119
24 menetapkan bahwa untuk sementara Kepala Daerah Swatantra dipilih oleh DPRD untuk 4 Tahun. Beberapa aspek lain yang diatur
dalam kaitannya dengan Kepala Daerah ini adalah mengenai pemberhentian Pasal 24, pengangkatan Pasal 25, kekuasaan
tugas kewajiban Pasal 6, 37, 46, 50.
d. Materi Muatan Menurut UU No. 18 Tahun 1965
Tentang otonomi Daerah dalam undang-undang ini mencoba untuk menjalankan asas desenralisasi khususnya
desentralisasi teritorial serta dekonsentrasi. Bahwa Pemerintah akan terus dan konsekwen menjalankan politik desentralisasi yang
kelak akan menuju kearah tercapainya desentralisasi teritorial yaitu meletakkan tanggung jawab teritorial riil dan seluas-luasnya dalam
tangan Pemerintah Daerah, disamping menjalankan politik dekonsentrasi sebagai komplemen yang vital.
127
Dalam hal pembagian daerah dapat dilihat dalam Pasal 2 ayat 1 UU No. 18 Tahun 1965, seluruh wilayah Negara RI dibagi
dalam daerah-daerah yang berhak mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri dan tersusun dalam tiga tingkatan, yakni:
1 Provinsi danatau kotapraja sebagai daerah tingkat I;
2 Kabupaten danatau kotamadya sebagai daerah tingkat II;
3 Kecamatan danatau kotapraja sebagai daerah tingkat III.
127
Lihat dalam penjelasan UU No. 18 Tahun 1965
120
Menurut UU No. 18 Tahun 1965, susunan Pemerintahan Daerah ialah sebagai berikut.
1 Pemerintah daerah terdiri dari Kepala Daerah dan DPRD Pasal
5 ayat 1. 2
Kepala daerah dalam menjalankan pemerintahan sehari-hari dibantu oleh wakil kepala daerah dan Badan Pemerintah Harian
Pasal 6. 3
DPRD mempunyai pimpinan yang terdiri dari seorang ketua dan beberapa wakil ketua yang jumlahnya menjamin “poros
Nasakom”. 4
Penyelenggara administrasi yang menyangkut seluruh fungsi pemerntah daerah dilakukan oleh sekretaris daerah yang
dikepalai oleh seorang sekretaris daerah. Terhadap daerah-daerah yang telah ada sebelum lahirnya
UU Nomor 18 Tahun 1965, kedudukannya diatur dalam Pasal 88 sebagai berikut :
1. Daerah Swatantra Tingkat I, Daerah Istimewa Yogyakarta, dan
Daerah Istimewa Aceh, sejak saat berlakunya UU ini menjadi “Propinsi”
2. Daerah Khusus Ibukota Jakarta Raya yang dibentuk
berdasarkan Penpres 19612 menjadi “Kotaraya”. 3.
Kotapraja berdasarkan UU 19571 sejak 1 September 1965 menjadi “Kotamadya”.
121
4. Daerah swapraja yang de facto dan atau de jure masih ada
sampai saat berlakunya UU ini, dan wilayahnya telah menjadi wilayah atau bagian wilayah administratif dari suatu daerah,
dinyatakan dihapus. Pembagian daerah menurut UU Nomor 18 Tahun 1965
tidak mengenal “Daerah Istimewa”. Namun dalam peraturan peralihan terdapat ketentuan bahwa sifat istimewa suatu daerah
yang telah ditentukan berdasarkan hak-hak asal usul, demikian pula sebutan “Daerah Istimewa” Yogyakarta dan Aceh berdasarkan
suatu alasan lain, tetap berlaku sampai dihapuskan. Dalam penjelasan Pasal 1 dan 2 dinyatakan bahwa status atau sifat
istimewa bagi daerah-daerah lain tidak akan diadakan lagi. Dengan demikian, diharapkan bahwa status atau sifat istimewa bagi
Yogyakarta dan Aceh akan dihapus. Dalam hal Pembentukan suatu daerah dilakukan dengan
UU Pasal 3 ayat 1, yang mencantumkan nama daerah, ibukota, batas wilayah, tugas kewenangan pangkal, dan anggaran
keuangannya yang pertama. Jika di kemudian hari terdapat perubahan batas wilayah, pemindahan ibukota atau perubahan
nama yang tidak mengakibatkan pembubaran daerah yang bersangkutan, cukup dilakukan dengan PP.
122
Aspek penting lainnya diatur dalam Pasal 44, dimana dinyatakan bahwa Kepala Daerah adalah alat Pemerintah Pusat
dan alat Pemerintah Daerah. Sedangkan sebagai alat pemerintah daerah, Kepala Daerah
memimpin pelaksanaan kekuasaan eksekutif pemerintah daerah baik dibidang urusan rumah tangga daerah maupun di bidang
pembantuan. Selanjutnya mengenai pertanggungjawaban Kepala Daerah,
Pasal 45 menegaskan bahwa Kepala Daerah memberikan pertanggungjawaban sekurang-kurangnya sekali setahun kepada
DPRD atau apabila diminta oleh dewan tersebut atau apabila dipandang perlu oleh Kepala Daerah sendiri.
Mengenai Badan Pemerintah Harian, Pasal 33 menetapkan bahwa dalam UU pembentukan daerah yang bersangkutan
ditentukan jumlah anggota BPH menurut kebutuhan : 1.
Bagi Daerah Tingkat I sekurang-kurangnya 7 orang. 2.
Bagi Daerah Tingkat II sekurang-kurangnya 5 orang. 3.
Bagi Daerah Tingkat III sekurang-kurangnya 3 orang. Anggota BPH adalah pembantu-pembantu Kepala Daerah
dalam bidang otonomi dan medebewind dengan tugas : Pasal 57 i.
Memberikan pertimbangan kepada Kepala Daerah, baik diminta maupun tidak.
123
ii. Mendapat bidang pekerjaan tertentu dari Kepala Daerah
menurut pedoman yang diberikan oleh Menteri Dalam Negeri dan terhadap itu mereka bertanggungjawab kepada
Kepala Daerah. Mengenai kekuasaan pemerintah daerah Pasal 39
menetapkan bahwa pemerintah daerah berhak dan berkewajiban mengatur dan mengurus rumah tangga daerahnya . sebagai pangkal
permulaan, dalam UU pembentukan daerah ditetapkan urusan- urusan yang termasuk rumah tangganya, berikut alat
perlengkapannya dan pembiayaannya, serta sumber-sumber pendapatan yang pertama bagi daerah itu. Setiap waktu, urusan-
urusan itu dapat ditambah dengan urusan-urusan lain berdasarkan peraturan pemerintah atas usul DPRD yang bersangkutan bagi
Daerah Tingkat II dan Daerah Tingkat III atas usul Kepala Daerah setingkat lebih atas.
Selanjutnya dalam penjelasan umum dijelaskan hal-hal lain mengenai urusan rumah tangga daerah sebagai berikut :
1. Status daerah Propinsi atau Kotaraya, Kabupaten atau
Kotamadya, Kecamatan atau Kotapraja dan kedudukannya sebagai Kesatuan pemerintahan di tengah-
tengah masyarakat daerahnya, menentukan corak dan isi rumah tangga daerahnya, luas dan batas-batas rumah
124
tangga itu selalu berubah sesuai dengan perkembangan masyarakat daerah yang bersangkutan.
2. Bentuk dan corak urusan rumah tangga daerah
dipengaruhi oleh berbagai anasir yang ada dalam daerah yang bersangkutan.
3. Tidak mungkin untuk menyusun perincian secara limitatif
tentang berbagai jenis urusan-urusan yang termasuk urusan rumah tangga daerah yang seragam, malahan
perincian yang demikian akan tidak sesuai dengan dinamika kehidupan masyarakat daerah yang
bersangkutan. 4.
Dalam kebebasan mengatur dan mengurus rumah tangganya, daerah tidak dapat menjalankan kekuasaan
diluar batas-batas wilayah daerahnya. 5.
Daerah tidak pula diperbolehkan mencampuri urusan rumah tangga daerah lain, yang secara positif enumeratif
telah ditentukan dalam UU pembentukan sebagai tugas kewenangan pangkal, dan urusan-urusan lain yang
ditetapkan dalam PP atau Perda dari Daerah yang lebih tinggi tingkatannya.
6. Daerah yang lebih tinggi tingkatannya tidak
diperbolehkan memasuki hal-hal yang termasuk urusan rumah tangga daerah dibawahnya.
125
7. Jika keputusan daerah bertentangan dengan kepentingan
umum, UU, PP atau Perda dari Daerah yang lebih tinggi tingkatannya, keputusan tersebut dapat ditangguhkan
atau dibatalkan oleh penguasa yang berwenang. Selain urusan rumah tangga yang termasuk otonomi daerah,
kepada Daerah menurut Pasal 42 juga diberi tugas kewajiban untuk melaksanakan peraturan perundangan dari pemerintah Pusat atau
pemerintah Daerah yang lebih tinggi tingkatnya. Ini merupakan hak medebewind.
e. Materi Muatan Menurut UU No. 5 Tahun 1974