkan kemampuan insulin untuk memindahkan glukosa ke dalam sel insulin sensitizers.
4. Glukosidase-inhibitors misalnya: akarbose dan miglitol Obat golongan ini bekerja dengan merintangi enzim alfa-glukosidase di
mukosa duodenum, sehingga reaksi penguraian polisakarida menjadi monosakarida terhambat. Dengan demikian glukosa dilepaskan lebih
lambat dan absorpsinya ke dalam darah juga kurang cepat, lebih rendah dan merata, sehingga puncak kadar gula darah dapat dihindarkan.
5. Thiazolidindion misalnya: rosiglitazon dan pioglitazon Obat golongan ini bekerja dengan mengurangi resistensi insulin dan
meningkatkan sensitivitas jaringan perifer untuk insulin insulin sensitizers.
6. Penghambat DPP-4 dipeptidylpeptidase-4 blockers Obat golongan baru ini bekerja dengan menghambat enzim DPP-4
sehingga produksi hormon incretin tidak menurun. Adanya hormon incretin berperan utama dalam produksi insulin di pankreas dan
pembentukan hormon GLP-1 glukagon-like peptide-1 dan GIP
Universitas Sumatera Utara
glucose-dependent insulinotropic polypeptide di saluran cerna yang juga berperan dalam produksi insulin. Dengan penghambatan enzim
DPP-4 akan mengurangi penguraian dan inaktivasi incretin, GLP-1 dan GIP, sehingga kadar insulin akan meningkat Tan dan Rahardja, 2002.
2.4 Kadar Glukosa Darah
Kadar glukosa darah merupakan parameter utama untuk menilai metabolisme karbohidrat. Contoh khas adalah penyakit diabetes melitus di
mana terjadi gangguan metabolisme karbohidrat sehingga kadar glukosa meningkat melebihi ambang normal Henry dan Howanitz, 1996.
Kadar glukosa serum puasa dalam keadaan normal adalah 70-110 mgdl. Didefinisikan sebagai hiperglikemia jika kadar glukosa serum puasa
lebih tinggi dari 110 mgdl, sedangkan hipoglikemia jika kadarnya kurang dari 70 mgdl. Diagnosis DM dapat ditegakkan apabila kadar glukosa darah
sewaktu plasma vena atau darah kapiler ≥ 200 mgdl, kadar glukosa darah
puasa plasma vena ≥ 126 mgdl atau kadar glukosa darah puasa darah kapiler ≥
110 mgdl Gustaviani, 2007.
2.4.1 Sumber glukosa darah
a Karbohidrat dalam makanan glukosa, galaktosa, fruktosa Karbohidrat dalam makanan terdapat dalam bentuk polisakarida,
disakarida, dan monosakarida. Karbohidrat dipecah oleh ptyalin dalam saliva di dalam mulut. Enzim ini bekerja optimum pada pH 6,7 sehingga akan
dihambat oleh getah lambung ketika makanan sudah sampai di lambung. Dalam usus halus, amilase pankreas yang kuat juga bekerja atas polisakarida
Universitas Sumatera Utara