Analisis soal tes buatan guru biologi Madrasah Tsanawiyah Neger Se-Jakarta Selatan berdasarkan aspek kognitif taksonomi bloom

(1)

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk memenuhi syarat-syarat meraih gelar sarjana pendidikan

Oleh NOPITALIA 103016127097

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)

SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA


(2)

NIM : 103016127097

Jurusan/semester : Pendidikan IPA Biologi / XIV Angkatan tahun : 2003

Alamat : Jl. Thamrin Rt 01/04 No. 34 Kel. Ketapang, Kec. Cipondoh, Kota Tangerang 15147

Menyatakan dengan sesungguhnya

Bahwa skripsi yang berjudul “Analisis Soal Tes Buatan Guru Biologi Madrasah Tsanawiyah Negeri Se-Jakarta Selatan Berdasarkan Aspek Kognitif Taksonomi Bloom”, adalah benar hasil karya saya sendiri dibawah bimbingan:

1. Nama : Drs. Ahmad Sofyan, M.Pd NIP : 196501151987031020

2. Nama : Yanti Herlanti, M.Pd NIP : 197101192008012010

Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan saya siap menerima segala konsekuensi apabila ternyata skripsi ini bukan hasil karya saya sendiri.

Jakarta, Oktober 2010 Yang menyatakan,


(3)

iii

ada dalam genggaman-Nya. Alhamdulillah dengan rahmat dan kasih sayang-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini, yang merupakan syarat untuk memperoleh gelar sarjana pendidikan. Shalawat dan salam penulis sampaikan kepada junjungan kita baginda Nabi Muhammad SAW yang telah membimbing umat manusia dari jalan jahiliyah ke jalan ilmu pengetahuan, beserta keluarga dan pada sahabatnya.

Berkat bantuan dari berbagai pihak akhirnya penulisan skripsi yang berjudul “Analisis Soal Tes Buatan Guru Biologi Madrasah Tsanawiyah Negeri Se-Jakarta Selatan Berdasarkan Aspek Kognitif Taksonomi Bloom” ini dapat diselesaikan oleh penulis. Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan rasa terima kasih, penghargaan serta rasa hormat kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Dede Rosyada, M.A., Dekan FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Ibu Baiq Hanna Susanti, M.Sc., Ketua Jurusan Pendidikan IPA FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Ibu Nengsih Juanengsih, M.Pd., Sekretaris Jurusan Pendidikan IPA. 4. Bapak Drs. Ahmad Sofyan, M.Pd., Pembimbing I yang telah membimbing

dan membantu penulis dalam menyusun skripsi ini.

5. Ibu Yanti Herlanti, M.Pd., Pembimbing II yang telah membimbing dan membantu penulis dalam menyusun skripsi ini.

6. Bapak/Ibu Dosen dan Staf di UIN Syarif Hidayatullah khususnya di Jurusan Pend. IPA (Biologi) yang telah memberikan bantuan dan dukungannya.


(4)

iv

8. Bapak, ibu, Suami Tercinta (Doni Husein) dan adik-adikku (Ahmad Fauzan, Zulkifly dan Imam Faidzin), atas dorongan moril dan materil serta doa yang selalu berlimpah.

9. Sahabat seperjuanga yang tercinta Ika, Tina, Jubet, Zaki, Sarah, Irma, Anita, Melly, Helly, Sofi, Puroh, Wahyu, Novi, dan Ari, serta teman-teman biologi, fisika, dan kimia angkatan 2003, terima kasih banyak atas bantuan, semangat, dan kebersamaan yang diberikan selama ini, yang takkan pernah terlupakan.

Dan semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini yang tidak bisa disebutkan satu persatu, semoga Allah SWT membalas amal baik.

Akhir kata, penulis berharap agar skripsi ini dapat bermanfaat khususnya bagi penulis dan umumnya bagi para pembaca sekalian.

Jakarta, Oktober 2010


(5)

i

Program Studi Pendidikan Biologi, Jurusan Pendidikan IPA, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kualitas tes buatan guru biologi berdasarkan kesesuaiannya dengan dimensi kognitif taksonomi Bloom . Subjek penelitian ini adalah tujuh MTs Negeri yang berada di Jakarta Selatan. Dari ke tujuh MTs Negeri tersebut, terdapat dua belas orang guru biologi. Data yang berupa soal buatan guru biologi dikelompokkan menjadi dua bagian yaitu, soal obyektif berbentuk pilihan ganda dan soal berbentuk essay. Topik soal dibatasi pada materi bioteknologi yang telah diajarkan. Data tersebut dianalisis sesuai dengan tingkatan taksonomi Bloom serta mengelompokkan data sesuai topik dan memilih/menyortir data sedemikian rupa sehingga hanya data yang terpakai saja yang tinggal. Selain dianalisis sesuai dengan tingkatan taksonomi Bloom, data dianalisis sesuai dengan silabus dan rencana pembelajaran yang dibuat guru. Hasil analisis tersebut menggambarkan bahwa soal-soal tersebut didominasi pada ranah kognitif pengetahuan (C1) dengan persentase 60,26%, pemahaman (C2) 38,46%, dan analisis (C4) 1,28% serta kesesuaian soal buatan guru dengan silabus dan rencana pembelajaran secara keseluruhan mencapai 83,33% dengan persentase 85,3% untuk butir soal pilihan ganda dan 70% untuk butir soal uraian.


(6)

ii

Bloom's Taxonomy, Biological Program Study, Majors Education of IPA, Faculty Science of Tarbiyah and Teachership of UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

This study aims to determine the quality of teacher-made tests for conformance with a biology based on Bloom's taxonomy. The subjects are seven Islamic Junior High Schools in South Jakarta. From the seven schools, there are twelve a biology teachers. The data that form the artificial problem of biology teachers are devided into two parts, namely, about the objective form of multiple choice questions and essay form. Topics about biotechnology is limited to material that has been taught. Data is analyzed according to the levels of Bloom's Taxonomy and classifying of data according to topic and select or sort the data so that only data used just left. Besides, it is analyzed according to the Bloom's taxonomy, the data is also analyzed according to the rules of writing based on the silabus and RPP. The results of the analysis illustrates that the questions focused 60.26% on knowledge aspect of the cognitive (C1), 38,46% on understanding aspect (C2), and 1,28% on analysis aspect (C4) and the result of the analysis illustrates that the question based on the silabus and RPP is 83,33% with specifically 85,3% to multiple choice questions and 70% to essay form.

Keywords: teacher-made tests, the cognitive aspect of Bloom's Revised Taxonomy.


(7)

v

ABSTRAK

………...

i

KATA PENGANTAR

……….

iii

DAFTAR ISI

……….

v

DAFTAR TABEL

....…….……….………

viii

DAFTAR LAMPIRAN

.……….…………

ix

BAB I. PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang Masalah

………..……

1

B.

Identifikasi Area dan Fokus Penelitian

……..…….…..

3

C.

Pembatasan Fokus Penelitian

..………

4

D.

Perumusan Masalah …....……….……….

4

E.

Tujuan dan Kegunaan Hasil Penelitian

.……….………

4

BAB II. DESKRIPSI TEORITIS DAN KERANGKA PIKIR

A.

Deskripsi Teoritis

1.

Tes…….………….………..……… 5

a. Pengertian Tes……….………..……... 5

b. Fungsi Tes……… 10

2.

Soal………..………….… 15

a.

Kaidah Penulisan Soal……….... 15

b.

Soal yang Bermutu Baik………...…………....……….… 17

c.

Teknik Penulisan Soal….………..…….… 18

d.

Langkah-langkah Penyusunan Soal ……..….………..… 19

e.

Penyusunan Butir Soal yang Menuntut

Penalaran Tinggi………….……… 19

f.

Perakitan Butir Soal ……….………..

21

3.

Pengertian dan Tugas Utama Guru...………….…….

22

4.

Taksonomi Tujuan Pendidikan Menurut Benyamin

S. Bloom

.…..………...

29


(8)

vi

Cabang Ilmu Biologi

………..………..

40

B.

Kerangka Berpikir

………..…………..

42

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN

A.

Tempat dan Waktu Penelitian

……….

44

B.

Metode Penelitian

……….………....

44

C.

Populasi dan Sampel ..………

45

D.

Objek Penelitian

……….………...…...…..

45

E.

Teknik Pengumpulan Data ..……….………..…

45

F.

Instrumen Penelitian ……….………...…...…..

46

G.

Teknik Analisis Data ……….………...…..

46

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A

.

Hasil Penelitian

1.

Deskripsi Soal Tes Buatan Guru

...………..……….

48

2.

Tingkat Kesinergian Soal Buatan Guru Dengan Standar

Kompetensi dan Kompetensi Dasar Pada Kurikulum Tingkat

Satuan Pendidikan

………..

49

3.

Pengelompokan Pengelompokan Soal Tes Buatan Guru Biologi

Berdasarkan Tingkatan Kognitif Menurut Taksonomi Bloom….. 50

4.

Pengelompokan Topik Berdasarkan Taksonomi Bloom …..

52

5.

Kesesuaian Soal Buatan Guru Biologi MTs Negeri

se-Jakarta Selatan dengan Silabus dan Rencana Pembelajaran……. 53

6.

Kesesuaian Soal Buatan Guru Biologi MTs Negeri

se-Jakarta Selatan dengan Kaidah Penulisan Soal Menurut

Departemen Pendidikan Nasional

.………... 54

7.

H

asil Wawancara dengan Guru Biologi MTs Negeri Se-Jakarta

Selatan...………...…….………...…... 54


(9)

vii

B.

Saran

……….61

DAFTAR PUSTAKA

………62


(10)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pengertian “pendidikan” menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia ialah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan.1

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab I Pasal (1), pendidikan adalah :2

“Usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan Negara”.

Kualitas sumber daya manusia merupakan faktor yang sangat menentukan dalam keberhasilan pembangunan. Hal ini karena manusia bukan semata-mata menjadi obyek pembangunan, tetapi sekaligus juga merupakan subyek pembangunan.3 Disinilah peran penting pendidikan dalam menentukan keberhasilan pembangunan yakni meningkatkan kualitas sumber daya manusia.

Menurut Ahmad Sofyan indikator yang paling mudah dilihat adalah prestasi belajar atau lebih umum orang menyebutnya dengan hasil belajar siswa di setiap jenjang dan jalur pendidikan selama ini yang belum memenuhi harapan”.4

Keberhasilan atau kegagalan proses pendidikan sangat tergantung pada faktor berikut : peserta didik, instrument pembelajaran, instrument penunjang, dan penggerak proses pendidikan. Keempat faktor tersebut menentukan keberhasilan pembangunan.

1

Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru, (Bandung:Remaja Rosda Karya,2004), cet. Ke-9 (revisi), hal. 10

2

Ibid, hal. 1 3

Abu Ahmadi, Ilmu Sosial Dasar, (Jakarta:Rineka Cipta,2003), hal. 130 4

Ahmad Sofyan, JurnalPerilaku Belajar Biologi Siswa MAN, (Jakarta:FITK UIN Syahid, 2003), hal. 63


(11)

Instrument pembelajaran utama yang menjadi penentu keberhasilan proses pendidikan adalah guru. Ukuran keberhasilan guru dalam mengajar dapat dilihat dari motivasi siswa dalam belajar.

Adams dan Dickley mengemukakan bahwa guru berperan sebagai instructor (pengajar), counselor (pembimbing), scientist (ilmuan), dan person (pribadi). Guru sebagai pengajar bertugas memberikan pengajaran di dalam kelas, mengelola kelas, dan mengevaluasi kemajuan hasil belajar siswa.5

Pengevaluasian belajar siswa berfungsi melihat hasil-hasil belajar yang dicapai langsung, bertalian dengan penguasaan tujuan-tujuan pembelajaran yang menjadi target. Selain itu, menilai unsur-unsur yang relevan pada urutan perencanaan dan pelaksanaan pengajaran.6

Alat evaluasi dalam pengajaran dibagi menjadi dua kelompok, yaitu : tes dan non tes. Tes hasil belajar adalah tes yang digunakan untuk menilai hasil-hasil pelajaran yang telah diberikan guru kepada peserta didiknya, dalam jangka waktu tertentu. Untuk keperluan evaluasi proses belajar mengajar, dapat digunakan tes yang telah distandardisasikan (Standardized test), maupun tes buatan guru sendiri (Teacher-made test). Standardized test adalah tes yang telah mengalami proses standardisasi, yakni proses validitas dan reliabilitas, sehingga tes tersebut benar-benar valid (shahih) dan reliable (ajeg) untuk suatu tujuan dan bagi kelompok tertentu. Standardized test oleh pemerintah pusat digunakan dalam Ujian Nasional. Sedangkan tes buatan guru sendiri adalah suatu tes yang disusun oleh guru sendiri untuk mengevaluasi keberhasilan proses belajar mengajar. Biasanya tes buatan guru sendiri banyak dipergunakan di sekolah-sekolah. Tes buatan guru sendiri ini biasanya terbatas pada suatu kelas atau sekolah.7

Soal-soal yang dibuat guru IPA di Indonesia masih sangat mengkhawatirkan. Hal ini terbukti dari ketidaksiapan siswa-siswi Indonesia untuk bersaing di kancah global, pencapaian hasil Ujian Nasional yang memprihatinkan,

5

Departemen Agama RI, Wawasan Tugas Guru dan Tenaga Kependidikan, (Jakarta:2005), hal. 71-72

6

Ibid, hal. 95 7


(12)

dan terus terpuruknya Indonesia diposisi papan bawah dalam berbagai tes berstandar internasional (International standardized test) yang pernah diikuti.8

Berdasarkan Programme for International Student Assesment (PISA) tahun 2006, peringkat Indonesia untuk IPA turun dari 36 dari 40 negara (2003) menjadi 54 dari 57 negara (2006) dengan skor rata-rata turun dari 395 (2003) menjadi 393 (2006). Hasil yang kurang lebih sama juga terlihat dari kajian Trends in International Mathematics an Science Study (TIMSS) tahun 2003, dimana Indonesia berada diurutan 34 dari 45 negara. Untuk IPA, skor rata-rata siswa Indonesia hanya 395, sementara Thailand 429, Singapura 473, Malaysia 510. rendahnya skor ini hanya salah satu gambaran dari kualitas pendidikan di Indonesia yang memprihatinkan.9

Ketidakmampuan siswa dalam mengerjakan soal-soal seperti yang tersaji dalam PISA dan TIMSS, tidak lepas dari kebiasaan siswa mengerjakan soal-soal yang diberikan oleh guru.

Berdasarkan pemikiran tersebut, maka penulis tertarik untuk membahas bagaimana kualitas soal-soal yang dibuat guru. Selanjutnya masalah tersebut yang dituangkan dalam penulisan skripsi dengan judul : “Analisis Soal Tes Buatan Guru Biologi Berdasarkan Aspek Kognitif Taksonomi Bloom (Studi Kasus di MTs Negeri Se-Jakarta Selatan).

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah, maka hal yang ingin diketahui adalah bagaimana kualitas soal tes buatan guru biologi MTs Negeri di Jakarta Selatan? apakah sudah memenuhi aspek kognitif taksonomi Bloom? apakah soal yang dibuat guru sudah sesuai dengan rencana pembelajaran dan silabus ?

8

Sri Hartati Samhadi, (2007). Mengukur Kualitas Tes. (Tersedia online) di www.kompascetak.com. Akses tanggal 7 Mei 2008

9


(13)

C. Pembatasan Masalah

Untuk lebih fokus dan sistematisnya penulisan skripsi ini, penelitian ini hanya terbatas pada permasalahan tes buatan guru biologi pada konsep bioteknologi jika ditinjau dari taksonomi yang dikemukakan oleh Benjamin S. Bloom pada dimensi kognitif serta ditinjau dari kesesuaian terhadap rencana pembelajaran dan silabus yang dibuat oleh guru.

D. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah, identifikasi masalah, pembatasan masalah yang telah dipaparkan, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah : “Bagaimana soal tes buatan guru biologi MTs Negeri yang ada di Jakarta Selatan berdasarkan aspek kognitif taksonomi Blooms serta kesesuaiannya terhadap rencana pembelajaran dan silabus yang telah dibuat?”

E. Tujuan dan Kegunaan Hasil Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kualitas tes buatan guru biologi berdasarkan kesesuaiannya dengan aspek kognitif taksonomi Bloom serta terhadap rencana pembelajaran dan silabus yang telah dibuat.

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan praktis dalam upaya perbaikan pembelajaran biologi, yaitu :

1. Bagi guru, hasil penelitian ini kiranya dapat menjadi bahan pertimbangan khususnya guru biologi dalam membuat tes yang sesuai dengan rencana pembelajaran dan silabus.

2. Bagi peneliti, hasil penelitian ini dapat menambah wawasan dan pengetahuan peneliti tentang bagaimana kondisi soal-soal yang dibuat guru MTs Negeri di Jakarta Selatan.

3. Berguna untuk menambah wawasan dan ilmu pengetahuan kepada pembaca serta bermanfaat sebagai bahan acuan untuk penelitian selanjutnya dan kebijakan pendidikan selanjutnya.


(14)

BAB II

DESKRIPSI TEORETIS DAN KERANGKA PIKIR

A. Deskripsi Teoretis 1. Tes

a. Pengertian Tes

Menurut Anas Sudjiono tes merupakan alat untuk mendiagnosis atau mengukur keadaan individu.10 Secara harfiah, kata “tes” berasal dari bahasa Perancis Kuno : testum dengan arti “piring untuk menyisihkan logam-logam mulia” (maksudnya dengan menggunakan alat berupa piring itu akan dapat diperoleh jenis-jenis logam mulia yang nilainya sangat tinggi), sedangkan dalam bahasa inggris ditulis dengan test yang dalam bahasa Indonesia diterjemahkan dengan “tes”, “ujian” atau “percobaan”.11

Ada beberapa istilah yang memerlukan penjelasan sehubungan dengan uraian di atas, yaitu istilah test, testing, tester, dan testee, yang masing-masing mempunyai pengertian berbeda. Test adalah alat atau prosedur yang dipergunakan dalam rangka pengukuran dan penilaian; tester artinya orang yang melaksanakan tes atau eksperimentor, yaitu orang yang sedang melakukan percobaan (eksperimen); sedangkan testee adalah pihak yang sedang dikenai tes(=peserta tes=peserta ujian), atau pihak yang sedang dikenai percobaan (=tercoba).12 Tes dalah suatu cara untuk mengadakan penilaian yang berbentuk suatu tugas atau serangkaian tugas yang harus dikerjakan oleh anak atau sekelompok anak sehingga menghasilkan suatu nilai tentang tingkah laku atau prestasi anak tersebut, yang dapat dibandingkan dengan nilai yang dicapai oleh anak-anak lain atau dengan nilai standar yang ditetapkan.13

Dengan menekankan syarat kualitas utama, tes pada dasarnya merupakan suatu pengukuran yang obyektif dan standar terhadap sampel perilaku. Tes

10

Anas Sudjiono, Pengantar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta:Raja Grafindo Persada,2007), hal. 65 11

Ibid. hal. 66 12

Ibid

13

Wayan Nurkancana dan P.P.N. Sunartana, Evaluasi Pendidikan, (Surabaya: Usaha Nasional, 2000), hal. 25


(15)

merupakan sebuah prosedur yang sistematik guna mengukur sampel perilaku seseorang.14 Tes hasil belajar atau achievement test ialah tes yang dipergunakan untuk menilai hasil-hasil pelajaran yang telah diberikan oleh guru kepada murid-muridnya, atau oleh dosen kepada mahasiswanya, dalam jangka waktu tertentu.15 Di dalam pendidikan terdapat bermacam-macam alat penilaian yang dapat dipergunakan untuk menilai proses dan hasil pendidikan yang telah dilakukan terhadap anak didik.

Untuk melaksanakan evaluasi hasil mengajar dan belajar, seorang guru dapat menggunakan dua macam tes, yakni tes yang telah distandarkan (standardized test) dan tes buatan guru sendiri (teacher-made test). Yang dimaksud dengan standardized test ialah tes yang telah mengalami proses standardisasi, yakni proses validasi dan keandalan (reliability) sehingga tes tersebut benar-benar valid dan andal untuk suatu tujuan dan bagi suatu kelompok tertentu. standardized test pada umumnya dibuat oleh para ahli psikologi dan banyak dipergunakan di lembaga-lembaga pemerintah yang memerlukannya, yaitu untuk mengetes para calon pegawai di suatu kantor dan perusahaan, mengetes orang-orang yang akan masuk tentara, dan sebagainya.16

Tes buatan guru yaitu tes yang disusun sendiri oleh guru yang mempergunakan tes tersebut.17 Sehubungan dengan pengertian-pengertian tes yang telah diutarakan di atas, dapat disimpulkan dengan lebih khusus lagi yaitu bahwa tes merupakan suatu prosedur yang harus dilaksanakan guru dalam pencapaian tujuan pembelajaran. Achievement test yang biasa dilakukan guru dapat dibagi menjadi dua golongan, yakni tes lisan (oral test) dan tes tertulis (written test). Tes tertulis dapat dibagi atas tes essay atau essay examination dan tes objektif atau disebut juga short-answer test.18

14

Saifuddin Azwar, Tes Prestasi Edisi II, (Yogyakarta:Pustaka Pelajar, 2003), hal.3 15

Ngalim Purwanto, Prinsip-prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran, (Bandung:Remaja Rosda Karya, 2008), hal. 33.

16

Ibid. hal.33-34 17

Wayan Nurkancana dan P.P.N. Sunartana. Op.cit. hal .26 18


(16)

Ciri-ciri teacher-made test, yaitu :

1. Berdasarkan isi dan tujuan-tujuan khusus untuk kelas atau sekolah di tempat guru itu mengajar.

2. Dapat menyangkut topic, kecakapan, atau keterampilan khusus dan tertentu, tetapi dapat juga menyangkut bagian-bagian yang lebih luas dari pengetahuan dan keterampilan.

3. Biasanya dikembangkan oleh seorang guru dengan sedikit atau tanpa bantuan dari luar.

4. Menggunakan item-item yang jarang atau tidak pernah di-tryout-kan, dianalisis, atau direvisi sebelum menjadi bagian dari tes tersebut.

5. Memiliki keandalan yang rendah atau sedang saja.

6. Biasanya terbatas pada suatu kelas atau sekolah sebagai kelompok pemakainya.19

Bagi sebagian besar pendidik, istilah tes, pengukuran, dan penilaian adalah istilah yang sering digunakan dalam menjalankan tugasnya sebagai pengajar. Namun pengertian yang sebenarnya sering dipertukarkan. Dari ketiga istilah tersebut masyarakat luas lebih banyak memakai istilah penilaian.

Ditinjau dari bentuk pertanyaan yang diberikan, tes hasil belajar yang biasa dipergunakan oleh guru untuk menilai hasil belajar siswa-siswa di sekolah dapat dibedakan atas dua jenis, yaitu :

2) Tes Obyektif

Tes obyektif terdiri dari item-item yang dapat dijawab dengan jalan memilih salah satu alternatif yang benar dari sejumlah alternatif yang tersedia atau dengan mengisi jawaban yang benar dengan beberapa perkataan atau simbol. Kebaikan tes obyektif yaitu dapat dijawab dengan cepat oleh siswa, reliabilitas skor yang diberikan terhadap pekerjaan siswa dapat dijamin sepenuhnya, jawaban-jawaban tes obyektif dapat dikoreksi dengan mudah dan cepat dengan mempergunakan kunci jawaban. Kelemahan tes obyektif yaitu kemungkinan untuk menerka dan mencontek jawaban sangat besar, biaya administrasi yang

19


(17)

dibutuhkan untuk mencetak tes tersebut cukup besar. Tipe-tipe tes obyektif yaitu true-false, multiple-choice, completion, dan matching.

3) Tes Essay

Tes Essay adalah suatu bentuk tes yang terdiri dari suatu pertanyaan atau suatu suruhan yang menghendaki jawaban yang berupa uraian-uraian yang relatif panjang. Kebaikan tes essay yaitu cocok untuk mengukur hasil dari suatu belajar yang kompleks yang sukar diukur dengan menggunakan tes obyektif, memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengemukakan jawaban sesuai dengan jalan pikirannya sendiri, kemungkinan untuk menerka dan mencontek jawaban sangat kecil. Kelemahan tes essay yaitu pemberian skor terhadap jawaban tes essay kurang reliabel, waktu yang diperlukan lebih banyak karena tes essay menghendaki jawaban-jawaban yang relatif panjang sehingga dalam satu periode tes hanya dapat diberikan beberapa buah item saja, pengkoreksiannya memerlukan waktu yang cukup lama.

Berdasarkan uraian-uraian tentang kelemahan dan kebaikan tes obyektif dan tes essay, guru selaku evaluator hendaknya dapat memilih bentuk tes seperti apa yang cocok diterapkan pada suatu konsep tertentu agar dapat diukur dengan mudah seberapa besar pemahaman siswa terhadap konsep yang telah dipelajari.

Langkah-langkah yang harus diperhatikan dalam menyusun tes hasil belajar adalah sebagai berikut :

1. Menentukan/ merumuskan tujuan tes

2. Mengidentifikasi hasil belajar yang akan diukur dengan tes tersebut

3. Menentukan hasil belajar yang spesifik, yang sesuai dengan tujuan instruksional khusus

4. Merinci bahan pelajaran yang akan diukur dengan tes itu 5. Menyiapkan table spesifikasi


(18)

6. Menggunakan table spesifikasi tersebut sebagai dasar penyusunan tes20

Untuk dapat merumuskan tujuan tes dengan baik, seorang guru atau pengajar perlu memikirkan apa tipe dan fungsi tes yang akan disusunnya sehingga selanjutnya ia dapat menentukan bagaimana karakteristik soal-soal yang akan dibuatnya. Perlu diketahui bahwa tes itu mempunyai beberapa fungsi, bergantung pada tipe atau kegunaannya. Diagram di bawah ini menunjukkan apa tipe dan fungsi tes serta bagaimana ciri-ciri soalnya.

Tabel 4.1. Ciri-ciri dari Empat Tipe Achievement Test Tipe Tes Fungsi Tes Konsiderasi Sampel Ciri-ciri

Placement

Mengukur prerekuisit entry skills

Menentukan entry formance tentang tujuan pelajaran

Mencakup tiap-tiap prerekuisit entry behavior

Memilih sampel yang mewakili tujuan pelajaran

Items mudah dan

criterion-referenced Items memiliki range kesukaran yang luas dan norm-referenced

Formatif

Sebagai balikan bagi siswa + guru tentang kemajuan belajar

Jika mungkin,

mencakup semua unit tujuan (yang esensial)

Items memadukan kesukaran unit tujuan dan criterion-referenced Diagnostik Menentukan kasulitan belajar yang sering muncul

Mencakup sampel tugas-tugas yang berdasarkan sumber-sumber kesalahan belajar yang umum

Items mudah dan digunakan untuk menunjuk sebab-sebab kesalahan yang spesifik Sumatif Menentukan

kenaikan Memilih sampel tujuan-tujuan Items memiliki range kesukaran 20


(19)

tingkat/kelas atau kelulusan pada akhir program pengajaran

pelajaran yang representatif

yang luas dan norm-referenced

Hakikat evaluasi dalam proses belajar mengajar sebenarnya bukan hanya siswa, tetapi juga system pengajarannya. Karena itu, dalam proses belajar mengajar terdiri dari rangkaian tes yang dimulai dari tes awal untuk mengatahui mutu atau isi pelajaran apa yang sudah diketahui oleh siswa dan apa yang belum, terhadap rencana pembelajaran yang diajarkan.

Ada empat cara untuk menilai tes, yaitu:

a. Meneliti secara jujur soal-soal yang sudah disusun, kadang-kadang dapat diperoleh jawaban tentang ketidakjelasan perintah atau bahasa, taraf kesukaran dan lain-lain keadaan soal tersebut

b. Mengadakan analisis soal (terms analysis). Analisis soal adalah suatu prosedur yang sistematis, yang akan memberikan informasi-informasi yang sangat khusus terhadap butir tes yang kita susun. Faedah mengadakan analisis soal yaitu membantu kita dalam mengidentifikasi butir-butir soal yang jelek, memperoleh informasi yang akan dapat digunakan untuk menyempurnakan soal-soal untuk kepentingan lebih lanjut, dan memperoleh gambaran secara selintas tentang keadaan yang kita susun.

c. Mengadakan checking validitas. d. Mengadakan checking realiabilitas.21

b. Fungsi tes

Secara umum, ada dua macam fungsi yang dimiliki oleh tes, yaitu :

a. Sebagai alat pengukur terhadap peserta didik. Dalam hubungan ini tes berfungsi mengukur tingkat perkembangan atau kemajuan yang telah dicapai

21


(20)

oleh peserta didik setelah mereka menempuh proses belajar mengajar dalam jangka waktu tertentu.

b. Sebagai alat pengukur keberhasilan program pengajaran, sebab melalui tes tersebut akan dapat diketahui sudah seberapa jauh program pengajaran yang telah ditentukan, telah dapat dicapai.22

Agar tes sesuai dengan fungsinya, maka sebelumnya penyusun tes harus mengetahui bagaimana ciri-ciri hasil tes belajar yang baik. Setidak-tidaknya ada empat ciri atau karakteristik yang harus dimiliki oleh tes hasil belajar, sehingga tes tersebut dapat dinyatakan sebagai tes yang baik, yaitu :

a. Bersifat valid atau memiliki validitas. Kata “valid” sering diartikan dengan; tepat, benar, shahih, absah; jadi kata validitas dapat diartikan dengan ketepatan, kebenaran, keshahihan atau keabsahan dan tes hasil belajar dapat dinyatakan valid apabila tes hasil belajar tersebut (sebagai alat pengukur keberhasilan belajar peserta didik) secara tepat, benar, shahih, atau absah telah dapat mengukur atau mengungkap hasil-hasil belajar yang telah dicapai oleh peserta didik, setelah mereka menempuh proses belajar mengajar dalam jangka waktu tertentu.

b. Bersifat reliable. Kata “reliabilitas” sering diterjemahkan dengan keajegan (=stability) atau kemantapan (=consistency). Apabila istilah tersebut dikaitkan dengan fungsi tes sebagai alat pengukur mengenai keberhasilan belajar peserta didik, maka sebuah tes hasil belajar dapat dinyatakan reliable apabila hasil-hasil pengukuran yang dilakukan dengan menggunakan tes tersebut secara berulang kali terhadap subyek yang sama, senantiasa menunjukkan hasil yang tetap sama atau sifatnya ajeg dan stabil. Dengan demikian suatu ujian dikatakan telah memiliki reliabilitas (=daya keajegan mengukur) apabila skor-skor atau nilai-nilai yang diperoleh para peserta ujian untuk pekerjaan ujiannya, adalah stabil, kapan saja, dimaa saja, dan oleh siapa saja ujian itu dilaksanakan, diperiksa dan dinilai.

c. Bersifat obyektif. Dalam hubungan ini sebuah tes hasil belajar dapat dikatakan sebagai tes hasil belajar yang obyektif, apabila tes hasil belajar

22


(21)

tersebut disusun dan dilaksanakan “menurut apa adanya”. Ditinjau dari segi isi atau topik tesnya, maka istilah “apa adanya” itu mengandung pengertian bahwa topik tes tersebut adalah diambilkan atau bersumber dari topik atau bahan pelajaran yang telah diberikan sesuai atau sejalan dengan indikator yang telah ditentukan. Bahan pelajaran yang telah diberikan atau diperintahkan untuk dipelajari oleh peserta didik itulah yang dijadikan acuan dalam pembuatan atau penyusunan tes hasil belajar tersebut. Ditilik dari segi pemberian skor dan penentuan nilai hasil tesnya, maka dengan istilah “apa adanya” itu terkandung pengertian bahwa pekerjaan koreksi, pemberian skor dan penentuan nilainya terhindar dari unsur-unsur subyektifitas yang melekat pada diri penyusun tes.

d. Bersifat praktis (practicability) dan ekonomis. Bersifat praktis mengandung pengertian bahwa tes hasil belajar tersebut dapat dilaksanakan dengan mudah, karena tes itu : (a) bersifat sederhana, dalam arti tidak memerlukan peralatan yang banyak atau peralatan yang sulit pengadaannya ; (b) lengkap, dalam arti bahwa tes tersebut telah dilengkapi dengan petunjuk mengenai cara mengerjakannya, kunci jawabannya dan pedoman scoring serta penentuan nilainya. Bersifat ekonomis mengandung pengertian bahwa tes hasil belajar tersebut tidak memakan waktu yang panjang dan tidak memerlukan tenaga serta biaya yang banyak.23

Setelah mengetahui bagaimana ciri-ciri tes yang baik, penyusun tes harus mengetahui bagaimana teknik penyusunan kisi-kisi dan naskah soal yang akan diujikan.

Sebagaimana tertuang dalam Pasal 63 Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005, standar penilaian adalah standar penilaian hasil belajar yang dilakukan oleh pendidik, satuan pendidikan, dan pemerintah. Penilaian hasil belajar ini dilakukan secara berkesinambungan untuk memantau proses, kemajuan, dan perbaikan hasil dalam bentuk ulangan harian, ulangan tengah semester, dan ulangan kenaikan kelas. Penilaian yang menekankan pada proses ini bertujuan untuk menilai pencapaian kompetensi peserta didik, yang digunakan sebagai bahan penyususnan

23


(22)

laporan kemajuan belajar dan memperbaiki proses pembelajaran. Standar penilaian ini memberikan dua hal mendasar yang perlu diperhatikan dalam melakukan penilaian, yaitu penilaian menekankan pada proses dan bukan output semata, dan penilaian perlu dilakukan sesuai dengan standar isi dan standar kompetensi lulusan yang terdapat dalam kurikulum tingkat satuan pendidikan dan proses pembelajaran yang dilakukan.24Penilaian merupakan salah satu kegiatan utama yang harus dilakukan oleh seorang guru dalam kegiatan pembelajaran. Penilaian hasil belajar pada dasarnya adalah mempermasalahkan, bagaimana pengajar (guru ) dapat mengetahui hasil pembelajaran yang telah dilakukan. Pengajar harus mengetahui sejauh mana pebelajar (learner) telah mengerti bahan yang telah diajarkan atau sejauh mana tujuan/kompetensi dari kegiatan pembelajaran yang dikelola dapat dicapai. Tingkat pencapaian kompetensi atau tujuan instruksional dari kegiatan pembelajaran yang telah dilaksanakan itu dapat dinyatakan dengan nilai.25

Hasil penilaian digunakan untuk membuat suatu kebijakan atau keputusan, misalnya, penilaian hasil belajar di sekolah digunakan untuk menentukan keberhasilan peserta didik dalam menguasai berbagai kemampuan yang dirancang berdasarkan kurikulum; penilaian suatu projek bermuara pada suatu kepetusan mengenai keberhasilan mencapai tujuan yang dirancang sejak semula. Dengan kata lain, pelaksanaan penilaian tidak bias lepas dari tujuan kegiatan yang dinilai. Petugas penilai sebelum memulai merancang aktivitas penilaian selalu memelukan informasi tentang tujuan kegiatan yang akan dinilai. Jadi untuk melakukan penilaian prosedur pertama dan utama yang harus dikerjakan adalah menentukan tujuan kegiatan dan tujuan sasaran yang akan dinilai. Prosedur lainnya adalah penentuan alat ukur yang tepat, mengembangkan kisi-kisi, pengumpulan data, pengolahan data, dan penulisan laporan. 26

24

Baedhowi, Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan”Kebijakan Assesment dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)”, (Jakarta:Balitbang,2006), hal. 816-817

25

Ahmad Sofyan, dkk. Evaluasi Pembelajaran IPA Berbasis Kompetensi, (Jakarta:UIN Jakarta Press,2006), hal.4.

26


(23)

Kisi-kisi adalah suatu format atau matriks yang memuat kriteria tentang soal-soal yang diperlukan oleh suatu tes atau ujian. Kisi-kisi atau Blueprint atau Tabel of Spesification bermanfaat untuk menjamis sampel soal yang baik, dalam arti mencakup semua kompetensi secara proporsional. Agar butir-butir tes mencakup keseluruhan topik secara proporsional maka sebelum menulis butir-butir tes terlebih dahulu harus dibuat kisi-kisi sebagai pedoman. Sebuah kisi-kisi memuat jumlah butir yang harus dibuat untuk setiap bentuk soal, untuk setiap kompetensi atau setiap aspek kemampuan yang akan diukur.

Kriteria kisi-kisi yang baik, yaitu :

a. Dapat mewakili isi kurikulum secara tepat b. Komponennya banyak dan rinci

c. Komponennya jelas dan mudah dipahami d. Dapat disusun soalnya

Kriteria pemilihan bahan ajar/topik asensial pada kisi-kisi :

a. Urgensi : yakni secara teoretis kompetensi tersebut merupakan konsep dasar yang harus dikuasai oleh siswa

b. Kontinuitas : merupakan kelanjutan atau pendalaman dari konsep yang sudah dipelajari sebelumnya

c. Relevansi : merupakan kompetensi yang terkait dengan pemahaman terhadap bidang studi lain (kompetensi lintas)

d. Keterpakaian : memiliki nilai aplikasi yang tinggi dalam kehidupan sehari-hari

Berdasarkan kisi-kisi dalam bentuk tabel spesifikasi yang tersedia, maka dibuat butir-butir soal atau item-item tes. Banyaknya butir yang harus dibuat untuk setiap bentuk soal, untuk setiap aspek kemampuan atau kompetensi yang hendak diukur harus disesuaikan dengan yang tercantum dalam kisi-kisi. Beberapa petunjuk yang perlu diperhatikan dalam membuat butir-butir soal atau item-item tes, yaitu :

a. Soal yang dibuat harus valid dalam arti mampu mengukur tercapai tidaknya indikator kompetensi yang dirumuskan


(24)

b. Soal yang dibuat harus dapat dikerjakan dengan menggunakan satu kemampuan spesifik, tanpa dipengaruhi oleh kemampuan lain yang tidak relevan. Oleh karena itu maka soal yang dibuat harus menggunakan bahasa yang sederhana dan mudah dimengerti, sehingga tidak menimbulkan salah tafsir atau tafsir ganda.

c. Soal yang dibuat harus terlebih dahulu dikerjakan atau diselesaikan dengan langkah-langkah lengkap sebelum digunakan pada tes yang sesungguhnya. Untuk soal bentuk uraian, dari penyelesaian dengan langkah-langkah lengkap tersebut dapat dikembangkan pedoman penilaian untuk setiap soal.

d. Dalam membuat soal, hindari sejauh mungkin kesalahan-kesalahan ketik betapapun kecilnya, karena hal itu akan mempengaruhi validitas.

e. Tetapkan sejak awal aspek kemampuan yang harus diukur untuk setiap soal yang dibuat.

f. Berikan petunjuk mengerjakan soal secara lengkap dan jelas untuk setiap bentuk soal dalam suatu tes.27

2. Soal

a. Kaidah Penulisan Soal

Agar soal yang disusun bermutu baik, maka penulis soal harus memperhatikan kaidah penulisannya.28 Di bawah ini akan diuraikan kaidah penulisan soal bentuk uraian dan pilihan ganda.

Adapun kaidah penulisan soal bentuk Pilihan ganda adalah sebagai berikut : a. Soal harus sesuai dengan indikator

b. Pengecoh harus berfungsi

c. Setiap soal harus mempunyai satu jawaban yang benar. Artinya, satu soal hanya mempunyai satu jawaban. Maksudnya kunci jawaban benar tidak lebih dari satu atau kurang dari satu.

27

Ibid. hal. 93-97. 28

Safari. Penulisan Butir Soal Berdasarkan Penilaian Berbasis Kompetensi,


(25)

d. Pokok soal harus dirumuskan secara jelas dan tegas.

e. Rumusan pokok soal dan pilihan jawaban harus merupakan pernyataan yang diperlukan saja.

f. Pokok soal jangan memberi petunjuk kea rah jawaban yang benar

g. Pokok soal jangan mengandung pernyataan yang bersifat negative ganda. h. Pilihan jawaban harus homogen dan logis ditinjau dari segi topik.

i. Panjang rumusan pilihan jawaban harus relative sama.

j. Pilihan jawaban jangan mengandung pernyataan “semua pilihan jawaban di atas salah/benar”

k. Pilihan jawaban yang berbentuk angka atau waktu harus disusun berdasarkan urutan besar kecilnya nilai angka atau kronologis waktunya.

l. Gambar, grafik, tabel, diagram, dan sejenisnya yang terdapat pada soal harus jelas dan berfungsi.

m. Rumusan pokok soal tidak menggunakan ungkapan atau kata yang bermakna tidak pasti

n. Butir soal jangan bergantung pada jawaban soal sebelumnya.

o. Setiap soal harus menggunakan bahasa yang sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia.

p. Bahasa yang digunakan harus komunikatif, sehingga pernyataannya mudah dimengerti warga belajar/siswa.

q. Jangan menggunakan bahasa yang berlaku setempat.

r. Pilihan jawaban jangan meengulaang kata/frase yang bukan merupakan satu kesatuan pengertian. Letakkan kata/frase pada pokok soal.29

Adapun kaidah penulisan soal bentuk uraian adalah sebagai berikut : a. Soal harus sesuai dengan indikator

b. Setiap pertanyaan harus diberikan jawaban yang diharapkan c. Topik yang ditanyakan harus sesuai dengan tujuan pengukuran

d. Topik yang ditanyakan harus sesuai dengan jenjang jenis sekolah atau tingkat kelas

e. Menggunakan kata tanya/perintah yang menuntut jawaban terurai

29


(26)

f. Ada petunjuk yang jelas tentang cara mengerjakan soal g. Ada pedoman penskorannya

h. Tabel, gambar, grafik, peta, atau yang sejenisnya disajikan dengan jelas dan terbaca

i. Rumusan kalimat soal harus komunikatif

j. Menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar (baku)

k. Tidak menggunakan kata/ungkapan yang menimbulkan penafsiran ganda atau salah pengertian

l. Tidak mempergunakan bahasa yang berlaku setempat/tabu

m. Tidak mengandung kata /ungkapan yang menyinggung perasaan siswa30

b. Soal yang Bermutu Baik

Bahan ujian atau soal yang bermutu baik dapat membantu para guru dalam meningkatkan pelaksanaan proses belajar mengajar. Soal yang bermutu baik dapat memberikan informasi dengan tepat tentang siswa mana yang belum atau sudah memahami topik yang telah diajarkan. Salah satu ciri soal yang bermutu baik adalah bahwa soal itu dapat membedakan setiap kemampuan siswa. Semakin tinggi kemampuan siswa dalam memahami topik yang telah diajarkan itu. Semakin rendah kemampuan siswa dalam memahami topik yang telah diajarkan, maka semakin kecil pula peluang menjawab benar suatu soal yang menanyakan topik yang telah diajarkan.

Syarat soal yang bermutu baik adalah bahwa soal harus shahih (valid), handal (reliable), dan adil (fairness). Shahih maksudnya bahwa setiap alat ukur (butir-butir soalnya hanya mengukur satu dimensi/aspek saja. Handal maksudnya bahwa setiap alat ukur (tes) harus dapat memberikan hasil pengukuran (skor/nilai) yang tepat, cermat, dan ajek. Adil maksudnya bahwa alat ukur yang dipergunakan berlaku sama bagi setiap peserta tes (tidak membeda-bedakan satu sama lainnya).31

30

Ibid. hal.49-54 31


(27)

Untuk meningkatkan validitas dan reliabilitas tes perlu dilakukan analisis butir soalnya karena kegunaan analisis butur soal diantaranya adalah:

a. Dapat membantu para pengguna tes dalam evaluasi atau tes yang diterbitkan, sangat relevan bagi penyusunan tes-tes informal dan local seperti kuis, ujian yang disiapkan guru untuk siswa di kelas

b. Mendukung penullisan butir soal yang efektif c. Secara topik dapat memperbaiki tes-tes di kelas d. Meningkatkan validitas soal dan reliabilitas32

c. Teknik Penulisan Soal

Ada beberapa langkah penting yang dapat dilakukan dalam penulisan soal, yaitu: a. Menentukan tujuan penilaian. Tujuan penilaian sangat penting karena setiap

tujuan memiliki penekanan yang berbeda-beda. Misalnya untuk tujuan tes prestasi belajar, diagnostic, atau seleksi.

b. Memperhatikan standar kompetensinya. Standar merupakan acuan/target utama yang harus dipenuhi atau yang harus diukur melalui setiap kompetensi dasar yang ada atau melalui gabungan kompetensi dasar.

c. Menentukan jenis alat ukurnya, yaitu tes atau non-tes atau mempergunakan keduanya. Untuk penggunaan tes diperlukan penentuan indikator/topik penting sebagai pendukung kompetensi dasar. Syaratnya adalah indikator/topik yang diujikan harus urgensi (wajib dikuasai siswa), kontinuitas (merupakan topik lanjutan), relevansi (bermanfaat terhadap mata pelajaran lain), dan keterpakaian dalam kehidupan sehari-hari tinggi (UKRK). Setelah menerapkan topik berdasarkan UKRK, langkah selanjutnya adalah menentukan jenis tesnya dengan menanyakan apakah topik tersebut tepat diujikan secara tertulis/lisan? Bila jawabannya tepat, maka topik yang bersangkutan tepat diujikan dengan bentuk soal apa, pilihan ganda atau uraian? Bila jawabannya tidak tepat, maka jenis tes yang tepat adalah jenis tes

32


(28)

perbuatan: kinerja (performance), penugasan (project), hasil karya (product), atau lainnya.

d. Menyusun kisi-kisi tes dan menulis butir soal beserta pedoman penskorannya. Dalam menulis soal, penulis soal harus memperhatikan kaidah penulisan soal.33

d. Langkah-langkah Penyusunan Soal

Agar soal yang dipersiapkan oleh setiap guru menghasilkan bahan ulangan/ujian yang sahih dan handal, maka dalam mempersiapkannya harus dilakukan langkah-langkah berikut, yaitu:

a. menentukan tujuan tes

b. menentukan kompetensi/indikator sangat essensial yang akan diujikan c. menentukan topik yang diujikan

d. menetapkan penyebaran butir soal berdasarkan kompetensi, topik, dan bentuk tesnya (tes tertulis: bentuk pilihan ganda, uraian, tes praktik: kinerja, penugasan, hasil karya, dan pengamatan sikap/minat)

e. menyusun kisi-kisinya f. menulis butir soalnya

g. memvalidasi butir soal atau menelaah secara kualitatif h. merakit soal menjadi perangkat tes

i. menyusun pedoman penskornya j. uji coba butir soal

k. analisis butir soal secara kuantitatif dari data empiric hasil uji coba l. perbaikan soal berdasarkan hasil analisis.

e. Penyusunan Butir Soal yang Menuntut Penalaran Tinggi

33


(29)

Pada penulisan butir soal, penulis soal memilliki kecenderungan untuk menulis butir-butir soal yang menuntut perilaku “ingatan”. Disamping mudah penulisan soalnya, topik yang hendak ditanyakan juga mudah diperoleh dari buku pelajaran. Untuk menuliskan butir soal yang menuntut penalaran tinggi, penulis soal biasanya agak kesulitan dalam mengkreasinya. Disamping sulit menentukan perilaku, juga uraian topik yang akan ditanyakan (yang menuntut penalaran tinggi) tidak selalu tersedia didalam buku pelajaran, sehingga beberapa penulis soal enggan menulis butir soal yang menuntut penalaran tinggi. Akibatnya siswa di dalam kelas selalu dikondisikan dengan pola “ingatan”. Artinya siswa selalu menerima contoh-contoh soal yang berpola ingatan, mengerjakan pekerjaan rumah, tugas-tugas, ulangan harian, atau lainnya selalu hanya menuntut berpikir”ingatan”. Oleh karena itu, ada beberapa cara yang dapat dijadikan pedoman oleh para penulis soal untuk menulis butir soal yang menuntut penalaran tinggi. Caranya adalah seperti berikut ini:

a. Topik yang akan ditanyakan diukur dengan perilaku: pemahaman, penerapan, sintesis, analisis, atau evaluasi (bukan hanya ingatan). Perilaku ingatan juga diperlukan, namun kedudukannya adalah sebagai langkah awal sebelum siswa dapat memahami, menerapkan, menyintesiskan, menganalisis, dan mengevaluasi topik yang diperoleh dari guru. Uraian tentang perilaku ini dapat dilihat pada perilaku kognitif yang dikembangkan oleh Benjamin S. Bloom.

b. Setiap pertanyaan diberikan dasar pertanyaan (stimulus). Agar butir soal yang ditulis dapat menuntut penalaran tinggi, maka setiap butir soal selalu diberikan dasar pertanyaan (stimulus) yang berbentuk sumber/bahan bacaan seperti: teks bacaan, paragraph, teks drama, penggalan novel/cerita/dongeng, puisi, kasus, gambar, grafik, foto, rumus, tabel, daftar kata/symbol, contoh, peta film, atau suara yang direkam.

c. Mengukur kemampuan berpiir kritis. Ada 12 keterampilan berpikir kritis yang dapat dijadikan dasar dalam menulis butir soal yang menuntut penalaran tinggi, yaitu: membandingkan, hubungan sebab akibat, memberi alasan


(30)

(justifying), meringkas, menyimpulkan, berpendapat(inferring), mengelompokkan, menciptakan, menerapkan, analisis, sintesis, dan evaluasi. d. Mengukur keterampilan pemecahan masalah. Ada 17 keterampilan

pemecahan masalah yang dapat dijadikan dasar dalam menulis butir soal yang menuntut penalaran tinggi, yaitu: mengidentifikasi masalah, merumuskan masalah dalam bentuk pertanyaan, memahami kata dalam konteks, mengidentifikasi masalah yang tidak sesuai, memilih masalah sendiri, mendeskripsikan berbagai strategi, mengidentifikasi asumsi, mendeskripsikan masalah, member alas an masalah yang sulit, memberi alasan solusi, member alas an strategi yang digunakan, memecahkan masalah berdasarkan data dan masalah, membuat strategi lain, menggunakan analogi, menyelesaikan secara terencana, mengevaluasi kualitas solusi, mengevaluasi strategi sistematikanya.34

f. Perakitan Butir Soal

Merakit soal adalah menyusun soal yang siap pakai menjadi satu perangkat/paket tes atau beberapa paket tes parallel. Dasar acuan dalam merakit soal adalah tujuan tes dan kisi-kisinya. Untuk memudahkan pelaksanaannya, para tutor/guru harus memperhatikan langkah-langkah perakitan soalnya. Pemeriksaan terhadap jawaban warga belajar/siswa dan pemberian angka merupakan langkah untuk mendapatkan informasi kuantitatif dari masing-masing warga balajar/siswa. Pada prinsipnya, penskoran soal harus diusahakan agar dapat dilakukan secara objektif. Artinya, apabila penskoran dilakukan oleh dua orang atau lebih, yang sama tingkat kompetensinya, akan menghasilkan skor atau angka yang sama, atau jika orang yang sama mengulangi proses penskoran akan dihasilkan skor yang sama. Agar para tutor/guru dapat merakit soal menjadi satu paket tes yang tepat, maka para tutor/guru harus memperhatikan langkah-langkahnya seperti berikut ini:

34


(31)

a. Mengelompokkan soal-soal yang mengukur kompetensi dan topik yang sama, kemudian soal-soal itu ditempatkan dalam urutan yang sama.

b. Member nomor urut soal didasarkan pada nomor urut soal dalam kisi-kisi c. Mengecek setiap soal dalam satu paket tes apakah soal-soalnya sudah bebas

dari kaidah “setiap soal tidak boleh memberi petunjuk jawaban terhadap soal yang lain”

d. Membuat petunjuk umum dan khusus dalam mengerjakan soal e. Membuat format lembar jawaban

f. Membuat lembar kunci jawaban dan petunjuk penilaiannya

g. Menentukan/menghitung penyebaran kunci jawaban (untuk bentuk objektif)dengn menggunakan rumus berikut:

Penyebaran kunci jawaban = jumlah soal ± 3 Jumlah pilihan jawaban

h. Menentukan soal inti (ancor item) sebanyak 10 % dari jumlah soal dalam satu paket

i. Menetukan besarnya bobot setiap soal (untuk soal bentuk uraian) j. Menyusun tabel konversi skor35

3. Pengertian dan Tugas Utama Guru

Pendidikan sejak awal kelahirannya adalah merupakan proses penyempurnaan manusia sebab pendidikan adalah proses memanusiakan manusia dan berusaha mengangkat untuk mencapai derajat ketinggiannya secara total.36

Profesi guru tentu tidak terlepas dari kegiatan pengukuran dan penilaian (mengukur, menakar, dan menimbang) kemampuan peserta didiknya. Seperti halnya pedagang, guru juga sudah selayaknya menyimak peringatan Allah dalam Al-Qur’an QS. Al-Isra’ (17) ayat 35 berikut ini :

35

Ibid. hal.131-132 36


(32)

Artinya: “Dan sempurnakanlah takaran apabila kamu menakar, dan timbanglah dengan neraca yang benar, itulah yang lebih utama bagimu dan lebih baik akibatnya”

Mengingat betapa pentingnya kegiatan mengukur dan menilai kompetensi peserta didik, maka sudah seharusnya setiap guru memiliki pengetahuan tentang konsep dasar penilaian serta keterampilan mengaplikasikannya dalam kegiatan pembelajaran. Kenyataan yang terjadi selama ini, masih banyak guru yang belum dapat menampakkan kemampuan tersebut, terlebih lagi dalam menilai kompetensi pada ketiga ranah.37. Sementara, ranah kognitifnya saja pun belum dapat dilaksanakan dengan sempurna.

Guru adalah salah satu faktor yang sangat penting dalam proses pendidikan. Dalam pendidikan formal, guru bahkan menjadi syarat mutlak bagi berlangsungnya proses pendidikan. Guru dalam masyarakat kita dianggap sebagai manusia sumber dan guru adalah inti dari setiap proses pendidikan.38Guru sebagai pendidik dan Pembina generasi muda harus menjadi teladan, di dalam maupun di luar sekolah.

Pada zaman sekarang ini, pengertian tentang guru sebagai manusia sumber sebenarnya sudah tidak diakui, karena sumber belajar pada saat ini tidak hanya dominan pada guru. Akan tetapi, pendidikan berisikan komponen-komponen terkait yang apabila kehilangan salah satu komponennya, pendidikan tidak dapat berjalan dengan sempurna. Walau demikian, guru masih tetap eksis sebagai sumber belajar di daerah-daerah pelosok yang tidak memiliki keragaman sumber belajar.

Dalam situasi tertentu tugas guru dapat diwakilkan atau dibantu oleh unsure lain seperti oleh media teknologi, tetapi tidak dapat digantikan. Mendidik adalah pekerjaan professional, oleh karena itu guru sebagai pelaku utama pendidikan merupakan pendidik professional. Sebagai pendidik professional, guru

37

Ahmad Sofyan, dkk. Op.cit. hal 2 38


(33)

bukan saja dituntut melaksanakan tugasnya secara professional, tetapi juga harus memiliki pengetahuan dan kemampuan professional.39

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (1980) telah merumuskan kemampuan-kemampuan yang harus dimiliki guru dan mengelompokkannya atas tiga dimensi umum kemampuan, yaitu:

a. Kemampuan professional, yang mencakup: penguasaan topik pelajaran, penguasaan landasan dan wawasan kependidikan dan keguruan, dan penguasaan proses kependidikan, keguruan dan pembelajaran siswa. b. Kemampuan social, yaitu kemampuan menyesuaikan diri dengan tuntutan

kerja dan lingkungan sekitar

c. Kemampuan personal, yang mencakup: penampilan sikap yang positif terhadap keseluruhan tugasnya sebagai guru, dan terhadap keseluruhan situasi pendidikan; pemahaman, penghayatan, dan penampilan nilai-nilai yang seyogianya dimiliki guru; dan penampilan upaya untuk menjadikan dirinya sebagai anutan dan teladan bagi para siswanya.40

Lebih lanjut Depdikbud (1980) merinci ketiga kelompok kemampuan tersebut menjadi 10 kemampuan dasar, yaitu:

a. Penguasaan bahan pelajaran beserta konsep-konsep dasar keilmuannya b. Pengelolaan program belajar-mengajar

c. Pengelolaan kelas

d. Penggunaan media dan sumber pembelajaran e. Penguasaan landasan-landasan kependidikan f. Pengelolaan interaksi belajar-mengajar g. Penilaian prestasi siswa

h. Pengenalan fungsi dan program bimbingan dan penyuluhan i. Pengenalan dan penyelenggaraan administrasi sekolah

j. Pemahaman prinsip-prinsip dan pemanfaatan hasil penelitian pendidikan untuk kepentingan peningkatan mutu pengajaran.41

39

Nana Syaodih Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004), hal. 191

40

Ibid. hal 192 41


(34)

Guru pada umumnya mengharapkan agar murid-murid mempelajari apa yang diajarkan dan ditugaskannya. Guru yang baik adalah guru yang dapat memelihara disiplin dalam kelasnya dan peran guru sangat mempengaruhi kelakuannya.

Dalam konsep pendidikan klasik, guru berperan sebagai penerus dan penyampai ilmu, sedangkan dalam konsep teknologi pendidikan, guru adalah pelatih kemampuan. Dalam konsep interaksional, guru berperan sebagai mitra belajar, sedangkan dalam konsep pendidikan pribadi, guru lebih berperan sebagai pengarah, pendorong dan pembimbing.42

Kewajiban yang harus diperhatikan oleh guru menurut pendapat Imam Gozali, yaitu :

a. Harus menaruh rasa kasih sayang terhadap murid dan memperlakukan mereka seperti perlakuan anak sendiri.

b. Tidak mengharapkan balas jasa ataupun ucapan terimakasih, tetapi bermaksud dengan mengajar itu mencari keridhoan Allah dan mendekatkan diri kepada-Nya.

c. Berikanlah nasehat kepada murid pada setiap kesempatan bahkan gunakanlah setiap kesempatan untuk menasehati dan menunjukinya. d. Mencegah murid dari sesuatu akhlak yang tidak baik dengan jalan sindiran

jika mungkin dan jangan dengan cara terus terang dalam arti dengan jalan halus dan jangan mencela.

e. Perhatikan tingkat akal pikiran anak murid dan berbicara dengan mereka menurut kadar akalnya.

f. Jangan ditimbulkan rasa benci pada diri murid dengan mengenai suatu cabang ilmu yang lain.

g. Berikan pelajaran yang jelas dan pantas untuk murid yang masih dibawah umur.

h. Guru harus mengamalkan ilmunya dan jangan berlain kata dengan perbuatannya.

42


(35)

(36)

b. Fungsi pengajaran : artinya seorang guru berfungsi sebagai penyampai ilmu pengetahuan dan berbagai keyakinan kepada manusia agar mereka menerapkan seluruh pengetahuannya dalam kehidupan sehari-hari.

Setelah mengetahui tentang siapa guru, apa tugas dan kewajibannya, serta bagaimana keutamaan profesinya, didapatlah sebuah pernyataan bahwa menjadi seorang guru ternyata tidak sebatas menjelaskan dan mengevaluasi mata pelajaran, tetapi juga unsur mendidiknya yang harus ditekankan. Menjadi guru pun harus profesional dalam segala hal.

Dikarenakan pekerjaan guru adalah pekerjaan professional maka untuk menjadi guru harus pula memenuhi persyaratan yang berat. Beberapa diantaranya ialah :

1. Harus memiliki bakat sebagai guru 2. Harus memiliki keahlian sebagai guru

3. Memiliki kepribadian yang baik dan terintegrasi 4. Memiliki mental yang sehat

5. Berbadan sehat

6. Memiliki pengalaman dan pengetahuan yang luas 7. Guru adalah manusia berjiwa Pancasila

8. Guru adalah seorang warga Negara yang baik43

Setiap guru professional harus menguasai pengetahuan yang mendalam dalam spesialisasinya. Penguasaan pengetahuan baik ilmu-ilmu keguruan pada umumnya dan didaktik pada khususnya merupakan syarat yang penting disamping keterampilan-keterampilan lainnya. Oleh sebab dia berkewajiban menyampaikan pengetahuan, pengertian, keterampilan dan lain-lain kepada peserta didiknya.

Dengan kehadiran kompetensi dalam kurikulum, tugas utama guru dalam mengajar bukan hanya menuntaskan semua topik pelajaran dan mengajarkan topik

43

Departemen Agama RI. Wawasan dan Tugas Guru. (Jakarta: Dirjen Kelembagaan Agama Islam,2005). Hal .66.


(37)

kesukaan guru, tetapi sekarang adalah memaksimalkan kemampuan siswa terhadap topik yang diajarkan agar tercapai target kompetensinya secara tuntas. Topik yang diajarkan harus berdasarkan indikator/topik yang urgensi, kontinuitas, relevansi, dan keterpakaian dalam kehidupan sehari-hari tinggi (UKRK). Oleh karena itu, tugas utama guru dalam proses belajar mengajar adalah:

a. menyusun silabus

b. menetapkan model pembelajaran c. menyusun rancangan pembelajaran d. menyiapkan bahan ajar

e. menyiapkan sarana pembelajaran f. melaksanakan proses belajar mengajar adapun tugas utama guru dalam penilaian adalah:

a. menetapkan Standar Ketuntasan Belajar Minimum (SKBM) b. menetapkan model penilaian

c. menyiapkan perangkat alat ukur d. melaksanakan penilaian

e. menganalisis hasil pencapaian kompetensi siswa f. membuat laporan hasil belajar siswa44

Pengajaran adalah suatu usaha manusia yang bersifat kompleks, oleh sebab banyaknya nilai-nilai dan faktor-faktor manusia yang turut terlibat didalamnya. Dikatakan sangat penting, sebab pengajaran adalah usaha membentuk manusia yang baik. Kegagalan pengajaran dapat merusak satu generasi masyarakat.

Guru yang baik akan berusaha sedapat mungkin agar pengajarannya berhasil. Salah satu faktor yang bias membawa keberhasilan itu, ialah guru tersebut senantiasa membuat perencanaan mengajar sebelumnya. Pada garis besarnya, perencanaan mengajar berfungsi sebagai berikut :

1. Memberi guru pemahaman yang lebih jelas tentang tujuan pendidikan sekolah dan hubungannya dengan pengajaran yang dilaksanakan untuk mencapai tujuan itu

44


(38)

2. Membantu guru memperjelas pemikiran tentang sumbangan pengajarannya terhadap pencapaian tujuan pendidikan

3. Menambah keyakinan guru atas nilai-nilai pengajaran yang diberikan dan prosedur yang digunakan.

4. Membantu guru dalam rangka mengenal kebutuhan-kebutuhan peserta didik, minat-minat peserta didik, dan mendorong motivasi belajar.

5. Mengurangi kegiatan yang bersifat trial and error dalam mengajar dengan adanya organisasi kurikuler yang lebih baik, metode yang tepat dan menghemat waktu

6. Para peserta didik akan menghormati guru yang dengan sungguh-sungguh mempersiapkan diri untuk mengajar sesuai dengan harapan-harapan mereka. 7. Memberikan kesempatan bagi guru-guru untuk memajukan pribadinya dan

perkembangan profesionalnya.45

Dalam membuat rencana pembelajaran, ada guru yang membuat rencana secara terperinci, tetapi da juga yang hanya menyusun rencana dalam garis besarnya saja. Bentuk rencana ini menentukan nilai atau fungsi dari suatu rencana.

4. Taksonomi Tujuan Pendidikan Menurut Benyamin S. Bloom

Bloom, seperti yang dikutip oleh Donald Clark, mengklasifikasikan tujuan-tujuan pengajaran (Tujuan Instruksional) menjadi tiga aspek atau bidang (domain), yaitu aspek kognitif, aspek afektif dan aspek psikomotor. Aspek kognitif meliputi tujuan-tujuan yang berhubungan dengan berfikir, mengetahui dan memecahkan masalah. Aspek afektif mencakup tujuan-tujuan yang berkaitan dengan sikap, nilai dan minat. Aspek psikomotor meliputi tujuan-tujuan yang berhubungan dengan keterampilan manual dan motorik.46

45

Ibid. hal.85 46


(39)

Ketiga aspek, memiliki hubungan yang kuat antara satu sama lain. Setiap aspek mendukung aspek lainnya. Dalam satu situasi dan satu tujuan pengajaran, salah satu aspek akan lebih penting dari yang lain.

Pada aspek kognitif, Bloom dan teorinya membagi enam tingkatan pembelajaran, dari pengenalan atau daya ingat fakta yang sederhana, yang merupakan tingkatan yang paling rendah, kemudian terus meningkat menjadi lebih rumit ke yang paling tinggi seperti evaluasi.

Aspek kognitif berkaitan dengan aspek pengetahuan, pemikiran, penalaran, pemecahan masalah, dan sebagainya. Hakikat kemampuan belajar kognitif sebagaimana diungkapkan oleh Mulyati, Bloom menyusun taraf kompetensi kognitif kedalam enam jenjang atau tingkatan yang paling sukar, yaitu sebagai berikut: pengetahuan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi.

a. Pengetahuan

Yang dimaksud dengan pengetahuan hafalan atau yang dikatakan Bloom dengan istilah knowledge ialah tingkat kemampuan yang hanya meminta responden atau testee untuk mengenal atau mengetahui adanya konsep, fakta, atau istilah-istilah tanpa harus mengerti, atau dapat menilai, atau dapat menggunakannya. Dalam hal ini testee biasanya hanya dituntut untuk menyebutkan kembali (recall) atau menghafal saja.47

Pengetahuan yang dimaksudkan sebagai ingatan terhadap topik atau bahan ajar yang telah dipelajari sebelumnya. Ini mencakup segala hal dari faktor yang sangat khusus sampai kepada teori yang kompleks. Termasuk pula pengetahuan yang sifatnya faktual, disamping pengetahuan yang berhubungan dengan hal-hal yang perlu diingat kembali seperti batasan, peristilahan, pasal, hukum, dan rumus. Pada jenjang pengetahuan ini, penekanannya adalah pada proses psikologi ingatan.

Dibandingkan dengan tipe hasil belajar atau tingkat kemampuan berpikir lainnya, tipe pengetahuan hafalan termasuk tingkat yang paling rendah. Meskipun demikian, pengetahuan yang lebih tinggi. Disesuaikan

47


(40)

dengan perkembangan tingkat kemampuan berpikir siswa, soal-soal tes yang banyak menuntut pengetahuan hafalan hanya cocok untuk murid-murid SD kelas-kelas rendah. Untuk kelas-kelas yang lebih tinggi, seperti kelas V dan VI SD, siswa-siswa SMP dan SMA, dan untuk para mahasiswa, proporsi jumlah soal yang mengungkapkan kemampuan berpikir yang lebih tinggi harus semakin besar. Rumusan tujuan instruksional khusus yang mengukur jenjang penguasaan yang bersifat ingatan biasanya menggunakan kata kerja operasional, antara lain: menyebutkan, menunjukkan, mengenal, mengingat kembali, mendefinisikan.48

b. Pemahaman

Yang dimaksud dengan pemahaman atau komprehensi adalah tingkat kemampuan yang mengharapkan testee mampu memahami arti atau konsep, situasi, serta fakta yang diketahuinya. Dalam hal ini, testee tidak hanya hafal secara verbalistis, tetapi memahami konsep dari masalah atau fakta yang ditanyakan.49

Pemahaman adalah memahami atau mengerti tentang apa yang dipelajari serta dapat melihatnya dari beberapa segi. Kemampauan pemahaman ini umumnya mendapat penekanan proses belajar mengajar. Siswa dituntut mengerti atau memahami apa yang diajarkan, mengetahui apa yang sedang dikomunikasikan dan dapat memanfaatkan isinya tanpa keharusan menghubungkannya dengan topik lain atau melihatnya didalam implikasi selengkapnya.

Pengetahuan komprehensi dapat dibedakan dalam tiga tingkatan, yaitu:

1. Pengetahuan komprehensi terjemahan seperti dapat menjelaskan arti Bhineka Tunggal Ika dan dapat menjelaskan fungsi hijau daun bagi suatu tanaman

2. Pengetahuan komprehensi penafsiran seperti dapat menghubungkan bagian-bagian terdahulu dengan yang diketahui berikutnya, dapat

48

Ibid. hal.44 49


(41)

menghubungkan beberapa bagian dari grafik dengan kejadian, atau dapat membedakan yang pokok dari yang bukan pokok

3. Pengetahuan komprehensi ekstrapolasi. Dengan ekstrapolasi seseorang diharapkan mampu melihat di balik yang tertulis, atau dapat membuat ramalan tentang konsekuensi sesuatu, atau dapat memperluas persepsinya dalam arti waktu, dimensi, kasus, dan masalahnya.50

Kata kerja operasional yang biasa dipakai dalam rumusan tujuan instruksional khusus untuk jenjang pemahaman, diantaranya : membedakan, mengubah, mempersiapkan, menyajikan, mengatur, menginterpretasikan, menjelaskan, mendemonstrasikan, member contoh, memperkirakan, menentukan, mengambil kesimpulan.

c. Aplikasi

Aplikasi adalah kemampuan untuk menerapkan pengetahuan. Penerapan ini dapat berupa penerapan konsep, prinsip-prinsip, rumus, teori, dan metode. Dalam tingkat aplikasi, testee atau responden dituntut kemampuannya untuk menerapkan atau menggunakan apa yang telah diketahuinya dalam suatu situasi yang baru baginya. Dengan kata lain, aplikasi adalah penggunaan abstraksi pada situasi konkret atau situasi khusus. Abstraksi tersebut dapat berupa ide, teori, atau petunjuk teknis.51

Siswa dituntut untuk menggunakan ide-ide umum, tata cara, ataupun metode-metode, prinsip-prinsip, serta teori-teori dalam situasi baru dan konkret. Situasi dimana ide, metode, dan lain-lain yang dipakai itu harus baru, karena apabila tidak demikian, maka kemampuan yang diukur bukan lagi penerapan tetapi ingatan semata-mata.

Kata kerja operasional untuk rumusan tujuan instruksional khusus tingkat penguasaan aplikasi, antara lain : menggunakan, menerapkan, menggeneralisasikan, menghubungkan, memilih, mengembangkan, mengorganisasi, menyusun, mengklasifikasikan, mengubah struktur. Pengetahuan aplikasi lebih tepat dan lebih mudah diukur dengan tes yang

50

Ibid.

51


(42)

berbentuk uraian (essay test) daripada dengan tes objektif. Bloom membedakan delapan tipe alpikasi sebagai berikut:

1. Dapat menetapkan prinsip atau generalisasi mana yang sesuai untuk situasi yang baru dihadapi. Dalam hal ini yang bersangkutan belum diharapkan untuk dapat memecahkan seluruh problem, tetapi sekedar dapat menetapkan prinsip yang sesuai.

2. Dapat menyusun kembali problemnya sehingga dapat menetapkan prinsip atau generalisasi mana yang sesuai.

3. Dapat memberikan spesifikasi batas relevansi suatu prinsip atau generalisasi mana yang sesuai.

4. Dapat mengenali hal-hal khusus yang menyimpang dari prinsip atau generalisasi tertentu

5. Dapat menjelaskan suatu fenomena baru berdasarkan prinsip atau generalisasi tertentu seperti melihat adanya hubungan sebab-akibat atau menjelaskan proses terjadinya sesuatu.

6. Dapat meramalkan sesuatu yang akan terjadi berdasarkan prinsip-prinsip atau generalisasi tertentu. Dasar untuk membuat ramalan diharapkan dapat ditunjukkan, mungkin berdasarkan perubahan kuantitatif atau perubahan kualitatif.

7. Dapat menentukan tindakan atau keputusan tertentu dalam menghadapi situasi baru dengan menggunakan prinsip atau generalisasi yang sesuai. 8. Dapat menjelaskan alasan penggunaan suatu prinsip atau generalisasi bagi

situasi baru yang dihadapi.52 d. Analisis

Analisis adalah kemampuan untuk dapat menguraikan atau merinci suatu bahan atau keadaan kedalam bagian-bagian yang lebih kecil

52


(43)

(komponen) atau faktor-faktor penyebabnya dan mampu memahami hubungan antar komponen-komponen tersebut dalam organisasi. Tingkat kemampuan analisis, yaitu tingkat kemampuan testee untuk menganalisis atau menguraikan suatu integritas atau suatu situasi tertentu ke dalam komponen-komponen atau unsure-unsur pembentuknya. Pada tingkat analisis, testee diharapkan dapat memahami dan sekaligus dapat memilah-milahnya menjadi bagian-bagian. Hal ini dapat berupa kemampuan untuk memahami dan menguraikan bagaimana proses terjadinya sesuatu, cara bekerjanya sesuatu, atau mungkin juga sistematikanya.53

Jenjang kemampuan ini menuntut seorang siswa untuk dapat menguraikan suatu situasi atau keadaan tertentu ke dalam unsur-unsur atau komponen-komponen pembentuknya. Dengan jalan ini situasi atau keadaan tersebut menjadi lebih jelas.54 Kata kerja operasional untuk merumuskan tujuan instruksional khusus jenjang analisi, antara lain: membedakan, menemukan, mengklasifikasikan, mengategorikan, menganalisis, membandingkan, mengadakan pemisahan. Jika analisis telah dikuasai, yang bersangkutan akan dapat mengaplikasikannya pada situasi baru secara kreatif. Untuk membuat soal tes tentang kecakapan analisis, penyususn tes perlu mengenal berbagai kecakapan yang termasuk klasifikasi analisis seperti berikut:

1. Dapat mengklasifikasikan kata-kata, frase-frase, atau pernyataan-pernyataan dengan menggunakan kriteria analitik tertentu

2. Dapat meramalkan sifat-sifat khusus tertentu yang tidak disebutkan secara jelas

3. Dapat meramalkan kualitas, asumsi, atau kondisi yang implicit atau yang perlu ada berdasarkan kriteria dan hubungan materinya

4. Dapat mengetengahkan pola atau tata susunan materi dengan menggunakan kriteria seperti relevansi, sebab-akibat, dan keruntutan atau sekuensi.

53

Ibid. hal. 46 54

David R. Krathwohl (ed)..et al., A Taxonomy For Learning, Teaching, And Assesing, (New York:Longman Group Limited,2001) Rev, hal. 79


(44)

5. Dapat mengenal organisasi prinsip-prinsip atau organisasi pola-pola dari materi yang dihadapinya

6. Dapat meramalkan dasar sudut pandangan, kerangka acuan, dan tujuan dari materi yang dihadapinya.

e. Sintesis

Sintesis adalah kemampuan memadukan unsur-unsur atau komponen-komponen secara logis menjadi suatu bentuk atau pola yang baru secara keseluruhan. Dalam pengertian lain, yang dimaksud dengan sintesis ialah penyatuan unsur-unsur atau bagian-bagian ke dalam suatu bentuk yang menyeluruh. Dengan kemampuan sintesis seseorang dituntut untuk dapat menemukan hubungan kausal atau urutan tertentu, atau menemukan abstraksinya yang berupa integritas. Tanpa kemampuan sintesis yang tinggi, seseorang hanya akan melihat unit-unit atau bagian-bagian secara terpisah tanpa arti. Berpikir sintesis merupakan salah satu terminal untuk menjadikan orang lebih kreatif. Dan berpikir kreatif ini merupakan salah satu hasil yang dicapai dalam pendidikan.55

Pada jenjang ini seorang siswa dituntut untuk dapat menghasilkan sesuatu yang baru dengan jalan menggabungkan berbagai faktor yang ada. Untuk merumuskan tujuan instruksional khusus tingkat penguasaan sintesis digunakan kata kerja operasional, antara lain: menghubungkan, menghasilkan, mengkhususkan, mengembangkan, menggabungkan, mengorganisasi, menyintesis, mengklasifikasikan, menyimpulkan. Kemampuan berpikir sintesis dapat diklasifikasikan menjadi beberapa tipe, yaitu:

1. Kemampuan menemukan hubungan yang unik. Dengan suatu pandangan yang unik, seseorang dapat menemukan hubungan unit-unit yang tak berarti menjadi suatu integritas yang berarti dengan menambahkan suatu unsure tertentu. Termasuk dalam tipe ini ialah kemampuan mengkomunikasikan gagasan, perasaan, atau pengalamannya dalam bentuk tulisan, gambar, symbol ilmiah, atau lainnya.

55


(45)

2. Kemampuan menyusun suatu rencana atau langkah-langkah operasional dari suatu tugas atau masalah yang diketengahkan.

3. Kemampuan mengabstraksi sejumlah besar fenomena, data, atau hasil observasi, menjadi teori, proporsi, hipotesis, skema, model, atau bentuk-bentuk lainnya.56

f. Evaluasi

Evaluasi merupakan jenjang tertinggi dalam daerah kognitif, karena melibatkan seluruh aspek di atas. Misalnya kemampuan menentukan keputusan yang benar dan tepat dari masalah yang dihadapi. Dengan kemampuan evaluasi, testee diminta untuk membuat suatu penilaian tentang suatu pernyataan, konsep, situasi, dan sebagainya berdasarkan suatu kriteria tertentu. Kegiatan penilaian dapat dilihat dari segi tujuannya, gagasannya, cara bekerjanya, cara pemecahannya, metodenya, materinya, atau lainnya.57

Bentuk evaluasi berdasarkan kriteria internal dapat berupa mengukur probabilitas suatu kejadian; menerapkan kriteria tertentu pada hasil suatu karya; mengenal ketepatan, kesempurnaan, dan relevansi data; membedakan valid tidaknya generalisasi, argumentasi, dan semacamnya; mengetahui adanya pengulangan yang tidak perlu. Bentuk evaluasi yang mendasarkan kriteria eksternal, antara lain: mengembangkan standar sendiri tentang kualitas karyaa kontemporer; membandingkan suatu karya dengan karya lain yang berstandar tinggi; memperbandingkan berbagai teori, generalisasi, dan fakta suatu budaya.58

Pada tahap ini siswa dituntut kesanggupannya dalam menilai suatu situasi, keadaan, pernyataan, atau konsep berdasarkan suatu kriteria tertentu.59

Kata kerja operasional yang biasanya dipakai untuk merumuskan tujuan instruksional khusus jenjang evaluasi, diantaranya: menafsirkan, menilai, menentukan, mempertimbangkan, membandingkan, melakukan, memutuskan,

56

Ibid. hal 46-47 57

Ibid.

58

Ibid.

59


(46)

mengargumentasikan, menaksir. Kemampuan evaluasi dapat diklasifikasikan menjadi enam tipe seperti berikut:

1. Dapat memberikan evaluasi tentang ketepatan suatu karya atau dokumen (ketepatan internal, internal accuracy)

2. Dapat memberikan evaluasi tentang keajegan dalam memberikan argumentasi, evidensi dan kesimpulannya, logika dan organisasinya (keajegan internal)

3. Dapat memahami nilai serta sudut pandangan yang dipakai orang dalam mengambil suatu keputusan (kriteria internal)

4. Dapat mengevaluasi suatu karya dengan membandingkannya dengan karya lain yang relevan (kriteria eksternal)

5. Dapat mengevaluasi suatu karya dengan menggunakan kriteria yang telah ditetapkan (kriteria eksternal)

6. Dapat memberikan evaluasi suatu karya dengan menggunakan sejumlah kriteria yang eksplisit.60

Demikian uraian tentang tingkat-tingkat kemampuan kognitif menurut Bloom yang sangat diperlukan bagi para guru dalam usaha menyusun tes-tes hasil belajar yang lebih mengacu kepada tujuan pendidikan.

Dalam pembelajaran Biologi, perbedaan siswa perlu mendapat perhatian guru. Setiap siswa di kelas sebenarnya merupakan pribadi yang unik. Sedekat apapun hubungan keluarga tetap memiliki berbagai perbedaan, baik dalam hal minat, sikap, motivasi, kemampuan dalam menyerap suatu informasi, gaya belajar, dan sebagainya. Semua faktor siswa tersebut idealnya turut menjadi perhatian guru dalam perencanaan dan pelaksanaan KBM. Salah satu faktor siswa yang juga penting untuk diperhatikan guru adalah kognitif. Gaya kognitif berhubungan dengan cara penerimaan dan pemprosesan informasi seseorang. Gaya kognitif merupakan cara seseorang dalam menerima dan mengorganisasi informasi, kecenderungan perseorangan dalam melakukan pemprosesan

60


(47)

informasi, dan gaya kognitif mempunyai peran dalam menentukan keberhasilan pembelajaran.

Tahap perkembangan kognitif adalah suatu tahapan perkembangan tertentu yang harus dilalui individu sejak lahir sampai dewasa. Ada empat tahapan perkembangan kognitif yang akan dilalui individu, yaitu tahap sensori motor dengan perkiraan umur 0-2 tahun, tahap praoperasional (2 sampai 7 tahun), tahap operasional konkret (7 sampai 11 tahun), dan tahap operasional (11 atau 12 tahun ke atas).

5. Pengertian Perencanaan Pembelajaran

Perencanaan pembelajaran atau biasa disebut Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) adalah rancangan pembelajaran mata pelajaran per unit yang akan diterapkan guru dalam pembelajaran di kelas. Berdasarkan RPP inilah seorang guru (baik yang menyusun RPP itu sendiri maupun yang bukan) diharapkan bisa menerapkan pembelajaran secara terprogram. Karena itu, RPP harus mempunyai daya terap (aplicable) yang tinggi. Tanpa perencanaan yang matang, mustahil target pembelajaran bisa tercapai secara maksimal. Pada sisi lain, melalui RPP pun dapat diketahui kadar kemampuan guru dalam menjalankan profesinya. 61

Sebagaimana rencana pembelajaran pada umumnya, rencana pembelajaran berbasis kompetensi melalui pendekatan kontekstual dirancang oleh guru yang akan melaksanakan pembelajaran di kelas yang berisi skenario tentang apa yang akan dilakukan siswanya sehubungan topik yang akan dipelajarinya. Secara teknis rencana pembelajaran minimal mencakup komponen-komponen berikut:

1. Standar kompetensi, kompetensi dasar, dan indikator pencapaian hasil belajar. 2. Tujuan pembelajaran.

3. Materi pembelajaran.

4. Pendekatan dan metode pembelajaran.

61

Umar Al-Fath, Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), dapat diakses di http://umarstain.blogspot.com/2009/10/perencanaan-pembelajaran.html


(1)

(C3), sintesis (C5) dan evaluasi (C6), tidak tersentuh sama sekali. Dibandingkan dengan tipe hasil belajar atau tingkat kemampuan berpikir lainnya, tipe pengetahuan hafalan termasuk tingkat yang paling rendah.68 Pendominasian pada tingkat pengetahuan (C1) yang hanya pada tahap mengingat, nantinya akan menyebabkan kemampuan berfikir siswa hanya sebatas ingatan yang dalam jangka panjang akan berimbas kepada perkembangan otak anak didik untuk cenderung mengingat saja sehingga upaya untuk memecahkan sebuah permasalahan atau untuk menemukan hal-hal yang baru sangat kecil kemungkinannya.

Jika ditinjau dari aspek pengelompokan topik pada butir soal yang terkumpul, butir soal didominasi pada topik peranan bioteknologi dalam meningkatkan nilai tambah bahan pangan dengan prosentase 50 % atau 39 soal. Hal ini menyebabkan topic tidak tersebar secara merata dengan topic lain seperti peranan bioteknologi dalam bidang kesehatan 14,10 %, peranan bioteknologi dalam peningkatan produksi pertanian dan peternakan 29,49 %, peranan bioteknologi dalam bidang lingkungan 2,56 % dan dampak negatif yang ditimbulkan dari penerapan bioteknologi 3,85 % yang juga terdaftar dalam rencana pembelajaran. Sehingga mengakibatkan hal-hal yang menjadi target yang telah tersusun dalam rencana pembelajaran tidak terjangkau. Dalam hal ini, perlu diadakannya pelatihan yang dapat mengembangkan wawasan guru guna meningkatkan kualitas pembelajaran.

Berdasarkan hasil wawancara dapat dinyatakan bahwa pemanfaatan teknologi internet dalam kegiatan belajar mengajar merupakan suatu hal yang sangat diperlukan, agar informasi yang sampai kepada peserta didik sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan. Akan tetapi bukan berarti seluruh komponen pembelajaran harus sama dengan internet, guru harus pandai memilih apa saja yang diperlukan dan tidak diperlukan dalam kegiatan belajar mengajar serta harus menyesuaikan dengan kurikulum yang terdapat di sekolah dan yang tidak kalah pentingnya adalah kekreatifan guru dalam menyusun komponen pembelajaran yang harus disesuaikan dengan keadaan peserta didik dan kondisi di sekolah

68


(2)

59

masing-masing sehingga kegiatan belajar mengajar akan lebih berarti dan diharapkan dapat mencetak generasi penerus bangsa yang kreatif pula.

Pendidikan guru perlu memiliki suatu standar, yang akan menjadi acuan, baik dalam pengembangan, pelaksanaan, maupun evaluasi program pendidikan guru.69 Guru MTsN di Jakarta Selatan telah memenuhi kualifikasi sebagai tenaga pengajar yang professional. Hal ini terbukti dengan pengalaman mengajar yang rata-rata sudah diatas 10 tahun dan pendidikan guru yang seluruhnya telah menyelesaikan program strata 1.

Ditinjau dari keterkaitan antara butir soal dengan rencana pembelajaran yang dibuat guru, terdapat 85.3% untuk kesesuaian pada butir soal pilihan ganda dan 70% untuk kesesuaian pada butir soal essay. Persentase maksimal seharusnya ada didalamnya apabila rencana pembelajaran menjadi landasan dalam kegiatan belajar mengajar maupun penulisan butir soal. Akan tetapi, di lapangan penulis menemukan bahwa yang menjadi pegangan guru pada saat mengajar adalah buku sumber yang senantiasa mengiringi langkah guru menuju ruang peserta didik. Rencana pembelajaran hanya sebagai pelengkap administrasi guru pada saat-saat tertentu saja. Semestinya telah kita ketahui bahwa Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) adalah rancangan pembelajaran mata pelajaran per unit yang akan diterapkan guru dalam pembelajaran di kelas dan berdasarkan RPP inilah seorang guru (baik yang menyusun RPP itu sendiri maupun yang bukan) diharapkan bisa menerapkan pembelajaran secara terprogram.70

Fungsi utama evaluasi dalam kelas adalah untuk menentukan hasil-hasil urutan pengajaran. Hasil-hasil yang dicapai, langsung bertalian dengan penguasaan tujuan-tujuan yang menjadi target.71 Pada akhirnya, fungsi utama dalam evaluasi tidak tercapai karena kegiatan belajar mengajar tidak disesuaikan dengan rencana akan tetapi kegiatan belajar mengajar disesuikan dengan bab perbab yang ada dalam buku sumber.

69

Nana Syaodih S. Op.Cit. hal .204.

70

Umar Al-Fath, Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), dapat diakses di http://umarstain.blogspot.com/2009/10/perencanaan-pembelajaran.html 71


(3)

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan soal tes buatan guru Madrasah Tsanawiyah Negeri di Jakarta Selatan yang telah diuraikan pada bab sebelumnya, dapat diambil kesimpulan bahwa :

1. Soal buatan guru biologi MTs Negeri di Jakarta Selatan didominasi pada aspek kognitif tingkat pengetahuan (C1) dengan persentase 60,26% atau sebanyak 47 butir soal, tingkat pemahaman (C2) 38,46% atau sebanyak 30 butir soal, dan tingkat analisis (C4) 1,28% atau sebanyak 1 butir soal untuk soal pilihan ganda dan essay

2. Kesesuaian butir soal dengan indikator yang tertuang dalam rencana pembelajaran diperoleh sebanyak 63 butir soal yang sesuai atau 83,33%. dengan 85.3% atau sebanyak 58 butir soal untuk kesesuaian pada soal pilihan ganda dan 70% atau sebanyak 7 butir soal untuk kesesuaian pada soal essay

B. Saran

Berdasarkan temuan pada penelitian ini, penulis memberikan saran sebagai berikut:


(4)

61

2. Manajemen perakitan butir soal yang baik akan memberikan dampak yang positif terhadap hasil belajar yang ingin dicapai.

3. Perumusan soal hendaknya mengikuti kaidah penulisan soal yang telah ditetapkan secara jelas dan terarah, agar kualitas soal semakin baik.

4. Silabus dan rencana pembelajaran harus menjadi pedoman dalam kegiatan belajar mengajar.

5. Hendaknya para guru berupaya untuk selalu meningkatkan kualitas pembelajarannya, dengan menerapkan evaluasi yang sesuai aturan, sehingga kemampuan siswa terukur secara sempurna dan tercapainya tujuan pembelajaran.

6. Hendaknya MGMP dijadikan wadah dalam meningkatkan kualitas pembelajaran.


(5)

viii

Tabel 3.1. Taksonomi Bloom ... 46

Tabel 3.2. Kesesuaian soal dengan rencana pembelajaran... 47

Tabel 4.1. Hasil analisis redaksi soal ... 48

Tabel 4.2. Perincian Data Menurut Sumbernya Berdasarkan Tingkatan

Kognitif Taksonomi Bloom ... 49

Tabel 4.3. Pengelompokan Topik Berdasarkan Taksonomi Bloom ... 50

Tabel 4.4. Kesesuaian Butir Soal dengan Indikator/Tujuan Pembelajaran... 51

Tabel 4.5 Hasil Wawancara... 52

Tabel 1. Hasil Analisa Soal dengan Redaksi Sama ... 65

Tabel 2.

Hasil Analisa Soal dengan Redaksi Berbeda tetapi memiliki inti

dan taksonomi Bloom yang sama... 67

Tabel 3. Kesesuaian soal-soal buatan guru MTsN se-Jakarta Selatan dengan

Silabus dan Rencana Pembelajaran ...71


(6)

ix

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Hasil Analisa Soal... 65

Lampiran 2. Kesesuaian soal-soal buatan guru MTsN se-Jakarta Selatan dengan

Silabus dan Rencana Pembelajaran... 71

Lampiran 3. Kumpulan soal-soal buatan guru MTsN se-Jakarta Selatan...89

Lampiran 4. Pedoman wawancara ...106