Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penerapan Tax Planing Pada Perusahaan (Studi Kasus Pada Wajib Pajak Badan yang Terdaftar di KPP Pratama Jakarta Kramat Jati)

(1)

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENERAPAN TAX PLANNING PADA PERUSAHAAN

(Studi Kasus Pada Wajib Pajak Badan yang Terdaftar di KPP Pratama Jakarta Kramat Jati)

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis

Untuk Memenuhi Syarat-syarat Guna Meraih Gelar Sarjana Ekonomi

Oleh: Fatimah Fad’aq NIM: 108082000136

JURUSAN AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

I. IDENTITAS PRIBADI

1. Nama : Fatimah Fad’aq

2. Jenis Kelamin : Perempuan

3. Tempat, Tanggal Lahir : Jakarta, 20 Oktober 1990

4. Agama : Islam

5. Alamat : Jalan Batu Ampar 3 Gg. Batu Kecubung 3 Rt.04/04 No.7b Condet, Kramat Jati, Jakarta Timur 13520.

6. Telepon : 085211166484

7. Email : fatimahfadaq@rocketmail.com

II. PENDIDIKAN FORMAL

1. TK Islam Ar-Riyadl 1995 – 1996 2. SD Negeri Makasar 01 Jakarta 1996 – 2002

3. SMP Negeri 150 Jakarta 2002 – 2005

4. SMA Negeri 62 Jakarta 2005 – 2008

5. S1 Ekonomi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2008 – 2012

III. PENDIDIKAN NON FORMAL

1. LPIA English Course 2005-2007


(7)

3. BBC English Course 2006-2007

4. ESQ Basic Training 2008

5. Peserta Kajian Ekonomi Islam Ramadhan 2008

6. Dialog Nasional Menatap Pemilu 2009 2008

7. Peserta Seminar Reinventing Indonesia 2009

IV. PENGALAMAN ORGANISASI

1. PMR SMA Negeri 62 Jakarta 2005 – 2006 2. Paduan Suara SMA Negeri 62 Jakarta 2005 – 2006

V. LATAR BELAKANG KELUARGA

1. Nama Ayah : (Alm.) Abdul Kadir Ahmad Fad’aq 2. Tempat, Tanggal Lahir : Waingapu, 31 Desember 1947 3. Nama Ibu : Nurjannah Al-Attas

4. Anak Ke- : 3 dari 3 bersaudara


(8)

THE ANALYSIS OF FACTORS WHICH INFLUENCE TAX PLANNING TREATMENT IN A COMPANY

(Case Study on Corporate Taxpayers of KPP Pratama Jakarta Kramat Jati) By:

Fatimah Fad’aq ABSTRACT

The purpose of this research is to determine whether factors that affect treatment of tax planning in a company. The factors are: (1) tax policy, (2) tax regulations, (3) tax administration, (4) loopholes, and (5) tax rates differentiation. The result shows that the five variables was already meet the criteria for MSA > 0,5. Results of factor analysis showed two factors that this spread are all factors that affect treatment of tax planning in a company. The first factors consist of tax policy, loopholes, and tax rates differentiation; and the second factors consist of tax regulation and tax administration.

Keyword: tax policy, tax regulation, tax administration, loopholes, tax rates differentiation.


(9)

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENERAPAN TAX PLANNING PADA PERUSAHAAN

(Studi Kasus pada Wajib Pajak Badan yang Terdaftar di KPP Pratama Jakarta Kramat Jati)

Oleh: Fatimah Fad’aq

ABSTRAK

Tujuan penelitian ini untuk menguji faktor-faktor apakah yang mempengaruhi penerapan tax planning pada perusahaan. Faktor yang dimaksud adalah: (1) kebijakan perpajakan, (2) undang-undang perpajakan, (3) administrasi perpajakan, (4) loopholes, (5) perbedaan tarif pajak. Unit analisis penelitian ini adalah wajib pajak badan yang terdaftar di KPP Pratama Jakarta Kramat Jati. Penelitian ini menggunakan data primer dengan metode convenience sampling dalam penentuan sampel. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis faktor.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kelima variabel yang diajukan telah memenuhi kriteria MSA > 0,5 yang tersebar dalam 2 faktor. Hasil analisis faktor menunjukkan 2 faktor yang tersebar ini merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi penerapan tax planning pada perusahaan. Faktor pertama terdiri dari kebijakan perpajakan, loopholes, dan perbedaan tarif pajak; dan faktor kedua terdiri dari undang-undang perpajakan dan administrasi perpajakan.

Kata kunci: kebijakan perpajakan, undang-undang perpajakan, administrasi perpajakan, loopholes, dan perbedaan tarif pajak.


(10)

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmaanirrahim.

Segala Puji dan syukur, hanya ditujukan kehadirat Allah SWT, tempat dimana penulis mengabdi sebagai hamba serta menggantungkan segala doa dan harapan. Hanya karena rahmat, hidayah dan keridhaan – Nyalah Penulis memiliki kemauan, kemampuan dan kesempatan dan kemudahan untuk menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tax Planning Pada Perusahaan (Studi Kasus Pada Wajib Pajak Badan yang Terdaftar di KPP Pratama Jakarta Kramat Jati)” sebagai tugas akhir yang merupakan syarat untuk meraih gelar Sarjana Ekonomi pada Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Shalawat serta Salam semoga tercurah kepada baginda Rasulullah SAW beserta keluarga dan para sahabatNya yang telah menjadi jalan bagi umatNya dalam menempuh keselamatan dan kebahagiaan dengan ilmu pengetahuan yang benar.

Penulis menyadari bahwa muatan skripsi ini masih jauh dari sempurna, baik penyusunan, penulisan maupun isinya. Hal tersebut dikarenakan keterbatasan pengetahuan, pengalaman, dan kemampuan yang penulis miliki. Meskipun demikian, penulis telah berusaha semaksimal mungkin untuk menyelesaikan skripsi ini dengan baik dan benar. Penulis menyadari bahwa keberhasilan yang diperoleh adalah berkat bantuan dan dukungan dari semua pihak. Oleh karena itu penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Ayahanda Alm. Abdul Kadir Ahmad Fad’aq dan Ibunda Nurjannah Al-Attas serta kakak-kakakku Ulfat, Hamzah, Faris Haddar yang penulis sangat cintai. Terima kasih atas cinta dan kasih sayang serta doa, dorongan ,semangat, pengorbanan, perhatian dan dukungan baik moral dan finansial yang kalian berikan terhadapku. Semoga karyaku ini bisa membanggakan kalian.

2. Bapak Prof. Dr. H. Abdul Hamid, M.Si selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.


(11)

(12)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... ….i

LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI ... …ii

LEMBAR PENGESAHAN UJIAN KOMPREHENSIF ... ...iii

LEMBAR PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI ... ...iv

LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH ... …v

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... ...vi

ABSTRACT ... .viii

ABSTRAK ... ...ix

KATA PENGANTAR ... …x

DAFTAR ISI ... .xiii

DAFTAR TABEL... ... xviii

DAFTAR GAMBAR ... ... xix

DAFTAR LAMPIRAN ... ... xix

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... ... 1

B. Perumusan Masalah ... ... 4

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... ... 5

1. Tujuan Penelitian ... 5

2. Manfaat Penelitian ... 5

BAB II TINJUAN PUSTAKA A. Dasar-dasar Perpajakan ... ... 7


(13)

1. Definisi Pajak ... 7

2. Definisi Penghasilan ... 9

3. Pajak Penghasilan ... 10

4. Pengecualian Subjek Pajak Penghasilan ... ... 13

5. Obyek Pajak Penghasilan ... ... 14

B. Manajemen Pajak ... ... 15

1. Tujuan Manajemen Pajak ... ... 16

2. Fungsi-Fungsi Manajemen Pajak ... .... 16

C. Perencanaan Pajak (Tax Planning) ... 17

1. Pengertian Perencanaan Pajak (Tax Planning) ... .. 17

2. Manfaat Perencanaan Pajak (Tax Planning) ... .... 20

3. Aspek Formal dan Administratif Tax Planning ... ... 22

4. Aspek Material Tax Planning ... .... 22

5. Penghindaran Sanksi Pajak ... ... 22

D. Strategi dalam Tax Planning ... ... 23

1. Strategi dalam Tax Planning ... ... 23

2. Pendekatan Lain dalam Tax Planning ... ... 24

E. Langkah-Langkah Perencanaan Pajak (Tax Planning) ... .... 26

1. Memaksimalkan Penghasilan yang Dikecualikan ... .... 26

2. Memaksimalkan Biaya-Biaya Fiskal ... ... 29

3. Meminimalkan Tarif Pajak ... ... 32

F. Motivasi Melakukan Perencanaan Pajak (Tax Planning)... ... 33


(14)

2. Undang-Undang Perpajakan (Tax Regulation) ... ... 37

3. Administrasi Perpajakan (Tax Administration) ... ... 39

4. Loopholes ... ... 39

5. Perbedaan Tarif Pajak ... ... 40

G. Kajian Penelitian Terdahulu ... ... 42

H. Kerangka Pemikiran ... ... 44

I. Hipotesis ... ... 45

BAB III METODOLOGI PENELTIAN A. Ruang Lingkup Penelitian ... 46

B. Metode Penentuan Sample ... 46

1. Populasi ... ... 46

2. Sampel ... ... 47

C. Metode Pengumpulan Data ... 48

1. Pengumpulan Data Primer ... ... 48

2. Pengumpulan Data Sekunder ... ... 49

D. Metode Analisis ... 49

1. Uji Kualitas Data ... 49

a. Uji Kualitas Data ... ... 49

b. Uji Reliabilitas Data ... ... 50

2. Analisis Faktor ... ... 50


(15)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Objek Penelitian ... 57

1. Sejarah Singkat KPP Pratama Jakarta Kramat Jati... ... 57

B. Analisis Data... ... 57

1. Uji Kualitas Data... ... 57

a. Uji Validitas Data... ... 57

b. Uji Reliabilitas Data... ... 58

2. Uji Analisis Faktor... ... 60

C. Pembahasan dan Interpretasi... ... 71

1. Pembahasan... ... 71

2. Interpretasi... ... 72

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 74

B. Implikasi ... 75

C. Saran... ... 75

DAFTAR PUSTAKA... ... 77 LAMPIRAN-LAMPIRAN


(16)

DAFTAR TABEL

Nomor Keterangan Hal.

2.1 Penelitian Terdahulu ... 43

3.1 Data Sampel Perusahaan... ... 47

3.2 Skala Likert ... 49

3.3 Tabel Operasional Variabel... 54

4.1 Hasil Pengujian Validitas dan Reliabilitas ... 59

4.2 KMO dan Bartlett’s Test ... 62

4.3 Anti Image Matrices ... 64

4.4 Communalities ... 65

4.5 Total Variance Explained ... 66

4.6 Component Matrix ... 69


(17)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Keterangan Hal.

2.1 Skema Kerangka Pemikiran ... 45

4.1 Grafik Scree Plot ... ... 68

DAFTAR LAMPIRAN Nomor Keterangan Hal. 1 Kuisioner Penelitian ... 80

2 Skor Jawaban Penelitian ... 91

3 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas ... 97

4 Output SPSS Analisis Faktor ... 106


(18)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pada zaman sebelum masehi pajak telah dipungut oleh penguasa suatu daerah, untuk kepentingan penguasa itu sendiri tanpa memperhatikan kesejahteraan rakyatnya. Setiap negara atau daerah telah mengakui betapa pentingnya penghimpunan dana dari rakyat baik itu untuk penguasa dengan tidak memperhatikan rakyat atau juga digunakan untuk kesejahteraan rakyatnya.

Indonesia merupakan salah satu negara yang sedang berkembang dan pemerintah memerlukan sumber penerimaan yang cukup besar untuk dapat membiayai pengeluaran negara baik pengeluaran rutin maupun pengeluaran pembangunan yang berada di pusat ataupun yang ada di daerah. Salah satu penerimaan negara yang terbesar dan paling dominan sampai saat ini adalah berasal dari sektor perpajakan.

Dalam pendekatan ekonomi, pajak-pajak akan dinilai dalam fungsinya dan dikaji dampaknya terhadap masyarakat, penghasilan seseorang, pola konsumsi, harga pokok, permintaan, dan penawaran (Suandy, 2011:14). Pajak merupakan “biaya” bagi perusahaan karena beban pajak akan mengurangi laba perusahaan, oleh sebab itu meminimalkan beban pajak adalah salah satu fungsi manajemen keuangan melalui fungsi perencanaannya. Dari fenomena inilah maka perusahaan,


(19)

dalam hal ini manajemennya, berusaha agar bagaimana caranya melakukan penghematan atau pengurangan pajak secara lawfull dan sensible. Agar tidak terjadi gangguan terhadap jalannya perusahaan, maka pemenuhan kewajiban perpajakan harus dikelola dengan baik dan benar. Dalam melakukan pengelolaan pajak, perusahaan harus melakukan upaya- upaya agar beban yang ditimbulkan dari pajak dapat ditekan sekecil mungkin untuk memperoleh peningkatan laba bersih setelah pajak. Termasuk ke dalam kegiatan manajemen keuangan adalah bagaimana agar dapat dipastikan hasil alokasi modal yang dipergunakan untuk penjualan produk dapat selalu melebihi dari segala biaya yang telah dikeluarkan, sebagai sebuah indikator pencapaian profit perusahaan (Tisnawati, 2009: 15).

Upaya untuk menekan beban pajak sekecil mungkin adalah dengan menggunakan perencanaan pajak (tax planning) atau (tax sheltering). Perencanaan pajak adalah salah satu fungsi dari manajemen pajak yang digunakan untuk mengestimasi jumlah pajak yang akan dibayar dan hal-hal yang dapat dilakukan untuk menghindari pajak. Perencanaan pajak merupakan langkah awal dalam manajemen pajak. Sedangkan definisi dari manajemen pajak adalah sarana untuk memenuhi kewajiban perpajakan dengan benar tetapi jumlah pajak yang dibayar dapat ditekan serendah mungkin untuk memperoleh laba dan likuiditas yang diharapkan. Dalam perencanaan pajak dilakukan pengumpulan dan penelitian terhadap


(20)

peraturan perpajakan agar dapat diseleksi jenis tindakan penghematan pajak yang akan dilakukan (Suandy, 2011:7).

Perencanaan pajak (tax planning) dapat dilakukan dengan menggunakan cara penggelapan pajak (tax evasion) dan penghindaran pajak (tax avoidance). Sepintas kedua cara tersebut memiliki konotasi yang sama sebagai tindakan yang melanggar hukum, tetapi ada beberapa hal yang membedakan keduanya. Penggelapan pajak merupakan pengurangan pajak yang dilakukan dengan jalan melanggar peraturan perpajakan, seperti memberikan data keuangan yang palsu atau menyembunyikan data. Sedangkan penghindaran pajak merupakan usaha untuk mengurangi pajak yang terutang, namun tetap mematuhi ketentuanketentuan peraturan perpajakan, seperti memanfaatkan perkecualian-perkecualian ataupun potongan-potongan yang diperkenankan maupun memanfaatkan hal-hal yang belum diatur dalam Undang-undang perpajakan yang berlaku (lawfull dan sensible) (Suandy: 2011: 11).

Seperti yang diungkapkan di atas, cara yang diperkenankan untuk melakukan penghematan pajak adalah penghindaran pajak (tax avoidance). Oleh karena itu diperlukan manajemen pajak yang bertujuan untuk meminimalkan beban pajak dan menunda selambat mungkin pajak untuk memperoleh laba dan likuiditas yang diharapkan.

Dengan perencanaan pajak yang baik perusahaan dapat mengelola cashflow dengan optimal khususnya untuk pengeluaran-pengeluaran yang


(21)

berkaitan dengan pajak. Disamping itu, perencanaan pajak yang baik juga akan meminimalkan resiko perpajakan jika ada pemeriksaan pajak, mengingat batas kadaluarsa pemeriksaaan pajak cukup lama yaitu sepuluh tahun.

Pernyataan di atas menunjukkan bahwa tax planning akan membantu meminimalisasikan biaya-biaya yang dikeluarkan oleh wajib pajak dalam rangka pemenuhan kewajiban pajak tersebut tidak memberatkan wajib pajak dan tidak menghambat wajib pajak dalam melakukan pemenuhan kewajiban pajaknya, maka peneliti tertarik untuk memprediksi faktor-faktor yang mempengaruhi tax planning pada perusahaan.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut:

“Apakah Kebijakan Perpajakan, Undang-Undang Perpajakan, Administrasi Perpajakan, Loopholes, dan Perbedaan Tarif Pajak berpengaruh terhadap Tax Planning?”


(22)

C. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan penelitian:

Menganalisis pengaruh kebijakan perpajakan, Undang-Undang perpajakan, administrasi perpajakan, loopholes, dan tarif pajak terhadap pelaksanaan tax planning.

2. Manfaat Penelitian:

a. Bagi Peneliti: Melalui penelitian ini, peneliti dapat terlibat langsung dalam praktek perencanaan pajak dan secara langsung mengetahui sampai sejauh mana teori tentang perencanaan perpajakan mampu mengatasi permasalahan yang terjadi di suatu perusahaan. Selain itu penulis dapat menambah wawasan pengetahuan serta kemampuan berfikir dalam bidang perpajakan khususnya mengenai perencanaan pajak.

b. Bagi Pembaca: Penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan referensi dalam pengembangan penelitian yang berkaitan dengan perencanaan pajak.

c. Bagi perusahaan: Penelitian ini dapat membantu dalam mengevaluasi kinerja serta menjadi pertimbangan manajemen. d. Bagi wajib pajak: Hasil dari penelitian ini dapat menjadi acuan dan

bahan informasi bagi siapa saja yang ingin meminimalkan pembayaran pajak.


(23)

e. Bagi Pihak Lain: Penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai bahan referensi yang bermanfaat dan dapat memberikan dasar- dasar pemikiran bagi para peneliti berikutnya yang berminat atau berkaitan dengan sektor perpajakan terutama tentang perencanaan pajak.


(24)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Dasar-dasar Perpajakan

Pada dasarnya, pajak dipungut oleh Pemerintah untuk membiayai Anggaran Pembiayaan dan Belanja Negara (APBN). Pemungutan pajak harus didasarkan pada undang-undang perpajakan yang telah ada. Peraturan perundang-undangan perpajakan yang telah mengatur tentang pajak Pajak Penghasilan yang berlaku sejak 1 januari 1984 adalah Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang pajak penghasilan yang sekarang telah diubah menjadi Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008. Sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983, sistem perpajakan yang dianut oleh Negara Indonesia adalah self asessment system. Dalam sistem ini, wajib pajak diberi kepercayaan untuk menghitung, menyetor, dan melaporkan sendiri kewajiban pajaknya.

1. Definisi Pajak

Pengertian pajak menurut Brotodiharjo (2003:3) adalah sebagai berikut:

“Pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh orang yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan, dengan tidak mendapatkan prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjuk, dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluran-pengeluaran umum berhubung dengan tugas negara yang menyelenggarakan pemerintahan.”


(25)

Sedangkan pengertian pajak menurut Rochmat Soemitro dalam Suandy (2011:9) adalah sebagai berikut:

“Pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan Undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal balik (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum”.

Lebih lanjut lagi Soemitro mengoreksi definisi tersebut menjadi: “Pajak peralihan kekayaan dari pihak rakyat ke kas negara untuk membiayai pengeluaran rutin dan surplusnya digunakan untuk public saving yang merupakan sumber utama untuk membiayai public saving”.

Suandy (2011:8) menyimpulkan bahwa ada tujuh unsur yang melekat pada pengertian pajak, yaitu:

a. Pajak peralihan kekayaan dari orang /badan ke pemerintah.

b. Pajak dipungut berdasarkan atau dengan kekuatan undang-undang serta aturan pelaksaannya, sehingga dapat dipaksakan.

c. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya kontraprestasi langsung secara individual yang diberikan oleh pemerintah.

d. Pajak dipungut oleh negara baik oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah

e. Pajak diperuntukkan bagi pengeluaran-pengeluaran pemerintah, yang bila dari pemasukannya masih terdapat surplus, dipergunakan untuk membiayai public investment.


(26)

f. Pajak dapat digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan tertentu dari pemerintah.

g. Pajak dapat dipungut secara langsung atau tidak langsung. 2. Definisi Penghasilan

Pengertian Penghasilan tercantum Undang-undang Nomor 36 tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan. Di dalam ketentuan tersebut disebutkan:

“Yang menjadi Objek Pajak adalah penghasilan yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk: a. Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun, atau imbalan dalam bentuk lainnya, kecuali ditentukan lain dalam Undang-undang ini.

b. Hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan.

c. Laba usaha

d. Keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta termasuk:

1) Keuntungan karena pengalihan harta kepada perseroan, persekutuan, dan badan lainnya sebagai pengganti saham atau penyertaan modal.

2) Keuntungan yang diperoleh perseroan, persekutuan dan badan lainnya karena pengalihan harta kepada pemegang saham, sekutu, atau anggota.

3) Keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, atau pengambilalihan usaha.

4) Keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan atau sumbangan, kecuali yang diberikan kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, dan badan keagamaan atau badan pendidikan atau badan sosial atau pengusaha kecil termasuk koperasi yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan atau penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan.


(27)

5) Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya.

6) Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian utang.

7) Deviden, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi.

8) Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta.

9) Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala.

10) Keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah tertentu yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

11) Keuntungan karena selisih kurs mata uang asing. 12) Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva. 13) Premi asuransi.

14) Iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri dari Wajib Pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas, tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan pajak.”

Menurut PSAK nomor 23 penghasilan didefinisikan sebagai: “Suatu penambahan aktiva atau penurunan kewajiban yang mengakibatkan kenaikan ekuitas yang tidak berasal dari kontribusi penanam modal. Dari hal ini maka dapat disimpulkan bahwa setiap pendapatan yang diterima oleh wajib pajak baik dari dalam maupun luar negeri akan dikenai pajak oleh negara.”

3. Pajak Pengahasilan

Menurut Suandy (2006:75) pengertian Pajak Penghasilan adalah sebagai berikut:

“Pajak yang dikenakan terhadap subjek pajak atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak atau dapat pula dikenakan pajak untuk penghasilan dalam bagian tahun pajak, apabila kewajiban pajak subjektifnya dimulai atau berakhir dalam tahun pajak. Yang dimaksud dengan dalam undang-undang ini adalah takwim, namun Wajib Pajak dapat menggunakan tahun buku tersebut meliputi jangka waktu 12 (dua belas) bulan.”


(28)

Menurut Undang-Undang Pasal 36 Tahun 2008, pasal 2 disebutkan bahwa yang menjadi subjek pajak adalah:

1)

(a) Orang pribadi

(b) Warisan yang belum terdagi sebagi satu kesatuan, menggantikan yang berhak. Kewajiban pajak subjektif warisan belum terbagi dimulai pada saat timbulnya warisan yang belum terbagi tersebut dan berakhir pada saat warisan tersebut belum selesai dibagi.

2) Badan

Pengertian Badan adalah sekumpulan orang dan modal yang merupkan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, Badan Usaha Milik Negara atau Daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi yang sejenis, lembaga, dan bentuk badan lainnya termasuk reksadana.

3) Bentuk Usaha Tetap (BUT)

Bentuk Usaha Tetap (BUT) adalah bentuk usaha yang dipergunakan oleh orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183


(29)

(seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, atau badan yang tidak didirikan dan tidak berkedudukan di Indonesia, untuk menjalankan usaha atau melakukan kegitan di Indonesia, yang dapat berupa:

(a) Tempat kedudukan manajemen. (b) Cabang perusahaan.

(c) Kantor perwakilan. 4) Gedung kantor.

5) Pabrik. 6) Bengkel.

7) Pertambangan dan penggalian sumber alam, wilayah kerja pengeboran yang digunakan untuk eksplorasi pertambangan. 8) Perikanan, peternakan, pertanian, perkebunan, atau kehutanan. 9) Proyek instalasi, konstruksi, perkebunan, atau kehutanan. 10) Pemberian jasa dalam bentuk apapun oleh pegawai atau orang

lain sepanjang dilakukan lebih dari 60 (enam puluh) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan.

11) Orang atau badan yang bertindak selaku agen yang kedudukanya tidak bebas.

12) Agen atau pegawai dari perusahaan asuransi yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang menerima premi asuransi atau menanggung resiko di Indonesia.


(30)

4. Pengecualian Subjek Pajak Penghasilan

Menurut pasal 3 UU nomor 36 Tahun 2008 dikatakan bahwa yang menjadi pengecualian dalam subjek pajak pengahasilan adalah:

a. Kantor perwakilan negara asing.

b. Pejabat-pejabat perwakilan diplomatik, dan konsulat atau pejabat-pejabat lain dari negara asing, dan orang-orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada dan bertempat tinggal bersama mereka, dengan syarat bukan warga negara Indonesia dan di Indonesia tidak menirima penghasilan lain di luar jabatan atau pekerjaannya tersebut serta negara yang bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik.

c. Organisasi-organisasi internasional, dengan syarat: 1) Indonesia menjadi anggota organisasi tersebut, dan

2) Tidak menjalankan usaha atau kegiatan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia selain memberikan pinjaman kepada pemerintah yang dananya berasal dari iuran para anggota.

3) Pejabat-pejabat perwakilan organisasi internasional yang ditetapkan dengan keputusan Menteri Keuangan dengan syarat bukan warga negara Indonesia dan tidak menjalankan usaha atau kegiatan atau pekerjaan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia.


(31)

5. Obyek Pajak Penghasilan

Yang menjadi Objek Pajak adalah penghasilan yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh oleh wajib pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk:

a. Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorium, komisi, bonus, uang pensiun, atau imbalan dalam bentuk lainnya, kecuali ditentukan oleh lain dalam undang-undang ini.

b. Hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan.

c. Laba usaha.

d. Keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta termasuk.

e. Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya.

f. Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian hutang. Premium terjadi apabila misalnya surat obligasi dijual di atas nilai nominalnya sedangkan diskonto terjadi apabila surat obligasi dibeli di bawah nilai nominalnya. Premium


(32)

tersebut merupakan penghasilan bagi yang menerbitkan obligasi sedangkan diskonto merupakan penghasilan bagi yang membeli obligasi.

g. Deviden, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk deviden dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi.

h. Royalti imbalan.

i. Sewa penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta. j. Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala.

k. Keuntungan karena pembebasan hutang, kecuali sampai dengan jumlah tertentu yang ditetapkan oleh Peraturan Pemerintah. l. Keuntungan karena selisih kurs mata uang asing.

m. Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva. n. Premi asuransi.

o. Iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri dari Wajib Pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas.

p. Tambahan kekayaan netto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan pajak.

B. Manajemen Pajak

Menurut Lumbantoruan (1996) menyebutkan bahwa manajemen pajak sebagai suatu strategi penghematan pajak. Pada dasarnya usaha


(33)

penghematan pajak merupakan usaha wajib pajak yang selalu berusaha meminimalkan beban pajak dan menunda pembayaran pajak selambat mungkin sebatas masih diperkenankan peraturan perpajakan.

Meminimalkan beban pajak sekecil mungkin dapat dilakukan dengan menekan penghasilan-penghasilan dan/atau memperbesar biaya-biaya yang boleh dikurangkan dari penghasilan (deductible) sehingga Penghasilan Kena Pajak (PKP) menjadi lebih kecil atau memanfaatkan hal-hal yang belum diatur dalam peraturan perpajakan. Sedangkan usaha memanfaatkan peraturan perpajakan yang ada, seperti ketentuan yang berkaitan dengan penyusutan.

1. Tujuan Manajemen Pajak

Fungsi manajemen umum, seperti perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengendalian juga berlaku dalam manajemen pajak. Jadi secara teoritis perencanaan pajak adalah bagian dari manajemen pajak. Tujuan manajemen pajak oleh Suandy (2006) dapat dibagi menjadi dua, yaitu:

a. Menerapkan peraturan perpajakan secara benar.

b. Usaha efesiensi untuk mencapai laba dan likuidatas yang seharusnya.

2. Fungsi-Fungsi Manajemen Pajak

Untuk maksud pembahasan strategi penghematan pajak, ada baiknya jika mendefinisikan manajemen pajak sebagai kewajiban memenuhi perpajakan dengan benar, tetapi jumlah pajak dapat ditekan


(34)

serendah mungkin untuk memperoleh likuiditas dan laba yang diharapkan. Dari uraian-uraian tersebut dikemukakan bahwa fungsi-fungsi manajemen pajak masih menurut Lumbantoruan (1996) adalah: a. Perencanaan pajak (tax planning).

b. Pelaksanaan kewajiban perpajakan (tax implementation). c. Pengendalian pajak (tax control).

C. Perencanaan Pajak (Tax Planning)

1. Pengertian Perencanaan Pajak (Tax Planning)

Perencanaan pajak dilakukan oleh Wajib Pajak baik badan maupun pribadi dalam rangka meminimalkan pajak yang terutang yang harus dibayar kepada negara. Di dalam melakukan perencanaan pajak, seorang Wajib Pajak harus tetap berpedoman pada peraturan pajak yang berlaku.

Pengertian Tax Planning Hidayat (2003:11):

Tax Planning adalah sarana untuk memenuhi kewajiban perpajakan dengan benar (tidak melanggar undang-undang) tetapi jumlah pajak yang dibayar dapat ditekan serendah mungkin untuk memperoleh laba dan likuiditas yang diharapkan.”

Menurut Suandy (2011:6):

Tax Planning adalah langkah awal dalam manajemen pajak. Pada tahap ini, dilakukan pengumpulan dan penelitian terhadap peraturan perpajakan agar dapat diseleksi jenis tindakan yang akan dilakukan.”

Menurut Mangoting (1999) mengatakan bahwa:

Tax Planning adalah suatu proses mengorganisasi usaha wajib pajak atau kelompok wajib pajak sedemikian rupa sehingga hutang pajaknya baik pajak penghasilan maupun pajak-pajak lainnya berada dalam


(35)

posisi yang minimal, sepanjang hal ini dimungkinkan oleh ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.”

Tax planning tidak berarti sebagai upaya menghindari pajak, karena bila demikian jelas bertentangan dengan undang-undang perpajakan yang berlaku. Pada umumnya penekanan tax planning

adalah untuk meminimumkan kewajiban pajak. Hal ini dapat dilihat dari dua definisi tax planning menurut Suandy (2011:7) di bawah ini:

a. Tax Planning is the systematic analysis of deferring tax option aimed at the minimization of tax liability in current and future tax periods (Crumbley,1994).

b. Tax planning is arrangements of a person’s business andlor private affairs in order to minimize tax liability (Lyons,1996).

Tax Planning disini tidak sama dengan perencanaan yang merugikan penerimaan negara, karena tujuannya adalah untuk mengatur agar pajak yang harus dibayar tidak lebih dari jumlah yang seharusnya. Untuk itu perusahaan perlu melakukan penelitian dan pengumpulan ketentuan peraturan perpajakan.

Lima hal yang perlu diperhatikan dalam rangka melaksanakan Tax Planning menurut Hidayat (2003) adalah:

a. Pertama, wajib pajak harus mengerti peraturan perpajakan yang terkait. Akan sangat sulit dapat melakukan tax planning yang baik dan tidak melanggar undang-undang bila tax planning dirancang tidak dalam koridor undang-undang perpajakan yang berlaku. Pelaksanaan tax planning yang melanggar undang-undang akan berakibat fatal dan bahkan dapat mengancam keberhasilan tax


(36)

planning (Suandy,2011:10). Apabila suatu perencanaan pajak ingin dipaksakan dengan melanggar ketentuan perpajakan, bagi wajib pajak merupakan resiko yang berbahaya dan mengancam keberhasilan perencanaan pajak. Karena itu, sebaiknya wajib pajak menghindari hal tersebut karena dapat sangat merugikan wajib pajak sendiri.

b. Kedua, menentukan tujuan yang ingin dicapai dalam tax planning.

Tax planning paling tidak memiliki dua tujuan utama menurut Suandy (2011:7) yakni:

1) Menerapkan peraturan perpajakan secara benar. 2) Mengefisiensikan laba yang diharapkan.

c. Ketiga, dalam melakukan tax planning harus memahami karakter usaha wajib pajak. Hal ini dikarenakan hampir setiap perusahaan memiliki perbedaan-perbedaan dalam kebijakan maupun perilaku dan kebiasaan kebiasaannya. Dengan memahami secara mendalam seluk-beluk usaha akan sangat membantu dalam melakukan tax planning.

d. Keempat, memahami tingkat kewajaran atas transaksi-transaksi yang diatur dalam tax planning. Hal ini dikarenakan apabila pelaksanaan tax planning dengan mengabaikan kewajaran sudah tentu akan menimbulkan kesulitan-kesulitan karena adanya kecurigaan fiskus dan ini dapat berimplikasi dengan pemeriksaan, karena bisa diindikasikan adanya kecurangan pajak.


(37)

e. Kelima, tax planning harus didukung oleh kebijakan akuntansi

(accounting treatment) dan didukung dengan bukti-bukti yang memadai, seperti adanya faktur, perjanjian, dan lain-lain.

2. Manfaat Perencanaan Pajak (Tax Planning)

Ada beberapa manfaat yang bisa diperoleh dari perencanaan pajak yang dilakukan secara cermat. Beberapa manfaat menurut Mangoting (1999) yang dapat disebutkan adalah:

a. Penghematan kas keluar, karena pajak yang merupakan unsur biaya dapat dikurangi.

b. Mengatur aliran kas, karena dengan perencanaan pajak yang matang dapat diestimasi kebutuhan kas untuk pajak dan menentukan saat pembayaran sehingga perusahaan dapat menyusun anggaran kas secara lebih akurat.

Untuk menghemat pajak menurut Syahdan (2001) dapat dilakukan dengan prinsip-prinsip sebagai berikut:

a. Bermanfaat secara optimal ketentuan-ketentuan perpajakan yang berlaku.

b. Pengurangan PKP perusahaan melalui peningkatan penghasilan karyawan.

c. Membagi perusahaan menjadi beberapa perusahaan atau menggabungkannya.


(38)

Menurut Mangoting (1999) tujuan tax planning secara lebih khusus ditujukan untuk memenuhi hal-hal berikut:

a. Menghilangkan/menghapus pajak sama sekali

b. Menghilangkan/menghapus pajak dalam tahun berjalan c. Menunda pengakuan penghasilan

d. Mengubah penghasilan rutin berbentuk capital gain

e. Memperluas bisnis atau melakukan ekspansi usaha dengan membentuk badan usaha baru

f. Menghindari pengenaan pajak ganda

g. Menghindari bentuk penghasilan yang bersifat rutin atau teratur atau membentuk, memperbanyak atau mempercepat pengurangan pajak.

Implementasi tax planning dalam kegiatan usaha wajib pajak adalah untuk mencapai sasaran perusahaan dalam pemenuhan kewajiban perpajakan, dengan cara menggunakan tax planning secara lengkap, benar, dan tepat waktu yang sesuai dengan Undang-Undang Perpajakan, sehingga tidak terkena sanksi administratif (denda, bunga, kenaikan pajak) dan sanksi pidana. Hal tersebut bertujuan untuk efisiensi dan efektifitas pemanfaatan sumber daya, guna meningkatkan kinerja perusahaan dalam memperoleh laba yang optimal.


(39)

3. Aspek Formal dan Administratif Tax Planning

Kewajiban perpajakan bermula dari implementasi undang-undang perpajakan. Oleh karena itu, ketidakpatuhan terhadap undang-undang dapat dikenakan sanksi baik administrasi maupun sanksi pidana. Sanksi administrasi maupun sanksi pidana merupakan pemborosan sumber daya sehingga perlu dihindari melalui suatu perencanaan pajak yang baik. Untuk dapat menyusun perencanaan pemenuhan kewajiban perpajakan yang baik diperlukan pemahaman terhadap peraturan perpajakan. Selanjutnya selaras dengan pengelompokkan hukum pajak aspek formal administratif maupun aspek material substantif perlu untuk dimengerti dan dipahami untuk dapat menghindari sanksi administratif maupun pidana.

4. Aspek Material dalam Tax Planning

Pajak dikenakan terhadap objek pajak yang dapat berupa keadaan, perbuatan maupun peristiwa. Basis penghitungan pajak adalah objek pajak, maka untuk mengoptimalkan alokasi sumber dana, manajemen akan merencanakan pembayaran pajak yang tidak lebih dan tidak kurang (supaya tidak membayar sanksi administrasi yang merupakan pemborosan dana). Untuk itu objek pajak harus dilaporkan secara benar dan lengkap.

5. Penghindaran Sanksi Pajak

Pembayaran sanksi yang tidak seharusnya terjadi merupakan pemborosan sumber daya perusahaan. Sanksi administrasi dapat


(40)

berupa denda, bunga maupun kenaikan. Sanksi tersebut merupakan

financial penalty yang merupakan pemborosan dana. Sedangkan sanksi pidana dapat berupa pidana penjara dan atau denda keuangan.

D. Strategi dalam Tax Planning

1. Strategi dalam Tax Planning

Ada beberapa cara yang biasanya dilakukan atau dipraktekkan wajib pajak untuk meminimalkan pajak yang harus dibayar, misalnya seperti yang dikemukakan oleh Lumbantoruan (1996:489) yaitu: a. Pergeseran pajak (shifting), ialah pemindahan atau mentransfer

beban pajak dari subjek pajak kepada pihak lain, dengan demikian, orang atau badan yang dikenakan pajak mungkin sekali tidak menanggungnya.

b. Kapitalisasi, ialah pengurangan harga objek pajak sama dengan jumlah pajak yang akan dibayarkan kemudian oleh pembeli.

c. Transformasi, ialah cara pengelakan pajak yang dilakukan oleh pabrikan dengan cara menanggung beban pajak yang dikenakan terhadapnya.

d. Tax Evasion, ialah penghindaran pajak dengan melanggar ketentuan peraturan perpajakan.

e. Tax Avoidance, ialah penghindaran pajak dengan menuruti peraturan yang ada.


(41)

Dapat disimpulkan, bahwa ada strategi-strategi yang bisa diambil oleh wajib pajak terutama badan, dalam usahanya melaksanakan tax planning dengan tujuan mengatur atau dengan kata lain meminimalkan jumlah pajak yang harus dibayar. Diantara strategi-strategi tersebut ada yang legal maupun ilegal. Strategi-strategi atau cara-cara yang legal sesuai dengan aturan undang-undang yang berlaku, biasanya dilakukan dengan memanfaatkan hal-hal yang tidak diatur dalam undang-undang atau dalam hal ini memanfaatkan celah-celah yang ada dalam undang-undang perpajakan (loopholes).

2. Pendekatan Lain dalam Tax Planning

Menurut Mangoting (1999) ada dua pendekatan lain yang bisa dilakukan sebagai suatu strategi dalam usaha memperkecil laba yang akhirnya juga mengurangi pajak yang harus dibayar yaitu:

a. Dengan memperkecil pendapatan atau penerimaan. b. Dengan memperbesar biaya atau pengeluaran.

Seperti yang disebutkan di atas, bahwa usaha untuk mengatur jumlah pajak yang harus dibayar dapat dilakukan dengan dua pendekatan yaitu memperkecil pendapatan dan penerimaan dan memperbesar jumlah beban atau pengeluaran. Alternatif atau cara yang pertama umumnya berisiko cukup besar, karena hal ini biasanya dilakukan dengan pemalsuan dokumen atau membukukan jumlah yang fiktif, dimana pencatatan transaksi dilakukantidak benar.


(42)

Pendekatan yang kedua juga ada risikonya, dan cara yang atau jalan yang ditempuh juga sama dengan alternatif pertama, hanya saja peraturan pajak memberikan beban-beban yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto untuk menentukan jumlah pajak yang harus dibayar. (Undang-Undang Pajak Penghasilan No.10 tahun 1994, pasal 6).

Sebenarnya pembayaran pajak dapat dengan mudah dihindari dengan tidak melakukan perbuatan yang memberi alasan untuk dikenai pajak, yaitu dengan meniadakan atau tidak melakukan hal-hal yang dapat dikenakan pajak. Perlu diketahui bahwa pembayaran jumlah pajak yang kurang dari seharusnya, bukan hanya dapat dilakukan dengan suatu perencanaan tax planning, tapi bisa juga karena kelalaian wajib pajak itu sendiri, misalnya dalam hal:

a. Ignorance atau ketidaktahuan, adalah wajib pajak tidak sadar atau tidak tahu akan adanya ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan tersebut.

b. Error atau kesalahan, adalah wajib pajak paham dan mengerti mengenai ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, tetapi salah dalam menghitung datanya.

c. Misunderstanding atau kesalahpahaman, adalah wajib pajak salah menafsirkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. d. Negliance atau kealpaan, adalah wajib pajak alpa untuk


(43)

Menurut Brotodihardjo (2003:13-14) lebih lanjut membedakan perlawanan terhadap pajak menjadi dua yaitu:

a. Perlawanan pasif meliputi hambatan-hambatan yang mempersukar pemungutan pajak yang erat hubungannya dengan struktur ekonomi suatu negara, perkembangan intelektual dan moral penduduk serta sistem dan cara pemungutan pajak itu sendiri. b. Perlawanan aktif. Perlawanan aktif meliputi semua usaha dan

perbuatan yang secara langsung ditujukan kepada fiskus dan bertujuan untuk menghindari pajak. Perlawanan aktif ini meliputi penghindaran diri dari pajak, pengelakan pajak, dan melalaikan pajak.

Dapat disimpulkan bahwa usaha-usaha dengan menggunakan strategi yang bertujuan untuk penghematan pajak atau meminimalkan jumlah pajak yang harus dibayar atau mengatur jumlah pajak yang dibayar yang dilakukan oleh wajib pajak, dikategorikan sebagai perlawanan aktif.

E. Langkah-Langkah Perencanaan Pajak (Tax Planning)

Menurut Tjahjono (2001), perencanaan pajak yang dapat dilakukan adalah:

1. Memaksimalkan Penghasilan yang Dikecualikan

Usaha memaksimalkan penghasilan yang dikecualikan adalah usaha memaksimalkan penghasilan yang bukan objek pajak dengan


(44)

mendasarkan pada variabel penghasilan yang bukan sebagai objek pajak. Peluang ini tercantum dalam pasal 4 (3) Undang-Undang Pajak Penghasilan no.10 tahun 1994, yang mengatur tentang penghasilan yang tidak termasuk objek pajak, yaitu:

a. Bantuan/sumbangan, termasuk zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan para penerima zakat yang sah, sepanjang tidak ada hubungannya dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan atau penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan.

b. Harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, dan oleh badan keagamaan atau badan pendidikan atau badan sosial atau pengusaha kecil termasuk koperasi yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan. c. Warisan.

d. Harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, BUMN dan BUMD dengan nama dan dalam bentuk apapun, persekutuan, perkumpulan, firma, kongsi, koperasi, yayasan atau organisasi yang sejenis, lembaga, dana pensiun, dan bentuk badan usaha lainnya sebagai pengganti saham atau sebagai penyertaan modal.


(45)

e. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh dalam bentuk natura dan kenikmatan dari wajib pajak atau pemerintah.

f. Pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi sehubungan dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi beasiswa.

g. Dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai wajib pajak dalam negeri, koperasi, yayasan, atau organisasi yang sejenis, BUMN, atau BUMD, dari penyertaan modal pada badan usaha yng didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia.

h. Iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh menteri keuangan, baik yang dibayar oleh pemberi kerja maupun pegawai, dan penghasilan dari modal yang ditanamkan dalam bidang-bidang tertentu yang ditetapkan oleh menteri keuangan.

i. Bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma dan kongsi.

j. Bunga laba yang diterima atau diperoleh perusahaan reksadana. k. Penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura berupa bagian laba dari badan pasangan usaha yang


(46)

didirikan dan menjalankan usaha atau kegiatan di Indonesia dengan syarat badan pasangan tersebut:

1) Merupakan perusahaan kecil, menengah, atau yang menjalankan kegiatan dalam sektor-sektor usaha yang ditetapkan oleh menteri keuangan.

2) Sahamnya tidak diperdagangkan di BEI.

2. Memaksimalkan Biaya-Biaya Fiskal

Tindakan ini berupa tindakan yang dilakukan dengan meningkatkan biaya-biaya yang dapat dikurangkan atau menekan biaya yang dapat dikurangkan atau dialihkan ke biaya-biaya yang dapat dikurangkan. Peluang ini tercantum dalam pasal 6 dan pasal 9 Undang-Undang Pajak Penghasilan no.10 tahun 1994. Pasal 6 mengatur beban-beban yang dapat dikurangkan yaitu:

a. Beban untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan, termasuk beban pembelian bahan, berkenaan dengan pekerjaan atau jasa termasuk upah, gaji, honorarium, bonus, gratifikasi, dan tunjangan yang diberikan dalam bentuk uang, bunga, sewa, royalti, beban perjalanan, biaya pengolahan limbah, piutang yang nyata tidak dapat ditagih, premi asuransi, beban administrasi, dan pajak kecuali pajak penghasilan.

b. Penyusutan dan pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud dan amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh hak dan atas beban lain yang mempunyai manfaat lebih dari 1 tahun.


(47)

c. Iuran kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh menteri keuangan.

d. Kerugian karena penjualan atau pengalihan harta yang dimiliki dan digunakan dalam perusahaan atau yang dimiliki untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan.

e. Kerugian karena selisih kurs mata uang asing.

f. Kerugian karena penjualan atau pengalihan harta yang dimiliki dan digunakan dalam perusahaan atau yang dimiliki untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan.

g. Biaya penelitian dan pengembangan perusahaan yang dilakukan di Indonesia.

h. Biaya beasiswa, magang, dan pelatihan.

Beban-beban yang dapat dikurangkan ini nantinya yang harus diperbesar oleh perusahaan, sehingga pengurang terhadap penghasilan bruto juga akan semakin besar, akibatnya pajak yang akan dibayar semakin kecil. Sedangkan pasal 9 Undang-Undang Pajak Penghasilan No. 10 Tahun 1994, mengatur beban-beban yang tidak dapat dikurangkan sebagai berikut:

a. Pembagian laba dengan nama dan dalam bentuk apapun seperti dividen, termasuk dividen yang dibayarkan oleh perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi.


(48)

b. Beban yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi pemegang saham, sekutu atau anggota.

c. Pembentukan atau pemupukan dana cadangan kecuali cadangan piutang tak tertagih untuk usaha bank dan sewa guna usaha dengan hak opsi, cadangan untuk usaha asuransi dan cadangan biaya reklamasi untuk usaha pertambangan yang ketentuan dan syaratnya ditentukan oleh menteri keuangan.

d. Premi asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna dan asuransi beasiswa, yang dibayar oleh wajib pajak orang pribadi, kecuali jika dibayar oleh pemberi kerja dan premi tersebut dihitung sebagai penghasilan bagi wajib pajak yang bersangkutan.

e. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa penggantian atau imbalan dalam bentuk natura dan kenikmatan, kecuali yang berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan yang ditetapkan dengan keputusan menteri keuangan. f. Jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan.

g. Harta yang dihibahkan, bantuan atau sumbangan, dan warisan sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 ayat (3) huruf a dan b. h. Pajak penghasilan.

i. Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan wajib pajak atau orang yang menjadi tanggungannya.


(49)

j. Gaji yang dibayarkan kepada anggota persekutuan, firma atau perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham. k. Sanksi administrasi berupa bunga, denda yang berkenaan

dengan pelaksanaan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.

3. Meminimalkan Tarif Pajak

Tindakan ini dapat dilakukan dengan upaya pengenaan pajak dengan tarif seminimal mungkin. Hal ini dapat ditempuh antara lain mengalokasikan penghasilan dalam beberapa tahun atau dalam perusahaan yang masih dalam satu grup.

Sedangkan menurut Lumbantoruan (1996:485-486) perencanaan pajak dapat ditempuh sebagai berikut:

a. Mengambil keuntungan sebesar-besarnya dari ketentuan mengenai pengecualian dan potongan atau pengurangan yang diperkenankan.

b. Mengambil keuntungan dari pemilikan bentuk-bentuk perusahaan yang tepat.

c. Mendirikan perusahaan dalam satu jalur usaha sehingga dapat diatur secara keseluruhan penggunaan tarif pajak, potensi penghasilan, kerugian dan aktiva yang bisa dihapus.

d. Menyebarkan penghasilan menjadi beberapa tahun untuk mencegah penghasilan tersebut termasuk dalam kategori


(50)

pendapatan yang tarifnya tinggi. Bila mungkin pembayaran pajak bisa ditunda.

F. Motivasi Melakukan Perencanaan Pajak (Tax Planning)

Motivasi diartikan sebagai semua kondisi yang memberikan dorongan dalam diri seseorang yang digambarkan sebagai keinginan, kemauan, dorongan dsb (Gibson, Donnelly, Ivancevich, 1997:340) dalam (Rini, Sartika, 2008). Motivasi dilakukannya perencanaan pajak adalah keinginan untuk meminimalkan beban pajak yang pada akhirnya dapat memaksimalkan laba setelah pajak karena pajak ikut mempengaruhi pengambilan keputusan atas suatu tindakan dalam operasi perusahaan. Dimana perencanaan pajak merupakan salah satu unsur penunjang untuk mencapai tujuan perusahaan. Unsur penunjang lainnya yaitu unsur pendapatan atau penghasilan yang dihasilkan oleh perusahaan, dimana pendapatan/penghasilan merupakan objek pajak tidak final dan ada juga yang merupakan objek pajak final.

Dalam penelitian ini, membatasi faktor-faktor yang memotivasi manajemen perusahaan melakukan tax planning menurut Suandy (2011:10) yaitu kebijakan perpajakan, undang-undang perpajakan, administrasi perpajakan, loopholes dan tarif pajak (tax rates).

1. Kebijakan Perpajakan (Tax Policy)

Kebijakan perpajakan (tax policy) merupakan alternatif dari berbagai sasaran yang hendak dituju dalam sistem perpajakan dari berbagai aspek


(51)

kebijaksanaan pajak, berikut akan diuraikan faktor-faktor yang mendorong dilakukannya suatu perencanaan pajak (Suandy, 2011: 11) yaitu:

a. Pajak yang akan dipungut

Di dalam sistem perpajakan ada berbagai tipe pajak yang harus menjadi pertimbangan utama baik berupa pajak langsung maupun pajak tidak langsung dan cukai seperti:

1) Pajak Penghasilan Badan dan Perseorangan 2) Pajak atas capital gains

3) Witholding tax atas gaji, dividen, sewa, bunga, royalti, lain-lain. 4) Pajak atas impor, ekspor, serta bea masuk.

5) Pajak atas undian/hadiah. 6) Bea materai.

7) Capital Transfer taxes/transfer duties. 8) Business licence dan trade taxes lainnya.

Terdapat berbagai kewajiban jenis pajak yang harus dibayar di mana masing-masing jenis pajak tersebut mempunyai sifat perlakuan pajak sendiri-sendiri. Misalnya bea masuk dianggap sebagai biaya yang dapat dikurangkan dari penghasilan kena pajak atau bisa dimintakan restitusi apabila kita melakukan ekspor barang, sedangkan pajak penghasilan adalah pajak atas laba atau penghasilan kena pajak yang dapat mengurangi besarnya penghasilan bersih setelah pajak. Maka agar tidak mengganggu atau tidak memberatkan arus kas perusahaan, diperlukan perencanaan pajak yang baik untuk bisa


(52)

menganalisis atas transaksi apa akan terkena pajak yang mana dan berapa dana yang diperlukan, sehingga dapat diketahui berapa penghasilan bersih setelah pajak.

b. Subjek Pajak

Indonesia merupakan salah satu negara yang menganut “the classical system” dimana ada pemisahan antara Wajib Pajak Badan

dan Wajib Pajak Orang Pribadi. Indonesia merupakan salah satu negara yang menganut “the classical system” dimana ada pemisahan

antara badan usaha dengan pribadi pemiliknya uang akan menimbulkan pajak ganda. (Suandy, 2011: 11)

Adanya perbedaan perlakuan perpajakan atas pembayaran dividen badan usaha kepada pemegang saham perorangan dan kepada pemegang saham berbentuk badan usaha menyebabkan timbulnya usaha untuk merencanakan pajak dengan baik agar beban pajak rendah sehingga sumber daya perusahaan bisa dimanfaatkan untuk tujuan yang lain. Di samping itu, ada pertimbangan untuk menunda pembayaran dividen dengan cara meningkatkan jumlah laba yang ditahan bagi perusahaan yang juga akan menimbulkan penundaan pembayaran pajak.

c. Objek Pajak

Objek pajak merupakan setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi


(53)

atau untuk menambah kekayaan wajib pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk laporan. Adanya perlakuan perpajakan yang berbeda atas objek pajak yang secara ekonomis hakikatnya sama akan menimbulkan usaha perencanaan pajak agar beban pajaknya rendah.

Sebagai contoh, transaksi modal perseroan atas dividen dan capital gains, di mana atas pembayaran dividen kepada pemegang saham perorangan diterapkan tarif progressive Pasal 17 Undang-Undang Pajak Penghasilan sedangkan capital gains dikenakan pajak flat rate

sebesar 0,1% atau 0,6% dari jumlah bruto nilai penjualan saham. Karena objek pajak merupakan basis perhitungan besarnya pajak, maka untuk optimalisasi alokasi sumber dana, manajemen akan merencanakan pajak yang tidak lebih dan tidak kurang.

d. Tarif Pajak

Adanya tarif yang diterapkan di Indonesia mengakibatkan seorang perencana pajak akan berusaha sedapat mungkin dikenakan tarif yang paling rendah. Menurut Barry Bracewell and Milnes, (1980), bahwa: “The heavier the burden, the stroner the motive and the wider the scope for tax avoidance, since the taxpayer may avoid the higher rates of tax while still remaining liae to the lower”.

e. Prosedur Pembayaran Pajak

Adanya self assessment system dan payment system mengharuskan seseorang perencanaan pajak untuk merencanakan pajak dengan baik.


(54)

(Suandy, 2011: 12). Saat ini sistem pemungutan witholding tax di Indonesia makin ditingkatkan penerapannya. Hal ini di samping mengganggu arus kas perusahaan juga bisa mengakibatkan kelebihan pembayaran atas pemungutan pendahuluan tersebut, padahal untuk memperoleh restitusi atas kelebihan tersebut diperlukan waktu dan biaya.

2. Undang-Undang Perpajakan (Tax Regulation)

Undang-undang perpajakan adalah kumpulan peraturan-peraturan yang mengatur masalah perpajakan. Pada kenyataannya dimanapun tidak ada undang-undang yang mengatur setiap permasalahan secara sempurna, maka dalam pelaksanaannya selalu diikuti oleh ketentuan-ketentuan lain (Peraturan Pemerintah Keputusan Presiden, Keputusan Menteri Keuangan, dan Direktur Jendral Pajak), maka tidak jarang ketentuan pelaksanaan tersebut bertentangan dengan undang-undang itu sendiri karena disesuaikan dengan kepentingan pembuat kebijaksanaan dalam mencapai tujuan yang lain yang ingin dicapainya. (Suandy, 2011: 13).

Seperti diketahui, tax planning merupakan suatu proses yang mendeteksi cacat teoritis dalam ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan tersebut. Melaksanakan tax planning dengan memanfaatkan celah-celah dari peraturan perundang-undangan yang berlaku. Keadaan ini menyebabkan munculnya celah bagi wajib pajak untuk menganalisis dengan cermat atas kesempatan tersebut untuk digunakan merencanakan


(55)

pajak yang baik. Wajib pajak dapat mencari kelemahan dan memperbaiki kembali rencana pajaknya.

Pada awal mendirikan usaha, wajib pajak juga dapat melakukan tax planning dengan cara memanfaatkan undang-undang pajak yang berlaku. Pada masa sekarang ini, Wajib Pajak harus cermat dalam memilih lokasi usaha yang akan didirikan. Hal ini disebabkan, adanya lokasi-lokasi usaha tertentu yang memperoleh fasilitas yang lebih dibanding dengan lokasi/kawasan lainnya. Apabila wajib pajak ingin mendapatkan fasilitas yang diberikan oleh pemerintah maka wajib pajak dapat memilih lokasi usaha di daerah tertentu, misalnya di Indonesia Bagian Timur.

Dengan mendirikan usaha di daerah tersebut, maka Wajib Pajak dapat memperoleh banyak pengurangan pajak penghasilan yang diberikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 yang telah diubah terakhir dengan undang-undang Nomor 36 Tahun 2008. Di samping itu juga diberikan fasilitas seperti penyusutan dan amortisasi yang dipercepat, kompensasi kerugian yang lebih lama dari seharusnya.

Hasil suatu tax planning bisa dikatakan baik atau tidak tergantung dengan apa yang kita lakukan dan semua itu harus sesuai dengan kebutuhan perusahaan. Kadang-kadang suatu rencana harus diubah mengingat adanya peraturan perundang-undangan.

Tindakan perubahan tersebut harus tetap dijalankan walaupun diperlukan penambahan biaya/kemungkinan keberhasilannya sangat kecil.


(56)

Sepanjang masih besar penghematan pajak yang bisa diperoleh rencana tersebut harus tetap dijalankan, karena bagaimanapun juga kerugian yang ditanggung merupakan kerugian minimal. Meskipun suatu tax planning

sudah dijalankan dan proyek sudah berjalan, masih perlu mempertimbangkan setiap perubahan yang terjadi termasuk perubahan undang-undang.

3. Administrasi Perpajakan (Tax Administration)

Indonesia merupakan negara dengan wilayah luas dan jumlah penduduk yang banyak. Sebagai negara berkembang, Indonesia masih mengalami kesulitan dalam melaksanakan administrasi perpajakannya secara memadai. Hal ini mendorong perusahaan untuk melaksanakan perencanaan pajak dengan baik agar terhindar dari sanksi administrasi maupun pidana karena adanya perbedaan penafsiran antara aparat fiskus dengan wajib pajak akibat luasnya peraturan perpajakan yang berlaku dan sistem informasi yang masih belum efektif (Suandy, 2011: 13).

4. Loopholes

Loopholes dapat dimanfaatkan untuk membayar pajak lebih kecil dari atau bahkan tidak membayar sama sekali atas suatu income tertentu. Dalam tax avoidance Wajib Pajak memanfaatkan peluang-peluang (loopholes) yang ada dalam undang-undang perpajakan, sehingga dapat membayar pajak yang lebih rendah. Tax avoidance (penghindaran pajak) adalah suatu usaha pengurangan secara legal yang dilakukan dengan cara


(57)

memanfaatkan ketentuan-ketentuan di bidang perpajakan secara optimal, seperti pengecualian dan pemotongan-pemotongan yang diperkenankan maupun memanfaatkan hal-hal yang belum diatur dan kelemahan-kelemahan yang ada dalam peraturan perpajakan. Seperti diketahui, tax planning merupakan suatu proses yang mendeteksi cacat teoritis dalam ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Keadaan ini yang memunculkan celah bagi wajib pajak untuk menganalisis dengan cermat atas kesempatan tersebut untuk digunakan merencanakan pajak yang baik.

Wajib pajak dapat mencari kelemahan dan memperbaiki kembali rencana pajaknya. Pada awal mendirikan usaha, wajib pajak juga dapat melakukan tax planning dengan cara memanfaatkan undang-undang perpajakan yang berlaku. Loopholes ini memiliki 2 makna yaitu:

a. Loopholes yang memang sengaja diberikan oleh pemerintah di dalam suatu tax policy yang dibuat sedemikian rupa guna mendukung suatu aktivitas atau kegiatan ekonomi tertentu.

b. Loopholes yang sebetulnya bukan maksud pembuat undang-undang di dalam membuat peraturan perpajakan tersebut, atau dengan kata lain tidak sejalan dengan jiwa dan semangat ketentuan perpajakan.

5. Perbedaan Tarif Pajak

Tarif pajak, dimana semakin besar tarif pajak maka semakin besar motivasi wajib pajak untuk melakukan tax planning. Sebagai contoh adalah pemberian natura kepada karyawan tidak dapat diperlukan sebagai


(58)

menguntungkan, oleh karena itu perusahaan memberikannya dalam bentuk cash dan memasukkannya ke dalam daftar gaji karyawan sehingga perusahaan bisa diperlakukan sehingga deductible expense.

Dengan adanya perbedaan tarif pajak atas objek pajak, memotivasi perusahaan untuk memanfaatkannya agar beban pajaknya rendah. Perencanaan yang dapat dilakukan untuk menghemat beban pajak atau meminimalisasi beban pajak penghasilan yaitu dengan melihat dari segi siapa yang menanggung beban, maka PPh pasal 21 dapat dilakukan melihat 3 bentuk:

a. PPh pasal 21 ditanggung oleh karyawan

Dalam hal ini jumlah PPh pasal 21 yang tertuang akan ditanggung karyawan itu sendiri sehingga benar-benar mengurangi penghasilan. Istilah yang sering digunakan adalah PPh pasal 21 yang dipotong oleh perusahaan.

b. PPh pasal 21 ditanggung perusahaan

Dalam hal ini, jumlah PPh pasal 21 yang terutang akan ditanggung oleh perusahaan yang bersangkutan. Dengan demikian, gaji yang diterima oleh karyawan tersebut tidak dikurangi dengan PPh pasal 21 karena perusahaan yang menanggung beban PPh pasal 21. Penghitungan PPh pasal 21 tersebut tidak dilakukan dengan cara gross up, karena tidak menambah secara langsung penghasilan bruto karyawan tersebut tidak boleh dikurangkan dari penghasilan bruto perusahaan.


(59)

c. PPh pasal 21 diberikan dalam bentuk tunjangan dengan menggunakan metode gross up.

Apabila PPh pasal 21 diberikan dalam bentuk tunjangan, maka jumlah tunjangan tersebut akan menambah penghasilan karyawan dan kemudian baru dikenakan PPh pasal 21. Dalam hal ini perhitungan dilakukan dengan cara gross up dimana besarnya tunjangan pajak sama dengan jumlah PPh pasal 21 terutang untuk masing-masing karyawan.

Selain itu ada unsur lain yang juga tidak kalah pentingnya yaitu perencanaan atas biaya/pengeluaran yang akan ditanggung perusahaan dalam menjalankan kegiatan operasionalnya, dimana biaya/pengeluaran ada yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto atau sering disebut deductible expense dan ada yang tidak dapat dikurangkan dari penghasilan bruto atau sering disebut non deductible expense. Dari semua unsur tersebut harus dapat memerankan peran dengan baik agar tujuan perusahaan dapat tercapai.

G. Kajian Penelitian Terdahulu

Berikut ini akan dipaparkan mengenai penelitian yang dilakukan terkait dengan pengaruh penerapan Tax Planning dalam meminimalkan pajak terutang wajib pajak badan.


(60)

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu

Nama Peneliti

Judul Penelitian Metodologi Penelitian Hasil Penelitian Persamaan Perbedaan

Eddy Suratno (2008) Strategi Perencanaan Pajak Variabel dependen Perencanaan Pajak (Tax Planning) Metode penelitian adalah studi kepustakaan. Hasil penelitiannya menyimpulkan, dalam penerapannya,

terdapat beberapa cara dalam meminimalkan jumlah pajak yang harus dibayar, yaitu dengan pergeseran (shifting), kapitalisasi, transformasi,

penghindaran (avoidance), dan penyelundupan (evasion). Nyoman Sentosa Hardika (2007) Perencanaan Pajak Sebagai Strategi Penghematan Pajak Variabel dependen Perencanaan Pajak (Tax Planning) Metode penelitian adalah studi kepustakaan. Hasil penelitiannya menyimpulkan, perencanaan pajak merupakan tahap pertama dalam penghematan pajak. Oleh karena itu, penelitian dan pengumpulan ketentuan peraturan perpajakan dilakukan pada tahap ini dengan maksud dapat

diseleksi jenis tindakan

penghematan pajak yang akan dilakukan. Bersambung ke halaman selanjutnya


(61)

Tabel 2.1 (Lanjutan)

Nama Peneliti

Judul Penelitian Metodologi Penelitian Hasil Penelitian Persamaan Perbedaan

Nyoman Darmayasa (2011)

Perencanaan Pajak dari Aspek Rasio Total Benchmarking, Kebijakan Akuntansi, dan Administrasi Sebagai Strategi Penghematan Pajak Variabel dependen Perencanaan Pajak (Tax Planning) Metode penelitian adalah studi kepustakaan.

Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa perencanaan pajak merupakan upaya legal karena penghematan pajak hanya dapat dilakukan dengan memanfaatkan hal-hal yang tidak diatur (loopholes). R.B

Chrisdianto & Andrianto (2009)

Penerapan Tax Planning dalam Pengambilan Keputusan Terhadap Pilihan Alternatif Pembelian Truk Secara Tunai, Kredit Bank, dan Leasing dengan Hak Opsi pada PT. Rajawali Dwi Putra Indonesia. Variabel dependen Perencanaan Pajak (Tax Planning) Metode penelitian studi kasus pada PT. Rajawali Dwi Putra Indonesia Berdasarkan

kesimpulan, maka PT. Rajawali Dwi Putra disarankan untuk menggunakan leasing dengan hak opsi sebagai alternatif pembelian tujuh unit truk baru agar dapat melakukan tax saving (penghematan pajak).

Sumber: Diolah dari Berbagai Referensi

H. Kerangka Pemikiran

Gambar 2.1 di bawah ini menunjukkan kerangka pemikiran mengenai kebijakan perpajakan (KP), undang-undang perpajakan (UUP), Administrasi Perpajakan (AP), loopholes (L), dan perbedaan Tarif Pajak (PTP)


(62)

Gambar 2.1

Skema Kerangka Pemikiran

I. Hipotesis

Diduga faktor Kebijakan Perpajakan (KP), Undang-Undang Perpajakan (UUP), Administrasi Perpajakan (AP), Loopholes (L), dan Perbedaan Tarif Pajak (PTP) merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi

taxplanning pada perusahaan. Faktor-faktor

Yang Mempengaruhi

Penerapan Tax Planning Pada

Perusahaan

Analisis Faktor Faktor KP

Faktor UUP

Faktor AP

Faktor L

Faktor PTP

Faktor Ke-I Faktor Ke-II Faktor Ke-III


(63)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini dilakukan di daerah DKI Jakarta, lebih tepatnya pada perusahaan-perusahaan yang terdaftar sebagai WP Badan di KPP Pratama Kramat Jati Jakarta Timur yang beralamat di Jalan Dewi Sartika no. 189A. Lokasi tersebut peneliti pilih karena KPP Pratama Kramat Jati Jakarta Timur merupakan KPP yang memiliki cukup banyak Wajib Pajak Badan yang terdaftar disana yang berlokasi di Jakarta Timur. Waktu pelaksanaan penelitian dimulai pada bulan Januari sampai Maret 2013. Penulis akan meneliti dan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi tax planning

pada perusahaan yang terdaftar sebagai WP Badan di KPP tersebut. Adapaun variabel-variabel yang akan dianalisis yaitu Kebijakan Perpajakan, Undang-Undang Perpajakan, Administrasi Perpajakan,

Loopholes, dan Perbedaan Tarif Pajak.

B. Metode Penetuan Sampel

1. Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek atau subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Populasi dalam penelitian ini adalah jumlah wajib


(64)

pajak badan yang terdaftar di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Jakarta Kramat Jati.

2. Sampel

Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut (Sugiyono, 2010:116). Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah convenience sampling istilah umum yang mencakup variasi luasnya prosedur pemilihan responden dimana unit sampel yang ditarik mudah dihubungi, tidak menyusahkan, mudah untuk mengukur, dan bersifat kooperatif (Abdul Hamid, 2007:30).

Sampel pada penelitian ini adalah Wajib Pajak Badan yang terdaftar di KPP Pratama Jakarta Kramat Jati sebanyak 10 perusahaan.

Tabel 3.1

Data Sampel Perusahaan

No. Nama Perusahaan Alamat Perusahaan

1. PT. Massma Sikumbang Jl. Dermaga No. 57 Balekambang Jakarta Timur 13530

2. PT. Citra Bhakti Sejahtera Cawang Kencana Building 2nd Floor, Suite 202 Jl. Mayjen Sutoyo Kav.22 Jakarta Timur 13630

3. PT. Mitra Gema Wisesa Jl. Elang Malindo V Blok A.II/16 RT.002/08 Cipinang Melayu, Makasar- Jakarta Timur

4. PT. Elshafah Adi Wiguna Mandiri Jl. Munggang No.48 RT.003/01 Kel. Balekambang Kec. Kramat Jati, Jakarta Timur 13530

5. PT. Sapta Rezeki Jl. Pucung I No. 15 Balekambang Jakarta Timur 13530

6. PT. Production Link Indonesia Cawang Kencana Building, 2nd Floor Suite 207 Jl. Mayjen Sutoyo Kav.22 Jakarta Timur 13630


(65)

Tabel 3.1 (Lanjutan)

No. Nama Perusahaan Alamat Perusahaan

7. PT. Intekama Globalindo Gedung Sinar Kasih Lt. III Jl. Dewi Sartika No. 136, Jakarta Timur 8. PT. Tifar Admanco Jl. Komodor No. 2 Halim Perdana

Kusuma Jakarta Timur

9. PT. Elka Indonesia Jl. Kayu Manis No. 7 Balekambang Jakarta Timur 13530

10. PT. Adhivisi Mitra Setia Puri Niaga Agraria, Jl. Kav. Agraria No.70, Jakarta 13440

C. Metode Pengumpulan Data

1. Pengumpulan Data Primer

Data primer merupakan data penelitian yang diperoleh secara langsung dari sumber asli (tidak melalui media perantara). Data primer dapat berupa opini subjek (orang) secara individual atau kelompok, hasil pengujian (Indriantoro dan Supomo, 2002:146-155).

Jenis skala yang digunakan untuk menjawab bagian pertanyaan penelitian adalah skala likert yaitu metode yang digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang suatu fenomena sosial (Indriantoro dan Supomo, 2002:104). Skala likert yang digunakan untuk menjawab pertanyaan penelitian memiliki lima kategori sebagaimana disajikan dalam tabel 3.1 di bawah ini:


(66)

Tabel 3.2 Skala Likert

Bobot Kategori

5 Sangat Setuju

4 Setuju

3 Ragu-ragu

2 Tidak Setuju

1 Sangat Tidak Setuju

Sumber: diolah

2. Pengumpulan Data Sekunder

Data sekunder adalah teknik pengumpulan data secara tidak langsung tentang obyek penelitian yang dilakukan dengan cara studi pustaka dari berbagai buku, majalah, literatur, Peraturan Perundang-undangan, dan sebagainya.

D. Metode Analisis

1. Uji Kualitas Data a. Uji Validitas Data

Suatu alat ukur (kuisioner) dikatakan valid jika pernyataan pada kuisioner mampu mengungkapkan sesuatu yang akan diukur oleh kuisioner tersebut secara cermat. Pengujian validitas ini menggunakan Pearson Correlation, yaitu dengan cara menghitung korelasi antara skor masing-masing butir pertanyaan dengan total skor. Jika korelasi antara skor masing-masing butir pernyataan dengan total skor mempunyai tingkat signifikansi di bawah 0,05, maka butir pernyataan tersebut dinyatakan valid dan sebaliknya


(67)

b. Uji Reliabilitas Data

Instrumen dikatakan reliabel apabila terdapat kesamaan data dalam waktu berbeda. Suatu kuisioner dikatakan reliabel atau handal jika jawaban seseorang terhadap pernyataan adalah konsisten atau stabil dari waktu ke waktu. Uji reliabilitas digunakan untuk mengukur bahwa variabel yang digunakan benar-benar bebas dari kesalahan sehingga menghasilkan hasil yang konsisten meskipun diuji berkali-kali. Jika hasil dari Cronbach’s

Alpha di atas 0,60, maka data tersebut mempunyai keandalan yang tinggi (Ghozali, 2006).

2. Analisis Faktor

Teknik analisis yang digunakan peneliti adalah analisis faktor. Metode analisis faktor pertama kali digunakan oleh Charles Spearmen untuk memecahkan masalah psikologi dalam tulisannya di American Journal of Psychology pada tahun 1904, mengenai penetapan dan pengukuran intelektual. Analisis faktor pada prinsipnya digunakan untuk mereduksi data. Mereduksi data merupakan proses untuk meringkas faktor menjadi lebih sedikit dan menamakannya sebagai faktor.

Menurut Singgih Santoso, (2005:11) analisis faktor termasuk pada interdependence techniques, yang berarti tidak ada variabel dependen ataupun variabel independen. Proses analisis faktor mencoba menemukan hubungan (interrelationship) antar sejumlah


(68)

variabel-variabel yang saling independen satu dengan yang lain, sehingga bisa diabuat satu atau beberapa kumpulan variabel yang lebih sedikit dari jumlah variabel awal.

Proses analisis faktor:

a. Memilih variabel yang akan dianalisis.

b. Menguji variabel-variabel dengan menggunakan metode Bartlett Test of Sphercity serta pengukuran MSA (Measure of Sampling Adaquacy).

1) Lihat angka Bartletts Test dan Measure of Sampling Adquency (MSA).

2) Lihat anti-image correlation untuk melihat variabel mana yang bernilai < 0,5.

3) Jika masih ada variabel yang bernilai < 0,5 maka harus mengeluarkan variabel tersebut, kemudian pengujian diulangi kembali sampai tidak ada variabel bernilai < 0,5.

c. Melakukan faktoring dari variabel-variabel yang telah lolos pada uji variabel. Setelah sejumlah variabel terpilih, maka dilakukan ekstraksi variabel hingga menjadi satu atau beberapa faktor.

d. Melakukan proses factor rotation atau rotasi terhadap faktor yang telah terbentuk. Tujuan rotasi adalah untuk memperjelas variabel yang masuk ke faktor tertentu.


(69)

1) Orthogonal Rotation, yakni memutar sumbu 90 . Proses rotasi dengan metode ini masih bisa dibedakan menjadi Quartimax, Varimax, dan Equimax.

2) Oblique Rotation, yakni memutar sumbu ke kanan, tetapi tidak harus 90 . Proses rotasi dengan metode ini masih bisa dibedakan menjadi Oblimin, Promax, Orthoblique, dan lainnya. e. Interprestasi atau faktor yang telah terbentuk yang dianggap bisa

mewakili variabel-variabel anggota tersebut.

f. Validasi atas faktor untuk mengetahui apakah faktor yang telah terbentuk telah valid.

g. Uji KMO dan Berthen Test, memiliki beberapa hal yaitu angka KMO (Kaiser-Meyer-otkin) haruslah berada di atas 0,5 dan signifikan harus berada di bawah 0,05 sedangkan pada uji MSA angkanya haruslah berada pada 0 sampai 1 dengan kriteria:

1) MSA = 1, Variabel dapat diprediksi tanpa kesalahan oleh variabel yang lain.

2) MSA > 0,5, variabel masih bisa diprediksi dan bisa dianalisis lebih lanjut, atau dikeluarkan dari variabel lainnya.

3) MSA < 0,5, variabel tidak bisa diprediksi dan tidak bisa dianalisis lebih lanjut, atau dikeluarkan dari variabel lainnya.


(70)

E. Operasional Variabel

Dalam penelitian ini variabel yang digunakan adalah variabel dependen dan variabel independen, dengan penjelasan sebagai berikut: 1. Variabel Terikat (Dependent Variable) (Y)

Yang menjadi variabel dependen dalam penelitian ini adalah Tax Planning.

2. Variabel Bebas (Independent Variable) (X)

Variabel independen dalam penelitian ini adalah Kebijakan Perpajakan (X1), Undang-Undang Perpajakan (X2), Administrasi


(71)

Tabel 3.3

Tabel Operasional Variabel

Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penerapan Tax Planning pada Perusahaan

Variabel Dimensi Indikator Skala

Pengukuran Kebijakan

perpajakan (Tax Policy) (X1)

1. Sistem pemungutan pajak

2. Pajak yang akan

dipungut

3. Subjek pajak

1. Self assessment system 2.Official assessment system

1. PPh Badan 2. PPh Perseorangan 3. Witholding tax atas gaji, dividen, dan sewa.

1. WP Badan 2. WP pribadi Likert Undang-undang perpajakan (Tax Regulation) (X2)

1. PPh final 2. Penghasilan Kena Pajak 3. Pajak Pengghasilan 4. Faktur Pajak 5. PPN

Likert


(72)

Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penerapan Tax Planning pada Perusahaan

Variabel Dimensi Indikator Skala

Pengukuran Administrasi

perpajakan (Tax

Administratio n) (X3)

1. SPT 2. Tepat Waktu 3. Tax penalty 4.

Penghindaran sanksi

administratif

Likert

Loopholes (X4)

1. Peluang-peluang dalam UU Pajak 2. Tax avoidance 3. Membayar pajak lebih kecil

Likert


(73)

Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penerapan Tax Planning pada Perusahaan

Variabel Dimensi Indikator Skala

Pengukuran Perbedaan

Tarif Pajak (Tax Rates) (X5)

1. Metode meminimalis asi tarif pajak 2. Bentuk penghematan PPh pasal 21 3. Perbedaan perlakuan tarif pajak

Likert


(74)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Objek Penelitian

1. Sejarah Singkat Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Jakarta

Kramat Jati

Kantor Pelayanan Pajak Pratama (KPP) Jakarta Kramat Jati dibentuk sesuai Peraturan Menteri Keuangan RI Nomor: PMK 132/PMK.01/2006 tanggal 22 Desember 2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja Instansi Vertikal Direktorat Jenderal Pajak. Sebagai KPP Modern, struktur organisasi mengalami perubahan sesuai fungsi yang menggabungkan fungsi pelayanan KPP, fungsi pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan (KPPBB) dan fungsi pemeriksaan Kantor Pemeriksaan Pajak (Karikpa) ke dalam satu atap pelayanan KPP Pratama.

B. Analisis Data

1. Uji Kualitas Data a. Uji Validitas Data

Uji validitas dilakukan untuk mengukur sah atau valid tidaknya suatu kuisioner. Kuisioner dikatakan valid jika pernyataan dalam kuisioner mampu mengungkapkan sesuatu yang akan diukur oleh kuisioner tersebut (Ghozali, 2006). Pengujian ini dilakukan dengan


(75)

menggunakan Pearson Correlation. Pedoman suatu model dikatakan valid jika tingkat signifikan di bawah 0,05 maka butir pernyataan itu dikatakan valid.

b. Reliabilitas Data

Suatu kuisioner dikatakan reliabel atau handal jika jawaban seseorang terhadap pernyataan adalah konsisten atau stabil dari waktu ke waktu. Uji reliabilitas digunakan untuk mengukur bahwa variabel yang digunakan benar-benar bebas dari kesalahan sehingga menghasilkan hasil yang konsisten meskipun diuji berkali-kali. Penghitungan reliabilitas ini dilakukan dengan metode Cronbach’s Alpha (Ghozali, 2006). Jika hasil dari Cronbach’s

Alpha di atas 0,60, maka data tersebut mempunyai keandalan yang tinggi (Ghozali, 2006).


(1)

108

Total Variance Explained

Compon ent

Initial Eigenvalues Extraction Sums of Squared Loadings Rotation Sums of Squared Loadings Total % of Variance Cumulative % Total % of Variance Cumulative % Total % of Variance Cumulative %

1 1.648 32.962 32.962 1.648 32.962 32.962 1.484 29.674 29.674

2 1.119 22.373 55.335 1.119 22.373 55.335 1.283 25.660 55.335

3 .820 16.409 71.744

4 .729 14.584 86.327

5 .684 13.673 100.000


(2)

109

Component Matrixa

Component

1 2

Kebijakan Perpajakan .575 -.288 Undang-Undang Perpajakan .570 .535 Administrasi Perpajakan .438 .700

Loopholes .584 -.406

Perbedaan Tarif Pajak .678 -.308 Extraction Method: Principal Component Analysis. a. 2 components extracted.


(3)

110

Component Transformation Matrix

Component 1 2

1 .830 .557

2 -.557 .830

Extraction Method: Principal Component Analysis.

Rotation Method: Varimax with Kaiser Normalization.

Rotated Component Matrixa

Component

1 2

Kebijakan Perpajakan .638 .081

Undang-Undang Perpajakan .176 .762

Administrasi Perpajakan -.026 .825

Loopholes .711 -.011

Perbedaan Tarif Pajak .735 .122

Extraction Method: Principal Component Analysis. Rotation Method: Varimax with Kaiser Normalization. a. Rotation converged in 3 iterations.


(4)

(5)

LAMPIRAN 5


(6)

Dokumen yang terkait

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KETIDAKPATUHAN WAJIB PAJAK YANG TERDAFTAR PADA KPP PRATAMA SUKOHARJO Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Ketidakpatuhan Wajib Pajak yang Terdaftar Pada KPP Pratama Sukoharjo.

0 2 16

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KETIDAKPATUHAN WAJIB PAJAK YANG TERDAFTAR PADA KPP Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Ketidakpatuhan Wajib Pajak yang Terdaftar Pada KPP Pratama Sukoharjo.

0 2 18

PENDAHULUAN Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Ketidakpatuhan Wajib Pajak yang Terdaftar Pada KPP Pratama Sukoharjo.

0 2 11

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEPATUHAN WAJIB PAJAK BADAN YANG TERDAFTAR DI KPP PRATAMA SURAKARTA Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kepatuhan Wajib Pajak Badan yang Terdaftar di KPP Pratama Surakarta.

0 2 17

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEPATUHAN Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kepatuhan Wajib Pajak Badan yang Terdaftar di KPP Pratama Surakarta.

0 2 17

PENDAHULUAN Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kepatuhan Wajib Pajak Badan yang Terdaftar di KPP Pratama Surakarta.

0 1 11

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEMAUAN UNTUK MEMBAYAR PAJAK WAJIB PAJAK BADAN YANG TERDAFTAR DI KPP Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kemauan Untuk Membayar Pajak Wajib Pajak Badan Yang Terdaftar Di KPP Pratama Boyolali.

1 8 18

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEMAUAN UNTUK MEMBAYAR PAJAK WAJIB PAJAK BADAN YANG TERDAFTAR DI KPP Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kemauan Untuk Membayar Pajak Wajib Pajak Badan Yang Terdaftar Di KPP Pratama Boyolali.

0 3 17

PENDAHULUAN Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kemauan Untuk Membayar Pajak Wajib Pajak Badan Yang Terdaftar Di KPP Pratama Boyolali.

0 2 8

Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tax Compliance Penyetoran SPT Masa Wajib Pajak Badan (Studi Kasus Pada KPP Pratama Pangkalpinang). - Repository Universitas Bangka Belitung

0 0 21