Perbedaan Kredit Sebelum dan Sesudah Adanya Sanksi Adat

42 karena orang tersebut merupakan warga adat desa B. Iniliah yang menyababkan sanksi adat tidak berdampak kepada orang yang terdaftar menjadi warga adat di dua desa pekraman yang berbeda.

4.3 Perbedaan Kredit Sebelum dan Sesudah Adanya Sanksi Adat

]Untuk mengetahui perbedaan kredit sebelum dan sesudah adanya sanksi adat kepada debitur yang kreditnya macet maka dilakukan uji dengan uji wilcoxon. Pengambilan kesimpulan dari alat uji wilcoxon ini dengan membandingkan nilai signifikansi dengan nilai probabilitas, probabilitas dapat dilihat pada tabel t statistic dibawah. 1. Hipotesis : H : i  = 0 artinya tidak ada perbedaan jumlah kredit sebelum dan sesudah sanksi adat. Hi :  I  artinya ada perbedaan jumlah kredit sebelum dan sesudah sanksi adat. 2. Ketentuan : Ho : ditolak jika Probabilitas α = 0,05 Ho : diterima jika Probabilitas ≥ α = 0,05 3. Kesimpulan : Test Statistics b Sesudah adanya sanksi adat - Sebelum adanya sanksi adat Z -2.023 a Asymp. Sig. 2-tailed .043 a. Based on negative ranks. b. Wilcoxon Signed Ranks Test 43 Oleh karena nilai signifikan sig. pada tabel tes-t Statistik besar 0,043 lebih kecil dari nilai α = 0,05, maka Ho : ditolak dan H1 : diterima, berarti terdapat perbedaan jumlah kredit yang ditawarkan sebelum dan sesudah sanksi. Adanya perbedaan kredit antara sebelum dan sesudah adanya kasus sanksi adat, sehingga disimpulkan bahwa kasus sanksi adat memiliki pengaruh terhadap jumlah kredit. Sanksi adat yang dijatuhkan kepada debitur yang kreditnya macet telah mendapat berbagai respon dari Warga Desa Jungut. Menurut I Made Mudana, I Nengah Ariawan dan I Ketut Widya yang merupakan debitur di LPD Desa Jungut menyatakan bahwa memiliki kecemasan karena adanya kasus sanksi adat. I Made Mudana menyatakan bahwa bisa saja sanksi menimpa dirinya karena tidak mampu melunasi kredit, sehingga nantinya jika kembali membutuhkan kredit dengan jumlah yang cukup besar, kemungkinan akan mengajukan kredit di lembaga keuangan lainya seperti koprasi yang tidak memiliki sanksi adat seperti LPD Desa Adat Jungut. I Nengah Ariawan menyatakan hal yang hampir mirip, ia menyatakan bahwa mengalami kecemasan karena tidak memiliki aset berupa tanah ataupun kendaraan yang dapat dijual jika ia mengalami kredit macet. Selain itu, I Ketut Widya juga memiliki ketakutan yang sama karena jika ia tidak mampu melunasi kredit, ia dan beserta keluarganya akan sangat malu karena sanksi yang diberikan tersebut sehingga jika kembali memerlukan dana, ia lebih memilih untuk menggunakan lembaga keuangan seperti pegadaian. Dilain pihak, Ketua LPD I Wayan Sudiarta menyatakan bahwa setelah adanya sanksi adat terhadap I Nyoman Sukarta, dirinya selaku ketua LPD semakin hati-hati dalam melakukan penilaian terhadap calon debitur dan penyalurab kredit agar nantinya tidak terjadi kredit macet. 44

BAB V SIMPULAN DAN SARAN