Hubungan kesepian dengan kecenderungan asertif pada masa dewasa awal di cipondoh indah tangerang

(1)

Oleh :

Ria Andrian Syah

NIM. 204070002433

Skripsi diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam memperoleh gelar Sarjana Psikologi

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

1430 H / 2010 M


(2)

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Psikologi untuk memenuhi syarat-syarat mencapai gelar Sarjana Psikologi

Oleh : Ria Andriansyah NIM : 204070002433

Di bawah Bimbingan,

Pembimbing I

Ikhwan Luthfi, M.Psi NIP.19730710 200501 1 006


(3)

iii

Skripsi yang berjudul HUBUNGAN KESEPIAN DENGAN KECENDERUNGAN ASERTIF PADA MASA DEWASA AWAL DI CIPONDOH INDAH TANGERANG telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 2010. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh

gelar Sarjana Program Strata 1 (S1) pada Fakultas Psikologi.

Jakarta, 2010 Sidang Munaqasyah

Dekan/ Pembantu Dekan/

Ketua Merangkap Anggota Sekretaris Merangkap Anggota

Jahja Umar Ph.D Dra. Fadhilah Suralaga M.Si NIP. 130 885 522 NIP.19561223 198303 2 001

Anggota :

Penguji I Penguji II

Dra. Diana Mutiah, M.Si Ikhwan Luthfi, M.Psi

NIP.1967102 199603 2 001 NIP. 19730710 200501 1 006

Pembimbing I

Ikhwan Luthfi, M.Psi NIP. 19730710 200501 1 006


(4)

Saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : Ria Andriansyah NIM : 204070002433

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Hubungan Kesepian dengan Kecenderungan Asertif Pada Masa Dewasa Awal Di Cipondoh Indah Tangerang” adalah benar merupakan karya saya sendiri dan tidak melakukan tindakan plagiat dalam penyusunan skripsi tersebut. Adapun kutipan-kutipan yang ada dalam penyusunan skripsi ini telah saya cantumkan sumber pengutipannya dalam daftar pustaka.

Saya bersedia untuk melakukan proses yang semestinya sesuai dengan Undang-Undang jika ternyata skripsi ini secara prinsip merupakan plagiat atau jiplakan dari karya orang lain.

Demikian pernyataan ini saya buat untuk dipergunakan sebaik-baiknya.

Jakarta, Maret 2010

Ria Andriansyah NIM : 204070002433 iv


(5)

tanggung jawab setiap manusia” (Ria A)

....”Ya tuhanku, tambahkanlah kepadaku

ilmu pengetahuan” (Q.S ; Thaahaa : 114)

Karya sederhana ini ku persembahkan untuk

bapak dan ibu, dan kakak lelakiku, serta

para sahabatku tercinta


(6)

(D) Hubungan Antara Kesepian Dengan Kecenderungan Asertif Pada Masa Dewasa Awal di Cipondoh Indah Tangerang

(E) x + 66 halaman

(F) Masa dewasa awal adalah masa dimana seseorang baru saja mengalami penyesuaian sosial dan peran yaitu memprioritaskan karir dan prestasi. Hal ini menyebabkan seseorang kurang memiliki kesempatan untuk bergaul secara akrab dan kurang memperhatikan keterampilan sosialnya yaitu bergaul secara asertif yang mengakibatkan seseorang mengalami kesepian.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana hubungan antara kesepian dengan kecenderungan asertif pada masa dewasa awal di Cipondoh Indah Tangerang

Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan kuantitatif dengan metode penelitian korelasional. Penelitian dilaksanakan di Perumahan Cipondoh Indah Tangerang, Banten dengan jumlah sampel sebanyak 70 orang, yang diambil dengan teknik Simple Random Sampling. Instrumen pengumpul data yang digunakan adalah skala model Likert. Teknik pengolahan dan analisa data dilakukan dengan analisa statistik yang meliputi korelasi Product Moment Pearson untuk menguji validitas item, Alpha Cronbach untuk menguji reliabilitas instrumen pengumpul data, dan uji-r untuk pengujian hipotesis penelitian.

Jumlah item valid dalam skala kesepian sebanyak 27 item. Reliabilitas skala kesepian adalah 0,852 sedangkan jumlah item valid skala kecenderungan asertif berjumlah 31 item dengan realibilitas skala kecenderungan asertif sebesar 0,857 .

Penelitian yang dilakukan penulis berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Dewi (2000) tentang Hubungan Kesepian dengan Kecenderungan Asertif pada Masa Dewasa Awal, dengan hasil penelitian tidak ada korelasi sedangkan Dewi (2000) hasil penelitiannya memiliki korelasi. Hal ini terjadi karena ada faktor-faktor lain yang berpengaruh dibandingkan dari kesepian yaitu jenis kelamin. Sampel berjenis kelamin laki-laki berjumlah 55 orang dan wanita berjumlah 15 untuk peneitian yang dilakukan oleh peneliti sendiri. Sedangkan pada


(7)

memperhatikan waktu yang diberikan untuk penelitian agar tidak terlalu cepat dan tidak pula terlalu lama, Jika ingin mencari responden

diharapkan mendapatkan responden yang serius dan fokus dalam mengerjakan quesioner sehingga data yang diperoleh akan baik dan memuaskan, Peneliti merasakan kurangnya referensi sehingga

diharapkan bagi penelitian yang akan di lakukan pada masa berikutnya untuk memperhatikan jumlah referensi agar data yang diperoleh bisa maksimal.

Bagi individu dewasa awal, untuk berperan aktif dalam bergaul dan melakukan hubungan-hubungan yang mendalam dengan melakukan komunikasi tentang gagasan-gagasan atau ide-ide dan mengungkapkan perasaan kepada orang lain secara efektif tanpa merasa cemas serta takut melalui kemauan untuk memulai berbicara dan berperilaku asertif.

(G) Bahan Bacaan : 18 (dari thn 1980 - 2007) + 5 pustaka online.


(8)

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya setiap saat, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul ”Hubungan Kesepian dengan Kecenderungan

Asertif Pada Masa Dewasa Awal di Cipondoh Indah Tangerang. Shalawat serta salam semoga tetap terlimpah atas Nabi Besar Muhammad SAW, yang telah menjadi suri tauladan terbaik bagi umat manusia, kepada keluarganya, para sahabatnya dan para pengikutnya hingga akhir zaman.

Penulis menyadari bahwa terselesaikannya skripsi ini tidak dapat terlepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, perkenankanlah penulis untuk mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada :

1. Dekan Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah, Bapak Jahja Umar, Ph.D yang telah banyak memberikan pengarahan dan perhatian kepada penulis selama menjalani proses perkuliahan dan penyusunan skripsi ini. 2. Pembimbing Akademik Bambang Suryadi, Ph.d, atas bimbingan, dan

tidak pernah bosan untuk menyumbangkan pendapat, memberikan saran yang membangun, dan motivasi, selama penulis menjalani perkuliahan. 3. Bapak M. Ikhwan Luhtfi M.Psi, atas segala bimbingan, saran, dan

motivasinya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

4. Pembimbing seminar skripsi, Ibu Yunita Faela Nisa, M.Psi.Psi, atas bimbingan dan sarannya sehingga penulis dapat mengatasi kendala dalam penyusunan skripsi ini.

5. Para dosen Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah yang dengan penuh kesabaran dan keikhlasan untuk memberikan ilmu kepada penulis. 6. Para staf akademik Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah yang

dengan penuh kerelaan dan kesabaran mau berbagi informasi akademik. 7. Bapak Maryoris Namaga, MM.MBA sebagai Sebagai Ketua RW 05

Cipondoh Indah Tangerang, yang telah mengiijnkan penulis untuk melakukan penelitian.

8. Papa dan Mama yang telah memberikan curahan kasih sayang, doa serta hal terbaik untukku selama ini, dan Keluarga yang tak pernah putus memberikan dorongan, doa, cinta dan kasih yang tulus kepada penulis. 9. Seluruh sahabat di Fakultas Psikologi, atas persahabatan dan dukungan

yang telah kalian berikan.


(9)

atas segala kebaikan dan bantuan yang di berikan.

Harapan penulis, semoga skripsi ini memberi manfaat, khususnya bagi penulis dan umumnya bagi seluruh pihak yang terkait. Untuk kesempurnaan karya ini, penulis harapkan saran dan kritiknya.

Jakarta, 21 Juni 2010

Penulis


(10)

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

HALAMAN PENGESAHAN... iii

HALAMAN PERNYATAAN ... iv

PERSEMBAHAN... v

ABSTRAKSI ... vi

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Pembatasan dan Perumusan Masalah Penelitian ... 7

1.3 Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian ... 8

1.4 Sistematika Penulisan ... 9

BAB 2 KAJIAN TEORI 2.1 Asertif ... 11

2.1.1 Pengertian Asertif ... 11

2.1.2 Karakteristik Orang Yang Asertif ... 14

2.1.3 Pengukuran Asertif ... 16 x


(11)

2.2.1 Definisi Kesepian ... 19

2.2.2 Perbedaan Kesepian dan Kesendirian ... 23

2.2.3 Tipe – Tipe Kesepian ... 24

2.2.4 Faktor – Faktor Penyebab Kesepian ... 26

2.2.5 Pengukuran Kesepian ... 30

2.3 Masa Dewasa Awal ... 31

2.4.1 Definisi Dewasa Awal ... 31

2.4.2 Karakteristik Dewasa Awal ... 32

2.4 Kerangka Berpikir ... 34

2.5 Hipotesis ... 40

BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Pendekatan dan Metode Penelitian ... 41

3.1.1 Pendekatan Penelitian ... 41

3.1.2 Metode Penelitian ... 41

3.2 Definisi Konseptual dan Operasional Variabel ... 42

3.2.1 Definisi Konseptual ... 42

3.2.2 Definisi Operasional Variabel ... 43


(12)

3.4 Pengumpulan Data ... 45

3.4.1 Metode dan Instrumen Penelitian ... 45

3.5 Teknik Uji Instrumen ... 49

3.5.1 Uji Validitas Instrumen ... 49

3.5.2 Uji Reliabilitas Instrumen ... 50

3.6 Teknik Analisis Data ... 52

3.7 Prosedur Penelitian ... 54

BAB 4 HASIL PENELITIAN 4.1 Gambaran Umum Responden ... 55

4.1.1 Gambaran Umum Berdasarkan Jenis Kelamin ... 55

4.1.2 Gambaran Umum Berdasarkan Usia ... 56

4.1.3 Gambaran Umum Berdasarkan Status Pekerjaan... 53

4.2 Kategorisasi ... 57

4.2.1 Kategorisasi Skala Kesepian ... 58

4.2.2 Kategorisasi Skala Kecenderungan Asertif... 59

4.3 Hasil Uji Hipotesis ... 60


(13)

5.3 Saran ... 65 5.3.1 Saran Teoritis ... 65 5.3.2 Saran Praktis ... 66

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(14)

xiv

Tabel 3.3 Bobot Skor Pernyataan ... 48

Tabel 3.4 Kategori Reliabilitas ... 52

Tabel 4.1 Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 55

Tabel 4.2 Distribusi Responden Berdasarkan Usia ... 56

Tabel 4.3 Distribusi Responden Berdasarkan Status Pekerjaan ... 57

Tabel 4.4 Distribusi Skor Skala Kesepian ... 55

Tabel 4.5 Klasifikasi Skor Skala Kesepian ... 58

Tabel 4.6 Distribusi Skor Skala Kecenderungan Asertif ... 59

Tabel 4.7 Klasifikasi Skor Skala Kecenderungan Asertif ... 59


(15)

Kecenderungan Asertif Pada Masa Dewasa Awal Di Cipondoh Indah Tangerang ... 39


(16)

xvi Lampiran 2 Skoring Try Out

Lampiran 3 Angket Penelitian Lampiran 4 Skoring Penelitian

Lampiran 5 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Lampiran 6 Hasil Uji Normalitas

Lampiran 7 QQ plot Kesepian

Lampiran 8 QQ plot Kecenderungan Asertif Lampiran 9 Hasil Uji Korelasi


(17)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Manusia sebagai makhluk sosial mempunyai dorongan untuk mengadakan hubungan dengan orang lain, manusia mempunyai dorongan sosial. Dengan adanya dorongan atau motif sosial pada manusia maka manusia akan

mencari orang lain untuk mengadakan hubungan atau untuk mengadakan interaksi (Walgito, 2002)

Menurut Niken Iriani LNH, Msi (2009) ketergantungan manusia satu dengan yang lain merupakan suatu gejala yang wajar dalam kehidupan. Dalam hubungan tersebut komunikasi merupakan salah satu komponen yang penting. Kemampuan berkomunikasi dan penyesuaian diri yang baik dan efektif terutama sangat diperlukan oleh manusia. Agar komunikasi

berlangsung secara baik seseorang perlu mengembangkan perilaku asertif

Perilaku asertif yaitu suatu tingkah laku yang mengungkapkan emosi secara tegas, jujur, terbuka dan langsung mencapai tujuan dengan penuh keyakinan dan sopan. Orang yang asertif juga memiliki ciri-ciri yaitu tidak


(18)

menggenaralisir, selalu mengatakan “saya” bukan “kamu” pada setiap awal pembicaraan, dan menyatakan perasaan maupun opini dengan alasan yang spesifik . Pada akhirnya seseorang yang memiliki perilaku asertif akan lebih efektif dalam berkomunikasi, lebih dihargai orang lain dan lebih percaya diri dan memiliki rasa puas dalam bergaul. (Al-Magassary, 2010)

Mengingat pentingnya perilaku asertif dalam proses interaksi dan komunikasi, maka kemampuan asertif perlu dikembangkan oleh seseorang dalam

lingkungan keluarga, masyarakat dan situasi pergaulan dengan seseorang. Apabila mengalami konflik dengan orang lain, dewasa awal yang asertif bersedia mencari penyelesaian yang memuaskan kedua belah pihak. Selain itu orang yang asertif selalu memerlukan dan menginginkan kerjasama dengan orang lain dalam memenuhi kebutuhannya. (Al-Magassary, 2010)

Masa dewasa awal menurut Erikson (1978) yaitu seseorang ingin mencapai kedekatan dengan orang lain dan berusaha menghindar dari sikap

menyendiri. Periode ini diperlihatkan dengan adanya hubungan spesial yaitu seseorang dapat mencurahkan isi hatinya dengan orang lain secara terbuka guna memperlihatkan dan mencapai kelekatan dan kedekatan dengan orang lain. Di mana muatan pemahaman dalam kedekatan dengan orang lain mengandung arti adanya kerja sama yang terjalin dengan orang lain.


(19)

Erikson (1978) mengatakan bahwa pada masa dewasa awal seseorang cenderung merasa cuek, di mana seseorang sudah merasa terlalu bebas. Mereka dapat berbuat sesuka hati tanpa memperdulikan dan merasa

tergantung pada segala bentuk hubungan misalnya dalam hubungan dengan sahabat, tetangga, bahkan dengan orang yang kita cintai/kekasih sekalipun.

Selain itu Kimmel (1980) mengatakan bahwa pada masa dewasa awal mengalami banyak hal diantaranya perubahan status dan peran. Situasi sosial seseorang mungkin berubah akibat perubahan-perubahan yang disebabkan karena usia, seperti perubahan peran sebagai individu yang lajang menjadi seorang istri atau suami. Perubahan peran ini membawa konflik dan sejumlah harapan dan norma baru yang harus dijalani individu. Untuk itu ia membutuhkan dukungan dari orang-orang disekitarnya seperti keluarga, teman agar dapat membentuk hubungan yang efektif dengan orang lain. (Al-Magassary, 2010)

Masa dewasa awal juga adalah masa penuh semangat dan masa untuk mengerjakan sesuatu sebaik-baiknya Jadi pada masa dewasa awal

seseorang menghadapi sejumlah peran baru yang memiliki harapan dan pola sosialisasi yang baru pula. Ia juga berada dalam masa penuh tantangan dan kesempatan, namun masa ini juga membutuhkan dukungan dari orang lain sehingga perilaku asertif menjadi penting agar mempermudah seseorang


(20)

untuk mendapatkan dukungan dari lingkungan sehingga perasaan kesepian dapat teratasi. (Al-Magassary, 2010)

Seorang pemuda berusia 26 tahun di Cipondoh Indah mengatakan ketika diwawancarai oleh penulis pada tanggal 21 Mei 2009 bertempat di rumah responden yang terletak di Cipondoh Indah tangerang dengan ciri kulit putih berambut lurus ketika diwawancarai memakai celana panjang berwarna hitam dengan tinggi badan sekitar 170 cm ia mengatakan bahwa semakin

bertambah usia maka makin merasa kesepian. Sedangkan seorang wanita berusia 29 tahun pada tanggal 15 April 2009 di rumah responden

berperawakan kulit sawo matang memakai baju berwarna merah dan celana jeans berwarna biru dia mengatakan juga kepada penulis ia merasa kesepian karena sedikit sekali kenal dengan tetangga di sekitar rumahnya. Hai ini terjadi ternyata karena mereka bukan berada di lingkungan terpencil tetapi mereka memerlukan pergaulan yang akrab dengan orang lain. Seseorang membutuhkan orang lain untuk mencurahkan hati berkeluh kesah dan meminta tolong dalam kesulitan. Ia membutuhkan adanya seseorang yang memberi perhatian padanya seperti teman dekat. Kesepian merupakan kondisi yang tidak menyenangkan, dan berdasarkan pengalaman

berhubungan dengan tidak mencukupinya kebutuhan akan bentuk hubungan yang akrab atau intimasi (Sullivan dalam Peplau dan Perlman, 1982)


(21)

Penulis melihat ternyata bahwa kehidupan di Cipondoh Indah Tangerang banyak yang merasakan kesepian karena mereka tak acuh, mereka kurang peduli dengan orang lain karena kesibukannnya dalam berkarir dan mengejar prestasi dibandingkan memberikan waktunya untuk sekedar mengobrol

dengan orang lain. Selain dari hal tersebut banyak teman-teman penulis yang berkeluh kesah karena banyaknya permasalahan di tempat kuliahnya

maupun ditempatnya bekerja. Hal ini selaras dengan pendapat Dewi (2000), bahwa persaingan dalam berkarir dan persaingan di bidang pendidikan menyebabkan seseorang sibuk memikirkan dirinya, kurang banyak waktu bergaul sehingga tidak dapat menjalin hubungan yang akrab dengan orang lain yang jika berlangsung secara terus menerus dapat menyebabkan seseorang kesepian.

Kesepian tampaknya merupakan fenomena yang umum diseluruh dunia, seperti yang ditunjukkan penelitian pada partisipan Asia koloni, Spanyol, Portugis, demikian juga berbagai penelitian pada orang Kanada dan Amerika. Suatu investigasi para mahasiswa Belanda menunjukkan bahwa kurangnya timbal balik dalam hubungan menyebabkan kesepian, terutama pada orang-orang yang mempersepsikan bahwa memberikan lebih daripada yang mereka terima. (Baron & Byrne, 2005)


(22)

Hal – hal yang mempengaruhi kesepian sangat banyak dan diantaranya adalah meninggalnya orang yang kita sayangi seperti yang dialami oleh penulis sendiri yaitu meninggal nya kakak penulis belum lama ini. Hal-hal yang dapat mencetuskan timbulnya perasaan kesepian tersebut karena di luar kendali dan mau tidak mau seseorang harus mengalaminya. Dengan demikian yang menjadi persoalan bukanlah bagaimana menghilangkan faktor tersebut melainkan agar bagaimana segera bangkit dari kesepian. Kesepian disertai pula oleh efek negatif termasuk perasaan depresi, kecemasan, ketidakbahagiaan, dan ketidak puasan yang diasosiasikan dengan

pesimisme. Individu yang kesepian dipersepsikan sebagai orang yang tidak bisa menyesuaikan diri dengan orang – orang yang mengenal mereka (Baron & Byrne, 2005)

Dari pernyataan-pernyataan diatas menyatakan bahwa kesepian merupakan suatu gejala yang ditimbulkan karena adanya perasaan bosan, stres, dan sebagainya. Hal itu terjadi karena ketidakmampuan seseorang untuk bergaul dan tidak tanggap serta cepatnya seseorang menanggulangi permasalahan itu.

Setiap orang dewasa ingin memiliki hubungan yang intim dengan orang lain agar mereka dapat terhindar dari kesepian. Oleh karena itulah peneliti merasa tertarik mengambil permasalahan ini sebagai bahan penelitian


(23)

dengan judul ”Hubungan Kesepian dengan Kecenderungan Asertif Pada Masa Dewasa Awal di Cipondoh Indah Tangerang”.

1.2. Pembatasan dan Perumusan Masalah

1.2.1. Pembatasan Masalah

Dalam penelitian ini, pembatasan yang akan diteliti oleh penulis dengan istilah-istilah yang harus dibatasi, yaitu sebagai berikut:

1. Kesepian adalah merupakan suatu reaksi dari ketiadaan jenis-jenis tertentu dari hubungan. Pendekatan ini menitikberatkan pada faktor keakraban. (Weiss dalam Peplau dan Perlman, 1982)

2. Asertif adalah orang yang mengekspresikan perasaan dengan sungguh-sungguh, menyatakan tentang kebenaran. Mereka tidak menghina, mengancam ataupun meremehkan orang lain. (Rathus dalam Fensterheim dan Buer, 1980)

3. Masa dewasa awal adalah pria dan wanita usia 21-40 tahun, di mana pada masa ini merupakan salah satu tahapan perkembangan manusia di anggap “puncak” seseorang karena pada kehidupan orang dewasa penuh dengan vitalitas atau semangat untuk mencapai cita-cita, masa perubahan dan penyesuaian diri serta penyesuaian sosial. Sehingga diharapkan


(24)

pada fase seseorang harus meluangkan waktunya untuk melakukan hubungan dengan orang lain agar kesepian tersebut hilang dari perasaan yang ada dalam diri individu yang dapat menjadikan seseorang

mengalami kebosanan.

1.2.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan permasalahan di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Apakah ada hubungan yang signifikan antara Kesepian dengan Kecenderungan Asertif pada masa dewasa awal di Cipondoh Indah

Tangerang”?

1.3. Tujuan

Penelitian

dan Manfaat Penelitian

1.3.1. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara Kesepian

dengan Kecenderungan Asertif Pada Masa Dewasa Awal di Cipondoh Indah Tangerang

1.3.2. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang dapat di gali dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Manfaat Teoritis


(25)

Penelitian ini di harapkan dapat menjadi pengetahuan dan acuan bagi penelitian lain khususnya mahasiswa/I psikologi dalam memahami ilmu psikologi sosial mengenai kesepian dan tingkah laku asertif.

2. Manfaat Praktis

Dengan mengetahui kesepian dan tingkah laku asertif diharapkan orang dewasa awal dapat mengembangkan komunikasi secara baik, lancar dan efektif, sehingga mampu mengembangkan kontak sosial dan menciptakan keakraban dengan orang lain.

1.4. Sistematika

Penulisan

Agar mempermudah pembahasan di dalam skripsi dan memberikan gambaran sistematis untuk memahami masalah yang di sajikan, penulis membagi skripsi ini ke dalam bagian-bagian bab seperti :

BAB 1 : Berisi Pendahuluan, membahas tentang latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian serta sistematika penulisan yang dipakai.

BAB 2 : Berisi tentang Kajian teori yang mencakup Definisi kesepian, perbedaan kesepian dan kesendirian, tipe-tipe kesepian, faktor-penyebab kesepian, gambaran umum orang yang kesepian, fungsi


(26)

pergaulan untuk orang yang kesepian, definisi interaksi sosial, faktor-faktor yang mempengaruhi interaksi sosial, definisi dewasa awal, karakteristik dewasa awal, kerangka berfikir dan selanjutnya dibuat hipotesis penelitian.

BAB 3 : Bab ini membahas metodologi penelitian tentang pendekatan penelitian, populasi, sampel penelitian, variabel penelitian,

instrumen penelitian, teknik analisa data dan prosedur penelitian.

BAB 4 : Hasil penelitian meliputi gambaran umum responden, distribusi penyebaran skor, hasil uji hipotesis.

BAB 5 : Meliputi kesimpulan dari hasil penelitian, diskusi tentang hasil penelitian dengan penelitian terkait, serta saran untuk hasil penelitian dan untuk penelitian berikutnya.


(27)

BAB II

KAJIAN TEORI

Pada Bab Kajian Teori ini akan dibahas mengenai pengertian asertif,

karakteristik dari asertif, pengukuran asertif, faktor-faktor yang mempengaruhi asertif, definisi kesepian, perbedaan kesepian dengan kesendirian, tipe-tipe dari kesepian, faktor-faktor penyebab kesepian, dan pengukuran kesepian. Kemudian dibahas penelitian-penelitian sehubungan dengan variabel yang mempengaruhi kesepian, kerangka berfikir dan juga hipotesis.

2.1. Asertif

2.1.1. Pengertian Asertif

Salah satu tingkah laku yang ditampilkan dan perlu dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan dalam bersosialisasi adalah bertingkah laku asertif. Beberapa pengertian tentang asertif dari sudut pandang yang berbeda dikemukakan oleh :

Menurut Rathus (dalam Fensterheim dan Buer, 1980) orang yang asertif adalah orang yang mengekspresikan perasaan dengan sungguh-sungguh, menyatakan tentang kebenaran. Mereka tidak menghina, mengancam ataupun meremehkan orang lain. Orang asertif mampu menyatakan


(28)

perasaan dan pikirannya dengan tepat dan jujur tanpa memaksakannya kepada orang lain.

Menurut Lange dan Jakubowski (J.F. Calhoun, 1995). Asertif adalah menuntut hak pribadi dan menyatakan pikiran, perasaan dan keyakinan dengan cara langsung jujur dan tepat.

Pengertian lain dari sudut pandang ekspresi emosional, antara lain dikemukakan oleh Rimm dan Master (dalam Rakos, 1990) menurutnya bahwa perilaku asertif merupakan perilaku interpersonal antar pribadi yang melibatkan kejujuran dengan pernyataan relatif dan pikiran dan perasaan secara tepat dalam situasi sosial dimana perasaan dan pikiran orang lain ikut dipertimbangkan

Jadi tingkah laku asertif merupakan tindakan yang disertai dengan tanggung jawab yang mengandung curahan secara jujur dan tepat dari gagasan serta perasaan seseorang kepada orang lain tanpa melanggar hak orang lain.

Lazarus (dalam Rakos, 1990) adalah tokoh yang pertama sekali

mendefinisikan perilaku asertif, yang mengatakan bahwa perilaku asertif adalah cara individu dalam memberikan respon dalam situasi sosial, yang


(29)

berarti sebagai kemampuan individu untuk mengatakan tidak, kemampuan untuk menanyakan dan meminta sesuatu, kemampuan untuk

mengungkapkan perasaan positif ataupun negatif, serta kemampuan untuk mengawali kemudian melanjutkan serta mengakhiri percakapan. Selain itu perilaku asertif merupakan akibat adanya kebebasan emosional, yang meliputi pengetahuan akan hak-hak dan kemudian memperjuangkannya tanpa perasaan cemas terhadap orang lain.

Jadi tingkah laku asertif meliputi tindakan yang dianggap benar dan perlu diungkapkan secara nyata melalui bahasa serta perilaku dan ekspresi tubuh dan terdapat resiko berupa reaksi negatif atas tindakan tersebut, karena banyak orang yang kurang suka kalau hal yang tidak mengenakkan dikatakan secara langsung dan jujur.

Dari beberapa pengertian mengenai tingkah laku asertif di atas memberikan penekanan yang berbeda-beda, namun dapat disimpulkan bahwa tingkah laku asertif merupakan keberanian seseorang untuk mengungkapkan secara nyata pikiran, perasaan dan tindakan yang dianggap benar juga jujur melalui bahasa serta perilaku yang dianggap memberikan hasil menguntungkan bagi individu tetapi tidak begitu merugikan orang lain dalam situasi hubungan interpersonal. Tingkah laku asertif tersebut disertai pula tanggung jawab terhadap resiko dari keputusan atau tindakan yang telah diambil, sedangkan


(30)

kemampuan untuk menaksir resiko dan menduga resiko yang mungkin timbul pada pihak lain, menuntut adanya kemampuan berfikir dan proses kognitif yang matang pada diri seseorang.

2.1.2. Karakteristik Orang Yang Asertif

Karakteristik orang yang asertif menurut Fensterheim & Baer (1980) :

1. Bebas mengemukakan pikiran dan pendapat, baik melalui kata-kata maupun tindakan.

2. Dapat berkomunikasi secara langsung dan terbuka.

3. Mampu memulai, melanjutkan dan mengakhiri suatu pembicaraan dengan baik.

4. Mampu menolak dan menyatakan ketidaksetujuannya terhadap pendapat orang lain, atau segala sesuatu yang tidak beralasan dan cenderung bersifat negatif.

5. Mampu mengajukan permintaan dan bantuan kepada orang lain ketika membutuhkan.

6. Mampu menyatakan perasaan, baik yang menyenangkan maupun yang tidak menyenangkan dengan cara yang tepat.

7. Memiliki sikap dan pandangan yang aktif terhadap kehidupan.

8. Menerima keterbatasan yang ada di dalam dirinya dengan tetap berusaha untuk mencapai apa yang diinginkannya sebaik mungkin, sehingga baik


(31)

berhasil maupun gagal ia akan tetap memiliki harga diri (self esteem) dan kepercayaan diri (self confidence).

Jadi dapat penulis simpulkan individu yang asertif adalah individu yang dapat berkomunikasi secara efektif dan menyesuaikan diri dengan lebih baik pada lingkungan sosial dimana dia berada, dapat membuat pilihan serta

melaksanakannya. Dia merasa bebas untuk memilih dan melaksanakan pilihan serta bertanggung jawab atas tindakan itu, dengan kata lain ia tidak takut menanggung resiko ditolak oleh lingkungan. Meskipun apa yang dilakukan berbeda dengan orang lain tetapi diyakini bahwa apa yang

dilakukan adalah benar sesuai dengan norma-norma agama dan masyarakat, sehingga orang lain mengakui keberadaan dirinya. Individu yang asertif juga menyadari kekurangan diri dan mengisi kekurangan tersebut serta mengakui kelebihan diri dan mengakui ada kelebihan atau kekuatan yang lebih besar selain dirinya.

Sebenarnya individu yang berperilaku asertif memandang keinginan, kebutuhan dan haknya sama dengan orang lain. Hak individu dalam

hubungan sosial adalah sederajat, membela haknya sendiri yang beralasan merupakan hak dasar manusia, sehingga tidak ada seorangpun yang memiliki hak istimewa. Individu yang menyatakan membela haknya tanpa melanggar hak orang lain berarti individu tersebut mampu berperilaku asertif.


(32)

2.1.3. Pengukuran Asertif

Gambrill, E. & Richey, C, (1975) dalam Assertion Inventory for Use in Assessment & Research. Behavior Therapy, 6. 550-561 telah melakukan penelitian dan membagi asertif menjadi beberapa dimensi yaitu :

a. Identify Problem : berhubungan dengan tanggapan terhadap sesuatu yaitu kesenangan atau ketidaksenangan terhadap sesuatu hal.

b. Inner Dialogue : berhubungan dengan kepercayaan terhadap sesuatu. c. Situational Analysis : yaitu kemampuan seseorang untuk melakukan

penolakan terhadap permintaan dari seseorang yang tidak sesuai. d. Generate Possible Solutions : berhubungan dengan kemampuan

seseorang untuk mengungkapkan pendapat, pengekspreian perasaan secara tepat, dan melakukan kritik secara tepat

e. Evaluate Solutions: berhubungan dengan kemampuan untuk mengelola dan menjaga emosi dalam mempertahankan hubungan dengan orang lain.

f. Action Planning : kemampuan membaca situasi yaitu dengan mengakhiri pembicaraan atau diskusi jika situasinya terlihat panas dan


(33)

2.1.4. Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Kecenderungan

Asertif.

Menurut Rathus (dalam Fensterheim & Baer, 1980) faktor yang mempengaruhi perkembangan asertif adalah:

1. Jenis kelamin, sejak kanak-kanak, peranan pendidikan laki-laki dan perempuan telah dibedakan di masyarakat. Sejak kecil telah dibiasakan bahwa laki-laki harus tegas dan kompetitif. Masyarakat mengajarkan bahwa asertif kurang sesuai untuk anak perempuan. Oleh karena itu tampak terlihat bahwa perempuan lebih bersikap pasif terutama terhadap hal-hal yang kurang berkenan dihatinya.

2. Kepribadian, proses komunikasi merupakan syarat utama dalam setiap interaksi. Interaksi akan lebih efektif apabila tiap orang mau terlibat dan berperan aktif. Orang yang berperan aktif dalam proses komunikasi adalah mereka yang secara spontan mengutamakan buah pikirannya dan menanggapi pendapat setiap pihak lain. Sifat spontan ini dapat dijumpai pada orang yang berkepribadian ekstravert. Orang yang berkepribadian itu memiliki ciri-ciri mudah melakukan hubungan dengan orang lain, impulsif, cenderung agresif, sukar menahan diri, percaya diri, perhatian, mudah berubah, bersikap gampangan, mudah gembira, dan banyak teman. Sebaliknya, orang yang berkepribadian intravest mempunyai ciri, pendiam, gemar mawas diri, teman sedikit, cenderung membuat rencana


(34)

sebelum melakukan sesuatu, serius, maupun menahan diri terhadap ledakan-ledakan perasaan dan pengaruh prasangka terhadap orang lain. 3. Inteligensi, perilaku asertif juga dipengaruhi oleh kemampuan setiap orang

untuk merumuskan dan mengungkapkan buah pikirannya secara jelas sehingga dapat dimengerti dan dipahami oleh pihak lain sehingga proses komunikasi berlangsung dengan lancar.

4. Kebudayaan, segala hal yang berhubungan dengan sikap hidup dalam hal ini yaitu berperilaku asertif, adat istiadat dan kebudayaan pertama kali dikenal melalui keluarga. Koentjaraningrat mengatakan bahwa

kebudayaan akan menjadi milik setiap individu dan membentuk kepribadian tertentu melalui proses internalisasi, sosialisasi, dan

pembudayaan. Dengan ketiga proses itu seseorang menamakan segala perasaan, hasrat dan emosi dalam kepribadian untuk disesuaikan dengan sistem norma dan peraturan yang meningkat.

2.2. Kesepian

Manusia tidak dapat hidup tanpa kehadiran orang lain, untuk memenuhi kebutuhan tersebut manusia membutuhkan hubungan yang akrab guna terhindar dari kesepian, untuk memenuhi hal diatas maka di uraikan melalui definisi kesepian, sehingga menghasilkan pengertian kesepian secara utuh.


(35)

2.2.1. Definisi Kesepian

Kesepian merupakan kondisi yang tidak menyenangkan, dan berdasarkan pengalaman berhubungan dengan tidak mencukupinya kebutuhan akan bentuk hubungan yang akrab atau intimasi (Sullivan dalam Peplau dan Perlman, 1982). Sermat (dalam Peplau dan Perlman, 1982) berpendapat bahwa kesepian merupakan hasil dari interpretasi dan evaluasi individu terhadap hubungan sosial yang dianggap tidak memuaskan. Orang akan merasa kesepian bila intensitas hubungan sosial yang diharapkannya tidak sesuai atau kurang dari apa yang merupakan kenyataannya. Sedangkan Peplau dan Perlman (1982) mendifinisikan kesepian sebagai pengalaman yang tidak menyenangkan, yang terjadi ketika hubungan sosial individu tidak berjalan sesuai yang diharapkannya.

Beberapa ahli ilmu psikologi sosial telah mencoba merumuskan definisi dari kesepian melalui pendekatan teori-teori, seperti :

a. Pendekatan kebutuhan untuk berhubungan akrab (need for intimacy). Pendekatan ini menekankan pada kebutuhan seseorang dalam berhubungan dengan orang lain, seseorang merasa ada jalinan keakraban, dapat dikata kan satu dengan yang lain saling membutuhkan jika tidak individu mengalami kesepian.


(36)

Menurut Robert Weiss (dalam Peplau dan Perlman,1982 ) Kesepian tidak terjadi begitu saja tetapi terjadi disebabkan tidak adanya hubungan antar manusia atau hubungan tertentu. Adanya kesepian menjadi jawaban dari tidak adanya beberapa bentuk hubungan persahabatan yang istimewa atau hubungan yang lebih baik, lebih lengkapnya jawaban dari tidak terpenuhinya semua syarat untuk menjalin hubungan yang istimewa (Akrab).Jadi kesepian adalah perasaan yang sangat tidak menyenangkan yang muncul dalam diri seseorang karena tidak terpenuhinya kebutuhan untuk akrab dengan orang lain. Menjalin hubungan akrab dengan orang lain tidak hanya di tentukan oleh jumlah persahabatan tetapi di tentukan juga oleh kualitas (makna

persabahatan)

b. Pendekatan Proses Kognitif

Dalam pendekatan ini di tekankan pada kesepian yang timbul bila seseorang mempersepsikan adanya kesenjangan antara pergaulan yang di inginkan sebelumnya dengan apa yang telah dicapai dalam hubungan sosial. Seperti yang dikemukakan oleh Sermat (dalam Peplau dan Perlman, 1982) bahwa kesepian adalah suatu pengamatan yang berbeda di miliki oleh bermacam-macam hubungan antar manusia, masing-masing individu harus mengerti bentuk hubungan antar manusia apa yang di miliki dan bermacam-macam bentuk hubungan antar manusia yang harus ia miliki, bukan pada saat itu


(37)

saja tetapi yang di alami pada masa lalu atau keinginan yang belum pernah ia alami.

Artinya jika seseorang menginginkan pergaulan yang lebih intim dengan orang lain sedangkan saat ini ia merasa pergaulannya bersifat dangkal maka orang tersebut kesepian, tetapi jika ia tidak menginginkan pergaulan yang lebih intim walaupun pergaulannya saat ini dangkal berarti orang tersebut tidak kesepian.

c. Pendekatan penguatan sosial (social reinforcement).

Pendekatan ini menekankan bahwa kesepian disebabkan oleh kurangnya penguatan dilingkungan sosial. Menurut para ahli :

1. Gordon mengatakan bahwa :

Kesepian adalah perasaan tertekan yang disebabkan oleh kehilangan kontak dengan orang lain; perasaan khawatir apakah ini akan menjadi tempat kosong atau hampa, kesepian yang bersifat terus – menerus seperti tekanan datang pada saat hubungan yang diharapkan itu tidak ada. (dalam Peplau & Perlman, 1982 )

2. Di tambahkan oleh Young, bahwa :

Kesepian seperti perasaan hampa atau rasa tidak puas pada hubungan sosial menimbulkan gejala-gejala kesengsaraan jiwa yang di hubungkan


(38)

dengan kenyataan atau tidak adanya suatu hubungan yang memuaskan ... hubungan sosial dapat memberikan kekuatan untuk menjalin suatu hubungan yang istimewa atau memuaskan karena itu kesepian merupakan jawaban dari tidak adanya kekuatan sosial yang sangat penting. (dalam Peplau & Perlman, 1982 : 4)

Jadi jika seseorang kekurangan kontak dengan orang lain dan merasa tidak puas pada saat menjalin hubungan yang akrab dengan orang lain, menyebabkan seseorang merasa hampa dan tertekan, apabila perasaan tersebut berlangsung terus menerus seseorang akan kesepian. Menurut pendekatan ini hubungan sosial adalah suatu reinforcement atau kekuatan bagi diri individu.

Berdasarkan ketiga pendekatan di atas dapat penulis simpulkan bahwa kesepian adalah perasaan yang sangat tidak menyenangkan, hadir dalam diri seseorang karena tidak dimilikinya jalinan keakraban yang mendatangkan kepuasan seperti yang di harapkan dari hubungan antar manusia sebagai pemenuhan kebutuhan sosial yang mendasar. Kebutuhan sosial seseorang menekankan pada aspek afektif dari kesepian sedangkan aspek kognitif menekankan pada persepsi dan evaluasi dari hubungan sosial. Kemudian dari beberapa pendekatan diatas penulis memilih pendekatan kebutuhan untuk berhubungan akrab (need for intimacy) dengan teori Weiss (1973).


(39)

Pendekatan ini dipilih karena mudah dipahami oleh penulis sehingga mempermudah pengerjaan pada bab berikutnya.

2.2.2. Perbedaan Kesepian dan Kesendirian

Suatu keadaan yang sering di kaitkan dengan kesepian adalah kesendirian, kesendirian ataupun solitude merupakan suatu situasi dimana individu berada sendirian tanpa kehadiran secara fisik orang lain di sekitarnya. Dalam

kehidupan sehari-hari, orang sering menganggap kesendirian adalah suatu hal yang identik dengan kesepian. Orang yang sering menyendiri atau alones sering dianggap sebagai orang yang kesepian dan hal ini tidak sepenuhnya benar.

Menurut David O. Sears (1992), kesepian menunjuk pada kegelisahan subjektif yang dirasakan pada saat hubungan sosial seseorang kehilangan ciri pentingya. Kesepian bersifat kuantitatif, seperti : seseorang mungkin tidak mempunyai teman atau hanya memiliki sedikit teman tidak seperti yang kita inginkan. Tetapi kekurangan itu dapat juga bersifat kualitatif : seseorang mungkin merasa hubungan kita dangkal/kurang memuaskan dibandingkan dengan apa yang kita harapkan. Berbeda dengan kesepian, kesendirian merupakan keadaan terpisah dari orang lain. Kesendirian dapat


(40)

Menyenangkan apabila seseorang berada sendirian dan belajar untuk mempersiapkan diri menghadapi ujian penting kemudian mendapatkan nilai yang memuaskan, akhirnya membuat seseorang merasa senang. Tidak menyenangkan apabila berada sendirian dalam jangka waktu lama tanpa tujuan yang jelas dan sikap tidak peduli untuk memulai kontak serta membina hubungan yang intim dan memuaskan sehingga menjauhkan seseorang dari kelompok masyarakat di lingkungan sosialnya.

Jadi kesepian dan kesendirian itu merupakan sama-sama berada sendirian dan tidak adanya orang lain tetapi kesepian lebih mengarah pada

pengalaman yang tidak menyenangkan dan berakibat munculnya

kegelisahan-kegelisahan pada seorang ketika berinteraksi dengan orang lain. Sebaliknya kesendirian bisa menjadi pengalaman yang menyenangkan dan tidak menyenangkan, apabila terlalu asyik berada sendirian dalam jangka waktu yang lama akhirnya mengakibatkan seseorang terisolasi dari lingkungan sosial.

2.2.3. Tipe-tipe kesepian

Perasaan kesepian diketahui tidak hanya sekedar adanya isolasi tetapi lebih dari itu, karena itulah Robert Weiss (dalam Peplau dan Perlman, 1982), mengemukakan adanya dua tipe kesepian, yaitu :


(41)

a. Kesepian sosial (Social Loneliness)

Kesepian biasanya disebabkan kerena ketidakhadiran orang lain di sekitar individu, dapat dikatakan individu tersebut tidak mempunyai jaringan sosial yang kuat, misalnya tidak ada orang yang tertawa geli karena lelucon orang tersebut, tidak ada yang bisa diajak bermain basket bersama. Bila seseorang masuk perguruan tinggi atau pindah ke kota lain, orang tersebut akan

mengalami kesepian sosial. Sedangkan untuk mengurangi kesepian sosial ini, individu diharapkan dapat memiliki kemampuan untuk mengadakan kontak baru, dapat bergaul secara akrab dengan orang lain serta memiliki kesempatan untuk bertemu dengan orang lain (J.F. Calhoun, 1995).

b. Kesepian emosional (emotional loneliness)

Pada tipe ini seseorang merasa kehilangan hubungan dekat dan kurang adanya perhatian satu dengan yang lain. Jika individu merasakan hal ini, meskipun dia berinteraksi dengan orang lain atau orang banyak dia akan tetap merasakan kesepian. Untuk mengurangi kesepian secara emosi maka individu harus merasa dan memiliki orang lain yang dapat mengerti dirinya secara mendalam. Untuk itu seseorang perlu membina hubungan yang akrab dengan orang lain. Singkatnya mengisi apa yang kurang dalam pergaulan yaitu keakraban (J.F. Calhoun, 1995).


(42)

2.2.4. Faktor – Faktor Penyebab Kesepian

Menurut Middlebrook (1980), ada dua faktor penyebab dari kesepian yaitu : 1. Faktor psikologis ;

a. Faktor psikologis eksistensial

Kesepian ini disebabkan oleh kenyataan adanya keterbatasan keberadaan manusia yang disebabkan oleh terpisahnya seseorang dengan orang lain sehingga tidaklah mungkin baginya untuk berbagi perasaan dan pengalaman dengan orang lain. Dia akan mengambil keputusan sendiri dan sering menghadapi ketidakpastian.

b. Pengalaman traumatis orang – orang terdekat

Hilangnya seseorang yang sangat dekat dengan individu secara tiba – tiba tanpa bisa dihindari seringkali dianggap sebagai penyebab kesepian. Derajat kesepian akan menjadi rendah bila individu sering mengalami kehilangan orang terdekat sehingga ia dapat mentoleransi perasaan kesepian itu. Selain itu derajat kesepian juga rendah bila individu yang memulai untuk menghilang atau menghindar dari orang – orang terdekatnya.

c. Tidak ada dukungan dari lingkungan.

Kesepian dialami oleh mereka yang tidak sesuai dengan lingkungannya. Hal ini menyebabkan mereka kurang mendapat dukungan dari lingkungannya.


(43)

Sebagai contoh : Pasangan muda yang memiliki anak di luar pernikahan akan di singkirkan oleh keluarganya. Kondisi seperti ini disebabkan karena dirinya tidak sesuai dengan norma-norma di lingkungan sehingga ia menerima penolakan dari lingkungannya.

d. Adanya krisis dalam diri seseorang dan kegagalan.

Bila seseorang merasa harga dirinya terganggu, hal ini akan menghilangkan semangatnya dan merasa kosong serta menghindar untuk mengadakan hubungan dengan lingkungannya.

e. Kurangnya rasa percaya diri

Individu merasa bahwa dirinya tidak lebih baik dari orang lain sehingga menyebabkan timbul dalam dirinya perasaan kesepian karena adanya perasaan bahwa orang lain tidak ingin berteman atau berhubungan dengan dirinya.

f. Kepribadian yang tidak sesuai dengan lingkungan

Orang-orang yang menjengkelkan seperti pemarah, terlalu patuh dan tidak mempunyai kemampuan bersosialisasi akan dihindari dari lingkungannya sehingga mereka akan mengalami kesepian.


(44)

g. Ketakutan untuk menanggung resiko

Individu ini takut terlalu dekat dengan orang lain, bercerita banyak, sehingga mereka yang kesepian akan melihat kedekatan sosial sebagai sesuatu yang berbahaya dan penuh resiko.

Selain faktor-faktor diatas berkembangnya perilaku asertif dipengaruhi pula oleh faktor-faktor yang dialami individu dalam lingkungan dan sepanjang hidupnya Tingkah laku ini diduga berkembang sejak anak melakukan

interaksi dengan orang tua dan orang-orang dewasa lain di sekitarnya. (Iriani, 2009)

2. Faktor sosiologis a. Takut dikenal orang

Individu merasa takut dikenal oleh orang lain, sehingga hal tersebut

menghilangkan kesempatannya untuk berhubungan dekat dengan orang lain.

b. Nilai-nilai yang berlaku pada lingkungan sosial.

Nilai-nilai yang dianut masyarakat seperti privacy, kesuksesan dapat menyebabkan seseorang merasa kesepian karena ia merasa terikat oleh nilai-nilai tersebut.


(45)

c. Kehidupan di luar rumah

Rutinitas di rumah seperti adanya jam makan, keributan di rumah dan kebiasan lainnya juga akan menyebabkan seseorang merasa kesepian karena kejenuhan.

d. Perubahan pola-pola dalam keluarga

Kehadiran orang lain dalam keluarga akan menyebabkan terganggunya hubungan dengan anggota keluarga lain.

e. Pindah tempat

Seringnya pindah dari satu tempat ke tempat yang lain menyebabkan seseorang tidak dapat menjalin hubungan yang akrab dengan orang lain.

f. Terlalu besarnya organisasi

Terlalu banyak orang di sekeliling individu akan menambah perasaan

terisolasi. Hal ini akan membuat individu sulit untuk mengenal satu sama lain.

g. Desain arsitektur bangunan

Bentuk bangunan yang canggih juga berpengaruh terhadap interaksi sosial. Hal ini mengingat bangunan-bangunan dapat menyebabkan masyarakat menjadi individualistis di mana interaksi sosial menjadi terbatas


(46)

2.2.5. Pengukuran Kesepian

Pengertian kesepian itu terjadi karena pengalaman yang terjadi pada situasi orang itu sendiri seperti hal yang tidak menyenangkan dan tidak dapat

diterima dan tidak memiliki jumlah dan banyak kualitas hubungan yang pasti. Weiss (dalam Peplau dan Perlman, 1982) menganalisis dan membuat

pengukuran terhadap kehidupan manusia tentang orang-orang yang kesepian dan membaginya kedalam 3 komponen, yaitu :

1. Emotional Characteristics

Perasaan seseorang yang berkenaan dengan pergaulannya, yaitu apakah seseorang merasa bahagia, puas ataukah rindu atas kehadiran

seseorang.

2. Type of Deprivation

Perasaan seseorang mengenai jumlah pergaulan yang dimilikinya, yaitu apakah seseorang merasa cukup atau kurang tentang jumlah sahabat atau teman yang dimilikinya.

3. Time Perspective

Perasaan seseorang mengenai kedalaman pergaulannya, yaitu apakah seseorang merasa pergaulannya bersifat akrab, intim ataukan bersifat dangkal dan tak bermakna


(47)

2.3. Masa Dewasa Awal

Saat dimana seseorang mengalami berbagai perubahan-perubahan fisik dan psikologi bersamaan dengan munculnya masalah-masalah penyesuaian diri, tekanan-tekanan dan harapan-harapan sosial serta tanggung jawab sosial yang timbul akibat perubahan tersebut, saat itulah dikatakan oleh banyak ahli bahwa seseorang berada pada masa dewasa. Salah satu sikap tahap awal dalam proses perkembangan kehidupan manusia khususnya kehidupan masa dewasa adalah dewasa awal.

2.3.1. Definisi Dewasa Awal

Hurlock (1991) mengatakan bahwa dewasa awal dimulai pada umur 18 tahun sampai kira-kira umur 40 tahun, saat perubahan-perubahan fisik dan

psikologis yang menyertai berkurangnya kemampuan reproduktif.

Perkembangan sosial masa dewasa awal adalah puncak dari perkembangan sosial masa dewasa. Masa dewasa awal adalah masa beralihnya padangan egosentris menjadi sikap yang empati. Pada masa ini, penentuan relasi sangat memegang peranan penting. Menurut Havighurst (dalam Monks, Knoers & Haditono, 2001) tugas perkembangan dewasa awal adalah menikah atau membangun suatu keluarga, mengelola rumah tangga, mendidik atau mengasuh anak, memikul tangung jawab sebagai warga


(48)

negara, membuat hubungan dengan suatu kelompok sosial tertentu, dan melakukan suatu pekerjaan. Dewasa awal merupakan masa permulaan dimana seseorang mulai menjalin hubungan secara intim dengan lawan jenisnya. Hurlock dalam hal ini telah mengemukakan beberapa karakteristik dewasa awal dan pada salah satu intinya dikatakan bahwa dewasa awal merupakan suatu masa penyesuaian diri dengan cara hidup baru dan memanfaatkan kebebasan yang diperolehnya. (Al-Magassary, 2010)

1.3.2 Karakteristik Dewasa Awal

Menurut para ahli orang yang dapat dikatakan bahwa dewasa awal adalah seseorang yang telah memasuki usia 18 sampai kira-kira 40 tahun. Tetapi seorang anak belum belum resmi dianggap dewasa secara syah jika belum berusia 21 tahun (Hurlock, 1991)

Dewasa awal adalah masa kematangan fisik dan psikologis. Menurut Anderson (dalam Mappiare, 1983) terdapat 7 ciri kematangan psikologi. Ringkasnya sebagai berikut:

a. Berorientasi pada tugas, bukan pada diri atau ego; minat orang matang berorientasi pada tugas-tugas yang dikerjakannya,dan tidak condong pada perasaan-perasaan diri sendri atau untuk kepentingan pribadi.


(49)

b. Tujuan-tujuan yang jelas dan kebiasaan-kebiasaan kerja yang efesien; seseorang yang matang melihat tujuan-tujuan yang ingin dicapainya secara jelas dan tujuan-tujuan itu dapat didefenisikannya secara cermat dan tahu mana pantas dan tidak serta bekerja secara terbimbing menuju arahnya.

c. Mengendalikan perasaan pribadi; seseorang yang matang dapat menyetir perasaan-perasaan sendiri dan tidak dikuasai oleh perasaan-perasaannya dalam mengerjakan sesuatu atau berhadapan dengan orang lain. Dia tidak mementingkan dirinya sendiri, tetapi mempertimbangkan pula perasaan-perasaan orang lain.

d. Keobjektifan; orang matang memiliki sikap objektif yaitu berusaha mencapai keputusan dalam keadaan yang bersesuaian dengan kenyataan.

e. Menerima kritik dan saran; orang matang memiliki kemauan yang realistis, paham bahwa dirinya tidak selalu benar, sehingga terbuka terhadap kritik-kritik dan saran-saran orang lain demi peningkatan dirinya.

f. Pertanggungjawaban terhadap usaha-usaha pribadi; orang yang matang mau memberi kesempatan pada orang lain membantu usahan-usahanya untuk mencapai tujuan. Secara realistis diakuinya bahwa beberapa hal


(50)

tentang usahanya tidak selalu dapat dinilainya secara sungguh-sunguh, sehingga untuk itu dia bantuan orang lain, tetapi tetap dia brtanggungjawab secara pribadi terhadap usaha-usahanya.

g. Penyesuaian yang realistis terhadap situasi-situasi baru; orang matang memiliki cirri fleksibel dan dapat menempatkan diri dengan kenyataan-kenyataan yang dihadapinya dengan situasi-situasi baru.

1.4 Kerangka

Berpikir

Masa dewasa awal merupakan periode penyesuaian terhadap pola-pola kehidupan dan harapan sosial yang baru (Hurlock, 1994), Banyak

permasalahan yang harus dihadapi orang dewasa awal di antaranya

menyelesaikan kuliah, mencari pekerjaan, berprestasi dalam karir, mencari pasangan hidup, permasalahan dengan orang tua dan permasalahan lainnya. Sedangkan status “dewasa awal” sesuai dengan harapan masyarakat, sudah tidak lagi tergantung kepada orang tua sehingga banyak masalah yang harus diselesaikan sendiri. Akibat kesibukan mereka kesempatan untuk bergaul secara lebih dalam dan akrab seperti masih remaja dan bersekolah menjadi terbatas dan mereka mengalami apa yang dikatakan Erickson yaitu “krisis keterasingan”, ditandai dengan seringya pria dan wanita dewasa awal merasa kesepian.


(51)

Padahal mengadakan kontak, menjalin hubungan bergaul secara akrab dan memuaskan dengan orang lain merupakan kebutuhan yang juga harus terpenuhi karena sama pentingnya dengan kebutuhan orang terhadap makanan. Seperti telah dijelaskan oleh Sullivan (Dewi, 2000), bahwa :

Perasaan bahagia dan aman tergantung dari adanya jalinan komunikasi yang akrab dengan orang lain dimana ia merasa diterima”

Artinya seseorang akan merasa bahagia dan aman apabila dapat menjalin hubungan yang akrab dengan orang lain dan saling berkomunikasi secara jujur serta terbuka sehingga ada perasaan diterima oleh orang lain. Perasaan diterima dapat menghilangkan perasaan kesepian dan perasaan dijauhi dari orang lain. Karena pada dasarnya manusia adalah makhluk sosial yang membutuhkan orang lain dalam kehidupan mereka. Untuk mengembangkan hubungan yang hangat dan diterima oleh orang lain, seseorang perlu

memberikan perhatian, bersikap terbuka mengungkapkan kelebihan dan kekurangan dirinya kepada orang lain secara wajar. Selain itu seseorang perlu mengungkapkan perasaan, gagasan dan tindakan jujur tanpa merasa cemas atau takut.

Dengan kata lain orang dewasa awal harus memiliki kecenderungan asertif yang baik agar dapat menyesuaikan diri serta dapat membangun hubungan


(52)

sosial dengan baik dan mencapai tujuan hidup mereka secara wajar, sehingga perasaan kesepian dapat teratasi

Berdasarkan pernyataan di atas perlunya orang dewasa harus mampu membangun hubungan sosial dengan baik, salah satunya adalah dengan berperilaku asertif. Hal ini selaras dengan apa yang dikatakan J.F Calhoun (1995 ), bahwa melalui kontak dan bersikap dalam pergaulan individu dapat mencegah diri dari kesepian.

Berdasarkan pemahaman di atas, dapat diduga bahwa ada kecendrungan hubungan antara Kesepian dengan kecenderungan asertif pada masa dewasa awal di Cipondoh Indah Tangerang. Hal ini disebabkan karena mereka memerlukan pergaulan yang akrab dengan orang lain. Seseorang membutuhkan orang lain untuk mencurahkan hati berkeluh kesah dan meminta tolong dalam kesulitan. Hal tersebut sesuai dengan apa yang dikatakan oleh Weiss (dalam Peplau dan Perlman, 1982) bahwa Kesepian tidak terjadi begitu saja tetapi terjadi disebabkan tidak adanya hubungan antar manusia atau hubungan tertentu. Adanya kesepian menjadi jawaban dari tidak adanya beberapa bentuk hubungan persahabatan yang istimewa atau hubungan yang lebih baik, lebih lengkapnya jawaban dari tidak terpenuhinya semua syarat untuk menjalin hubungan yang istimewa (Akrab)


(53)

Selain itu ternyata bahwa kehidupan di Cipondoh Indah Tangerang banyak yang merasakan kesepian karena mereka tak acuh, mereka kurang peduli dengan orang lain karena kesibukannnya dalam berkarir dan mengejar prestasi dibandingkan memberikan waktunya untuk sekedar mengobrol dengan orang lain. Hal ini selaras dengan pendapat Dewi (2000), bahwa persaingan dalam berkarir dan persaingan di bidang pendidikan

menyebabkan seseorang sibuk memikirkan dirinya, kurang banyak waktu bergaul sehingga tidak dapat menjalin hubungan yang akrab dengan orang lain yang jika berlangsung secara terus menerus dapat menyebabkan seseorang kesepian.

Selain daripada itu banyak sekali hal-hal yang mempengaruhi kesepian salah satunya yaitu meninggalnya seseorang yang kita kasihi dan sayangi. Hal-hal yang dapat mencetuskan timbulnya perasaan kesepian tersebut karena di luar kendali dan mau tidak mau seseorang harus mengalaminya. Dengan demikian yang menjadi persoalan bukanlah bagaimana menghilangkan faktor tersebut melainkan agar bagaimana segera bangkit dari kesepian. Kesepian disertai pula oleh efek negatif termasuk perasaan depresi, kecemasan, ketidakbahagiaan, dan ketidak puasan yang diasosiasikan dengan

pesimisme. Individu yang kesepian dipersepsikan sebagai orang yang tidak bisa menyesuaikan diri dengan orang – orang yang mengenal mereka (Baron & Byrne, 2005)


(54)

Sehingga kecenderungan asertif perlu di lakukan dengan baik seperti dalam hubungan sosial dimana harus ditampakkan melalui kepedulian dan ekspresi diri terhadap lingkungan dan hubungan sosial yang telah tercipta. Selain itu permasalahan seperti meninggalnya seseorang yang kita sayangi yang menyebabkan perasaan kesepian muncul oleh orang dewasa awal yang asertif karena mereka mampu mengendalikan perasaan-perasaan yang tidak di inginkan dan akan bangkit dari perasaan sedih sehingga masalah kesepian dapat teratasi. (Radikun, 1989)


(55)

Gambar 2.1 Bagan Kerangka Berpikir

Kesepian

- Emotional Characteristic

- Type of Deprivation - Time Perspective

Mampu Keluar dari Kesepian

Tidak Mampu Keluar dari Kesepian

Kecenderungan Asertif Tinggi

Kecenderungan Asertif Rendah

- Identify Problem

- Inner Dialogue - Situational Analysis

- Generate Possible Solutions - Evaluate Solutions


(56)

1.5 Hipotesis

Dalam Penelitian Berjudul “Hubungan Kesepian Dengan Kecenderungan Asertif Pada Masa Dewasa Awal di Cipondoh Indah penulis merumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut:

:

Ha ada hubungan signifikan antara Kesepian dengan Kecenderungan asertif pada masa dewasa awal.

H0 tidak ada hubungan signifikan antara antara Kesepian dengan Kecenderungan asertif pada masa dewasa awal.


(57)

BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Pendekatan Dan Metode Penelitian

3.1.1 Pendekatan penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif. Menurut Azwar (2003), penelitian dengan pendekatan kuantitatif menekankan analisisnya pada data-data numerikal atau angka yang diolah dengan metode statistika. Pada dasarnya, pendekatan kuantitatif dilakukan pada penelitian inferensial (dalam rangka pengujian hipotesis) dan menyadarkan kesimpulannya pada suatu probabilitas kesalahan penolakan nihil. Dengan pendekatan kuantitatif akan diperoleh signifikansi perbedaan kelompok atau signifikansi hubungan antar variabel yang diteliti.

3.1.2 Metode Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian korelasional, yaitu penelitian untuk melihat hubungan antar dua atau lebih variabel, tanpa mencoba untuk merubah atau mengadakan perlakuan terhadap variabel-variabel tersebut.


(58)

Sevilla (2006), mengemukakan bahwa penelitian korelasional adalah penelitian yang dirancang untuk menentukan tingkat hubungan variabel-variabel yang berbeda dalam suatu populasi. Studi korelasional

memungkinkan peneliti untuk memperoleh informasi mengenai taraf hubungan yang terjadi, bukan hanya mengenai ada tidaknya efek variabel satu terhadap variabel yang lain.

3.2. Definisi Kopseptual dan Operasional Variabel 3.2.1. Definisi Konseptual

Variabel adalah suatu karakteristik yang memiliki dua atau lebih nilai atau sifat yang berdiri sendiri-sendiri. Kerlinger (dalam Sevilla, 2006) menyebutkan bahwa variabel sebagai konstruk atau sifat yang diteliti. Dalam penelitian ini terdapat 2 jenis variabel, yaitu :

a. Variabel bebas (independent variable/IV) adalah Kesepian.

Kesepian adalah merupakan suatu reaksi dari ketiadaan jenis-jenis tertentu dari hubungan. Pendekatan ini menitikberatkan pada faktor keakraban. (Weiss dalam Peplau dan Perlman, 1982)

b. Variabel terikat (dependent variable/DV) adalah Kecenderungan Asertif. Asertif adalah orang yang mengekspresikan perasaan dengan sungguh-sungguh, menyatakan tentang kebenaran. Mereka tidak menghina,


(59)

mengancam ataupun meremehkan orang lain. (Rathus dalam Fensterheim dan Buer, 1980)

3.2.2. Definisi Operasional Variabel

1. Definis Operasional Kesepian

Kesepian adalah skor yang diperoleh dari jawaban responden terhadap instrumen yang di ukur melalui Emotional Characteristic, Type of Deprivation, Time Perspective. Indikatornya yaitu Perasaan yang berkenaan dengan pergaulan, jumlah pergaulan, dan kedalaman pergaulan.

2. Definisi Operasional Kecenderungan Asertif

Perilaku Asertif adalah skor yang diperoleh dari jawaban responden terhadap instrumen yang di ukur melalui Identify Problem, Inner Dialogue, Situational Analysis, Generate Possible Solutions, Evaluate Solutions, Action Planning.

3.3 PENGAMBILAN

SAMPEL

3.3.1 POPULASI DAN SAMPEL

Populasi adalah keseluruhan subjek, dalam penelitian ini populasi yang dimaksud oleh penulis yaitu orang-orang dewasa awal yang berada di Cipondoh Indah Tangerang dengan jumlah 348 orang.


(60)

Menurut Ferguson (1976, dalam Sevilla et al., 1993), sampel adalah beberapa bagian kecil atau cuplikan yang ditarik dari populasi. Gay (1976, dalam Sevilla et al., 1993) memberikan batas minimum responden, dalam penelitian korelasi batas minimum responden berjumlah 30 orang.

Sedangkan menurut Arikunto (1997), jumlah sampel minimal yang dapat diambil adalah 10-15% dari jumlah populasi.

Sampel dalam penelitian ini mengambil sebanyak 70 orang. Penetapan jumlah sampel tersebut disesuaikan dengan kemampuan penulis

berdasarkan pertimbangan keterbatasan waktu, tenaga dan dana.

3.3.2 Teknik Pengambilan Sampel

Dalam penelitian ini, metode pengambilan sampel yang digunakan adalah probability sampling dengan teknik simpel random sampling. Pada metode probability sampling, sampel mendapatkan kesempatan yang sama untuk ditetapkan sebagai anggota sampel. Serta menggunakan teknik pengambilan sampel melalui undian. Fox (1969; Sevila, et al. 1993) menyebutnya sebagai teknik fishbowl yaitu menetapkan nomor pada anggota populasi kemudian nomor anggota ditulis dalam kertas-kertas kecil, setelah kertas digulung dan diletakkan kedalam wadah gulungan kertas diambil sebanyak jumlah sampel yang diperlukan.


(61)

3.4 Pengumpulan

Data

3.4.1 Metode dan Instrumen Penelitian

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah self report dalam bentuk kuesioner atau angket. Menurut Arikunto (2006), kuesioner adalah sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari responden dalam arti laporan tentang pribadinya, atau hal-hal yang ia ketahui.

Untuk memperoleh data dalam penelitian ini penulis menggunakan alat pengumpulan data dengan dua skala, yaitu:

a. Skala Kesepian

Dalam penyusunan angket tentang kesepian, penulis menggunakan teori yang dikemukakan oleh Weiss (1973). sebaran item tersebut dapat dilihat pada tabel berikut :


(62)

Tabel 3.1

Blue print skala kesepian

Nomor Item No Aspek Indikator

Favorable Unfavorable

Jumlah

1 Emotional Characteristic

ƒ Perasaan yang

berkenaan dengan pergaulan

1,2,3,4,5,6 7,8,9,10,11, 12, 13, 14

14

2 Type of Deprivation

ƒ Jumlah pergaulan

15,16,19, 20, 22, 23, 24

17,18,21 10

3 Time

Perspective

ƒ Kedalaman pergaulan

25, 26, 27, 28, 29, 30,31, 33,34

32 10

TOTAL 22 12 34

b. Skala Kecenderungan asertif

Dalam penyusunan angket tentang Kecenderungan Asertif , penulis

menggunakan teori yang dikemukakan oleh Gambrill, E. & Richey, C. (1975). sebaran item tersebut dapat dilihat pada tabel berikut :


(63)

Tabel 3.2

Blue print skala Kecenderungan Perilaku Asertif

Nomor Item

No Aspek Indikator

Favorable Unfavorable

Jumlah

1 Identify Problem

Perasaan senang 2,16,22,28, 37

23,25,33,39, 40

10

2 Inner Dialogue Perasaan

percaya terhadap sesuatu

7 1

3. Situational Analysis

Menolak Permintaan

1,6,10,11,

27,31,32,

34 3,9,17,18,20, 29,36 15 4 Generate Possible Solutions Mengungkapkan pendapat, Pengekspresian perasaan Melakukan kritik 8,12,14,15, 19,26,30, 35 8 5 Evaluate Solutions

Menjaga Emosi 4,5,21 3

6. Action Planning Mengakhiri Diskusi

13,38 24 3

TOTAL 27 13 40

Skala yang digunakan adalah skala model Likert. Item-item pada skala model Likert disusun berdasarkan keharusan bahwa semua item di dalamnya mengukur aspek yang sama. Dalam skala ini subyek diharuskan memilih


(64)

jawaban yang paling menggambarkan dirinya sendiri, bukan pendapat orang lain. Skala ini mengukur derajat persetujuan dan ketidaksetujuan yang menggambarkan kadar sikap positif dan negatif subyek terhadap objek sikap. Dalam skala model Likert ini, skor akhir subyek merupakan skor total dari jawaban pada setiap pertanyaan.

Biasanya ada lima alternatif jawaban untuk subyek, yaitu Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Ragu-ragu (R), Tidak Setuju (TS), Sangat Tidak Setuju (STS). Namun, kelemahan skala ini adalah sulit untuk menginterpretasikan jawaban pada kategori ragu-ragu serta menghindari social desirability. Untuk menanggulangi masalah tersebut, maka dalam penelitian ini alternatif jawaban ragu-ragu dihilangkan. Sehingga dalam penelitian ini hanya terdapat empat kategori jawaban yang dibagi menjadi dua kategori, yaitu setuju dan tidak setuju.

Tabel 3.3

Bobot Skor Pernyataan

Skala Favorable Unfavorable

Sangat Setuju (SS) 4 1

Setuju (S) 3 2

Tidak Setuju (TS) 2 3


(65)

Selanjutnya skor subjek pada setiap pernyataan dijumlahkan dan nilai totalnya menjadi skor untuk setiap subjek.

.3.5. Tehnik Uji Instrumen Penelitian

1. Uji Validitas Instrumen

Menurut Sevilla, (2006), validitas adalah derajat ketepatan suatu alat ukur tentang pokok isi atau arti sebenarnya suatu instrumen yang ingin diukur. Suatu instrumen yang valid atau sahih mempunyai validitas tinggi, instrumen yang kurang valid berarti memiliki validitas rendah. Dengan kata lain, apakah alat tersebut dapat mengukur apa yang hendak diukur. Tinggi rendahnya validitas instrumen menunjukkan sejauh mana data yang terkumpul tidak menyimpang dari gambaran tentang validitas yang dimaksud. Validitas skala dilakukan dengan mengkorelasikan antar skor masing-masing item dengan skor total. Rumus yang digunakan adalah teknik analisis korelasi product moment dari Pearson. Untuk perhitungannya peneliti menggunakan rumus Korelasi Product Moment sebagai berikut

rxy= ΣXY – (ΣX)(ΣY)/n


(66)

Keterangan :

rxy = Angka indeks koefisien korelasi

ΣXY = Jumlah hasil perkalian antara skor X dan Y

ΣX = Jumlah seluruh skor X

ΣY = Jumlah seluruh skor Y

n = Jumlah subjek

Uji coba terhadap 34 item dari instrumen Kesepian menghasilkan 27 item yang valid. Seluruh item valid digunakan sebagai alat ukur penelitian. Nilai validitas untuk skala kesepian diperoleh sebesar 0.2384 sampai dengan 0.5351

Sedangkan untuk Kecenderungan asertif Uji coba terhadap 40 item dari instrumen menghasilkan 31 item yang valid. Seluruh item valid digunakan sebagai alat ukur penelitian. Nilai validitas untuk skala kecenderungan asertif diperoleh sebesar 0.2521 sampai dengan 0.5499

2. Uji Reliabilitas Instrumen

Reliabilitas adalah indeks yang menunjukan sejauh mana alat ukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Pengukuran yang memiliki reliabilitas tinggi disebut sebagai pengukuran yang reliabel.


(67)

Dalam penelitian ini uji reliabilitas dilakukan dengan menggunakan formulasi koefisien Alpha Cronbach dengan menggunakan pendekatan konsistensi internal, dimana dalam prosedurnya hanya memerlukan satu kali

penggunaan tes tunggal (Azwar, 2003).

Sevilla, et.al., (1993) mengatakan bahwa reliabilitas adalah konsistensi atau kepercayaan hasil ukur, yang mengandung makna kecermatan pengukuran, atau dengan kata lain menunjukkan sejauh mana suatu alat ukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Uji reliabilitas skala dilakukan dengan menggunakan rumus Alpha Cronbach adalah sebagai berikut :

Keterangan :

α = Koefisisen reliabilitas Sx2 = Varians skor tes

S22 = Varians skor belahan dua S12 = Varians skor belahan satu


(68)

Tabel 3.4

Kategori Reliabilitas

Nilai Status

> 0,90 0,70 – 0,90 0,40 – 0,70 0,20 – 0,40

<0,20

Sangat reliabel Reliabel Cukup reliabel Kurang reliabel

Tidak reliabel

Perhitungan reliabilitas dengan menggunakan program komputer SPSS versi 11.5 for windows. Uji reliabilitas pada skala Kesepian dan Kecenderungan Asertif dilakukan dengan menggunakan Alpha Cronbach. Dari uji reliabilitas

Kesepian , diperoleh koefisien sebesar 0,852. Sedangkan dari uji reliabilitas skala Kecenderungan Asertif, diperoleh koefisien sebesar 0,857. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa instrumen penelitian ini reliabel untuk digunakan, sesuai dengan kaidah Guilford dan pendapat Azwar (2005) bahwa koefisien reliabilitas dikatakan reliabel adalah yang mendekati 1,00.

3.6. Teknik Analisis Data

Analisis data diarahkan untuk menguji hipotesis yang diajukan. Untuk pengujian hipotesis yang menyatakan ada atau tidaknya hubungan antara Kesepian dengan kecenderungan asertif pada masa dewasa awal yaitu


(69)

dengan menggunakan Korelasi Product Moment Pearson, jika hasil data menunjukkan salah satu atau kedua variabelnya bersifat normal atau homogen. Adapun rumus korelasi product moment Pearson adalah :

Keterangan :

rxy = Korelasi antara skor subjek pada item dan skor total subjek

∑xy = Jumlah hasil perkalian antara skor x dan y ∑y = Jumlah seluruh skor total

∑x = Jumlah skor item

Namun jika hasil data menunjukkan bahwa salah satu atau kedua variabel bersifat tidak normal atau tidak homogen, maka untuk pengujian hipotesis yang menyatakan ada atau tidaknya hubungan antara Kesepian dengan kecenderungan asertif pada masa dewasa awal yaitu dengan menggunakan Uji Korelasi Spearman. Adapun rumus Uji Korelasi Spearman adalah :

Keterangan :


(70)

n = Jumlah kelompok 1 dan 6 = Bilangan konstan

3.7. Prosedur Penelitian 3.7.1. Tahap Persiapan

Pada tahap ini dilakukan penentuan variabel penelitian, perumusan masalah, dan pelaksanaan studi pustaka untuk mendapatkan gambaran dan landasan teori yang tepat mengenai variabel penelitian. Selanjutnya dilakukan

penyusunan instrumen penelitian dan dilakukan uji coba instrumen (try out) untuk menghasilkan instrumen yang valid dan reliabel.

3.7.2. Tahap Pelaksanaan Penelitian

Pada tahap ini peneliti mulai melakukan penelitian dengan menyebarkan instrumen kepada sampel yang telah ditentukan. Data yang diperoleh kemudian dianalisis dan diolah sehingga menghasilkan sebuah kesimpulan yang disusun dalam laporan penelitian.


(71)

BAB IV

HASIL PENELITIAN

Dalam bab ini dijelaskan mengenai tentang gambaran umum responden, kategorisasi, dan hasil uji hipotesis.

4.1 Gambaran Umum Responden

Berikut ini akan diuraikan gambaran umum responden penelitian berdasarkan jenis kelamin, usia, dan Status Pekerjaan

4.1.1 Gambaran Umum Berdasarkan Jenis Kelamin

Berdasarkan jenis kelamin, responden penelitian yang berjumlah 70 orang dapat digambarkan sebagai berikut :

Tabel 4.1

Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

Jenis Kelamin Frekuensi Persentase (%)

Laki-laki 55 Orang 78,57 %

Perempuan 15 Orang 21, 43%

Total 70 100%

Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa responden dalam penelitian ini 55 orang (78,57%) berjenis kelamin laki-laki, dan sisanya 15 orang (21,43%)


(72)

berjenis kelamin perempuan.

4.1.2 Gambaran Umum Berdasarkan Usia

Berdasarkan usia, responden penelitian yang berjumlah 70 orang dapat digambarkan sebagai berikut :

Tabel 4.2

Distribusi Responden Berdasarkan Usia

Usia Frekuensi Persentase (%)

21 – 25 Tahun 10 orang 14,29%

26 – 30 Tahun 10 orang 14,29%

31 – 35 Tahun 40 orang 57,14%

36 – 40 Tahun 10 orang 14.29%

Total 70 100%

Tabel di atas memperlihatkan bahwa responden terbagi ke dalam empat rentang usia. Rentang usia yang pertama adalah 21 – 25 tahun yang

berjumlah 10 orang (14,29%), 10 orang (14,29%) berada pada rentang usia kedua yaitu 26 – 30 tahun, 40 orang (57,14%) berada pada rentang usia ketiga yaitu 31 – 35 tahun dan sisanya yaitu 10 orang (14.29%) berada pada rentang usia keempat yaitu 36 – 40 tahun.


(73)

4.1.3 Gambaran Umum Berdasarkan Status Pekerjaan

Berdasarkan Status Pekerjaan, responden penelitian yang berjumlah 70 orang dapat digambarkan sebagai berikut :

Tabel 4.3

Distribusi Responden Berdasarkan Status Pekerjaan

Status Pekerjaan Frekuensi Persentase (%)

Bekerja 50 orang 71,43%

Tidak Bekerja 5 orang 7,14%

Kuliah 10 orang 14,29%

Bekerja dan Kuliah 5 orang 7.14%

Total 70 100%

Berdasarkan tabel di atas, diketahui bahwa sebanyak 50 orang (71,43%) responden bekerja, sebanyak 5 orang (7,14%) tidak bekerja, sebanyak 10 orang (14,29%) masih kuliah, dan sisanya sebanyak 5 orang (7.14%) bekerja dan kuliah.


(74)

4.2 Kategorisasi

4.2.1 Kategorisasi Responden Skala Kesepian Tabel 4.4

Distribusi Skor Skala Kesepian

Statistic Std. Error

Kesepian Mean 76.21 .88766

Std. Deviation 7.43

Minimum 61.00

Maximum 93.00

Untuk mengetahui kategorisasi tingkat kesepian pada dewasa awal di Cipondoh Indah Tangerang maka dapat dilihat pada tabel dibawah ini :

Tabel 4.5

Klasifikasi Skor Skala Kesepian

Kategori Nilai Angka Frekuensi %

Tinggi X > M + 1SD > 84 12 17%

Sedang M - 1SD > X > M + 1SD 70 83 49 70%

Rendah M - 1SD < X < M + 1SD < 69 9 13%

Jumlah 70 100%

Sesuai dengan tabel kategori Kesepian diatas, maka data yang diperoleh berdasarkan sampel yang diambil yaitu responden yang mendapatkan jumlah skor dibawah 69 termasuk dalam tingkat kesepian rendah berjumlah 9 orang dengan presentase 13%. Dan responden dengan tingkat kesepian sedang berada pada interval skor antara 70 – 83 berjumlah 49 orang dengan


(75)

presentase 70%. Sedangkan responden yang mempunyai tingkat kesepian tinggi mempunyai skor diatas 84 berjumlah 12 orang dengan presentase 17%.

4.2.2 Kategorisasi Responden Skala Kecenderungan Asertif Tabel 4.6

Distribusi Skor Skala Kecenderungan Asertif

Statistic Std. Error

Kecenderungan

Asertif Mean 98.61 .70028

Std. Deviation 5.86

Minimum 83.00

Maximum 114.00

Untuk mengetahui tingkat kecenderungan perilaku asertif pada dewasa awal di Cipondoh Indah Tangerang maka dapat dilihat pada tabel dibawah ini :

Tabel 4.7

Klasifikasi Skor Skala Kecenderungan asertif

Kategori Nilai Angka Frekuensi %

Tinggi X > M + 1SD > 104 10 14%

Sedang M - 1SD > X > M + 1SD 94 103 51 73%

Rendah M - 1SD < X < M + 1SD < 93 9 13%

Jumlah 70 100%

Sesuai dengan tabel kategori Kecenderungan perilaku asertif diatas, maka data yang diperoleh berdasarkan sampel yang diambil yaitu responden yang mendapatkan jumlah skor dibawah 93 termasuk dalam tingkat


(76)

Kecenderungan perilaku asertif rendah berjumlah 9 orang dengan

presentase 13%. Dan responden dengan tingkat Kecenderungan perilaku asertif sedang berada pada interval skor antara 94 – 103 berjumlah 51 orang dengan presentase 73%. Sedangkan responden yang mempunyai tingkat kesepian tinggi mempunyai skor diatas 104 berjumlah 10 orang dengan presentase 14%.

4.3 Hasil Uji Hipotesis

Pengujian hipotesis dilakukan dengan menggunakan rumus korelasi product moment dari Pearson, yaitu dengan mengkorelasikan skor variabel

Kesepian dengan Kecenderungan perilaku asertif. Rumus korelasi product moment ini digunakan untuk mengetahui kekuatan hubungan antar dua variabel.

Pengambilan keputusan untuk data penelitian ini menggunakan perbandingan probabilitas, jika probabilitas > 0,05, maka H0 diterima. Sedangkan, probabilitas < 0,05, maka H0 ditolak.

Selain menggunakan probabilitas, pengambilan keputusan untuk data

penelitian ini juga menggunakan perbandingan nilai koefisien korelasi (r). Jika pengambilan keputusan menggunakan perbandingan nilai koefisien korelasi (r) maka kesimpulan yang dapat diambil adalah r hitung

>

r tabel = H0 ditolak,


(77)

Ha diterima.

Adapun hipotesis yang dapat diajukan adalah :

H0 = Tidak ada hubungan antara Kesepian dengan Kecenderungan Asertif Ha = Ada hubungan antara Kesepian dengan Kecenderungan Asertif

Berdasarkan hasil uji hipotesa yang menggunakan program SPSS versi 11.5 dengan teknik Korelasi product moment dari Karl Person, diperoleh hasil sebagai berikut :

Tabel 4.8 Uji Korelasi

KESEPIAN ASERTIF

KESEPIAN Pearson

Correlation 1 .059

Sig. (2-tailed) . .630

N 70 70

ASERTIF Pearson

Correlation .059 1

Sig. (2-tailed) .630 .

N 70 70

Berdasarkan tabel di atas, dapat diketahui bahwa nilai korelasi (rhitung) antara kesepian dengan kecenderungan perilaku asertif menunjukkan angka

sebesar 0.059 pada taraf signifikansi (0.630) taraf signifikansi ini lebih besar 0,05 yang berarti bahwa Ho diterima dan Ha ditolak. Sehingga dapat


(78)

kecenderungan perilaku asertif di Cipondoh Indah Tangerang. Hal ini berarti bahwa seseorang yang kesepian belum tentu disebabkan karena kurang asertif


(79)

BAB V

KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil uji hipotesis dengan menggunakan uji korelasi Karl Person menyatakan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara kesepian dengan kecenderungan perilaku asertif.

5.2 Diskusi

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara Kesepian dengan kecenderungan perilaku asertif pada masa dewasa awal di Cipondoh Indah Tangerang. Adapun hasil penelitian menyatakan bahwa tidak terdapat hubungan antara Kesepian dengan kecenderungan perilaku asertif pada masa dewasa awal di Cipondoh Indah Tangerang.

Adapun hasil penelitian ini tidak ada hubungan yang signifikan karena disebabkan ada faktor – faktor lain pada kecenderungan asertif yang lebih dominan selain dari kesepian karena sampel di Cipondoh Indah Tangerang kebanyakan berjenis kelamin laki-laki berjumlah 55 orang dan wanita

berjumlah 15 orang dengan sampel berjumlah 70 berbeda dengan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Dewi dengan judul Hubungan Kesepian


(80)

dengan kecenderungan asertif pada masa dewasa awal di fakultas psikologi semester VII Universitas YAI Jakarta pada tahun 2000 dengan sampel yaitu mahasiswa – mahasiswi Unversitas YAI dengan rentang usia 21 tahun sampai 23 tahun di mana hasil penelitian itu memiliki korelasi yang signifikan dengan jumlah sampel 70 wanita dan 30 laki-laki.

Pernyataan diatas diperkuat dengan teori yang dikemukakan oleh Rathus(dalam Perlman dan Peplau, 1982) bahwa kecenderungan asertif dipengaruhi yaitu Jenis kelamin dimana sejak kanak-kanak, peranan pendidikan laki-laki dan perempuan telah dibedakan di masyarakat. Sejak kecil telah dibiasakan bahwa laki-laki harus tegas dan kompetitif. Masyarakat mengajarkan bahwa asertif kurang sesuai untuk anak perempuan. Oleh karena itu tampak terlihat bahwa perempuan lebih bersikap pasif terutama terhadap hal-hal yang kurang berkenan dihatinya.

Selain itu sampel di Cipondoh Indah Tangerang di dominasi oleh orang yang bekerja di bandingkan dengan sampel pada penelitian yang dilakukan oleh Dewi (2000) yang kebanyakan masih kuliah. Sehingga dapat ditarik

kesimpulan bahwa jenis kelamin yang mempengaruhi perbedaan hasil penelitian yang dilakukan oleh penulis dengan yang dilakukan oleh Dewi (2000) dan perbedaan pada jenis atau status pekerjaan dimana di Cipondoh Indah kebanyakan adalah orang-orang yang bekerja dibandingkan oleh Dewi


(1)

64

dengan kecenderungan asertif pada masa dewasa awal di fakultas psikologi semester VII Universitas YAI Jakarta pada tahun 2000 dengan sampel yaitu mahasiswa – mahasiswi Unversitas YAI dengan rentang usia 21 tahun sampai 23 tahun di mana hasil penelitian itu memiliki korelasi yang signifikan dengan jumlah sampel 70 wanita dan 30 laki-laki.

Pernyataan diatas diperkuat dengan teori yang dikemukakan oleh Rathus(dalam Perlman dan Peplau, 1982) bahwa kecenderungan asertif dipengaruhi yaitu Jenis kelamin dimana sejak kanak-kanak, peranan pendidikan laki-laki dan perempuan telah dibedakan di masyarakat. Sejak kecil telah dibiasakan bahwa laki-laki harus tegas dan kompetitif. Masyarakat mengajarkan bahwa asertif kurang sesuai untuk anak perempuan. Oleh karena itu tampak terlihat bahwa perempuan lebih bersikap pasif terutama terhadap hal-hal yang kurang berkenan dihatinya.

Selain itu sampel di Cipondoh Indah Tangerang di dominasi oleh orang yang bekerja di bandingkan dengan sampel pada penelitian yang dilakukan oleh Dewi (2000) yang kebanyakan masih kuliah. Sehingga dapat ditarik

kesimpulan bahwa jenis kelamin yang mempengaruhi perbedaan hasil penelitian yang dilakukan oleh penulis dengan yang dilakukan oleh Dewi (2000) dan perbedaan pada jenis atau status pekerjaan dimana di Cipondoh Indah kebanyakan adalah orang-orang yang bekerja dibandingkan oleh Dewi


(2)

65

yang kebanyakan adalah orang-orang kuliah.

Penulis menyadari adanya keterbatasan waktu dalam penyebaran kuesioner yang disebabkan karena di lokasi penelitian responden sulit sekali untuk di temui karena kesibukannya masing-masing. Di samping itu hasil dari jawaban yang yang diberikan responden tidak maksimal sehingga menyebabkan hasil penelitian ini menjadi tidak maksimal.

5.3 Saran

5.3.1 Saran Teoritis

Berdasarkan hasil penelitian yang telah diperoleh, ada beberapa saran yang dapat digunakan sebagai pedoman dalam melakukan penelitian berikutnya, antara lain adalah :

1. Peneliti kurang mendapatkan data yang maksimal karena waktu penelitian yang terbatas, untuk itu diharapkan agar para peneliti lain memperhatikan waktu yang diberikan untuk penelitian agar tidak terlalu cepat dan tidak pula terlalu lama.

2. Jika ingin mencari responden diharapkan mendapatkan responden yang serius dan fokus dalam mengerjakan quesioner sehingga data yang diperoleh akan baik dan memuaskan.


(3)

66

3. Peneliti merasakan kurangnya referensi sehingga diharapkan bagi penelitian yang akan di lakukan pada masa berikutnya untuk

memperhatikan jumlah referensi agar data yang diperoleh bisa maksimal.

5.3.2 Saran Praktis

Bagi individu dewasa awal, untuk berperan aktif dalam bergaul dan melakukan hubungan-hubungan yang mendalam dengan melakukan komunikasi tentang gagasan-gagasan atau ide-ide dan mengungkapkan perasaan kepada orang lain secara efektif tanpa merasa cemas serta takut melalui kemauan untuk memulai berbicara dan berperilaku asertif.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Chaplin, C.P. 1995.

Kamus Lengkap Psikologi

. Jakarta : Rajawali Pers.

Burns, David D, M.D. 1988.

Mengapa Kesepian : Program Baru Yang

Telah Diuji Secara Klinis Untuk Mengatasi Kesepian

. Alih Bahasa :

Anton Soetomo. Jakarta : Erlangga.

Baron, Robert A & Byrne, Donn., (2005). Psikologi Sosial. Edisi ke-10. Jilid 2. Alih Bahasa : Ratna Djuwita. Jakarta : Erlangga.

David O. Sears., Freedman, J.L, Peplau, L.A. 1992.

Psikologi Sosial

.

Jilid 1. Alih Bahasa : Adryanto, M., Soekrisno, S.Jakarta : Erlangga.

Hurlock, E.B.1991.

Psikologi Perkembangan : Suatu Pendekatan

Sepanjang Rentang Kehidupan

. (Edisi V). Alih Bahasa : Istiwadayanti.,

Soedjarwo. Jakarta : Erlangga.

Peplau, L.A, Perlman, D.1982.

Loneliness : A Source Book Of Current,

Theory, Research And Therapy

. Jhon Willey & Sons.Inc : Toronto

Walgito, Bimo. 2002.

Psikologi Sosial : Suatu Pengantar

. (Edisi Revisi).

Yogyakarta : Andi

Monks, F.J., Knoers, A.M.P., Haditono, Siti. Rahayu., (2002). Psikologi

Perkembangan : Pengantar Dalam Berbagai Bagiannya. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.

Arikunto, Suharsimi. 1997. Prosedur Penelitian : Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta : Rineka Cipta.

Calhoun, J. F. Acocella, J.R. 1995. Psikologi Tentang Penyesuaian

Hubungan Kemanusiaan. (Edisi III). Alih Bahasa : Satmoko, R.S.

Semarang : IKIP Semarang.

Sevilla, Consuelo G. (1993). Pengantar Metodologi Penelitian. Jakarta : UI Press.


(5)

Azwar, Saifuddin., (2003). Penysunan Skala Psikologi. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Middlebrook, N.P. 1980. Social Psychology And Modern Life. (second edition). Newyork : Alfred A. Knopf

Rakos, Richard, F. 1991. Assertive Behavior. Theory, Research, and Training. London : Routhledge.

Fensterheim, Herbert, Jean Baer. 1980. Jangan bilang ya, bila anda mengatakan tidak. Jakarta : Gunung Jati

SKRIPSI

Hanira, 1997.

Hubungan antara Kesepian Dengan Rasa Percaya

Terhadap Orang Lain Pada Masa Dewasa Awal Yang Tidak Memiliki

Pasangan.

Skripsi : Fakultas Psikologi Universitas Indonesia

Dewi, W.S, 2000.

Hubungan antara Kesepian Dengan Kecenderungan

Berperilaku Asertif Pada Mahasiswa-Mahasiswi Fakultas Psikologi

Semester VII Universitas YAI Jakarta.

Skripsi Universitas YAI Jakarta

Radikun, T.B, (1989). Hubungan antara Kesepian dengan Perilaku

Asertif dan Berpikir Rasional. Skripsi : Fakultas Psikologi Universitas

Indonesia

INTERNET

Iriani, Niken (2009). Perilaku Asertif. Diakses pada 4 Desember 2009. http://rumah-optima.com/optima/index.php?option

Al-Magassary, Ardi.(2010). Perkembangan seputar dewasa awal diakses pada 6 Januari 2010. http://www.psychologymania.co.cc


(6)

2009. http://balancepers.com/kesepian-ditengah-keramaian/

Safitri, Indah (2002). Pengaruh Kesepian dan Kecenderungan Internet Addiction Disorder terhadap Prestasi Belajar Siswa SMAN 1 Taragong. Diakses pada 4 Desember 2009.

http://upi0608528.blog.upi.edu/2009/07/02/pengaruh-kesepian-dan-kecenderungan-internet-addiction-disorder-terhadap-prestasi-belajar-siswa-sman-1-tarogong/

Gambrill, E. & Richey, C, (1975) dalam Assertion Inventory for Use in Assessment & Research. Behavior Therapy, 6. 550-561. diakses pada 4 Desember 2009. http://www.google.co.id/search?