149
pada posisi tetap menghormati dan berada pada kedaulatan Negara
Kesatuan bukan atas dasar kedaulatan sendiri.
Sehingga dapat dikatakan Bahwa di Indonesia pemerintahan berjalan dengan tetap mengakomodir 2 kutub yakni antara kutub
sentralisasi dan desentralisasi. Disatu sisi bahwa daerah diberi otonomi dalam mengembangkan rumah tangganya disisi lain
keberadaan otonomi daerah tetap merupakan subordinat dan dependent terhadap pemerintah pusat. Daerah tidak dapat terlepas
dari pusat atau Negara. Ini adalah sebuah konsekwensi ketika Indonesia menganut bentuk Negara Kesatuan yang bentuk
pemerintahannya Republik dan berasas demokrasi.
5. Kebijakan Otonomi Daerah dalam Pemerintahan Daerah
Berdasarkan Perkembangan Konstitusi Republik Indonesia
Dinamika Konstitusi yang terjadi selama kurun waktu sejak kemerdekaan sampai sekarang telah memberikan corak tersendiri
terhadap konsep otonomi daerah yang terjadi di tiap masa pemerintahan di Indonesia. Bahwa kebijakan otonomi yang terdapat
dalam Konstitusi Indonesia tersebut adalah mencoba menerapkan adanya otonomi daerah yang seluas-luasnya.
Pertama pada era berlakunya UUD 1945 periode pertama otonomi daerah merupakan perwujudan dari asas desentralisai, karena
di Indonesia terdapat konsep Negara hukum dan kedaulatan rakyat
150
jika dikaitkan dengan sendi desentralisasi, di samping dekonsentrasi, maka akan di temukan adanya pemencaran kekuasaan. Ini dapat
dilihat dari kaidah Pasal 18 UUD 1945, yang secara Konstitusional pemencaran kekuasan di lakukan melalui badan-badan publik satuan
pemerintahan di daerah dalam wujud desentralisasi teritorial, yang mempunyai kewenangan, tugas dan tanggung jawab yang mandiri.
Sehingga terdapat dua nilai dasar yakni nilai unitaris dan nilai desentralisasi territorial. Nilai unitaris dimaksudkan bahwa di
Indonesia tidak akan memiliki satuan pemerintahan lain yang bersifat Negara, artinya kedaulatan yang melekat pada rakyat, bangsa dan
Negara Indonesia tidak akan terbagi dalam kesatuan-kesatuan pemerintahan. Sementara nilai desentralisasi territorial diwujudakn
dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah dalam bentuk otonomi daerah. Kebijakan pemerintah saat itu yang dituangkan dalam
berbagai peraturan perundangan pemerintah daerah telah menunjukkan bahwa konsep yang di gunakan dalam pemerintahan
daerah adalah mencoba mempertahankan asas desentralisasi dan dekonsentrasi,
Kedua dalam Konstitusi RIS yang tentu saja jelas mengatur konsep Federalisme dimana dalam konstitusi RIS di bentuk Negara-
Negara Bagian, seperti Negara Indonesia timur, Negara pasundan: termasuk distrik Federal Jakarta, Negara Jawa Timur, Negara Madura,
Negara Sumatera Timur serta Negara Sumatera Selatan Daerah
151
lainnya bukan Negara Bagian tetapi sebagai satuan kenegaraan yang berdiri sendiri dan mempunyai kedaulatan untuk menentukan nasib
sendiri seperti, berdaulat, mempunyai hak dan kewajiban yang sama. Hak ini diwujudkan dalam kedaulatan rakyat masing-masing daerah
untuk menentukan status dan pimpinan, tanpa ada intervensi dari Pemerintah Federal serta pelaksanaan pemerintahannya yang
disesuaikan dengan format konsep demokrasi yang dikedepankan dalam Konstitusi RIS. Konstitusi RIS merupakan pijakan awal sebagai
batu loncatan menuju bentuk Negara kesatuan di Indonesia serta sebagai sebuah upaya dan solusi untuk melepaskan hegemoni Negara
Belanda yang mencoba untuk menjajah kembali Indonesia. Ketiga pada era Berlakunya UUDS 1950 yang mengatur
bahwa Konstitusi RIS yang dahulunya menganut sistem Federal, kemudian UUDS 1950 mengubah sistem tersebut menjadi Negara
Kesatuan yang berbentuk Republik. Perubahan ini membawa konsekuensi makna hukum yang mengatur pelaksanan pemerintahan
di daerah. UUDS mengatur hubungan antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah dalam bingkai satu Kesatuan dalam
kerangka NKRI. Perubahan tersebut dapat dilihat dalam makna secara tekstual yang ditegaskan dalam UUDS yang mengatur dan menjiwai
pelaksanaan pemerintahan di daerah. UUDS juga menegaskan landasan hukum pelaksanaan
Pemerintahan Daerah dalam beberapa Pasal, seperti pembagian daerah Indonesia atas daerah besar, dan kecil yang berhak mengurus rumah
152
tangganya sendiri dengan bentuk susunan pemerintahannya ditetapkan dengan undang-undang, dengan memandang dan mengingat dasar
permusyawaratan dan dasar perwakilan dalam sistem pemerintahan Negara. Kepada daerah diberikan otonomi seluas-luasnya untuk
mengurus rumah tangganya sendiri dan dengan undang-undang dapat diserahkan penyelenggaraan tugas-tugas kepada daerah yang tidak
termasuk dalam urusan rumah tangganya. Kedudukan daerah swapraja dan bentuk susunan pemerintahannya diatur dan disesuaikan dengan
sistem pemerintahan. Kedudukan daerah-daerah swapraja dan bentuk susunan pemerintahannya diatur dan disesuaikan dengan sistem
penyelenggaraan pemerintahan, dengan senantiasa mengingat dasar- dasar permusyawaratan dan perwakilan dalam sistem pemerintahan
Negara. Daerah-daerah swapraja yang ada tidak dapat dihapuskan atau diperkecil bertentangan dengan kehendaknya, kecuali untuk
kepentingan umum dan sesudah undang-undang yang menyatakan bahwa kepentingan umum menuntut penghapusan atau pengecilan itu,
memberi kuasa untuk itu kepada pemerintah. Keempat, dalam Undang-Undang Dasar amandemen aspek
otonomi daerah yang seluas-luasnya semakin jelas pada era ini dimana wilayah telah dibagi dalam daerah profinsi, kabupatenkota serta
pelaksanaan otonomi daerah yang seluas-luasnya bagi daerah. Ditambah lagi saat ini bahkan pada tataran pemilihan kepala daerah
pun dipilih sepenuhnya oleh rakyat di daerah secara langsung sehingga pemerintah pusat tidak dapat mengintervensi mengenai
153
pemimpin di daerah. Dari uraian diatas dapat dirumuskan bahwa pelaksanaan otonomi daerah di masa amandemen ini lebih
menitikberatkan pada perubahan secara signifikan terhadap pembatasan kekuasaan pusat.
B. SARAN
1. Refitalisasi Wawasan Nusantara dan Nasionalisme
2. Pembangunan Local Government yang Aspiratif
3. Optimalisasi Pendidikan Politik Masyarakat