Ilmu Ekonomi Kelembagaan Baru Teori

21 a Terdapat tunggakan angsuran pokok dan atau bunga yang telah melampaui 270 hari;atau b Kerugian operasional dengan pinjaman baru;atau c Dari segi hukum maupun kondisi pasar, jaminan tidak dapat dicairkan pada nilai wajar.

2.5. Ilmu Ekonomi Kelembagaan Baru

Ilmu ekonomi memiliki banyak cabang ilmu, diantaranya ilmu ekonomi kelembagaan. Ilmu ekonomi kelembagaan secara umum dibagi menjadi yaitu ilmu ekonomi kelembagaan lama old institutional economics dan ilmu ekonomi kelembagaan baru new institutional economics . Menurut Yustika 2008 menyatakan Ilmu ekonomi kelembagaan lama old institutional economics berargumentasi bahwa kelembagaan merupakan faktor kunci dalam menjelaskan dan mempengaruhi perilaku ekonomi namun dengan sedikit pendekatan teoritis yang mumpuni, sedangka ekonomi kelembagaan baru new institutional economics mencoba memperkenalkan pentingnya peran kelembagaan, namun tetap berargumentasi bahwa pendekatan ini bisa disandingkan dengan kreangka neoklasik tetapi dibawah ekonomi kelembagaan baru beberapa asumsi tidak dipakai seperti nilai transaksi yang nol, rasionalitas yang lengkap serta informasi yang sempurna. Ekonomi kelembagaan baru memiliki banyak cabang. Banyaknya cabang ekonomi kelembagaan disebabkan karena ekonomi kelembagaan baru merupakan ilmu yang secara definitif merupakan sebuah studi multidisiplin. Cabang pertama dari ekonomi kelembagaan baru adalah sejarah ekonomi baru, dan selanjutnya terdapat aliran pilihan publik, ekonomi sosial baru, teori tindakan kolektif, ekonomi dan hukum serta ekonomi biaya transaksi yang terdiri dari teori modal sosial, teori hak kepemilikan dan ekonomi informasi Yustika, 2008 22

2.6. Teori

Principal-Agent Kontrak merupakan aturan penting dalam mengatur berbagai kegiatan khusunya kegiatan ekonomi, sehingga dalam kegiatan ekonomi tidak terdapat pihak yang dirugikan dan diuntungkan. Menurut Yustika 2008, kontrak secara umum menggambarkan kesepakatan satu pelaku untuk melakukan tindakan yang memiliki nilai ekonomi kepada pihak lain, tentunya dengan konsekwensi adanya tindakan balasan atau pembayaran. Dengan adanya kontrak yang jelas maka tidak ada pihak yang merasa dirugikan atau diuntungkan. Dalam teori kontrak terdapat beberapa permasalaha. Furubotn dan Richter 2001 terdapat beberapa 6 model teori kontrak dan permasalahanya, diantaranya sebagai berikut : 1. The expense-preference model of the managerial theory . Dalam teori ini pemilik perusahaan memiliki informasi yang terbatas mengenai operasi dan tidak dapat mengawasi kegiatan dari manajer. Disini terjadi masalah bahwa keuntungan dan output maksimum tidak akan terjadi karena adanya opportunistic behaviour setelah kontrak disetujui antara pemilik perusahaan dengan manajer. 2. The principal - agent model of the moral hazard. Dalam teori ini diasumsikan bahwa principal tidak memliki informasi yang lengkap mengenai agent dan tidak dapat mengawasi kegiatan agent. Principal mencoba untuk secara aktif mendekati utilitas maksimum nya yang pertama. Dimana dalam model ini agent berusaha untuk mendapatkan keuntungan untuk dirinya dengan melakukan kegiatan beresiko. 3. The principal - agent model of the adverese selcetion. Dalam teori ini masih memiliki asumsi yang sama atas principal yang tidak memliki informasi yang sempurna mengenai agent sebelum kontrak disetujui, dimana agent tidak menggambarkan keadaan yang tidak sesunguhnya mengenai dirinya. 4. The theory of implicit contract deal . Dimana teori ini juga membahas mengenai kekakuan upah. Dimana teori ini berbeda dengan teori 23 disekuilibrium, menyediakan penjelasan ekonomi mengenai kekakuan upah dan perbedaan antara upah pekerja dan penerimaan marginal. 5. The incomplete contract model . Teori ini menjelaskan menganai dormula pendekatan biaya transaksi williamson. Dimana terdapat 2 asumsi, yaitu adanya informasi tidak sempurna antara pembuat keputusan dan ketidakpastian masa depan. 6. Selft - enforcing agreements merupakan teori yang menjelaskan kontrak tidak dapat diselengarakan pengadilan. Dalam situasi ini hanya suatu kegiatan hanya dapat dilaksanakan dengan perjanjian yang berarti mengancam untuk menghentikan perjanjian. Disini informasi dianggap sempurna dan keseimbangan akan mencapai steady state , dimana penjual selalu memenuhi janjinya sepanjang waktu dan pembeli dapat memenuhi harapanya. Dari 6 model masalah kontrak mana diturunkanlah teori mengenai pricipal- agent . Teori pricipal-agent lebih dikenal sebagai teori yang memisahkan antara peran pemilik lembaga yang sering disebut principal yang menyerahkan pengelolaan lembaga terhadap tenaga-tenaga profesional atau orang yang berada dibawah principal yang disebut agent yang lebih mengerti menjalankan nonoprasional lembaga sehari hari. Teori principal-agent menganalisis susunan kontraktual di antara dua atau lebih individu, kelompok, atau organisasi. Salah satu pihak principal membuat suatu kontrak, baik secara implisit maupun eksplisit, dengan pihak lain agent dengan harapan bahwa agen akan bertindakmelakukan pekerjaan seperti yang dinginkan oleh prinsipal dalam hal ini terjadi pendelegasian wewenang Halim dan Abdulah, 2010. Menurut Furubotn dan Richter 2001 menyatakan pricipal dapat berupa pemilik dari perusahaan dan agent adalah manajer dari perusahaan tersebut dan juga principal mungkin seperti yang memberikan pekerjaan dan agent yang pekerjannya. Hal yang serupa dinyatakan oleh Berle dan Means 1932, dalam Arifin, 2004 bahwa terpisahnya kepemilikan 24 ownership dan manajemen control akan memunculkan masalah karena kepentingan pemilik dan manajer tidak selalu sejalan, permasalahan yang muncul karena seorang agent orang yang menerima tugas atau wewenang tidak selalu bertindak sesuai dengan keinginan prinsipal orang yang memberikan tugas atau wewenang dikenal dengan nama masalah principal-agent . Masalah principle-agent disebabkan oleh informasi tidak sempurna diantara principal dan agent , sehingga salah satu pihak memiliki informasi yang lebih sempurna dari yang lain. Informasi asimetrik adalah kondisi yang menunjukkan sebagian investor mempunyai informasi dan yang lainnya tidak memilikinya Jogianto dalam Muhamad, 2010. Menurut Furubotn dan Richter 2001, informasi tidak sempurna merupakan asumsi dasar dari pendekatan principal-agent dimana, agent menikmati kelebihan informasi dari principal . Mishkin dalam Qurrata 2010 mengungkapkan informasi tidak sempurna terjadi karena salah satu pihak lebih mengetahui kelengkapan informasi dibandingkan pihak lain, sehingga pihak yang tidak menegtahui informasi tersebut kesulitan untuk menentukan keputusan yang tepat dibandingkan pihak yang memiliki informasi lebih lengkap. Jika teori principal-agent diaplikasi pada pembiayaan pihak debitur sebagai agent, pasti agentdebitur memiliki informasi yang lebih sempruna dibanding pihak principal yaitu pihak LPD. Apabila dalam kontrak awal informasi yang disampaikan pada dewan pengawas dan LPD tidak sempurna, maka tidak dapat dipungkiri lagi principal-agent problem di antara pihak LPD dan debitur akan terjadi.  Informasi Tidak Sempurna Principal-agent model memiliki masalah utama berupa informasi tidak sempurna atau asymetric information , kelebihan informasi yang dimiliki oleh salah satau pihak akan merugikan pihak lainya. Informasi yang tidak sempurna akan membuahkan kondisi yang disebut dengan moral hazard dan adverse selection. 25 Petrie 2002, dalam Halim dan Abdulah,2010 mendefinisikan moral hazard dan adverse selection sebagai berikut: Moral hazard refers to the tendency of an agent, after the contract is entered into, to shirk or otherwise not fully seek to promote the principal’s interests. Adverse selection refers to the inability of a principal to determine, before the contract is entered into, which among several possible agents is most likely to promote the principal’s interests; and, given this imperfect information, the tendency for candidates with less than average motivation or qualifications to apply.  Adverse Selection Adverse selection adalah masalah yang terjadi karena informasi tidak sempurna. Menurut Furubotn dan Richter 2001 dalam principal-agent dengan model adverse selection , terjadi masalah dimana principal tidak mengetahui kualitas dari agent sebelum kontrak disetujui. Principal tidak dapat mengobservasi fungsi biaya dari tiap agent dan juga principal tidak tidak mengetahui agen masuk pada tipe yang mana, namun disisi lain agent mengetahui fungsi biaya dari dirinya sendiri sebelum kontrak disetujui. Selanjutnya Gilardi 2001, dalam Halim dan Abdulah, 2010:3 menyatakan, bahwa: Adverse selection or ex-ante opportunism, or hidden information occurs whenever the principal cannot be sure that he is selecting the agent that has the most appropriate skills or preferences and moral hazard or ex-post opportunism, or hidden action occurs whenever the agent’s actions cannot be perfectly monitored by the principal.  Didalam model Adverse Selection terdapat ungkapan yang disebut mengenai lemon principal oleh Akerlof 1970, dalam Furubotn dan Richer, 2001. Contoh dari principal lemon adalah pasar mobil bekas, dimana yang baik disebut peaches dan yang buruk lemons. Penjual sebagai agent lebih mengetahui mengenai informasi mobil, dimana pembeli sebagai principal tidak bisa membedakan mobil yang baik atau yang buruk karena mobil baik dan buruk dijual pada 26 harga yang sama. Selain itu, kebanyakan mobil yang di jual adalah mobil dengan keadaan yang buruk dan mobil dengan keadaan baik tidak akan dijual secara keseluruhan. Jika diaplikasikan dalam pemberian kredit di LPD, maka pihak LPD yang memberikan kredit pada debitur tidak mengetahui informasi secara sempurna mengenai debitur. Debitur umumnya akan memperlihatkan kondisi yang dapat membuat pihak LPD mempercayakan kreditnya kepada pihak debitur.  Moral Hazard Miller dalam principal agent theory notes 2005, dalam Qurrata, 2010 mengemukakan bahwa agent melakukan tindakan yang sangat beresiko karena ingin meningkatkan profitabilitas, namun principal tidak dapat meninjau perilaku agent tersebut. Dalam hal ini terdapat dua perilaku yang dapat dikatakan sebagai perilaku yang menyimpang dan menjadi moral hazard . Perilaku pertama agent akan menggunakan yang seharusnya untuk modal usaha, dana tersebut untuk kepentingan pribadinya seperti untuk berjudi, daripada untuk usaha. Perilaku kedua Agent ingin meningkatkan profitabilitas sehingga ia memilih usaha yang resikonya lebih besar dari yang seharusnya atau pihak agent berusaha untuk memaksimumkan profit usahanya dengan memperbesar pengeluaran. Karena modal seluruhnya berasal dari lender maka ia akan memaksimumkan kapasitas usahanya untuk mendapatkan pendapatan yang lebih besar. Sehingga apabila usahanya gagal, maka ia tidak akan dapat mengembalikan dana yang telah ia pinjam. Kedua perilaku tersebut menyimpang dari perjanjian transaksi sehingga dikatakan sebagai perilaku moral hazard . 27

BAB III METODE PENELITIAN