d. Refleksi
Refleksi dilakukan untuk mengetahui kekurangan yang ada pada pelaksanaan tindakan. Refleksi dilakukan dengan melakukan diskusi
antara peneliti dan guru BK. Penerapan teknik play therapy pada tindakan ini sudah menunjukkan adanya peningkatkan dan perubahan
kemampuan resolusi konflik siswa di sekolah. Peningkatan tersebut dapat dilihat dari hasil pre test dan post test I, pada tabel berikut:
Tabel 13. Perbandingan Skor Pre Test dan Post Test I
No Nama
subyek Pre Test
Post Test Peningk
atan Skor Kategori Skor
Kategori 1
AN 107
Sedang 142
Tinggi 35
18,42 2
AY 88
Rendah 130
Sedang 50
22,11 3
FP 89
Sedang 154
Tinggi 65
34,21 4
MI 87
Rendah 133
Sedang 46
24,21 5
YF 101
Sedang 143
Tinggi 42
24,21 6
SR 113
Sedang 131
Sedang 18
10,53 7
VE 97
Sedang 154
Tinggi 57
21,58 8
SD 111
Sedang 139
Sedang 28
20,00 Rata-rata
99 51 141 74
22,11
Berdasarkan tabel di atas dapat disimpulkan bahwa telah terjadi peningkatan dengan rata-rata prosentase 22,11. Presentase
peningkatan terbesar adalah siswa FP yaitu sebesar 34,21 dan prosentase terkecil yaitu pada siswa SR sebesar 10,53. Skor terbesar
dan terkecil dihitung berdasarkan pada jumlah skor peningkatan skala kemampuan resolusi konflik yang dibandingkan dengan peningkatan
skor siswa lainnya. Dapat diketahui bahwa seluruh siswa sudah mengalami peningkatan skor.
77
Hasil observasi juga menunjukan adanya peningkatan kemampuan resolusi konfik siswa. Pada aspek komunikasi, siswa
mulai membuka komunikasi dalam kegiatan meskipun ada beberapa siswa yang berkonflik di luar kegiatan yang enggan membuka
komunikasi. Pada aspek kemampuan orientasi, siswa menyelesaikan setiap aktivitas play therapy sesuai dengan aturan yang telah
disepakati sehingga terlihat siswa bertindak secara jujur dan adil, dalam menyelesakan setiap kegiatan siswa terlihat bekerjasama
dengan baik satu sama lain dalam sebuah kelompok. Pada aspek kemampuan emosi, siswa terlihat lebih ceria walau terkadang terlihat
lelah, siswa yang berkonflik sudah mulai meredam emosi mereka dan terlihat lebih ceria. Kemudian untuk aspek kemampuan berpikir
kreatif siswa nampak menyelesaikan berbagai aktivitas play therapy dengan baik dan tepat. Dalam aspek berpikir kritis, setiap siswa sudah
mampu memberikan tanggapan tentang aktivitas yang dilakukan walau ada beberapa siswa yang masih malu mengungkapkan
tanggapannya pada tindakan I dan II. Wawancara dilakukan setelah kegiatan selesai, selama kegiatan
berlangsung siswa mengaku lebih dapat menahan emosi dan mau memulai percakapan dengan siswa yang sebelumnya tidak begitu
dekat namun masih sulit memulai percakapan dengan siswa yang berkonflik. Siswa merasa sudah memahami pentingnya memiliki
78
kemampuan resolusi konflik agar kehidupan pertemanan mereka menjadi lebih baik.
Peningkatan pada siklus pertama sudah cukup baik, yaitu mencapai rata-rata 22,11 , walaupun mengalami peningkatan tetapi
masih terdapat beberapa siswa yang berada pada kategori sedang. Beberapa siswa yang berada pada kategori sedang merupakan siswa
yang berkonflik, dimana siswa masih terlihat kurang pada aspek-aspek berikut :
1 Aspek Kemampuan Emosi, siswa yang berkonflik masih terlihat kurang ceria dan kaku satu sama lain.
2 Aspek Kemampuan Komunikasi, siswa yang berkonflik hanya melakukan komunikasi saat kegiatan play therapy berlangsung
sedangkan diluar kegiatan siswa masih belum mau berkomunikasi untuk menyelesaikan konfliknya.
Hal tersebut menunjukkan perlu adanya peningkatan yang lebih baik lagi. Peneliti mengatasi kekurangan pada siklus 1 dengan
memberikan tindakan lanjutan. Berdasarkan hasil post test, wawancara, dan observasi yang
masih belum optimal, maka peneliti bersama dengan guru BK memutuskan untuk melakukan tindakan lanjutan yaitu siklus 2 yang
diharapkan memperoleh hasil yang lebih optimal bagi peningkatan kemampuan resolusi konflik para siswa.
79
3. Pelaksanaan Siklus 2 a. Tahap Persiapan