Penyebab Kredit Macet ANALISA DAN PEMBAHASAN

36 LPD Desa Pekraman Jungut yang merupaka informan penting untuk diteliti. Dalam penelitian ini terdapat 6 informan yang terdiri dari 4 orang debitur, 1 Orang Ketua Dewan Pengawas LPD, dan 1 Orang Ketua LPD. Tabel 4.2. Nama Informan Ketua Dewan Pengawas dan Ketua LPD Desa Pekraman Jungut Nama Usia Jabatan I Nyoman Sudira 45 tahun Ketua Badan Pengawas LPD I Wayan Sudiarta 39 tahun Ketua LPD Sumber : Diolah dari Hasil Penelitian 2010 Selain menggunakan informan dari perangkat LPD, penelitian ini juga menggunakan informan dari para debitur. Terdapat 4 orang debitur, dari 4 orang debitur tersebut, 1 diantaranya kreditnya pernah macet. Nama debitur tersebut antara lain sebagai berikut pada tabel 4.2 dibawah. Tabel 4.3. Nama Informan Debitur LPD Desa pekraman Jungut Nama Debitur Usia Kategori Kredit Pekerjaan I Dewa Nyoman Gurnita 40 tahun Macet Wiraswata I Made Mudana 40 tahun Lancar Guru I Ketut Widya 39 tahun Lancar Guru I Nengah Ariawan 30 tahun Lancar PNS Sumber : Diolah dari Hasil Penelitian 2010

4.1 Penyebab Kredit Macet

Prinsip pemberian kredit di lembaga keuangan pada umumnya selalu menggunakan prinsip 5 c yaitu caracter, capacity, capital, colateral dan condotion . Prinsip ini digunakan untuk mengindari terjadinya kredit macet dalam dunia perbangkan. Pada lembaga keuangan mikro seperti LPD Desa Pekraman Jungtu ini 37 juga memiliki prinsip pemberian kredit, namun sedikit berbeda dari lembaga keuangan lainnya karena prinsip ini ditetapkan dalam paruman rapat desa adat. Menurut Ketua LPD I Wayan Sudirta prinsip dalam penyaluran ditetapkan setelah terjadinya kasus kredit macet yang menimpa I Wayan Sukarta dan prinsip dalam penyaluran kredit sangat berbeda di setiap desa pekraman karena prinsip penyaluran kredit akan ditentukan dalam paruman rapat desa adat. Menurut I Nyoman Sudira, sebelum adanya kasus kredit macet, paruman rapat desa adat menentukan bahwa setiap Warga Desa Pekraman Jungut memiliki kesempatan yang sama dalam mendapatkan kredit dari LPD Desa Adat jungut, setelah adanya kasus kredit macet maka ditentuka prinsip yang digunakan dalam pemberian berdasarkan karakter, pekerjaan, dan ijin dari keluarga dan juga ditetapkan juga bahwa pemberian kredit minimum yang disalurkan mulai dari Rp.500.000 sampai dengan maksimum sebesar Rp.15.000.000 dan jika terjadi kredit macet maka seluruh kredit akan dibayarakan sementara oleh desa pekraman jungut sehingga LPD tetap dapat beroprasi, jadi debitur yang kreditnya macet tidak lagi berususan dengan pihak LPD melainkan pihak desa pekraman. Menurut ketua badan pengawas I Nyoman Sudira, seluruh masyarakat di desa pekraman pasti akan mendapatkan kredit disesuaikan dengan karatker, pekerjaan, ijin keluarga, dimisalkan jika seorang calon debitur dinilai oleh ketua dan perangkat LPD yang lain dianggap memiliki karakter yang kurang baik, pekerjaannya tidak tetap, dan konsidi ekonomi keluarganya masuk kategori miskin namun diberikan ijin oleh keluarganya untuk mengajukan kredit di LPD maka, pihak LPD akan tetap memberikan kredit dengan jumlah paling minimum yaitu sebesar Rp.500.000. Menurut Ketua LPD I Wayan Sudirta, kredit minimum tetap akan diberikan jika pihak keluarga dari calon debitur setuju bahwa calon debitur meminjam di LPD, jika tidak ada persetujuan maka kredit tidak akan disalurkan. Prinsip penyaluran kredit oleh LPD Desa Pekraman Jungut ini memang tidak sesuai dengan prinsip pemberian kredit secara umum yang menggunakan prinsip seperti caracter, 38 capacity, capital, colateral dan condotion economy , sehingga rule of the game yang telah ditetapkan paruman rapat desa adat lemah. Menurut Ketua Badan Pengawas I Nyoman Sudira, dalam pengajuan kredit pihak debitur tidak diharuskan untuk melaporkan pendapatannya, jumlah modal yang dimiliki untuk usaha, kredit di lembaga keuangan lain, ataupun jumlah tabungan, ini disebabkan karena pelaporan semacam ini tidak ditetapkan dalam awig-awig aturan yang ditetapkan dalam paruman yang ditentukan dalam paruman rapat desa adat. Jadi disini ada terjadi hidden information antara pihak LPD dan badan pengawas selaku pricipal dengan debitur sebagai agent . Pihak LPD sebagai pricipal hanya mengetahui jenis pekerjaan dan karakter dari debitur, namun tidak mengetahui pendapatan yang merupakan bagian dari capacity debitur dalam rangka pengembalian kredit, adanya hidden information menyebabkan pihak LPD sebagai principal kesulitan untuk menetapkan keputusan yang tepat yaitu berapa kredit yang layak diberikan, dibanding pihak debitur sebagai agent yang memiliki informasi lebih baik mengenai dirinya. Selain itu, karena adanya hidden information maka debitur sebagai agent mungkin akan gagal dalam melunasi kredit karena sebenarnya tidak memiliki kemampuan untuk melunasi kredit secara finansial seperti kasus I Nyoma Sukarta. Terjadinya hidden information , sehingga ini juga menyebabkan terjadi masalah pricipal-agent dengan model adverese selecetion , pihak debitur mengetahui capacity dirinya untuk mengembalikan kredit , tetapi pihak LPD tidak mengetahui hal ini karena paruman adat rapat desa tidak menetapkan hal tersebut. Adanya hidden information pada kasus di LPD Desa Pekraman Jungut juga memungkinkan terjadinya model moral hazzard sehingga pihak debitur sebagai agen melakukan tindakan-tindakan untuk menguntukan dirinya sendiri yang beresiko tinggi. Tindakan yang berresiko tinggi yang dapat dilakukan dapat menyebabkan gagalnya pelunasan kredit. Kasus kredit macet di LPD Desa Pekraman Jungut ada dua debitur yaitu I Nyoman Suparta dan I Dewa Nyoman Gurnita. Menurut Ketua Badan pengawas I 39 Nyoman Sudira dan Ketua LPD I Wayan sudiarta, debitur I Nyoman suparta sekeluarga memang sudah sering bermasalah dengan desa pekraman jungut. Dewan Pengawas I Nyoman Sudira menyatakan bahwa kakek dari nyoman suparta pernah bermasalah karena tidak mau mebayar sanksi adat karena melanggar awig- awig , aturan selanjutnya ayah dari I Nyoman suparta juga menunggak pinjaman yang diberikan oleh desa pekraman sehingga diberikan sanksi adat sampai sekarang. Selain itu, I Nyoman suparta sendiri menunggak kredit sehingga paruman rapat desa adat menjatuhkan sanksi karena tidak ada itikad baik dan tidak berusaha untuk melunasi kreditnya semenjak awal peminjaman sampai tahun 2010 kredit yang ditunggak tidak dibayar sama sekali. Dalam kasus Kredit macet yang menimpa I Nyoman Suparta terjadi model adverese selection karena hanya salah satu pihak yang memiliki informasi yang sempurna, dalam hal ini pihak debitur I Nyoman suparta yang mengetahui kemampuannya dalam mengembalikan kredit, pihak LPD dan ketua badan pengawas tidak mengetahui informasi mengenai kemampuan Debitur dalam mengembalikan kredit. Hal ini terjadi karena kelemahan awig-awig atau rule of the game yang ditetapkan oleh paruman adat. Kelemahanya dari awig-awig atau rule of the game ini menimbulkan terjadinya kredit macet, selain itu pihak LPD percaya bahwa jika semua orang pasti mengembalikan kredit yang dipinjam karena jika terjadi kredit macet maka debitur akan menerima sanksi, Namun pada kenyataannya sampai sekarang kredit macet dari I Nyoma Suparta tidak dilunasi sampaia tahun 2010. Ini merupakan akibat dari kelemahan awig-awig atau rule of the game yang ditetapkan paruman rapat desa adat yang menetapkan semua orang berhak untuk mendapatkan kredit tanpa melihat pekerjaan, pendapatan, karakter, kredit di lembaga keuangan lain, dan jumlah aset yang dimiliki. Setelah ada kasus adat, prinsip penyaluran kredit yang baru juga memiliki kelemahan karena pihak debitur tetap tidak diwajibkan melaporkan pendapatan, jumlah tabungan, aset, dan kredit di lembaga keuangan lain yang menggambarkan mengenai capacity debitur dalam mengembalikan kredit 40 yang menimbulkan hidden information dan menyebabkan terjadinya hububngan pricipal-agent dengan model adverese selection . Dalam prinsip yang ditetapkan prinsip yang digunakan hanya berdasar penilaian dari pihak ketua LPD mengenai pekerjaan calon debitur, karakter dan ijin dari pihak keluarga, sehingga perinsip penyaluran tetap memiliki kelemahan. Kelemahan awig-awig yang lain adalah hak setiap debitur untuk mendapat kredit untuk walaupun mendapat kredit dengan jumlah minimum ini tetap memiliki kelemahan karena walaupun minimun bisa saja debitur tidak mampu melunasi kredit karena adanya karakter dari debitur memang buruk. Lemahnya pengawasan dari dewan pengawas dan perangkat LPD juga menyebabkan terjadinya masalah kredit macet. Menurut Ketua Badan Pengawas I Wayan Sudira, bahwa badan pengawas dan ketua LPD tidak memiliki kewajiban untuk mengawasi penggunaan kredit karena tidak ada aturan yang mengatur mengenai pengwasan kredit dalam awig-awig yang ditetapkan oleh paruman adat, pengawasan yang lemah ini juga dapat menimbulkan terjadinya moral hazard .

4.2 Dampak Adanya Sanksi Adat Terhadap Debitur yang Kreditnya Macet