39
dengan kekhususan daerahnya sepanjang peraturan mengharuskannya memberi kemungkinan untuk itu,
3 Yang dapat diserahi urusan medebewind hanya daerah-
daerah otonom saja, tidak mungkin alat-alat pemerintahan lain yang tersusun secara vertikal.
Walaupun sifat tugas pembantuan hanya bersifat “membantu” dan tidak dalam konteks hubungan “atasan-bawahan”,
tetapi dalam penyelenggaraan pemerintahan di daerah tidak mempunyai hak untuk menolak. Hubungan ini timbul oleh atau
berdasarkan ketentuan hukum atau peraturan perundang-undangan. Pada dasarnya, tugas pembantuan adalah tugas melaksanakan
peraturan perundang-undangan tingkat lebih tinggi. Daerah terikat melaksanakan peraturan perundangan-undangan, termasuk yang
diperintah atau diminta dalam rangka tugas pembantuan.
4. Konsep Otonomi Daerah Di Negara Kesatuan
Seperti yang telah di jelaskan diatas bahwa Otonomi pada dasarnya adalah sebuah konsep politik. Otonomi itu selalu dikaitkan
atau disepadankan dengan pengertian kebebasan dan kemandirian. Sesuatu akan dianggap otonom jika dia menentukan dirinya
sendiri, membuat hukum sendiri dengan maksud mengatur diri sendiri, dan berjalan berdasarkan kewenangan, kekuasaan, dan
prakarsa sendiri. Muatan politis yang terkandung dalam istilah ini, adalah bahwa dengan kebebasan dan kemandirian tersebut, maka
suatu daerah dianggap otonom kalau memiliki kewenangan authority
40
atau kekuasaan power dalam penyelenggaran pemerintahan terutama untuk menentukan kepentingan daerah maupun
masyarakatnya sendiri. Mengenai penyelenggaraan pemerintahan dalam kerangka
otonomi di suatu Negara, bagaimanapun interaksi antara Pemerintahan Lokal dan pusat amat menentukan. Posisi Pemerintahan Lokaldaerah
merupakan pihak yang seringkali membutuhkan dan memperjuangkan otonomi, sedangkan Pemerintahan Pusat merupakan aktor yang selalu
ingin tetap mempertahankan kontrol atau pengawasan terhadap daerah. Dalam perspektif inilah, maka bentuk Negara sebagai institusi
amat menentukan komponen-komponennya baik dalam posisi Pemerintahan Lokal dan pusat. Demikian pula dengan pola interaksi
yang ada pasti di dasarkan pada bentuk Negara itu sendiri terkait dengan sistem pemerintahannya.
Negara sebagai sebuah institusi yang terbentuk dari keberadaan masyarakat yang bertempat tinggal dalam suatu teritori
tertentu, dengan peraturan yang mereka susun dan sepakati bersama untuk mengatur kehidupan mereka; pada hakekatnya fungsinya adalah
sebagai alat untuk mengintegrasikan golongan-golongan masyarakat atau unit-unit pemerintahan dalam suatu kehidupan bersama.
57
Mengacu pada konsep Negara menurut perkembangan teori politik moderm, pada dasarnya terdapat dua bentuk Negara yang
dikenal luas, yaitu: 1 Negara Federasi atau Serikat dan 2 Negara
57
Miriam Budiardjo, Dasar-dasar Ilmu Politik, Jakarta: Gramedia, 1977 Hal. 139
41
Kesatuan atau unitaris. Disamping itu ada pula yang disebut Konfederasi, namun bentuk terakhir ini ditinjau dari sudut ilmu
politik pada hakikatnya dianggap bukanlah bentuk Negara yang sebenarnya. Federasi menurut sebagian ahli merupakan bentuk tengah
atau konfromistis antara Negara Kesatuan yang ikatannya kuat dan Konfederasi yang ikatannya longgar. Tetapi, berbeda dengan bentuk
Konfederasi yang pembentukannya semata didasarkan perjanjian bersama untuk mencapai kepentingan-kepentingan tertentu, namun
kedaulatan penuh secara internal maupun eksternal tetap merupakan milik Negara-Negara anggotanya; Dalam Federasi sendiri sebagai
sebuah bentuk Negara parexcelence, Kesatuan-Kesatuan politik teritorialnya yang secara harafian sering disebut Negara Bagian
tidaklah memiliki kedaulatan sendiri-sendiri, karena kedaulatan tersebut secara penuh adalah terletak pada Federasi itu sendiri
58
. Catatan khusus yang penting digaris bawahi berdasarkan filosofi
pembentukan Negara Federal itu adalah bahwa komponen- komponennya menghendaki persatuan union, tetapi menolak
Kesatuan unity
59
. Sebagaimana Konfederasi, Federasi sebenarnya terbentuk karena kehendak unit-unit politik teritorial yang
mendukungnya. Karena itu, dalam Federasi umumnya sistem yang diterapkan adalah desentralisasi atau pemencaran kekuasaan
58
George Jelinek dalam Riwu Kaho,. Analisa Hubungan Pemerintah Pusat dan Daerah, Jakarta: Bina Aksara, 1982
59
Riwu Kaho,.Analisa Hubungan Pemerintah Pusat dan Daerah. Jakarta: Bina Aksara. 1982 Hal.1
42
distribution of power; dimana Negara Bagian memiliki kewenangan membentuk Undang-Undang Dasar sendiri dan mengatur bentuk
organisasi pemerintahannya sendiri, dalam batas-batas Konstitusi Federal. Sedangkan wewenang membentuk undang-undang pusat
untuk mengatur hal-hal tertentu termasuk penyelenggaraan pemerintahan, telah terperinci dalam Konstitusi Federal
60
. Adapun Negara Kesatuan yang dibentuk berdasarkan azas
unitarisme merupakan bentuk Negara yang paling kukuh dan lebih ketat dibandingkan dengan bentuk Federasi maupun Konfederasi,
karena bagian-bagiannya tidak merupakan kedaulatan Negara-Negara berdaulat atau kekuasaan asli desentralisasi penuh
61
. Kedaulatan Negara atas wilayah atau daerah dipegang sepenuhnya oleh satu
pemerintah pusat. Negara Kesatuan pada umumnya sistem pemerintahannya dapat bersifat sentralisasi centralization of power
dan juga dapat desentralisasi division of power ataupun bersifat konsentrasi dan dekonsentrasi. Prinsip Negara Kesatuan adalah bahwa
pemegang tampuk kekuasaan tertinggi atas segenap urusan Negara ialah pemerintah pusat central government. Kalaupun dilakukan
pelimpahan kekuasaan, wewenang atau otonomi sedemikian rupa kepada pemerintah daerah local government, maka pelimpahan
60
kutipan pendapat Prof. R. Kranenburg dalam Miriam Budiardjo, Dasar……, op.cit Hal. 143
61
Fahmi Amrusyi,. “Otonomi dalam Negara Kesatuan” dalam Abdurrahman ed..Beberapa Pemikiran Tentang Otonomi Daerah, Jakarta: Media Sarana Press, 1987. Hal. 56-57
43
tersebut merupakan suatu kebulatan dengan kekuasaan tertinggi tetap pada pemerintah pusat
62
. Negara Kesatuan adalah Negara yang tidak tersusun dari
beberapa Negara. Melainkan hanya terdiri atas satu Negara, seehingga tidak ada Negara di dalam Negara. Dengan demikian dalam Negara
Kesatuan hanya ada satu pemerintah, yaitu pemerintah pusat yang mempunyai kekuasaan serta wewenang tertinggi dalam bidang
pemerintahan Negara, menetapkan kebjakan pemerintahan dan melaksanakan pemerintahan Negara baik di pusat maupun di daerah-
daerah.
63
Berbeda dengan Negara Federasi, lebih lanjut Soehino menjelaskan, Negara Federasi adalah Negara yang bersusunan jamak,
maksudnya Negara ini tersusun dari beberapa Negara yang semula telah berdiri sendiri sebagai Negara yang merdeka dan berdaulat,
mempunyai Undang-Undang Dasar sendiri . tetapi kemudian karena sesuatu kepentingan, entah kepentingan politik, ekonomi atau
kepentingan lainnya , Negara-Negara tesebut saling menggabungkan diri untuk membetuk suatu ikatan kerja sama yang efektif. Namun
disamping itu, Negara-Negara saling meggabungkan diri tersebut kemudia disebut Negara Bagian, masih ingin mepunyai urusan-urusan
pemerintahan yang berwenang dan dapat diatur dan di urus sendiri, di samping urusan-urusan pemerintahan yang akan diatur dan di urus
bersama-sama oleh ikatan kerja samanya tersebut.
64
62
ibid
63
Baca Soehino, Ilmu…., op.cit, Hal.224
64
Ibid, Hal. 226
44
Dari hal tersebut diatas berbicara Pemerintahan Daerah otonom dalam konsep Negara Kesatuan bisa diartikan sebagai
pemerintahan yang dipilih penduduk setempat dan memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus urusannya sendiri
berdasarkan peraturan perundangan dan tetap mengakui supremasi dan kedaulatan nasional.
Dengan demikian otonomi dalam Negara Kesatuan mempunyai batas-batas tertentu dan terikat pada prinsip utama, yaitu
tidak sampai mengancam keutuhan Negara Kesatuan itu sendiri. Kendatipun pemerintah daerah sebagai bagian pemerintahan nasional
yang diberikan hak otonomi untuk mengatur dan mengurus kepentingan-kepentingan masyarakatnya di dalam daerahnya sendiri,
namun otonomi itu tetap terikat pada batas-batas wewenang yang telah diterimanya berdasarkan peraturan-peraturan dan perundang-
undangan yang ditetapkan pemerintah pusat.
5. Kewenangan Daerah Di Negara Kesatuan