Isolasi, seleksi dan uji aktivitas antibakteri mikroba endofit dari daun tanaman garcinia benthami pierre terhadap staphylococcus aureus, bacillus subtilis, escherichia coli, shigella dysenteriae, dan salmonella typhimurium

(1)

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

ISOLASI, SELEKSI DAN UJI AKTIVITAS

ANTIBAKTERI MIKROBA ENDOFIT DARI DAUN

TANAMAN

Garcinia benthami

Pierre TERHADAP

Staphylococcus aureus, Bacillus subtilis, Escherichia coli,

Shigella dysenteriae,

dan

Salmonella typhimurium

SKRIPSI

ARINI EKA PRATIWI

NIM. 1111102000051

PROGRAM STUDI FARMASI

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

JAKARTA


(2)

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

ISOLASI, SELEKSI DAN UJI AKTIVITAS

ANTIBAKTERI MIKROBA ENDOFIT DARI DAUN

TANAMAN

Garcinia benthami

Pierre TERHADAP

Staphylococcus aureus, Bacillus subtilis, Escherichia coli,

Shigella dysenteriae,

dan

Salmonella typhimurium

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi

ARINI EKA PRATIWI

NIM. 1111102000051

PROGRAM STUDI FARMASI

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

JAKARTA


(3)

(4)

(5)

(6)

ABSTRAK

Nama : Arini Eka Pratiwi Program Studi : Farmasi

Judul Skripsi : Isolasi, Seleksi dan Uji Aktivitas Antibakteri Mikroba Endofit dari Daun Tanaman Garcinia benthami Pierre terhadap Staphylococcus aureus, Bacillus subtilis, Escherichia coli, Shigella dysenteriae, dan Salmonella typhimurium

Mikroba endofit dapat ditemukan di hampir setiap tanaman di bumi. Mikroba endofit adalah mikroba yang hidup di dalam jaringan tumbuhan pada periode tertentu dan mampu membentuk koloni dalam jaringan tumbuhan tanpa membahayakan inangnya, bahkan seringkali bersimbiosis secara mutualisme. Penelitian ini bertujuan untuk mengisolasi dan menyeleksi isolat mikroba endofit dari daun Garcinia benthami Pierre yang berpotensial dalam menghasilkan senyawa antibakteri. Aktivitas antibakteri isolat mikroba endofit dapat dilihat dari pembentukan zona hambat di sekitar koloni menggunakan metode difusi agar padat dan difusi cakram dengan bakteri patogen yaitu Staphylococcus aureus ATCC 6538, Bacillus subtilis ATCC 6633, Escherichia coli ATCC 35218, Shigella dysenteriae ATCC 13313 dan Salmonella typhimurium ATCC 14028. Hasil isolasi mikroba endofit dari daun Garcinia benthami Pierre memberikan 18 isolat kapang endofit dan 7 isolat bakteri endofit. Fermentasi dilakukan terhadap 6 isolat kapang endofit pada media Potato Dextrose Yeast (PDY) selama tiga minggu dengan kondisi stasioner dan 7 isolat bakteri endofit pada media Nutrient Broth (NB) selama dua hari dengan kultur kocok. Hasil fermentasi kapang endofit menunjukkan bahwa isolat kapang GB2, GB8, GB14, GB16, GB17, dan GB18 aktif terhadap Bacillus subtilis ATCC 6633; isolat kapang GB18 aktif terhadap Escherichia coli ATCC 35218; isolat kapang GB2, GB16, dan GB17 aktif terhadap Shigella dysenteriae ATCC 13313; isolat kapang GB2 dan GB8 aktif terhadap Salmonella typhimurium ATCC 14028. Hasil fermentasi bakteri endofit menunjukkan bahwa isolat bakteri IGB1, IGB2, IGB3, IGB4, IGB5, IGB6, dan IGB7 aktif terhadap Escherichia coli ATCC 35218; isolat bakteri IGB3, IGB5, dan IGB6 aktif terhadap Staphylococcus aureus ATCC 6538; isolat bakteri IGB1 dan IGB3 aktif terhadap Bacillus subtilis ATCC 6633; isolat bakteri IGB3 dan IGB6 aktif terhadap Shigella dysenteriae ATCC 13313; isolat bakteri IGB3 aktif terhadap Salmonella typhimurium ATCC 14028.

Kata Kunci: Garcinia benthami Pierre, mikroba endofit, antibakteri, metode difusi agar padat, metode difusi cakram.


(7)

ABSTRACT

Nama : Arini Eka Pratiwi Program Studi : Farmasi

Judul Skripsi : Isolation, Selection and Antibacterial Assay of Endophytic Microbes from the Leaves of the Plant Garcinia benthami Pierre against Staphylococcus aureus, Bacillus subtilis, Escherichia coli, Shigella dysenteriae, and Salmonella typhimurium

Endophytic microbes can be found in almost every plant on earth. Endophytic microbes are microbes that live inside plant tissues on certain periodes and is able to form a colony inside plant tissues without indangering the host of the plant, moreover it undergoes symbyosis mutualistically. The purpose of this research was to isolate and select endophytic microbes from Garcinia benthami Pierre leaves that have potential to produce antibacterial compounds. Antibacterial activity was determined by measuring the inhibition zone with Diffusion Agar Plate and Disc Diffusion methods using pathogenic bacteria i.e. Escherichia coli ATCC 35218, Staphylococcus aureus ATCC 6538, Bacillus subtilis ATCC 6633, Shigella dysenteriae ATCC 13313 and Salmonella typhimurium ATCC 14028. The results of the endophytic microbes isolation in these experiments showed that there were 18 isolates of endophytic fungi and 7 isolates of endophytic bacteria. Fermentation carried out against 6 isolates of endophytic fungi in medium Potato Dextrose Yeast (PDY) for three weeks with stationary conditions and 7 isolates of endophytic bacteria in medium Nutrient Broth (NB) for two days with shaker culture. The result of the endophytic fungi fermentation showed that GB2, GB8, GB14, GB16, GB17, and GB18 isolates of fungi were active against Bacillus subtilis ATCC 6633; GB18 isolates of fungi were active against Escherichia coli ATCC 35218; GB2, GB16, and GB17 isolates of fungi were active against Shigella dysenteriae ATCC 13313; GB2 and GB8 isolates of fungi were active against Salmonella typhimurium ATCC 14028. The result of the endophytic bacteria fermentation showed that IGB1, IGB2, IGB3, IGB4, IGB5, IGB6, and IGB7 isolates of bacteria were active against Escherichia coli ATCC 35218; IGB3, IGB5, and IGB6 isolates of bacteria were active against Staphylococcus aureus ATCC 6538; IGB1 and IGB3 isolates of bacteria were active against Bacillus subtilis ATCC 6633, IGB3 and IGB6 isolates of bacteria were active against Shigella dysenteriae ATCC 13313, IGB3 isolates of bacteria were active against Salmonella typhimurium ATCC 14028.

Keyword: Garcinia benthami Pierre, endophytic microbes, antibacterial, diffusion agar plate methods, disc diffusion methods.


(8)

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmannirrahim

Alhamdulillahirabbil’alamin, puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan segala rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat

menyelesaikan penulisan skripsi dengan judul “Isolasi, Seleksi dan Uji Aktivitas

Antibakteri Mikroba Endofit dari Daun Tanaman Garcinia benthami Pierre terhadap Staphylococcus aureus, Bacillus subtilis, Escherichia coli, Shigella dysenteriae, dan Salmonella typhimurium”. Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurah limpahkan pada Nabi Muhammad SAW beserta para keluarga dan sahabatnya.

Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat kelulusan tingkat sarjana di Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Penelitian ini tidaklah dapat terselesaikan tanpa dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Dalam kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih terkhususkan kepada:

1. Ibu Puteri Amelia, M.Farm., Apt. selaku pembimbing I dan Bapak Saiful Bahri, M.Si selaku pembimbing II, yang telah meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran serta dengan sabar membimbing dan mengajari penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

2. Bapak Dr. H. Arif Sumantri, S.KM., M. Kes, selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Bapak Yardi, Ph.D., Apt., selaku Ketua Program Studi Farmasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

4. Ibu/Bapak Dosen dan Staf Akademika Program Studi Farmasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan ilmunya kepada penulis.

5. Ayahanda tercinta, Bapak Nurtejo dan Ibunda tercinta, Ibu Rosadah terima kasih atas doa yang selalu tercurah untukku, kasih sayang, dan dukungannya yang menguatkan penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.


(9)

6. Adikku tersayang Rashanda dan Quesy Al Farroby yang selalu mendoakan dan menghibur disaat penulis kesulitan.

7. Seluruh laboran di PLT dan FKIK, Mba Puji, Mba Festy, Kak Amal, dan Mba Rani yang telah banyak membantu selama proses penelitian.

8. Teman-teman seperjuangan mikrobiologi yakni Brasti, Ati, Rahma, Puput, Ambar, Meri, Imeh, Fitri, Cumi, Dila, Syaima, Adit, BTR, dan Mozer.

9. Sahabat-sahabatku yaitu Sheila, Meryza, Puput, dan Athiyah.

10.Seluruh teman-teman Farmasi Angkatan 2011 BD. Kebersamaan kita di dalam suka dan duka akan selalu terkenang di dalam hati.

11.Serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang turut membantu menyelesaikan skripsi ini.

Dengan keterbatasan pengalaman, pengetahuan, maupun pustaka yang ditinjau, penulis menyadari bahwa dalam skripsi ini terdapat banyak kekurangan. Untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi kepentingan keilmuan maupun aplikasi di bidang kesehatan.

Jakarta, 19 Juni 2015


(10)

(11)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ……….………. ii

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ………. iii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING …....………. iv

HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI ………. v

ABSTRAK ………. vi

ABSTRACT ……….. vii

KATA PENGANTAR ……….. viii

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ……….. ix

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI …………. x

DAFTAR ISI ……….…….… xi

DAFTAR GAMBAR ………. xiv

DAFTAR TABEL ……….. xvi

DAFTAR LAMPIRAN ………. xvii

DAFTAR ISTILAH ………... xviii

BAB 1 PENDAHULUAN ………..………... 1

1.1 Latar Belakang ………..………..………. 1

1.2 Rumusan Masalah ……….………….….. 3

1.3 Tujuan Penelitian ……….……….…… 3

1.4 Manfaat Penelitian ……….………….….. 4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ………..………….. 5

2.1 Mikroba Endofit ………..………….. 5

2.1.1 Mikroba Endofit yang Menghasilkan Antibiotika .….…… 6

2.1.2 Isolasi Fungi Endofit ………….……….. 6

2.2 Mikroba ……….………... 7

2.2.1 Definisi ……….………... 7

2.2.2 Jenis ……….……… 7

2.2.2.1 Bakteri ………. 7

2.2.2.2 Kapang ……… 10

2.2.3 Patologis ……….………. 11

2.3 Karakterisasi Mikroba ……….………. 12

2.3.1 Karakterisasi Bakteri ……….……….. 12

2.3.1.1 Teknik Pewarnaan ………... 12

2.3.2 Karakterisasi Kapang ……….…………. 14

2.4 Antimikroba ………..………..…….. 14

2.4.1 Definisi ………..……….. 14

2.4.2 Aktivitas dan Spektrum ………...….. 14

2.4.3 Mekanisme Kerja ………...…… 15

2.5 Uji Aktivitas Antimikroba ……..………..……….... 16

2.5.1 Metode Difusi ………..………….... 16

2.5.2 Metode Dilusi ………...……… 18

2.5.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Metode Difusi pada Pengujian Aktivitas Antimikroba……….……… 18

2.6 Pemilihan Media ……….. 20


(12)

2.7.1 Staphylococcus aureus………...…. 20

2.7.2 Bacillus subtilis………...…………...…………. 21

2.7.3 Escherichia coli ……….…………..… 22

2.7.4 Shigella dysenteriae………..…….. 22

2.7.5 Salmonella typhimurium………...….. 23

2.8 Genus Garcinia ………...……….…... 24

2.9 Garcinia benthamiPierre ………..……...……..… 25

BAB 3 METODE PENELITIAN ………..…... 28

3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian ………..…….. 28

3.2 Alat ………...………. 28

3.3 Bahan ………...………. 28

3.3.1 Sampel Penelitian ………..….. 28

3.3.2 Bahan untuk Proses Sterilisasi Permukaan ……….… 28

3.3.3 Bahan untuk Pembuatan Media Pertumbuhan Mikroba … 29 3.3.4 Bakteri Uji ………...….. 29

3.3.5 Bahan untuk Karakterisasi Mikroba Endofit dan Uji Kemurnian Mikroba Uji ………..…….. 29

3.3.6 Kontrol Uji Aktivitas Antibakteri ………..…….……….… 29

3.4 Prosedur Penelitian ……… 29

3.4.1 Pembuatan Media Pertumbuhan Mikroba ……… 29

3.4.1.1 Pembuatan Media PDA ……….………..…. 29

3.4.1.2 Pembuatan Media Agar Miring PDA ………..…… 30

3.4.1.3 Pembuatan Media NA ………..…...….. 30

3.4.1.4 Pembuatan Media Agar Miring NA ……….… 30

3.4.1.5 Pembuatan Media MHA ………..… 31

3.4.1.6 Pembuatan Media PDY Broth ………….…….…… 31

3.4.1.7 Pembuatan Media NB …………...……..…………. 31

3.4.2 Isolasi Mikroba Endofit ………..……….. 31

3.4.2.1 Sampling Tanaman ……….…….…………. 31

3.4.2.2 Sterilisasi Permukaan ……….………….. 32

3.4.3 Pemurnian Mikroba Endofit ………...……….. 32

3.4.3.1 Pemurnian Kapang Endofit ………..……… 32

3.4.3.2 Pemurnian Bakteri Endofit …………...……… 33

3.4.4 Karakterisasi Mikroba Endofit ……….…..….. 33

3.4.4.1 Karakterisasi Kapang Endofit ……….……. 33

3.4.4.2 Karakterisasi Bakteri Endofit ..………. 34

3.4.5 Uji Kemurnian Bakteri Uji ………... 35

3.4.6 Peremajaan Bakteri Uji ……… 35

3.4.7 Kurva Pertumbuhan Bakteri Uji ……….. 35

3.4.8 Skrining Mikroba Endofit yang Berpotensi sebagai Antibakteri ……….………….. 36

3.4.8.1 Skrining Fungi Endofit yang Berpotensi sebagai Antibakteri………..…….. 36

3.4.8.2 Skrining Bakteri Endofit yang Berpotensi sebagai Antibakteri………...……. 36

3.4.9 Fermentasi Mikroba Endofit ……….... 37

3.4.9.1 Fermentasi Kapang Endofit ……….… 37


(13)

3.4.10 Uji Aktivitas Antibakteri dari Supernatan Hasil Fermentasi

Mikroba Endofit ………....……. 38

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN ………..……….. 39

4.1 Hasil ………. 39

4.1.1Isolasi Mikroba Endofit ……….. 39

4.1.2Uji Kemurnian Bakteri Uji ……….. 40

4.1.3Kurva Pertumbuhan Bakteri Uji ………. 42

4.1.4Karakterisasi Mikroba Endofit ………... 43

4.1.4.1 Karakterisasi Kapang Endofit ………... 43

4.1.4.2 Karakterisasi Bakteri Endofit ………. 61

4.1.5Skrining Aktivitas Antibakteri dari Mikroba Endofit …… 65

4.1.5.1 Skrining Aktivitas Antibakteri dari Kapang Endofit 65 4.1.5.2 Skrining Aktivitas Antibakteri dari Bakteri Endofit 67 4.1.6 Fermentasi Mikroba Endofit ……….. 69

4.1.7 Uji Aktivitas Antibakteri dari Supernatan Hasil Fermentasi Mikroba Endofit ………... 69

4.1.7.1 Uji Aktivitas Antibakteri dari Supernatan Hasil Fermentasi Kapang Endofit ……… 69

4.1.7.2 Uji Aktivitas Antibakteri dari Supernatan Hasil Fermentasi Bakteri Endofit ………... 71

4.2 Pembahasan ……….. 73

BAB 5 PENUTUP ………. 81

5.1 Kesimpulan ……….. 81

5.2 Saran ……… 81

BAGAN ALUR PENELITIAN ……….……….... 82

DAFTAR REFERENSI …………...……….………. 83


(14)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Struktur Sel Bakteri ………. 8

Gambar 2.2 Garcinia benthamiPierre ……… 25

Gambar 4.1 Escherichia coli ………... 41

Gambar 4.2 Staphylococcus aureus ……… 41

Gambar 4.3 Bacillus Subtilis ………... 41

Gambar 4.4 Shigella dysenteriae ………. 41

Gambar 4.5 Salmonella typhimurium ……….. 42

Gambar 4.6 Kurva Pertumbuhan Bakteri Uji ……….. 42

Gambar 4.7 Isolat GB1 ……… 43

Gambar 4.8 Isolat GB2 ……… 44

Gambar 4.9 Isolat GB3 ……… 45

Gambar 4.10 Isolat GB4 ……… 46

Gambar 4.11 Isolat GB5 ……… 47

Gambar 4.12 Isolat GB6 ……… 48

Gambar 4.13 Isolat GB7 ……… 49

Gambar 4.14 Isolat GB8 ……… 50

Gambar 4.15 Isolat GB9 ………... 51

Gambar 4.16 Isolat GB10 ………. 52

Gambar 4.17 Isolat GB11……….. 53

Gambar 4.18 Isolat GB12……….. 54

Gambar 4.19 Isolat GB13……….. 55

Gambar 4.20 Isolat GB14……….. 56

Gambar 4.21 Isolat GB15……….. 57

Gambar 4.22 Isolat GB16……….. 58

Gambar 4.23 Isolat GB17……….. 59

Gambar 4.24 Isolat GB18……….. 60

Gambar 4.25 Isolat IGB1 ……….. 61

Gambar 4.26 Isolat IGB2 ……….. 61

Gambar 4.27 Isolat IGB3 ……….. 62

Gambar 4.28 Isolat IGB4 ……….. 63

Gambar 4.29 Isolat IGB5 ……….. 63

Gambar 4.30 Isolat IGB6 ……….. 64

Gambar 4.31 Isolat IGB7 ……….. 65

Gambar 4.32 Zona hambat isolat kapang endofit terhadap B.subtilis…….. 66

Gambar 4.33 Zona hambat isolat kapang endofit terhadap S.aureus….….. 66

Gambar 4.34 Zona hambat isolat GB2 terhadap S.dysenteriae ……… 66

Gambar 4.35 Zona hambat isolat GB2 terhadap S.typhimurium…...……… 67

Gambar 4.36 Zona antagonis isolat bakteri endofit terhadap E.coli,S.aureus, & S.dysenteriae……… 68

Gambar 4.37 Zona hambat uji aktivitas antibakteri dari supernatan hasil fermentasi kapang endofit ……… 70

Gambar 4.38 Zona hambat uji aktivitas antibakteri dari supernatan hasil fermentasi bakteri endofit terhadap E.coli ………..… 71 Gambar 4.39 Zona hambat uji aktivitas antibakteri dari supernatan hasil


(15)

fermentasi bakteri endofit terhadap S.aureus……….. 72 Gambar 4.40 Zona hambat uji aktivitas antibakteri dari supernatan hasil

fermentasi bakteri endofit terhadap B.subtilis………. 72 Gambar 4.41 Zona hambat uji aktivitas antibakteri dari supernatan hasil

fermentasi bakteri endofit terhadap S.dysenteriae…………... 72 Gambar 4.42 Zona hambat uji aktivitas antibakteri dari supernatan hasil


(16)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 2.1 Beberapa ciri bakteri Gram positif dan Gram negatif ……….…. 9 Tabel 2.2 Pewarnaan Gram ……….. 13 Tabel 4.1 Skrining Aktivitas Antibakteri dari Kapang Endofit ……….…... 67 Tabel 4.2 Skrining Aktivitas Antibakteri dari Bakteri Endofit ………….… 68 Tabel 4.3 Uji Aktivitas Antibakteri dari Supernatan Hasil Fermentasi Kapang

Endofit ……….. 70

Tabel 4.4 Uji Aktivitas Antibakteri dari Supernatan Hasil Fermentasi Bakteri


(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1 Hasil Determinasi Tanaman ……….. 88

Lampiran 2 Bagan Sterilisasi Permukaan ……….. 89

Lampiran 3 Bagan Isolasi Mikroba Endofit ……….. 89

Lampiran 4 Bagan Pemurnian Mikroba Endofit ……… 90

Lampiran 5 Bagan Karakterisasi Kapang Endofit ……… 91

Lampiran 6 Bagan Fermentasi Mikroba Endofit ……… 92

Lampiran 7 Bagan Uji Aktivitas Antibakteri dari Supernatan Hasil Fermentasi mikroba endofit ………..…… 93

Lampiran 8 Hasil Isolasi Mikroba Endofit ……… 93

Lampiran 9 Hasil Stock CultureMikroba Endofit ……… 96

Lampiran 10 Hasil Fermentasi Mikroba Endofit ……… 96


(18)

DAFTAR ISTILAH

AM : Antimikroba

ATCC : American Type Culture Collection CaCO3 : Kalsium karbonat

DNA : Deoxyribose-nucleic Acid

GB1 : Kode isolat kapang endofit pertama yang diisolasi dari daun yang berada di tengah ranting

GB2 : Kode isolat kapang endofit kedua yang diisolasi dari daun yang berada di tengah ranting

GB3 : Kode isolat kapang endofit ketiga yang diisolasi dari daun yang berada di pangkal ranting

GB4 : Kode isolat kapang endofit keempat yang diisolasi dari daun yang berada di tengah ranting

GB5 : Kode isolat kapang endofit kelima yang diisolasi dari daun yang berada di dekat pucuk daun

GB6 : Kode isolat kapang endofit keenam yang diisolasi dari daun yang berada di tengah ranting

GB7 : Kode isolat kapang endofit ketujuh yang diisolasi dari daun yang berada di pangkal ranting

GB8 : Kode isolat kapang endofit kedelapan yang diisolasi dari pucuk daun

GB9 : Kode isolat kapang endofit kesembilan yang diisolasi dari daun yang berada di tengah ranting

GB10 : Kode isolat kapang endofit kesepuluh yang diisolasi dari daun yang berada di tengah ranting

GB11 : Kode isolat kapang endofit kesebelas yang diisolasi dari daun yang berada di tengah ranting

GB12 : Kode isolat kapang endofit keduabelas yang diisolasi dari daun yang berada di tengah ranting

GB13 : Kode isolat kapang endofit ketigabelas yang diisolasi dari daun yang berada di pangkal ranting

GB14 : Kode isolat kapang endofit keempatbelas yang diisolasi dari daun yang berada di pangkal ranting

GB15 : Kode isolat kapang endofit kelimabelas yang diisolasi dari daun yang berada di pangkal ranting

GB16 : Kode isolat kapang endofit keenambelas yang diisolasi dari daun yang berada di pangkal ranting

GB17 : Kode isolat kapang endofit ketujuhbelas yang diisolasi dari daun yang berada di pangkal ranting

GB18 : Kode isolat kapang endofit kedelapanbelas yang diisolasi dari daun yang berada di pangkal ranting

IGB1 : Kode isolat bakteri endofit pertama yang diisolasi dari pucuk daun IGB2 : Kode isolat bakteri endofit kedua yang diisolasi dari pucuk daun IGB3 : Kode isolat bakteri endofit ketiga yang diisolasi dari pucuk daun


(19)

IGB4 : Kode isolat bakteri endofit keempat yang diisolasi dari daun yang berada di dekat pucuk daun

IGB5 : Kode isolat bakteri endofit kelima yang diisolasi dari daun yang berada di dekat pucuk daun

IGB6 : Kode isolat bakteri endofit keenam yang diisolasi dari daun yang berada di dekat pucuk daun

IGB7 : Kode isolat bakteri endofit ketujuh yang diisolasi dari daun yang berada di dekat pucuk daun

IgM : Immunoglobulin M KBM : Kadar Bunuh Minimum KHM : Kadar Hambat Minimum LAFC : Laminar Air FlowCabinet

MBC : Minimum Bactericidal Concentration MIC : Minimum Inhibitory Concentration MHA : Mueller Hinton Agar

mRNA : messenger Ribonucleic Acid

NA : Nutrient Agar

NaCl : Natrium Klorida NaOCl : Natrium Hipoklorit

NB : Nutrient Broth

NRRL : Northern Regional Research Laboratory OD : Optical Density

PABA : Para Amino Benzoic Acid PAS : Asam p-aminosalisilat PDA : Potato Dextrose Agar PDB : Potato Dextrose Yeast PDY : Potato Dextrose Yeast RNA : Ribonucleid Acid

tRNA : transfer Ribonucleic Acid UK : Ungu Kristal


(20)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pencarian sumber senyawa bioaktif terus-menerus dilakukan seiring dengan makin banyaknya penyakit-penyakit baru yang bermunculan, mulai dari penyakit infeksi, kanker, dan beberapa penyakit berbahaya lainnya. Senyawa bioaktif dapat diperoleh dari beberapa sumber, diantaranya dari tumbuhan, hewan, mikroba dan organisme laut. Salah satu sumber senyawa bioaktif yang berasal dari mikroba adalah mikroba endofit (Prihatiningtias, 2005).

Indonesia merupakan negara yang memiliki area hutan hujan tropis yang luas. Hutan hujan tropis merupakan sumber tumbuh-tumbuhan yang mengandung senyawa bioaktif yang potensial (Strobel, 2002). Mikroba endofit adalah mikroba yang hidup di dalam jaringan tumbuhan pada periode tertentu dan mampu membentuk koloni dalam jaringan tumbuhan tanpa membahayakan inangnya, bahkan seringkali bersimbiosis secara mutualisme (Petrini et al., 1992; Tan & Zou, 2001). Mikroba endofit dapat diisolasi dari jaringan akar, batang dan daun (Strobel, 2003). Salah satu fakta yang menarik tentang mikroba endofit adalah kemampuannya untuk memproduksi senyawa-senyawa bioaktif, baik yang sama dengan inangnya ataupun tidak sama tetapi seringkali memiliki aktivitas biologis yang serupa dengan senyawa bioaktif yang diproduksi inangnya (Strobel et al., 1996; Tan & Zou, 2001; Castillo UF et al., 2002; Strobel, 2002).

Beberapa bakteri endofit mampu menghasilkan produk potensial antara lain: bakteri endofit Bacillus polymixa hasil isolasi dari tanaman Anuma (Artemisia annua) dapat memproduksi senyawa kimia antimalaria artemisinin di dalam media cair sintetik (Simanjuntak et al., 2004). Streptomyces griseus dari tanaman Kandelia candel menghasilkan asam p-aminoacetophenonic sebagai antimikroba (Guan et al., 2005), Serratia marcescens dari tanaman Rhyncholacis penicillata menghasilkan oocydin A sebagai antifungi (Strobel et al., 2004).

Kemampuan mikroba endofit memproduksi senyawa bioaktif merupakan peluang yang sangat menantang dalam penyediaan bahan baku obat. Pembiakan atau kultur mikroba endofit dapat dilakukan dalam jumlah yang sangat besar tanpa


(21)

memerlukan lahan yang luas sebagaimana halnya tumbuh-tumbuhan, demikian pula waktu yang dibutuhkan sebelum panen pun lebih singkat. Penanganannya pun relatif lebih mudah dan kemungkinan besar lebih murah dibandingkan merawat kebun tumbuhan obat yang luas. Dengan demikian penggunaan mikroba endofit sebagai sumber bahan baku obat secara ekonomis diperkirakan lebih efisien dibandingkan dengan menggunakan tumbuhan obat (Sinaga et al., 2009).

Pemanfaatan mikroba endofit sebagai sumber bahan baku obat juga akan mereduksi kerusakan alam yang disebabkan oleh penebangan tumbuhan obat dalam jumlah besar. Apalagi sudah terbukti pula bahwa dalam satu tumbuhan dapat diisolasi lebih dari satu bahkan puluhan jenis mikroba endofit yang masing-masing mempunyai potensi untuk memproduksi satu atau lebih senyawa bioaktif, maka dapat dikatakan bahwa produksi bahan baku obat melalui kultur mikroba endofit merupakan peluang yang sangat besar. Oleh sebab itu penelitian-penelitian untuk mengeksplorasi keanekaragaman jenis serta kandungan zat bioaktif yang diproduksi oleh mikroba endofit tersebut sangat perlu dilakukan (Sinaga et al., 2009).

Salah satu keanekaragaman yang perlu dieksplorasi kandungan zat bioaktif yang diproduksi oleh mikroba endofit yaitu berasal dari famili Clusiaceae, salah satunya adalah dari genus Garcinia yang merupakan tumbuhan tropis. Di Indonesia dikenal sebagai tanaman manggis-manggisan dan terdapat sekitar 100 spesies yang tersebar dan merupakan bagian penting dari komposisi hutan (Sosef et al., 1998; Sari, 1999). Tanaman ini juga tumbuh di daerah subtropis, seperti di Kepulauan Jepang, Korea dan sebagian wilayah dataran Cina (Ilyas et al., 1994; Likhitwitayawuid et al., 1998).

Dari berbagai penelitian yang dilakukan pada beberapa spesies Garcinia berhasil diisolasi senyawa-senyawa kelompok xanton, benzofenon, flavonoid, dan triterpenoid (Verheij & Coronel, 1992; Likhitwitayawuid et al., 1998). Umumnya senyawa-senyawa tersebut mempunyai aktivitas biologik dan farmakologik seperti antiinflamasi, antimikroba, antifungi, dan antioksidan (Likhitwitayawuid et al., 1998; Iinuma et al., 1998). Bagian tanaman yang berbeda dari Genus Garcinia seperti buah, kulit buah, bunga, daun, kulit batang dan batang telah digunakan secara global sebagai ethnomedicine untuk mengobati beberapa gangguan seperti


(22)

peradangan, stres oksidatif, infeksi mikroba, kanker, dan obesitas (Hemshekhar et al., 2011).

Garcinia benthami Pierre merupakan salah satu spesies dari genus Garcinia. Tumbuhan ini dapat ditemukan di Thailand, Malaysia, Singapura, Filipina, dan Indonesia (Heyne K, 1987; Rachman, 2003). Di Indonesia tanaman ini banyak terdapat di Sumatera, Jawa dan Kalimantan. Berdasarkan penelitian sebelumnya ekstrak dari daun Garcinia benthami Pierre mengandung senyawa alkaloid, flavonoid, steroid/terpenoid, tannin, kuinon, kumarin, dan saponin (Amelia, 2011).

Oleh karena belum adanya informasi mengenai mikroba endofit dari tanaman Garcinia benthami Pierre, maka penelitian ini merupakan penelitian pendahuluan untuk mengisolasi mikroba endofit dari daun tanaman Garcinia benthami Pierre dan menentukan aktivitas antibakterinya. Uji aktivitas antibakteri tersebut dilakukan terhadap beberapa bakteri yang menyebabkan penyakit pada manusia.

1.2 Rumusan Masalah

Dari uraian latar belakang menunjukkan bahwa mikroba endofit dapat menghasilkan senyawa bioaktif yang dapat digunakan sebagai bahan baku obat. Mikroba endofit dapat ditemukan di hampir setiap tanaman di bumi, salah satu tanaman yang diduga memiliki mikroba endofit adalah Garcinia benthami Pierre. Tanaman tersebut belum pernah dilakukan isolasi mikroba endofit dan diuji aktivitasnya sebagai antibakteri terhadap Staphylococcus aureus, Bacillus Subtilis, Escherichia coli, Shigella dysenteriae, dan Salmonella typhimurium.

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengeksplorasi antibakteri yang dihasilkan oleh mikroba endofit yang diperoleh dari daun tanaman Garcinia benthami Pierre.

1.3.2 Tujuan Khusus

Untuk mengetahui aktivitas antibakteri dari mikroba endofit yang diisolasi dari daun tanaman Garcinia benthami Pierre terhadap Staphylococcus


(23)

aureus, Bacillus subtilis, Escherichia coli, Shigella dysenteriae, dan Salmonella typhimurium.

1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini adalah memberikan sumbangan ilmu pengetahuan terhadap ilmu mikrobiologi.

1.4.2 Manfaat Metodologis

Metodologi dalam penelitian ini dapat digunakan untuk mengeksplorasi mikroba endofit dari berbagai tanaman yang ada di Indonesia.

1.4.3 Manfaat Aplikatif

Hasil penelitian ini dapat menjadi bahan informasi untuk para pembuat kebijakan dan menambah perbendaharaan antibakteri.


(24)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Mikroba Endofit

Mikroba endofit dapat ditemukan hampir di semua tanaman di muka bumi ini, dan merupakan mikroba yang tumbuh di dalam jaringan tanaman. Mikroba endofit dapat diisolasi dari akar, batang dan daun suatu tanaman. Bakteri dan fungi adalah jenis mikroba yang umum ditemukan sebagai mikroba endofit, akan tetapi yang banyak diisolasi adalah golongan fungi. Hubungan antara mikroba endofit dan inangnya dapat berbentuk simbiosis mutualisme sampai hubungan yang patogenik (Strobel, 2002).

Kemampuan mikroba endofit memproduksi senyawa metabolit sekunder sesuai dengan tanaman inangnya merupakan peluang yang sangat besar dan dapat diandalkan untuk memproduksi metabolit sekunder dari mikroba endofit yang diisolasi dari tanaman inangnya tersebut. Kurang lebih 300.000 jenis tanaman yang tersebar di muka bumi ini, masing-masing tanaman mengandung satu atau lebih mikroba endofit yang terdiri dari bakteri dan fungi (Strobel & Daisy, 2003). Apabila endofit yang diisolasi dari suatu tanaman obat dapat menghasilkan alkaloid atau metabolit sekunder sama dengan tanaman aslinya atau bahkan dalam jumlah yang lebih tinggi, maka kita tidak perlu menebang tanaman aslinya untuk diambil sebagai simplisia, yang kemungkinan besar memerlukan puluhan tahun untuk dapat dipanen (Radji, 2005).

Berbagai jenis endofit telah berhasil diisolasi dari tanaman inangnya, dan telah berhasil dibiakkan dalam media kultivasi yang sesuai. Demikian pula metabolit sekunder yang diproduksi oleh mikroba endofit tersebut telah berhasil diisolasi dan dimurnikan serta telah dielusidasi struktur molekulnya (Radji, 2005).

Menurut Tan & Zou (2001), mikroba endofit memang dapat menghasilkan senyawa bioaktif yang karakternya mirip atau sama dengan inangnya. Hal ini disebabkan adanya pertukaran genetik yang terjadi antara inang dan mikroba endofit secara evolusioner.


(25)

2.1.1 Mikroba Endofit yang Menghasilkan Antibiotika

Pestalotiopsis micrispora merupakan fungi endofit yang paling sering ditemukan di tanaman hutan lindung di seluruh dunia. Endofit ini menghasilkan metabolit sekunder ambuic acid yang berkhasiat sebagai antifungi (Li, JY et al., 2001). Phomopsichalasin, merupakan metabolit yang diisolasi dari fungi endofit Phomopsis spp. berkhasiat sebagai antibakteri Bacillus subtilis, Salmonella enterica, Staphylococcus aureus, dan juga dapat menghambat pertumbuhan fungi Candida tropicalis (Horn WS et al., 1995).

Antibiotika berspektrum luas yang disebut munumbicin, dihasilkan oleh endofit Streptomyces spp. strain NRRL 30562 yang merupakan endofit yang diisolasi dari tanaman Kennedia nigriscans, dapat menghambat pertumbuhan Bacillus anthracis, dan Mycobacterium tuberculosis yang multiresisten terhadap berbagai obat anti TBC (Castillo UF et al., 2002). Jenis endofit lainnya yang juga menghasilkan antibiotika berspektrum luas adalah mikroba endofit yang diisolasi dari tanaman Grevillea pteridifolia. Endofit ini menghasilkan metabolit kakadumycin. Aktivitas antibakterinya sama seperti munumbicin D, dan kakadumycin ini juga berkhasiat sebagai antimalaria (Castillo UJ et al., 2003).

2.1.2 Isolasi Fungi Endofit

Pada umumnya fungi endofit diisolasi dari organ tumbuhan yang masih segar dan telah disterilisasi permukaannya (Agusta, 2009). Sterilisasi permukaan ini bertujuan untuk menghilangkan mikroorganisme epifit yang berada di permukaan tumbuhan, sehingga koloni yang diperoleh merupakan koloni endofit yang berasal dari dalam jaringan tumbuhan (Larran et al., 2001). Untuk sterilisasi permukaan organ tumbuhan tersebut yang umum digunakan adalah dengan cara merendamnya dalam alkohol (70 – 95%) (Agusta, 2009). Alkohol bekerja dengan cara merusak lapisan membran sel mikroorganisme. Alkohol dapat melarutkan lipid dan mendenaturasi protein yang ada pada membran sel. Hal tersebut dapat mengganggu fungsi membran sel dalam mengatur transportasi cairan ke dalam dan keluar sel sehingga membuat sel mikroorganisme menjadi lisis (McDonnell & Russell, 1999).


(26)

Akan tetapi, kemampuan alkohol untuk mensterilkan permukaan organ tumbuhan tersebut mempunyai spektrum yang sempit atau sangat terbatas sehingga perlu dikombinasikan dengan bahan kimia lainnya, dan biasanya sering dikombinasikan dengan larutan natrium hipoklorit (NaOCl) (Agusta, 2009). Natrium hipoklorit merupakan senyawa klorin. Senyawa klorin diketahui mampu menghambat pertumbuhan sel mikroorganisme dengan cara mengganggu proses oksidasi dari enzim-enzim penting sehingga fungsi metabolisme dari sel tersebut terganggu dan sel mikroorganisme tidak dapat tumbuh (Valera et al., 2009).

2.2 Mikroba 2.2.1 Definisi

Mikroorganisme atau mikroba adalah organisme hidup yang berukuran sangat kecil dan hanya dapat diamati dengan menggunakan mikroskop. Mikroorganisme ada yang tersusun atas satu sel (uniseluler) dan ada yang tersusun atas beberapa sel (multiseluler). Walaupun mikroorganisme uniseluler hanya tersusun atas satu sel, namun mikroorganisme tersebut menunjukkan semua karakteristik organisme hidup, yaitu bermetabolisme, bereproduksi, berdiferensiasi, melakukan komunikasi, melakukan pergerakan, dan berevolusi (Pratiwi, 2008).

2.2.2 Jenis

Organisme yang termasuk ke dalam golongan mikroorganisme adalah bakteri, archaea, fungi (kapang dan khamir), protozoa, dan virus. Virus, bakteri, dan archaea termasuk ke dalam golongan prokariot, sedangkan fungi dan protozoa termasuk ke dalam golongan eukariot (Pratiwi, 2008).

2.2.2.1 Bakteri

Organisme prokariotik dikelompokkan menjadi dua kelompok besar, yaitu eubakteri yang merupakan bakteri sejati dan archaea yang secara morfologi serupa dengan eubakteri, namun memiliki perbedaan dalam hal ciri-ciri fisiologis. Kelompok bakteri terdiri atas semua organisme prokariotik patogen dan nonpatogen yang terdapat di daratan dan perairan, serta organisme prokariotik yang bersifat fotoautotrof. Kelompok archaea meliputi organisme prokariotik


(27)

yang tidak memiliki peptidoglikan pada dinding selnya, dan umumnya hidup pada lingkungan yang bersifat ekstrem (Pratiwi, 2008).

Gambar 2.1 Struktur Sel Bakteri

(Sumber: http://id.wikipedia.org/wiki/Struktur_sel_bakteri) a. Morfologi Sel Bakteri

Ada beberapa bentuk dasar bakteri, yaitu bulat (tunggal: coccus, jamak: cocci), batang atau silinder (tunggal: bacillus, jamak: bacilli), dan spiral yaitu berbentuk batang melengkung atau melingkar-lingkar (Pratiwi, 2008).

Satuan ukuran bakteri ialah mikrometer (µm), yang setara dengan 1/1000 mm atau 10-3 mm. Bakteri yang paling umum berukuran kira-kira 0,5 – 1,0 x 2,0 – 5,0 µm (Pelczar, 1986).

b. Struktur Sel Bakteri (Pratiwi, 2008) 1) Struktur Eksternal Sel Bakteri

 Glikokaliks (selubung gula) / Kapsul  Slime (lapisan lendir)

 Flagela

 Fimbria (jamak: fimbriae)  Pili (tunggal: pilus)  Dinding sel


(28)

Tabel 2.1. Beberapa ciri bakteri Gram positif dan Gram negatif (Pelczar, 1986)

Ciri Perbedaan Relatif

Gram positif Gram negatif Struktur dinding sel Tebal (15 – 80 nm)

Berlapis tunggal (mono)

Tipis (10 – 15 nm) Berlapis tiga (multi) Komposisi dinding

sel

Kandungan lipid rendah (1 – 4%)

Peptidoglikan ada sebagai lapisan tunggal; komponen utama merupakan lebih dari 50% berat kering pada beberapa sel bakteri Asam teikoat

Kandungan lipid tinggi (11 – 22%)

Peptidoglikan ada di dalam lapisan kaku sebelah dalam; jumlahnya sedikit, merupakan sekitar 10% berat kering

Tidak ada asam teikoat Kerentanan terhadap

penisilin

Lebih rentan Kurang rentan

Pertumbuhan

dihambat oleh zat-zat warna dasar, misalnya kristal violet Pertumbuhan dihambat dengan nyata Pertumbuhan tidak begitu dihambat

Persyaratan nutrisi Relatif rumit pada banyak spesies

Relatif sederhana

Resistensi terhadap gangguan fisik

Lebih resisten Kurang resisten

2) Struktur Internal Sel Bakteri

 Sitoplasma: substansi yang menempati ruangan sel bagian dalam. Di dalam sitoplasma terdapat berbagai enzim, air (80%), protein, karbohidrat, asam nukleat, dan lipid yang membentuk sistem koloid yang secara optik bersifat homogen.


(29)

 Membran plasma (inner membrane): struktur tipis yang terdapat di sebelah dalam dinding sel dan menutup sitoplasma sel. Berfungsi untuk memecah nutrien dan memproduksi energi.

 Daerah inti (daerah nukleoid): mengandung kromosom bakteri.  Ribosom: berperan pada sintesis protein.

 Badan inklusi: organel penyimpan nutrisi.

 Endospora: struktur dengan dinding tebal dan lapisan tambahan pada sel bakteri yang dibentuk di sebelah dalam membran sel. Berfungsi sebagai pertahanan sel bakteri terhadap panas ekstrem, kondisi kurang air, dan paparan bahan kimia serta radiasi.

2.2.2.2 Kapang

Kapang adalah organisme kemoheterotrof yang memerlukan senyawa organik untuk nutrisinya (sumber karbon dan energi). Kapang merupakan fungi yang berfilamen dan multiseluler. Identifikasi kapang didasarkan pada kenampakan fisik (morfologi), termasuk karakteristik koloni dan spora reproduktif (Pratiwi, 2008).

a. Morfologi Kapang

Tubuh kapang (thallus) dibedakan menjadi dua bagian yaitu miselium dan spora. Miselium merupakan kumpulan beberapa filamen yang disebut hifa. Bagian dari hifa yang berfungsi untuk mendapatkan nutrisi disebut hifa vegetatif. Sedangkan bagian hifa yang berfungsi sebagai alat reproduksi disebut hifa reproduktif atau hifa udara (aerial hypha), karena pemanjangannya mencapai bagian atas permukaan media tempat fungi ditumbuhkan (Pratiwi, 2008).

Terdapat tiga macam morfologi hifa, yaitu (Pratiwi, 2008):

1. Aseptat (coenocytic hypha), yaitu hifa yang tidak memiliki dinding sekat (septa).

2. Septat hifa (hifa bersekat) dengan sel-sel uninukleat. Septa membagi hifa menjadi ruang-ruang yang berisi 1 inti, dan pada tiap sekat terdapat pori-pori yang memungkinkan perpindahan inti dan sitoplasma dari satu ruang ke ruang lainnya


(30)

b. Reproduksi Kapang

Kapang bereproduksi baik secara aseksual dengan pembelahan, pembentukan tunas atau spora, maupun secara seksual dengan peleburan inti dari kedua induknya. Pada pembelahan, sel akan membagi diri membentuk dua sel yang sama besar, sedangkan pada pertunasan (budding), sel anak tumbuh dari penonjolan kecil pada sel induk (Pratiwi, 2008).

c. Fisiologi Kapang

Kapang memerlukan kondisi kelembaban yang tinggi, persediaan bahan organik, dan oksigen untuk pertumbuhannya. Lingkungan yang hangat dan lembab mempercepat pertumbuhan kapang. Kapang tumbuh dengan baik pada kondisi lingkungan yang mengandung banyak gula dengan tekanan osmotik tinggi dan kondisi asam yang tidak menguntungkan bagi pertumbuhan bakteri. Hal ini memungkinkan kapang dapat tumbuh pada selai atau acar (Pratiwi, 2008).

Kapang merupakan organisme aerob sejati. Kapang tumbuh dalam kisaran temperatur yang luas, dengan temperatur optimal berkisar antara 22 – 30ºC. Spesies kapang patogenik mempunyai temperatur pertumbuhan optimal lebih tinggi, yaitu berkisar antara 30 – 37ºC. Beberapa kapang mampu hidup pada temperatur 0ºC sehingga menyebabkan kerusakan produk yang disimpan pada penyimpanan dingin (Pratiwi, 2008).

Kapang berbeda dengan bakteri dilihat dari kondisi lingkungan tempat hidupnya dan karakteristik nutrisinya. Kapang tumbuh baik pada pH ±5 yang terlalu asam bagi bakteri; lebih tahan terhadap tekanan osmotik sehingga dapat tumbuh baik pada kadar garam atau kadar gula yang tinggi; dapat hidup pada substansi dengan kondisi kelembaban sangat rendah; memerlukan lebih sedikit nitrogen dibandingkan bakteri; dan dapat memetabolisme karbohidrat kompleks seperti lignin sehingga dapat tumbuh pada substrat-substrat seperti dinding kamar mandi, sepatu kulit, dan sampah kertas (Pratiwi, 2008).

2.2.3 Patologis

Sebagian kecil mikroorganisme bersifat patogen. Mikroorganisme alami dalam tubuh kita disebut mikroorganisme normal atau flora normal. Meskipun


(31)

flora normal ini tidak patogen, namun dalam keadaan tertentu dapat bersifat patogen dan menimbulkan penyakit infeksi. Contoh mikroorganisme patogen adalah bakteri Staphylococcus aureus dan Escherichia coli O157:H7 yang menyebabkan diare, Shigella dysenteriae yang menyebabkan disentri, khamir Candida albicans yang menyebabkan keputihan, kapang Aspergillus flavus yang menghasilkan aflatoksin yang dapat meracuni makanan, virus Ebola yang menyebabkan penyakit Ebola, human immunodeficiency virus yang menyebabkan penyakit AIDS, protozoa Toxoplasma gondii yang menyebabkan toksoplasmosis dan sebagainya (Pratiwi, 2008).

2.3 Karakterisasi Mikroba 2.3.1 Karakterisasi Bakteri

2.3.1.1 Teknik Pewarnaan (Pelczar, 1986)

Banyak senyawa organik berwarna (zat pewarna) digunakan untuk mewarnai mikroorganisme untuk pemeriksaan mikroskopis. Telah dikembangkan prosedur-prosedur pewarnaan untuk:

1. Mengamati dengan lebih baik bentuk morfologi mikroorganisme secara kasar.

2. Mengidentifikasi bagian-bagian struktural sel mikroorganisme.

3. Membantu mengidentifikasi dan/atau membedakan organisme yang serupa.

Langkah-langkah utama dalam mempersiapkan spesimen mikroba yang diwarnai untuk pemeriksaan mikroskopis ialah:

1. Penempatan olesan, atau lapisan tipis spesimen, pada kaca objek.

2. Fiksasi olesan itu pada kaca objek, biasanya dengan pemanasan, menyebabkan mikroorganisme itu melekat pada kaca objek.

3. Aplikasi pewarna tunggal (pewarnaan sederhana) atau serangkaian larutan pewarna atau reagen (pewarnaan diferensial).

Pewarnaan sederhana. Pemberian warna pada bakteri atau jasad-jasad renik lain dengan menggunakan larutan tunggal suatu pewarna pada lapisan tipis, atau olesan, yang sudah difiksasi, dinamakan pewarnaan sederhana.


(32)

Pewarnaan diferensial. Prosedur pewarnaan yang menampilkan perbedaan di antara sel-sel mikroba atau bagian-bagian sel mikroba. Dengan teknik ini biasanya digunakan lebih dari satu larutan zat pewarna atau reagen pewarnaan.

Pewarnaan Gram. Salah satu teknik pewarnaan diferensial yang paling penting dan paling luas digunakan untuk bakteri ialah pewarnaan Gram. Dalam proses ini olesan bakteri yang terfiksasi dikenai larutan-larutan berikut yaitu ungu kristal, lugol, alkohol 96% (bahan pemucat), dan safranin atau beberapa pewarna tandingan lain yang sesuai. Bakteri diwarnai dengan metode Gram ini dibagi menjadi dua kelompok. Salah satu di antaranya, bakteri Gram positif, mempertahankan zat pewarna ungu kristal dan karenanya tampak ungu tua. Kelompok yang lain, bakteri Gram negatif, kehilangan ungu kristal ketika dicuci dengan alkohol, dan sewaktu diberi pewarna tandingan dengan warna merah safranin, tampak berwarna merah. Hal ini tampaknya disebabkan oleh perbedaan dalam struktur kimiawi permukaannya. Langkah-langkah dalam prosedur serta hasil-hasilnya pada setiap tahap dirangkumkan pada tabel 2.2 berikut.

Tabel 2.2 Pewarnaan Gram (Pelczar, 1986)

No.

Larutan dan Urutan Penggunaannya

Reaksi dan Tampang Bakteri Gram Positif Gram Negatif 1. Ungu Kristal

(UK)

Sel berwarna ungu Sel berwarna ungu 2. Lugol (Y) Kompleks UK-Y

terbentuk di dalam sel; sel tetap berwarna ungu

Kompleks UK-Y terbentuk di dalam sel; sel tetap berwarna ungu 3. Alkohol 96% Dinding sel mengalami

dehidrasi, pori-pori menciut; daya rembes dinding sel dan membran menurun, kompleks UK-Y tak dapat ke luar dari sel; sel tetap ungu

Lipid terekstraksi dari dinding sel, pori-pori mengembang, kompleks UK-Y keluar dari sel; sel menjadi tak berwarna

4. Safranin Sel tak terpengaruhi, tetap ungu

Sel menyerap zat pewarna ini, menjadi merah


(33)

2.3.2 Karakterisasi Kapang

Pengamatan morfologi secara makroskopis kapang dilakukan dengan mengamati karakteristik koloni suatu biakan, antara lain meliputi: warna dan struktur permukaan koloni; ada atau tidaknya tetes eksudat (exudate drops); dan ada atau tidaknya lingkaran konsentris (zonasi). Pengamatan koloni dilakukan sejak awal penanaman hingga beberapa waktu tertentu, dan segala macam perubahan yang terjadi harus dicatat (Gandjar et al.,1999).

Pengamatan mikroskopis tersebut meliputi sekat hifa (bersekat atau tidak bersekat), pertumbuhan hifa (bercabang atau tidak bercabang), warna hifa (hialin, transparan atau gelap), ada tidaknya konidia, dan bentuk konidia (bulat, lonjong, berantai, atau tidak beraturan). Pengamatan mikroskopis dilakukan pada pengamatan hari terakhir (5-7 hari) dengan menggunakan mikroskop (Ariyono et al., 2014).

2.4 Antimikroba 2.4.1 Definisi

Antimikroba (AM) ialah obat pembasmi mikroba, khususnya mikroba yang merugikan manusia (Gunawan, 2011). Menurut Syahrurachman et al. (1994), antimikroba adalah suatu substansi kimia yang diperoleh dari atau dibentuk oleh berbagai spesies mikroorganisme lainnya. Antimikroba tersebar di alam dan memegang peranan penting dalam mengatur populasi mikroba dalam tanah, air, limbah dan kompos. Antimikroba ini berbeda dalam susunan kimia dan cara kerjanya. Dari sekian banyak antimikroba yang telah berhasil ditemukan, hanya beberapa saja yang cukup tidak toksik untuk dapat dipakai dalam pengobatan. Antimikroba yang kini banyak dipergunakan, kebanyakan diperoleh dari genus Bacillus, Penicillium dan Streptomyces (Syahrurachman et al., 1994).

2.4.2 Aktivitas dan Spektrum

Berdasarkan sifat toksisitas selektif, ada antimikroba yang bersifat menghambat pertumbuhan mikroba, dikenal sebagai aktivitas bakteriostatik dan ada yang bersifat membunuh mikroba, dikenal sebagai aktivitas bakterisidal. Kadar minimal yang diperlukan untuk menghambat pertumbuhan mikroba atau membunuhnya, masing-masing dikenal sebagai kadar hambat minimum (KHM)


(34)

dan kadar bunuh minimal (KBM). Antimikroba tertentu aktivitasnya dapat meningkat dari bakteriostatik menjadi bakterisidal bila kadar antimikrobanya ditingkatkan melebihi KHM (Gunawan, 2011).

Berdasarkan spektrum kerjanya, antimikroba dibagi menjadi dua kelompok, yaitu berspektrum sempit (benzyl penisilin dan streptomisin) dan berspektrum luas (tetrasiklin dan kloramfenikol) (Gunawan, 2011).

2.5.3 Mekanisme Kerja

Berdasarkan mekanisme kerjanya, antimikroba dibagi dalam lima kelompok (Gunawan, 2011):

1. Antimikroba yang menghambat metabolisme sel mikroba

Antimikroba yang termasuk dalam kelompok ini ialah sulfonamida, trimetoprim, asam p-aminosalisilat (PAS) dan sulfon. Dengan mekanisme kerja ini diperoleh efek bakteriostatik. Mikroba membutuhkan asam folat untuk kelangsungan hidupnya. Berbeda dengan mamalia yang mendapatkan asam folat dari luar, kuman patogen harus mensintesis sendiri asam folat dari asam amino benzoat (PABA) untuk diikutsertakan dalam pembentukkan asam folat, maka terbentuk analog asam folat yang nonfungsional. Akibatnya, pertumbuhan mikroba akan terganggu.

2. Antimikroba yang menghambat sintesis dinding sel mikroba

Dinding sel bakteri terdiri dari peptidoglikan yaitu suatu kompleks polimer mukopeptida (glikopeptida). Antimikroba ini akan menghambat reaksi yang paling dini dalam proses sintesis dinding sel dan diakhiri dengan menghambat reaksi terakhir (transpeptidasi) dalam rangkaian reaksi tersebut. Oleh karena tekanan osmotik dalam sel kuman akan menyebabkan terjadinya lisis, yang merupakan dasar efek bakterisidal pada kuman yang peka. Contoh antimikroba ini adalah penisilin, sefalosporin, basitrasin, vankomisin, dan sikloserin.

3. Antimikroba yang mengganggu keutuhan membran sel mikroba

Antimikroba ini dapat merusak permeabilitas selektif dari membran sel mikroba dengan cara mengubah tegangan permukaan (surface-active agent). Kerusakan membran sel menyebabkan keluarnya berbagai komponen penting dari dalam sel mikroba yaitu protein, asam nukleat, nukleotida, dan lain-lain.


(35)

Antimikroba yang termasuk dalam kelompok ini yaitu polimiksin, golongan polien serta berbagai antimikroba kemoterapeutik.

4. Antimikroba yang menghambat sintesis protein sel mikroba

Untuk kehidupannya, sel mikroba perlu mensintesis berbagai protein. Sintesis protein berlangsung di ribosom, dengan bantuan mRNA dan tRNA. Pada bakteri, ribosom terdiri atas dua sub unit, yang berdasarkan konstanta sedimentasi dinyatakan sebagai ribosom 30S dan 50S. Untuk berfungsi pada sintesis protein, kedua komponen ini akan bersatu pada pangkal rantai mRNA menjadi ribosom 70S. Penghambatan sintesis terjadi dengan berbagai cara. Ada yang berikatan dengan komponen ribosom 30S dan menyebabkan kode pada mRNA salah dibaca oleh tRNA pada waktu sintesis protein. Akibatnya akan terbentuk protein yang abnormal dan nonfungsional bagi sel mikroba. Sebagai contoh: streptomisin dan tetrasiklin. Ada juga yang berikatan dengan ribosom 50S dan menghambat translokasi kompleks tRNA-peptida dari lokasi asam amino ke lokasi peptida. Akibatnya, rantai polipeptida tidak dapat diperpanjang karena lokasi asam amino tidak dapat menerima kompleks tRNA-asam amino yang baru. Sebagai contoh: eritromisin, linkomisin, dan kloramfenikol.

5. Antimikroba yang menghambat sintesis asam nukleat sel mikroba

Antimikroba ini berikatan dengan enzim polymerase-RNA (pada sub unit) sehingga menghambat sintesis RNA dan DNA oleh enzim tersebut. Golongan kuinolon menghambat enzim DNA girase pada kuman yang fungsinya menata kromosom yang sangat panjang menjadi bentuk spiral hingga dapat masuk ke dalam sel kuman yang kecil. Contoh antimikroba kelompok ini ialah rifampisin dan golongan kuinolon.

2.5 Uji Aktivitas Antimikroba (Pratiwi, 2008) 2.5.1 Metode Difusi

a. Metode disc diffusion (tes Kirby & Bauer)

Metode ini untuk menentukan aktivitas agen antimikroba. Piringan yang berisi agen antimikroba diletakkan pada media agar yang telah ditanami mikroorganisme yang akan berdifusi pada media agar tersebut. Area jernih


(36)

mengindikasikan adanya hambatan pertumbuhan mikroorganisme oleh agen antimikroba pada permukaan media agar.

b. E-test

Metode E-test digunakan untuk mengestimasi MIC (minimum inhibitory concentration) atau KHM (kadar hambat minimum), yaitu konsentrasi miminal suatu agen antimikroba untuk dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme. Pada metode ini digunakan strip plastik yang mengandung agen antimikroba dari kadar terendah hingga kadar tertinggi dan digerakkan pada permukaan media agar yang telah ditanami mikroorganisme. Pengamatan dilakukan pada area jernih yang ditimbulkannya yang menunjukkan kadar agen antimikroba yang menghambat pertumbuhan mikroorganisme pada media agar.

c. Ditch-plate technique

Pada metode ini sampel uji berupa agen antimikroba yang diletakkan pada parit yang dibuat dengan cara memotong media agar dalam cawan petri pada bagian tengah secara membujur dan mikroba uji (maksimum 6 macam) digoreskan ke arah parit yang berisi agen antimikroba.

d. Cup-plate technique

Metode ini serupa dengan metode disc diffusion, yaitu dibuat sumur pada media agar yang telah ditanami dengan mikroorganisme dan pada sumur tersebut diberi agen antimikroba yang akan diuji.

e. Gradient-plate technique

Pada metode ini konsentrasi agen antimikroba pada media agar secara teoritis bervariasi dari 0 hingga maksimal. Media agar dicairkan dan larutan uji ditambahkan. Campuran kemudian dituang ke dalam cawan petri dan diletakkan dalam posisi miring. Nutrisi kedua selanjutnya dituang di atasnya. Plate diinkubasi selama 24 jam untuk memungkinkan agen antimikroba berdifusi dan permukaan media mengering. Mikroba uji (maksimal 6 macam) digoreskan pada arah mulai dari konsentrasi tinggi ke rendah. Hasil diperhitungkan sebagai panjang total pertumbuhan mikroorganisme maksimum yang mungkin dibandingkan dengan panjang pertumbuhan hasil goresan. Bila:

X: panjang total pertumbuhan mikroorganisme yang mungkin Y: panjang pertumbuhan aktual


(37)

C: konsentrasi final agen antimikroba pada total volume media mg/mL atau µg/mL, maka konsentrasi hambatan adalah: [(X.Y)] = C mg/mL atau µg/mL.

Yang perlu diperhatikan adalah dari hasil perbandingan yang didapat dari lingkungan padat dan cair, faktor difusi agen antimikroba dapat mempengaruhi keseluruhan hasil pada media padat.

2.5.2 Metode Dilusi

Metode dilusi dibedakan menjadi dua yaitu dilusi cair (broth dilution) dan dilusi padat (solid dilution).

a. Metode dilusi cair/broth dilution test (serial dilution)

Metode ini mengukur MIC (minimum inhibitory concentration atau kadar hambat minimum, KHM) dan MBC (minimum bactericidal concentration atau kadar bunuh minimum, KBM). Cara yang dilakukan adalah dengan membuat seri pengenceran agen antimikroba pada media cair yang ditambahkan dengan mikroba uji. Larutan uji agen antimikroba pada kadar terkecil yang terlihat jernih tanpa adanya pertumbuhan mikroba uji ditetapkan sebagai KHM. Larutan yang ditetapkan sebagai KHM tersebut selanjutnya dikultur ulang pada media cair tanpa penambahan mikroba uji ataupun agen antimikroba, dan diinkubasi selama 18-24 jam. Media cair yang tetap terlihat jernih setelah inkubasi ditetapkan sebagai KBM.

b. Metode dilusi padat/solid dilution test

Metode ini serupa dengan metode dilusi cair namun menggunakan media padat (solid). Keuntungan metode ini adalah satu konsentrasi agen antimikroba yang diuji dapat digunakan untuk menguji beberapa mikroba uji.

2.5.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Metode Difusi pada Pengujian Aktivitas Antimikroba

Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi hasil pengamatan aktivitas antimikroba dengan metode difusi (Lorian, 1980), antara lain:

1) Kedalaman Agar

Untuk memperoleh sensitivitas yang optimal, cawan petri diisi dengan lapisan agar tidak lebih dari 2 sampai 3 mm dan merata pada setiap bagiannya.


(38)

Keseragaman kedalaman Agar penting untuk menjamin datarnya bagian dasar sebagai tempat pengujian.

2) Ukuran Inokulum

Ukuran inokulum merupakan salah satu variabel penting yang berpengaruh pada besar kecilnya zona hambatan dan konsentrasi hambat minimum. Jika ukuran inokulum kecil, akan diperlukan lebih banyak waktu untuk mencapai masa sel mikroba. Akibatnya zona hambat yang terbentuk akan menjadi lebih besar, dan konsentrasi hambat minimum menjadi lebih kecil.

3) Komposisi Media

Aktivitas zat antimikroba dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti kation-kation dalam media. pH media dan adanya berbagai macam bahan antagonis. Kecepatan difusi dari zat antimikroba ditentukan oleh konsentrasi media, konsentrasi berbagai ion dan adanya ikatan elektrostatik antara zat antimikroba dengan sekumpulan ion dalam media. Kapasitas gizi dari media juga sangat mempengaruhi panjangnya fase pertumbuhan dari mikroba uji, dan akan turut mempengaruhi ukuran zona hambatan dan konsentrasi hambat minimum.

4) Temperatur Inkubasi

Tiap-tiap golongan mikroba memiliki temperatur pertumbuhan optimal (fungi umumnya 10-35ºC, bakteri 20-45ºC). Inkubasi akan sangat mempengaruhi pertumbuhan mikroba uji. Kecepatan pertumbuhan akan menurun pada temperatur yang lebih rendah daripada temperatur optimal pertumbuhan mikroba dan terhenti pada temperatur yang lebih tinggi dari temperatur optimal pertumbuhan mikroba. 5) Waktu Inkubasi

Besarnya zona hambatan ditentukan pula oleh jangka waktu inkubasi. Misalnya kebanyakan bakteri patogen dapat diamati pertumbuhannya setelah 5 atau 6 jam inkubasi. Pada inkubasi selanjutnya zona hambatan akan menjadi lebih kecil karena terjadi perubahan pertumbuhan bakteri pada tepi zona hambatan dan konsentrasi hambatan minimum akan lebih besar.

6) Konsentrasi zat antimikroba

Semakin tinggi konsentrasi zat aktif antimikroba akan semakin besar hambatan terhadap pertumbuhan mikroba, sehingga zona hambatan akan lebih besar.


(39)

2.6. Pemilihan Media (Lay, 1992)

Beberapa syarat yang harus dipenuhi media pertumbuhan mikroba adalah sebagai berikut:

1) Cukup mengandung unsur-unsur makanan yang mudah diambil oleh mikroba. 2) Tidak mengandung inhibitor atau zat-zat lain yang menghambat pertumbuhan

mikroba.

3) Memiliki tekanan osmotik yang sesuai dengan kebutuhan mikroba. 4) Memiliki pH yang sesuai kebutuhan mikroba.

5) Steril.

2.7 Bakteri Uji

Bakteri uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah Staphylococcus aureus, Escherichia coli, Bacillus Subtilis, Shigella dysenteriae, dan Salmonella typhimurium.

2.7.1 Staphylococcus aureus

Staphylococcus aureus merupakan bakteri patogen yang bersifat Gram positif. Klasifikasi bakteri ini adalah (Sleigh & Timbury, 1994):

Kingdom : Prokaryota Filum : Bacteria Kelas : Schizomyces Ordo : Eubacteriales Famili : Micrococcaceae Genus : Staphylococcus

Spesies : Staphylococcus aureus

Staphylococcus aureus dapat menimbulkan penyakit pada manusia. Setiap jaringan ataupun alat tubuh dapat diinfeksi olehnya dan menyebabkan timbulnya penyakit dengan tanda-tanda yang khas, yaitu peradangan, nekrosis, dan pembentukkan abses. Kuman ini berbentuk sferis, bila bergerombol dalam susunan yang tidak teratur mungkin sisinya agak rata karena tertekan. Diameter kuman antara 0,8 – 1,0 mikron. Kuman ini tidak bergerak, tidak berspora dan Gram positif. Jenis-jenis Staphylococcus di laboratorium tumbuh dengan baik dalam kaldu biasa pada suhu 37ºC. Batas-batas suhu untuk pertumbuhannya ialah


(40)

15ºC dan 40ºC, sedangkan suhu pertumbuhan optimum ialah 35ºC. Pertumbuhan terbaik dan khas ialah pada suasana aerob; kuman ini pun bersifat anaerob fakultatif dan dapat tumbuh dalam udara yang hanya mengandung hidrogen dan pH optimum untuk pertumbuhan ialah 7,4. Pada lempeng agar, koloninya berbentuk bulat, diameter 1-2 mm, cembung, buram, mengkilat, dan konsistensinya lunak. Warna khas ialah kuning keemasan, hanya intensitas warnanya dapat bervariasi (Syahrurachman et al., 1994).

2.7.2 Bacillus subtilis

Bacillus subtilis merupakan bakteri Gram positif berbentuk batang besar, membentuk rantai, berspora, dan sifatnya aerob. Panjang bakteri ini 2-3 µm dan lebarnya 0,7-0,8 µm (Jawetz & Adelberg, 1996).

Bakteri ini menggunakan sumber N dan C untuk energi pertumbuhan. Spora resisten terhadap perubahan lingkungan, tahan terhadap panas kering dan desinfektan kimia tertentu selama waktu yang cukup lama dan tetap ada selama bertahun-tahun dalam tanah yang kering (Jawetz & Adelberg, 1996).

Berikut adalah klasifikasi Bacillus subtilis menurut Madigan (2005): Kingdom : Bacteria

Filum : Firmicutes Kelas : Bacilli Ordo : Bacillales Famili : Bacillaceae Genus : Bacillus

Spesies : Bacillus subtilis

Bacillus subtilis dapat tumbuh pada suhu 455°C minimum pada suhu 5-20°C, dan suhu optimumnya bervariasi antara 25-37°C. Bakteri ini banyak terdapat di tanah, air, udara, saluran pencernaan hewan, dan bahan pangan tertentu (Buckle, 1985).

Bacillus subtilis menyebabkan penyakit pada manusia dengan sistem imun terganggu, misalnya gastroenteritis akut dan meningitis (Jawetz & Adelberg, 1996). Bakteri ini juga dikenal sebagai penyebab keasaman pada makanan kaleng karena fermentasi gula yang dikandung bahan pangan tersebut (Buckle, 1985).


(41)

2.7.3 Escherichia coli

Escherichia coli merupakan bakteri Gram negatif, berbentuk batang pendek, motil aktif dan tidak membentuk spora yang diklasifikasikan sebagai berikut (Juliantina et al., 2008):

Kingdom : Prokaryota Filum : Gracilicutes Kelas : Scotobacteria Ordo : Eubacteriales Famili : Enterobacteriaceae Genus : Escherichia

Spesies : Escherichia coli

Pembiakan E. coli bersifat aerob atau fakultatif anaerob, pertumbuhan optimum pada suhu 37ºC. E. coli mempunyai beberapa antigen, yaitu antigen O (polisakarida), antigen K (kapsular), antigen H (flagella). Antigen O merupakan antigen somatik berada dibagian terluar dinding sel lipopolisakarida dan terdiri dari unit berulang polisakarida. Antibodi terhadap antigen O adalah IgM. Antigen K adalah antigen polisakarida yang terletak di kapsul (Juliantina et al., 2008).

E.coli terdapat di saluran pencernaan manusia dan binatang, dapat pula ditemukan di sungai, danau, tanah, dan tempat lain yang telah terkontaminasi feses. E.coli dapat menyebabkan infeksi primer pada usus misalnya diare. Namun sebagai bagian dari flora normal saluran pencernaan, E.coli berperan penting untuk pencernaan makanan dengan memproduksi vitamin K dari materi-materi yang tidak tercernakan di usus besar. Selnya berukuran antara 0,4-0,7 µm x 1,4 µm (Syahrurachman et al., 1994).

2.7.4 Shigella dysenteriae

Shigella dysenteriae merupakan bakteri Gram negatif, berbentuk batang, tidak berflagel, dan ukuran 0,5-0,7 µm x 2-3 µm. Sifat pertumbuhan adalah aerob dan fakultatif anaerob, pH pertumbuhan 6,4-7,8, suhu pertumbuhan optimum 37°C (Syahrurachman et al., 1994). Klasifikasi bakteri ini adalah (Dwidjoseputro, 1998):


(42)

Kingdom : Prokayota Filum : Bacteriophyta

Kelas : Gammaproteobacteria Ordo : Eubacteriales

Famili : Bactericeae Genus : Shigella

Spesies : Shigella dysenteriae

Bakteri ini dapat menyebabkan disentri basiler. Disentri adalah salah satu dari berbagai gangguan pencernaan yang ditandai dengan peradangan usus terutama kolon, disertai nyeri perut dan buang air besar yang sering mengandung darah dan lendir (Pelczar, 1986).

2.7.5 Salmonella typhimurium

Salmonella typhimurium merupakan bakteri Gram negatif, berbentuk batang, tidak berspora, ukuran 1-3,5 µm x 0,5-0,8 µm, besar koloni rata-rata 2-4 mm, mempunyai flagel peritrikh. Kuman tumbuh pada suasana aerob dan fakultatif anaerob, pada suhu 15-41°C (suhu pertumbuhan optimum 37,5°C) dan pH pertumbuhan 6-8 (Syahrurachman et al., 1994).

Berikut adalah klasifikasi Salmonella typhimurium (Batt & Mary, 2014): Kingdom : Bacteria

Filum : Proteobacteria

Kelas : Gammaproteobacteria Ordo : Enterobacteriales Famili : Enterobacteriaceae Genus : Salmonella

Spesies : Salmonella typhimurium

Bakteri dari genus Salmonella merupakan bakteri penyebab infeksi yang jika tertelan dan masuk ke dalam tubuh akan menimbulkan gejala yang disebut salmonelosis. Gejala salmonelosis yang paling sering terjadi adalah gastroenteritis yang disebabkan oleh Salmonella typhimurium. Salmonella tidak selalu menimbulkan perubahan dalam warna, bau, maupun rasa pada makanan yang terkontaminasinya. Semakin tinggi jumlah Salmonella di dalam makanan semakin


(43)

besar kemungkinan timbulnya gejala infeksi pada orang yang menelan makanan yang telah terkontaminasi oleh bakteri Salmonella (Jay, 1978).

2.8 Genus Garcinia

Genus Garcinia yang merupakan tumbuhan tropis. Di Indonesia dikenal sebagai tanaman manggis-manggisan dan terdapat sekitar 100 spesies yang tersebar dan merupakan bagian penting dari komposisi hutan (Sosef et al., 1998; Sari, 1999). Tanaman ini juga tumbuh di daerah subtropis, seperti di Kepulauan Jepang, Korea dan sebagian wilayah dataran Cina (Ilyas et al., 1994; Likhitwitayawuid et al., 1998).

Garcinia mempunyai habitus berupa pohon dengan tinggi mencapai 25-33 m dan jarang yang berupa semak. Batangnya lurus dengan diameter 60-100 cm, mengecil ke arah ujung. Bentuk pohon seperti kerucut, memiliki percabangan berselang-seling. Seluruh bagian tanaman mengeluarkan getah putih atau kuning yang kental dan lengket, bila dilukai. Daun selalu berwarna hijau, berhadapan silang. Genus ini ada yang berumah satu (monoecious) dan ada yang berumah dua (dioecious). Bunga berada di ketiak daun. Daun kelopak dan daun mahkota terdiri dari 4-5 helai; bunga jantan memiliki benang sari yang jumlahnya bervariasi, dengan tangkai sari bersatu menjadi satu tiang tengah atau membentuk 4-5 berkas. Bagian putik mengecil atau tidak sama sekali. Bunga betina biasanya berukuran lebih besar daripada bunga jantan, seringkali menyendiri, benang sari semu dengan tangkai-tangkai sarinya yang bersatu menjadi sebuah cincin di bagian pangkal, atau menjadi 4-5 berkas pendek; bakal buah beruang 2-12, biasanya berbentuk papilla. Bijinya besar, biasanya terbungkus oleh arilus yang berisi banyak sari buah; embrionya berupa massa yang padat, hanya tersusun atas hipokotil, sedangkan keping bijinya tidak ada. Bagian kayu dari genus ini biasanya keras dengan warna yang beragam mulai kuning sampai coklat kemerahan dan umumnya memiliki tekstur bagus (Veirhej & Coronel, 1992; Sosef, 1998).

Garcinia mangostana dikenal dengan nama Queen of fruit, selain buahnya dapat dimakan, kulit ari biji dari buah ini digunakan sebagai obat luka dan infeksi, penurun panas dan mengurangi rasa sakit. G. cambogia sekarang banyak terdapat


(44)

di pasaran sebagai suplemen untuk mengurangi berat badan. Getah bagian batang G. hanburyi Hook digunakan sebagai pencahar, biji G. dulcis Kurz dikenal sebagai obat gondok dan buah G. indica telah dimanfaatkan sebagai obat cacing dan kardiotonik. Di bidang industri tanaman ini juga telah dipakai sebagai bahan dasar sabun dan lilin, minyak dari tanaman ini juga dapat digunakan untuk obat urut dan urtikaria (Sosef, 1998).

Dari berbagai penelitian yang dilakukan pada beberapa spesies Garcinia berhasil diisolasi senyawa-senyawa kelompok xanton, benzofenon, flavonoid, dan triterpenoid (Verheij & Coronel, 1992; Likhitwitayawuid et al., 1998). Umumnya senyawa-senyawa tersebut mempunyai aktivitas biologik dan farmakologik seperti antiinflamasi, antimikroba, antifungi, dan antioksidan (Likhitwitayawuid et al., 1998; Iinuma et al., 1998).

2.9 Garcinia benthami Pierre

Garcinia benthami Pierre merupakan salah satu spesies dari genus Garcinia. Tumbuhan ini dapat ditemukan di Thailand, Malaysia, Singapura, Filipina, dan Indonesia (Heyne K, 1987; Rachman, 2003). Di Indonesia banyak terdapat di Sumatera, Jawa dan Kalimantan. Pada penelitian Elya et al. (2004) telah berhasil diisolasi senyawa benzofenon baru dari kulit batang Garcinia benthami Pierre yaitu ismailbenzofenon dan hilmibenzofenon.

Gambar 2.2 Garcinia benthami Pierre (Sumber: Dokumentasi Pribadi)


(45)

Tumbuhan Garcinia benthami Pierre secara taksonomi mempunyai klasifikasi sebagai berikut (Heyne K, 1987):

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta Sub divisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledoneae Sub kelas : Archichlamydeae Ordo : Guttiferales Familia : Clusiaceae Genus : Garcinia

Species : Garcinia benthami Pierre

Garcinia benthami Pierre mempunyai habitus berupa pohon dengan tinggi mencapai 30 m. Batangnya lurus, mengecil ke arah ujung. Bentuk pohon berupa kerucut, memiliki percabangan berselang-seling. Seluruh bagian tanaman mengeluarkan getah kuning yang kental dan lengket bila dilukai. Daun selalu berwarna hijau, berhadapan berseling. Bunga berada di ketiak daun. Daun kelopak dan daun mahkota terdiri dari 4-5 helai. Bunga jantan memiliki benang sari yang yang jumlahnya bervariasi, dengan tangkai sari bersatu menjadi satu tiang tengah atas. Bunga betina biasanya berukuran lebih besar dari bunga jantan, seringkali menyendiri, benang sari semu dengan tangkai-tangkai sarinya yang bersatu menjadi sebuah cincin di bagian pangkal, bakal buah beruang 2-12 dan biasanya berbentuk papila. Bijinya besar, biasanya terbungkus oleh arilus yang berisi banyak sari buah. Embrionya berupa masa padat, hanya tersusun atas hipokotil, sedangkan bijinya tidak ada (Rachman, 2003).

Penelitian terdahulu dari Garcinia benthami Pierre telah berhasil diisolasi senyawa benzofenon baru, yaitu ismailbenzofenon dan hilmibenzofenon (Elya et al., 2004) serta salimbenzophenon (Elya et al., 2006) dari kulit batang G. benthami. Dari ekstrak aseton kulit batang G. benthami telah berhasil diisolasi senyawa stigmasterol, asamolean-5,12-dien-3β-ol-28-oat dan senyawa flavonoid yaitu epikatekin (Elya et al., 2006). Dua triterpenoid telah berhasil diisolasi dari ekstrak n-heksana kulit batang G. benthami yaitu friedelin dan asam-3β


(46)

-hidroksida-lanosta-9(11),24-dien-26-oat (Elya et al., 2009). Berdasarkan penelitian sebelumnya ekstrak dari daun Garcinia benthami Pierre mengandung senyawa alkaloid, flavonoid, steroid/terpenoid, tannin, kuinon, kumarin, dan saponin (Amelia, 2011).


(47)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari sampai Mei 2015 di Laboratorium Mikrobiologi Pusat Laboratorium Terpadu (PLT) Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

3.2 Alat

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain : cawan petri (Petriq), tabung reaksi (Pyrex), labu Erlenmeyer (Schott Duran), beaker glass (Schott Duran), gelas ukur (Pyrex), batang drigalski, batang L, cover glass, kaca obyek, pipet tetes, spatula, gunting bedah, pisau bedah, pinset, jarum ose, tissue steril, kertas saring, kertas perkamen, jangka sorong (Trickle), pH indikator, plastic wrap, alumunium foil, mikropipet dan tip (Bio Rad), Laminar Air Flow Cabinet, timbangan analitik (Scout Pro), inkubator (Memmert), autoklaf otomatis (ALP), autoklaf (All American), oven (Memmert), hot plate (Thermo Scientific), magnetic stirrer, bunsen, shaker (Stuart Scientific), sentrifus (Hettich Zentrifugen EBA 20), sentrifus berpendingin (Peqlab), vortex (Thermolyne), paper disc 6 mm (Oxoid), mikroskop cahaya (Olympus), dan alat-alat gelas lain yang biasa digunakan di laboratorium mikrobiologi.

3.3 Bahan

3.3.1 Sampel Penelitian

Daun tanaman Garcinia benthami Pierre sebanyak 4 helai beserta pucuk daun yang masih segar diperoleh dari koleksi Kebun Raya Bogor. Tanaman ini telah dideterminasi di Lembaga Penelitian Biologi atau Herbarium Bogoriense, Bogor.

3.3.2 Bahan untuk Proses Sterilisasi Permukaan

Air bersih yang mengalir, alkohol 70%, natrium hipoklorit (NaOCl) 5,25%, aquades steril.


(48)

3.3.3 Bahan untuk Pembuatan Media Pertumbuhan Mikroba

Potato Dextrose Agar (Merck), Nutrient Agar (Merck), Mueller Hinton Agar (Oxoid), Nutrient Broth (Merck), Kalsium karbonat (CaCO3), Potato Dextrose Broth (Oxoid), dan Yeast Extract (Merck).

3.3.4 Bakteri uji

Bakteri uji yang digunakan yaitu bakteri Gram positif (Staphylococcus aureus ATCC 6538, Bacillus subtilis ATCC 6633) dan Gram negatif (Escherichia coli ATCC 35218, Shigella dysenteriae ATCC 13313, Salmonella typhimurium ATCC 14028).

3.3.5 Bahan untuk Karakterisasi Mikroba Endofit dan Uji Kemurnian Bakteri Uji

Larutan kristal violet, lugol, alkohol 96%, larutan safranin, aquades steril, NaCl 0,9%.

3.3.6 Kontrol Uji Aktivitas Antibakteri

Cakram kloramfenikol konsentrasi 30 µg/cakram (Oxoid) dan aquades steril.

3.4 Prosedur Penelitian

3.4.1 Pembuatan Media Pertumbuhan Mikroba 3.4.1.1 Pembuatan Media PDA (Potato Dextrose Agar)

Media Potato Dextrose Agar (PDA) plate dibuat untuk isolasi kapang endofit dan pemurnian kapang endofit. Media ini dibuat dengan cara PDA ditimbang sebanyak 39 gram, kemudian ditambahkan aquades hingga 1 liter. Larutan tersebut kemudian dipanaskan di atas hot plate dan diaduk dengan magnetic stirrer hingga homogen. Selanjutnya disterilisasi dengan autoklaf selama 15 menit pada suhu 121ºC. Media dituang ke dalam cawan petri secara aseptis masing-masing ±10 mL, lalu dibiarkan di suhu ruang hingga media memadat (Ramadhan, 2011).


(49)

3.4.1.2Pembuatan Media Agar Miring PDA (Potato Dextrose Agar)

Media agar miring Potato Dextrose Agar (PDA) dibuat untuk pemurnian (pembuatan stock culture) kapang endofit. Media ini dibuat dengan cara Potato Dextrose Agar (PDA) ditimbang sebanyak 39 gram, kemudian ditambahkan aquades hingga 1 liter. Larutan tersebut kemudian dipanaskan di atas hot plate dan diaduk dengan magnetic stirrer hingga homogen. Kemudian media dituang ke dalam tabung slant masing-masing ±5 mL. Selanjutnya disterilisasi dengan autoklaf selama 15 menit pada suhu 121ºC. Media yang telah steril diletakkan dalam posisi miring ±45º dan media dibiarkan memadat (Rustanti, 2007).

3.4.1.3Pembuatan Media NA (Nutrient Agar)

Media Nutrient Agar (NA) plate dibuat untuk isolasi dan pemurnian bakteri endofit, skrining antibakteri mikroba endofit serta peremajaan bakteri uji. Media ini dibuat dengan cara Nutrient Agar (NA) ditimbang sebanyak 20 gram dan dilarutkan dalam aquades hingga 1 liter. Larutan tersebut kemudian dipanaskan di atas hot plate dan diaduk dengan magnetic stirrer hingga homogen. Media disterilisasi dengan autoklaf selama 15 menit dengan suhu 121ºC. Kemudian media dituang ke dalam cawan petri masing-masing ±10 mL, media dibiarkan memadat (Rustanti, 2007).

3.4.1.4Pembuatan Media Agar Miring NA (Nutrient Agar)

Media agar miring Nutrient Agar (NA) dibuat untuk pemurnian (pembuatan stock and working culture) bakteri endofit. Media ini dibuat dengan cara Nutrient Agar (NA) ditimbang sebanyak 20 gram dan dilarutkan dalam aquades hingga 1 liter. Larutan tersebut kemudian dipanaskan di atas hot plate dan diaduk dengan magnetic stirrer hingga homogen. Kemudian media dituang ke dalam tabung slant masing-masing 5 mL. Selanjutnya disterilisasi dengan autoklaf selama 15 menit pada suhu 121ºC. Media yang telah steril diletakkan dalam posisi miring ±45º dan media dibiarkan memadat (Rustanti, 2007).


(1)

Lampiran 6. Bagan Fermentasi Mikroba Endofit

a.

Fermentasi Kapang Endofit

b.

Fermentasi Bakteri Endofit

Koloni bakteri

endofit murni Diinkubasi pada suhu ruang selama 2 hari dengan kecepatan shaker 170 rpm

Biomassa sel dipanen dengan menggunakan sentrifus berpendingin 3000

rpm selama 20 menit pada suhu 4°C Supernatan dari hasil

sentrifus digunakan untuk uji hayati

Difermentasi cair dengan menggunakan medium NB sebanyak 10 mL dalam tabung reaksi diameter 2

cm Koloni kapang

endofit yang telah murni

Diinkubasi selama 21 hari dengan suhu ruang dalam kondisi

stasioner.

Miselia dan media agar dari kapang endofit diambil sebanyak 3 bulatan

berdiameter 6 mm kemudian dimasukkan ke dalam media PDY

200 mL.

Hasil fermentasi disentrifugasi dengan kecepatan 3000 rpm selama 15 menit dan supernatan yang diperoleh dijadikan sebagai


(2)

Lampiran 7. Bagan Uji Aktivitas Antibakteri dari Supernatan Hasil

Fermentasi Mikroba Endofit

Lampiran 8. Hasil Isolasi Mikroba Endofit

1)

Isolasi Kapang Endofit pada Media PDA (

Potato Dextrose Agar

)

Isolasi kapang endofit pada daun didekat pucuk

Hari ke-0

Hari ke-5

Hari ke-7

Hari ke-14

Kontrol

Didapatkan 1

isolat kapang

endofit yaitu

isolat GB5

Cakram yang sudah diresapi larutan uji diletakkan pada permukaan media yang berisi bakteri uji. Amati

zona hambatan yang terbentuk setelah inkubasi. Ukur diameter zona hambat dengan jangka sorong Kontrol positif yang

digunakan pada uji aktivitas antibakteri adalah kloramfenikol 30

µg/cakram

Kontrol negatif yaitu aquades steril yang diserapkan ke


(3)

Isolasi kapang endofit pada daun ditengah ranting

Hari ke-5

Hari ke-7

Hari ke-14

Kontrol

Didapatkan 8 isolat kapang endofit

yaitu GB1, GB2, GB4, GB6, GB9,

GB10, GB11, dan GB12

Isolasi kapang endofit pada daun dipangkal ranting

Hari ke-5

Hari ke-7


(4)

Hari ke-14

Kontrol

Didapatkan 8 isolat yaitu isolat GB3, GB7, GB13, GB14, GB15, GB16, GB17,

dan GB18

Isolasi kapang endofit pada pucuk daun

Hari ke-5

Hari ke-7

Hari ke-14

Kontrol

Didapatkan

1 isolat

kapang

endofit yaitu

GB8

2)

Isolasi Bakteri Endofit pada Media NA (

Nutrient Agar

)

Isolasi bakteri endofit pada daun yang berada di dekat pucuk daun

Hari ke-3

Kontrol

Didapatkan 3

isolat bakteri

endofit yaitu

IGB5, IGB6, dan

IGB7

Isolasi bakteri endofit pada pucuk daun

Hari ke-3

Kontrol

Didapatkan 4

isolat bakteri

yaitu IGB1,

IGB2, IGB3, dan


(5)

Lampiran 9. Hasil

Stock

Culture

Mikroba Endofit

1)

Kapang Endofit

GB1

GB2

GB3

GB4

GB5

GB6

GB7

GB8

GB9

GB10

GB11

GB12

GB13

GB14

GB15

GB16

GB17

GB18

2)

Bakteri Endofit

Lampiran 10. Hasil Fermentasi Mikroba Endofit

1)

Hasil Fermentasi Kapang Endofit


(6)

2)

Hasil Fermentasi Bakteri Endofit

Lampiran 11. Data Absorbansi Kurva Pertumbuhan Bakteri Uji

Absorbansi (

Optical Density

)

Jam

E.coli

S.aureus S.dysenteriae B.subtilis S.typhimurium

0

0.007

0.001

0.003

0.002

0.006

1

0.012

0.005

0.007

0.002

0.041

2

0.055

0.014

0.017

0.006

0.130

3

0.203

0.066

0.037

0.009

0.327

4

0.402

0.198

0.088

0.021

0.444

5

0.542

0.404

0.226

0.065

0.347

6

0.624

0.821

0.402

0.163

0.401

7

0.689

1.022

0.579

0.294

0.372

8

0.806

1.142

0.757

0.434

0.364

9

0.884

1.191

0.891

0.633

0.377

10

1.056

1.485

0.892

0.474

0.981

11

1.160

1.479

0.976

0.621

1.094

12

1.470

1.769

0.956

0.830

1.240

13

1.647

2.122

0.990

0.855

1.269

14

1.895

1.946

1.229

1.132

1.430

15

1.973

2.083

1.581

0.156

1.514

16

2.053

1.839

1.631

1.776

1.584

17

2.086

1.911

1.692

1.893

1.648

18

2.072

1.744

1.956

1.668

19

2.058

1.731

1.978

1.734

20

2.057

1.786

1.946

1.682

21

2.033

1.780

1.981

1.745

22

2.033

1.797

1.958

1.763


Dokumen yang terkait

Pemeriksaan Cemaran Bakteri Escherichia coli Dan Staphylococcus aureus Pada Jamu Gendong Dari Beberapa Penjual Jamu Gendong

4 120 85

Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Daun Ceplukan (Physalis minima L.) Terhadap Bakteri Shigella dysenteriae, Escherichia coli Dan Salmonella typhimurium

21 148 72

Isolasi, Seleksi, dan Uji Aktivitas Antibakteri dari Kapang Endofit Daun Parijoto (Medinilla speciosa Blume) Terhadap Staphylococcus aureus, Bacillus subtilis, Escherichia coli, dan Shigella dysenteriae

1 15 108

Uji Aktivitas Antimikroba Ekstrak Etanol dan Air Rimpang Pacing (Costus spiralis) terhadap Bakteri Escherichia coli, Shigella dysenteriae, Salmonella typhimurium, Bacillus subtilis, Staphylococcus aureus serta Fungi Candida albicans

3 17 79

Isolasi, Seleksi, dan Uji Aktivitas Antimikroba Kapang Endofit dari Daun Tanaman Jamblang (Syzygium cumini L.) terhadap Escherichia coli, Pseudomonas aeruginosa, Bacillus subtilis, Staphylococcus aureus, Candida albicans dan Aspergillus niger.

3 23 110

Isolasi Fraksi Aktif Antibakteri dari Daun Garcinia benthami Pierre

4 44 99

Isolasi, Seleksi dan Uji Aktivitas Antibakteri Mikroba Endofit dari Daun Tanaman Garcinia benthami Pierre terhadap Staphylococcus aureus, Bacillus subtilis, Escherichia coli, Shigella dysenteriae, dan Salmonella typhimurium

0 9 116

Uji Aktivitas Antibakteri Isolat Kapang Endofit dari Daun Tanaman Paku Daun Kepala Tupai [Drynaria quercifolia (L.) J. Sm.] terhadap Escherichia coli, Salmonella typhi, Staphylococcus aureus dan Bacillus subtilis

0 21 99

Uji Aktivitas Antibakteri Isolat Kapang Endofit dari Daun Tanaman Paku Daun Kepala Tupai [Drynaria quercifolia (L.) J. Sm.] terhadap Escherichia coli, Salmonella typhi, Staphylococcus aureus dan Bacillus subtilis.

0 11 99

Uji Aktivitas Antibakteri Isolat Kapang Endofit dari Daun Tanaman Bakung Putih (Crinum asiaticum L) terhadap Staphylococcus aureus, Bacillus subtilis, Escherichia coli dan Pseudomonas aeruginosa

2 33 101