Hubungan antara kesepian dengan kecenderungan kenakalan pada remaja.

(1)

KENAKALAN PADA REMAJA Koleta Yovi Kusterisa

ABSTRAK

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif korelasional yang bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kesepian dengan kecenderungan kenakalan pada remaja. Hipotesis pada penelitian ini adalah ada hubungan antara kesepian dengan kecenderungan kenakalan pada remaja. Kesepian merupakan variabel bebas, dan kecenderungan kenakalan remaja merupakan variabel tergantung. Tekniksamplingyang digunakan adalah simple random sampling. Subjek terdiri dari 193 remaja sekolah swasta di Kota Yogyakarta yang berusia 15 sampai 18 tahun. Pengambilan

data dilakukan dengan pengisian skala kesepian (α=0,83) dan skala kecenderungan kenakalan remaja (α=0,93). Skala kesepian berjumlah 29 item yang terdiri dari item favorable dan

unfavorable. Sedangkan, skala kecenderungan kenakalan remaja berjumlah 31 item yang terdiri dari itemfavorable. Data dalam penelitian ini dianalisis dengan menggunakan korelasiSpearman Rho. Hasil analisis menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara kesepian dengan kecenderungan kenakalan pada remaja (r=0,174, p=0,15). Dengan demikian, hipotesis dalam penelitian ini ditolak. Peneliti menyimpulkan bahwa terdapat faktor-faktor lain yang mempengaruhi hasil dari penelitian ini.


(2)

JUVENILE DELINQUENCY Koleta Yovi Kusterisa

ABSTRACT

This research was a correlational quantitative study that aims to examine the correlation between loneliness and tendency of juvenile delinquency. The hypothesis of this research was the correlation between loneliness and juvenile delinquency. Loneliness was an independent variable, and tendency of juvenile delinquency was a dependent variable. The sampling technique that was used was simple random sampling. The subjects of this study were 193 students in Yogyakarta whose age was 15 to 18 years old. The data was collected by filling the loneliness scale (α=0,83) and tendency of juvenile delinquency scale (α=0,93). The loneliness scale were 29 items, consisting of favorable and unfavorable items. Whereas, the juvenile delinquency scale were 31 items, consisting of favorable items. In this research, the data was analyzed using the Spearman Rho. The analysis showed that there was not any significant correlation between loneliness and tendency of juvenile delinquency (r=0,174, p=0,15). Thus, the hypothesis in this research was rejected. The researcher concluded that there were other factors that influenced the result of this research.


(3)

i

PADA REMAJA

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

Disusun Oleh : Koleta Yovi Kusterisa

109114044

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA


(4)

(5)

(6)

iv

HALAMAN MOTTO

“Tuhan tidak berjanji kalau cuaca akan selalu cerah, tapi Dia berjanji akan selalu menyertai kita di segala cuaca.”

-NN-“Ana mangsane. Wong arep seneng iku susah dhisik, wong arep mulya iku rekasa dhisik.” -Raden

Arjuna-“Sesuatu yangbaik, datang bagi mereka yang percaya. Sesuatu yang lebih baik, datang bagi mereka yang bersabar. Dan sesuatu yang terbaik, pasti datang bagi

mereka yang tidak pernah menyerah.”

-NN-“Apa yang aku usahakan hari ini adalah bagian dari masa depanku nanti.” -Koleta Yovi


(7)

K.-v

Saya persembahkan kerja keras ini untuk :

Tuhan Yesus Kristus

Yang selalu setia dalam setiap langkah hidupku

Keluargaku

Yang merupakan bagian dari hidupku

Serta

Teman, Sahabat, dan Orang-Orang

Yang mendukung, mendoakan, dan menginspirasi

terjadinya skripsi ini


(8)

vi

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka yang sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 19 Juni 2015 Penulis,


(9)

vii

HUBUNGAN ANTARA KESEPIAN DENGAN KECENDERUNGAN KENAKALAN PADA REMAJA

Koleta Yovi Kusterisa

ABSTRAK

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif korelasional yang bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kesepian dengan kecenderungan kenakalan pada remaja. Hipotesis pada penelitian ini adalah ada hubungan antara kesepian dengan kecenderungan kenakalan pada remaja. Kesepian merupakan variabel bebas, dan kecenderungan kenakalan remaja merupakan variabel tergantung. Tekniksamplingyang digunakan adalah simple random sampling. Subjek terdiri dari 193 remaja sekolah swasta di Kota Yogyakarta yang berusia 15 sampai 18 tahun. Pengambilan

data dilakukan dengan pengisian skala kesepian (α=0,83) dan skala kecenderungan kenakalan remaja (α=0,93). Skala kesepian berjumlah 29 item yang terdiri dari item favorable dan

unfavorable. Sedangkan, skala kecenderungan kenakalan remaja berjumlah 31 item yang terdiri dari itemfavorable. Data dalam penelitian ini dianalisis dengan menggunakan korelasiSpearman Rho. Hasil analisis menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara kesepian dengan kecenderungan kenakalan pada remaja (r=0,174, p=0,15). Dengan demikian, hipotesis dalam penelitian ini ditolak. Peneliti menyimpulkan bahwa terdapat faktor-faktor lain yang mempengaruhi hasil dari penelitian ini.


(10)

viii

THE CORRELATION BETWEEN LONELINESS AND TENDENCY OF JUVENILE DELINQUENCY

Koleta Yovi Kusterisa

ABSTRACT

This research was a correlational quantitative study that aims to examine the correlation between loneliness and tendency of juvenile delinquency. The hypothesis of this research was the correlation between loneliness and juvenile delinquency. Loneliness was an independent variable, and tendency of juvenile delinquency was a dependent variable. The sampling technique that was used was simple random sampling. The subjects of this study were 193 students in Yogyakarta whose age was 15 to 18 years old. The data was collected by filling the loneliness scale (α=0,83) and tendency of juvenile delinquency scale (α=0,93). The loneliness scale were 29 items, consisting of favorable and unfavorable items. Whereas, the juvenile delinquency scale were 31 items, consisting of favorable items. In this research, the data was analyzed using the Spearman Rho. The analysis showed that there was not any significant correlation between loneliness and tendency of juvenile delinquency (r=0,174, p=0,15). Thus, the hypothesis in this research was rejected. The researcher concluded that there were other factors that influenced the result of this research.


(11)

ix

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN

PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma

Nama : Koleta Yovi Kusterisa

Nomor Mahasiswa : 109114044

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul :

HUBUNGAN ANTARA KESEPIAN DENGAN KECENDERUNGAN KENAKALAN PADA REMAJA

beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di Yogyakarta

Pada tanggal : 19 Juni 2015 Yang menyatakan,


(12)

x

KATA PENGANTAR

Puji syukur dan terima kasih kepada Tuhan Yesus Kristus atas segala berkat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik dan lancar.

Selama penulisan skripsi ini, penulis mendapat banyak sekali dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Dr. T. Priyo Widiyanto, M.Si., selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma.

2. Ratri Sunar Astuti, M.Si., selaku Kaprodi Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma.

3. Sylvia Carolina MYM, M.Si., selaku dosen pembimbing skripsi yang selalu sabar dan perhatian dalam membimbing proses pengerjaan skripsi. 4. Dra. Lusia Pratidarmanastiti M. S., selaku dosen pembimbing akademik

yang selalu memberikan perhatian, nasihat, dan semangat untuk segera menyelesaikan skripsi.

5. Seluruh dosen Fakultas Psikologi yang telah memberikan ilmu dan berbagai pembelajaran bagi saya.

6. Karyawan Fakultas Psikologi : Mas Gandung, Bu Nanik, Mas Muji, Mas Doni, Pak Gik, terima kasih untuk bantuan selama ini.


(13)

xi

7. Orangtuaku, Topo Kuspriyo Jati dan Veronica Setyowati, yang memberikan dukungan baik secara materi maupun non-materi. Kedua adikku tersayang Bonfilio Elyan Kusferyano dan Vinsensia Novi Kusanditasari. Semoga perjuangan ini bisa membuat kalian bangga.

8. Romo Yos Bintoro, Pr. dan Prof. A. Supratiknya untuk saran dan dukungannya.

9. Engger, Istri Candra Widita, Prisca Armilda Nugrahanti, Martha Yuli Krismaheryanti, dan Hendrikus Mayang Kapita yang sudah banyak membantu dalam proses pengerjaan skripsi ini.

10. Pihak SMA Budya Wacana, SMA Pangudi Luhur, SMA Sang Timur, dan para partisipan lainnya. Terima kasih untuk kemudahan dan dukungannya. 11. Teman-teman BEMF Psikologi 2012/2013, khususnya Divisi Sosial dan

Rohani, untuk Lala dan Putri. Terima kasih untuk semangatnya. Aku sayang kalian.

12. Teman-teman Grup Kacangan : Mayang, Rio, Adi, Aloy, Amung, Anas, Bertus, Irvan, Nico, Nining, dan Riris. Terima kasih untuk pertemanan, penghiburan, dan dukungannya.

13. Teman-teman bimbingan Bu Sylvi : Maya, Tutut, Tyas, Riska, Iwan, Pudji, Daning, Ninda, Sondra, Hoyi, Fiona, Catrin, Ester, Suster Marcel, Melati, Yutti, Ela dan Lola. Terima kasih sudah berbagi dalam hal skripsi. Semangat!

14. Para Staff dan teman-teman Mitra Perpustakaan Paingan : Mbak Odil, Mbak Nasa, Iwan, Istri, Chintya, Mbak Lala, Agnes, Tata, Mbak Nisa,


(14)

xii

Mbak Herlina, Mas Agung, Erni, Mas Fandra, Mas Yoha, Natasya, Mita, Septy, Singgih, Tuti, Witta dan Remma. Terima kasih untuk bantuan dan semangatnya.

15. Semua teman-teman Psikologi angkatan 2010 dan 2011 : Maya, Riska, Yovi Cowok, Fiona Mbah, Silvia, Anju, Sandi, Dita Mano, Nana Bali, Septian, Natasya, Vienna, Vivin, Vian, Nani, Vica, Luna, Akeng, Tyas, Novi Owe, Vania, Ratna, Acil, Pipin, dan teman-teman yang selalu menanyakan progress skripsi dan kapan mau sidang. Terimakasih untuk semangat dan dukungannya. Terima kasih untuk kehadiran kalian semua dihidupku. Kalian luar biasa.

Yogyakarta, 19 Juni 2015 Penulis,

Koleta Yovi Kusterisa Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi berbagai pihak yang membutuhkan.


(15)

xiii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...i

HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ...ii

HALAMAN PENGESAHAN ...iii

HALAMAN MOTTO ...iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ...v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ...vi

ABSTRAK ...vii

ABSTRACT ...viii

LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ...ix

KATA PENGANTAR ...x

DAFTAR ISI ...xiii

DAFTAR TABEL ...xvii

DAFTAR GAMBAR ...xix

DAFTAR LAMPIRAN ...xx

BAB I PENDAHULUAN ...1

A. Latar Belakang ...1

B. Rumusan Masalah ...7

C. Tujuan Penelitian ...8

D. Manfaat Penelitian ...8

1. Manfaat Teoritis ...8


(16)

xiv

a. Bagi Peneliti...8

b. Bagi Subjek Penelitian...8

c. Bagi Orang tua dan Tenaga Pendidik di Sekolah ...9

BAB II LANDASAN TEORI ...10

A. Kesepian ...10

1. Pengertian Kesepian ...10

2. Manifestasi Kesepian ...11

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kesepian Remaja...12

4. Dampak Kesepian ...13

B. Kecenderungan Kenakalan Remaja ...14

1. Pengertian Kecenderungan Kenakalan Remaja ...14

2. Bentuk-Bentuk Kenakalan Remaja ...15

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kenakalan Remaja ...17

C. Remaja ...19

1. Pengertian dan Batasan Usia Remaja ...19

2. Masa Perkembangan Remaja ...20

a. Perkembangan Fisik ...20

b. Perkembangan Kognitif ...20

c. Perkembangan Sosioemosional ...21

D. Hubungan Antara Kesepian Dengan Kecenderungan Kenakalan pada Remaja ...22

E. Skema Penelitian ...24


(17)

xv

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ...25

A. Jenis Penelitian ...25

B. Identifikasi Variabel Penelitian ...25

1. Variabel Bebas ...25

2. Variabel Tergantung...25

C. Definisi Operasional Variabel Penelitian ...26

1. Kesepian ...26

2. Kecenderungan Kenakalan Remaja...26

D. Subjek Penelitian ...27

E. Metode Pengambilan Sampel ...28

F. Metode dan Alat Pengumpulan Data ...29

1. Skala Kesepian ...30

2. Skala Kecenderungan Kenakalan Remaja...31

G. Validitas, Skala Item, dan Reliabilitas Alat Ukur ...33

1. Validitas ...33

2. Seleksi Item ...33

a. Skala Kesepian ...33

b. Skala Kecenderungan Kenakalan Remaja ...36

3. Reliabilitas...39

H. Metode Analisis Data ...39

1. Uji Asumsi ...39

a. Uji Normalitas ...39


(18)

xvi

2. Uji Hipotesis ...40

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ...41

A. Pelaksanaan Penelitian ...41

B. Analisis Data Penelitian ...41

1. Deskripsi Data Penelitian ...41

a. Jenis Kelamin...41

b. Usia ...42

c. Suku Bangsa ...42

d. Data Tambahan ...43

2. Statistik Deskriptif Penelitian ...44

3. Uji Asumsi ...46

a. Uji Normalitas ...46

b. Uji Linearitas ...47

c. Uji Hipotesis : Analisis Korelasional ...48

C. Pembahasan ...49

BAB V PENUTUP ...53

A. Kesimpulan ...53

B. Saran ...53

1. Bagi Subjek Penelitian ...53

2. Bagi Orang tua dan Tenaga Pendidik di Sekolah ...53

3. Bagi Peneliti Selanjutnya ...54

DAFTAR PUSTAKA ...55


(19)

xvii

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1. Blue PrintSkala Kesepian ... 30

Tabel 3.2. Pemberian Skor Pada Skala Kesepian ...31

Tabel 3.3. Blue PrintSkala Kecenderungan Kenakalan Remaja ... 32

Tabel 3.4. Pemberian Skor Pada Skala Kecenderungan Kenakalan Remaja ... 32

Tabel 3.5. Distribusi Item Skala Kesepian Sebelum Tahap Uji Coba ...34

Tabel 3.6. Distribusi Item Skala Kesepian Setelah Tahap Uji Coba ...35

Tabel 3.7. Distribusi Item Skala Kecenderungan Kenakalan Sebelum Tahap Uji Coba...37

Tabel 3.8. Distribusi Item Skala Kecenderungan Kenakalan Remaja Setelah Tahap Uji Coba...38

Tabel 4.1. Deskripsi Jenis Kelamin Subjek Penelitian ... 42

Tabel 4.2. Deskripsi Usia Subjek Penelitian ... 42

Tabel 4.3. Deskripsi Suku Bangsa Subjek Penelitian ... 43

Tabel 4.4. Deskripsi Orang tua Subjek Penelitian ... 43

Tabel 4.5 Deskripsi Tempat Tinggal Subjek Penelitian ... 44

Tabel 4.6 Hasil Statistik Deskriptif Penelitian...44


(20)

xviii

Tabel 4.8 Hasil Uji Linearitas...47 Tabel 4.9 Hail Uji Hipotesis Variabel Penelitian ...49


(21)

xix

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Dinamika Hubungan Antara Kesepian dengan Kecenderungan Kenakalan Remaja ... 24 Gambar 4.1ScatterplotUji Linearitas...48


(22)

xx

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Skala Uji Coba ...60 Lampiran 2 Skala Penelitian ...74 Lampiran 3 Reliabilitas Skala Penelitian ...85 Lampiran 4 Uji Asumsi : Uji Normalitas dan Uji Linearitas...90 Lampiran 5 Uji Hipotesis ...92 Lampiran 6 Uji Statistik Deskriptif ...94


(23)

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Manusia merupakan makhluk sosial yang membutuhkan satu sama lain untuk saling menunjang kebutuhan fisik maupun psikologis (Fiske dalam Taylor, Peplau, & Sears, 2009). Oleh karena itu, keinginan diterima dalam membangun hubungan interpersonal merupakan elemen penting bagi manusia yang setara dengan kebutuhan makan dan minum (Baumeister & Leary, 1995). Ryff dan Singer (dalam Baron & Byrne, 2005) juga mengatakan bahwa membangun ikatan yang berkualitas dengan orang lain merupakan pusat kehidupan yang optimal. Seseorang akan lebih sejahtera, bahagia, sehat secara mental dan fisik serta berumur panjang (Berkman & Myers, dalam Wisnuwardhani & Mashoedi, 2012). Namun, seseorang yang mengalami hambatan atau gagal membangun ikatan dengan orang lain dapat mengalami kesepian yang menimbulkan berbagai dampak negatif.

Secara umum, kesepian (loneliness) merupakan ketidaknyamanan subjektif yang membuat seseorang merasa sendiri (APA, 2007). Perasaan sendiri yang dimaksud bukan hanya keadaan terpisah dari orang lain secara objektif, tetapi merupakan keadaan batin yang dialami oleh seseorang. Kesepian berkaitan dengan pengalaman menyakitkan dan ketidakbermaknaan diri. Hal ini terjadi karena ketidaksesuaian antara hubungan sosial yang sudah terjalin dengan keinginan individu terhadap relasi sosialnya (Myers, 2010). Seseorang yang


(24)

mengalami kesepian mempunyai harapan yang tinggi terhadap relasi sosialnya. Apabila terjadi respon penguatan sosial yang tidak sesuai, maka seseorang yang kesepian akan mengalami gejala-gejala tekanan psikologis, misalnya stres (Young dalam Peplau & Perlman, 1982).

Belakangan ini terjadi peningkatan jumlah orang yang mengalami kesepian. Kutipan Majalah Intisari tentang kesepian menyebutkan bahwa satu dari lima orang di Amerika mengalami kesepian (Wardayati, 2012). Selain itu, kesepian juga meningkatkan kasus bunuh diri yang terjadi di Korea. Sebanyak 10 persen pemuda ingin melakukan bunuh diri karena merasa diabaikan dan tidak mampu memenuhi harapan masyarakat (Syasya, 2011).

Kasus yang berkaitan dengan kesepian juga terjadi di Indonesia. Di Jawa Barat, seorang pemuda yang berusia 17 tahun bunuh diri karena merasa dikucilkan oleh teman-teman di lingkungan rumahnya. Selain itu, ia merasa malu karena sering membuat masalah di lingkungan rumahnya (Priliawito, 2009). Fenomena artis Indonesia yang terlibat kasus narkoba juga disebabkan oleh kesepian. Mereka mengalami kekosongan jiwa, kejenuhan, dan merasa tidak bahagia. Menurut Hawari (dalam Andriani, 2013), artis memang mempunyai pekerjaan menghibur orang lain, tetapi tidak ada yang menghibur mereka. Berdasarkan kedua kasus tersebut, kesepian di Indonesia mempunyai dampak yang besar. Hal ini disebabkan karena masyarakat Indonesia masih berpegang pada budaya kolektif dimana mereka melihat dirinya selalu berhubungan dengan orang lain. Sebaliknya, masyarakat di negara Barat mempunyai budaya individualistik,


(25)

dimana mereka terbiasa untuk hidup terpisah dan mempunyai kebebasan atas dirinya sendiri (Matsumoto & Juang, 2008).

Kesepian dapat dialami oleh siapa saja, menurut data Survey Mental Health Foundation (2013) diketahui bahwa kesepian dapat dialami oleh usia remaja, dewasa, dan lansia. Peplau dan Perlman (1982) juga menyebutkan bahwa kesepian dapat dialami, khususnya, oleh orang lanjut usia, istri tentara, remaja bahkan anak-anak. Namun, penelitian sebelumnya menyebutkan bahwa remaja berisiko lebih tinggi mengalami kesepian (Medora & Woodward dalam Page, 1990). Sejalan dengan itu, hasil penelitian yang dilakukan oleh Parlee (dalam Taylor, Peplau, & Sears, 2009) menunjukkan bahwa 79 persen orang di bawah usia 18 tahun sering mengalami kesepian.

Remaja berisiko lebih tinggi mengalami kesepian karena mereka mengalami berbagai perubahan yang signifikan di dalam hidupnya. Perubahan dan proses perkembangan yang terjadi secara biologis, kognitif serta sosial mempengaruhi puncak pengalaman emosionalnya (Brennan dalam Page, 1990 & Berk, 2012). Secara biologis, hormon pubertas remaja berada pada puncaknya. Menurut Berk (2012), tingginya hormon pubertas yang didukung oleh aktivitas negatif (misalnya kurang akrab dengan orang tua, tindakan kurang disiplin di sekolah, dan putus dari pacar) berhubungan dengan perasaan murung yang terjadi pada diri remaja. Di samping itu, remaja mengalami ketidakmatangan secara kognitif yang membuatnya berasumsi mengenai berbagai karakteristik ideal. Remaja cenderung membanding-bandingkan dirinya dengan orang lain dan berpikir bahwa orang lain mempunyai standar kualitas yang sama dengan dirinya (Santrock, 2007).


(26)

Secara sosioemosional, remaja mempunyai dorongan untuk mengenal siapa dirinya dan bagaimana dirinya dapat diterima oleh lingkungan sekitarnya (Erikson dalam Benner, 2011). Remaja mempunyai dorongan yang kuat untuk membangun relasi, khususnya dengan teman sebaya. Hal ini membuat remaja lebih banyak menghabiskan waktu bersama teman sebaya dibandingkan dengan keluarga. Menurut pandangan remaja, hubungan pertemanan merupakan tempat menemukan keintiman (intimacy), pengertian, dan kesetiaan yang melibatkan keterbukaan diri (Berk, 2012). Namun, relasi pertemanan remaja tidak selalu berjalan dengan baik. Apabila pertemanan remaja dipenuhi perasaan cemburu, penolakan, dan agresi relasional, maka konsep diri, pengambilan perspektif, identitas, dan kemampuan membangun hubungan dekat akan terganggu (Berk, 2012).

Kesepian mempunyai dampak negatif bagi kehidupan remaja. Salah satunya memunculkan masalah perilaku yang mengarah pada tindakan kenakalan remaja. Pada tahun 2001 di California, Amerika Serikat, terjadi kasus penembakan di

Santana High School yang dilakukan oleh remaja berusia 15 tahun. Remaja tersebut melakukan penembakan terhadap beberapa orang temannya. Setelah ditelusuri ternyata remaja tersebut mengalami kesepian karena orang tuanya bercerai dan masing-masing sibuk bekerja. Selain itu, remaja ini mempunyai pengalaman bullying yang dilakukan oleh teman-teman sekolahnya (Asyhad, 2014). Sedangkan hasil wawancara dengan salah seorang guru sekolah swasta di Yogyakarta, menjelaskan bahwa remaja yang melakukan kenakalan cenderung mencari kegiatan di luar rumah kerena merasa diabaikan oleh keluarganya.


(27)

Menurut artikel tentang tawuran remaja di Indonesia, peran keluarga saat ini telah berubah. Orang tua kurang memberikan perhatian secara emosional kepada remaja (Ikhtiyarini, 2012). Remaja yang berada di kota-kota besar mengalami disorganisasi dalam keluarga. Orang tua yang berasal dari berbagai kelas ekonomi tidak mempunyai waktu untuk mengasuh anaknya karena sibuk mencari nafkah (Soekanto, 2006).

Berdasarkan pemaparan di atas, pengabaian dari orang tua dan teman dapat memunculkan perilaku negatif. Menurut penelitian Goswick & Jones (1982), remaja Sekolah Menengah Atas (SMA) yang mengalami perasaan terasing, kurang diterima secara sosial, merasa inferior, mempunyai perilaku yang buruk di sekolah, dan kurang menyatu dengan lingkungan sosialnya secara signifikan berhubungan dengan kesepian. Perasaan gagal pada kemampuan berelasi memunculkan perasaan inferior. Perasaan tersebut mempengaruhi kondisi psikologis remaja sehingga menimbulkan kekacauan emosi dan suasana hati. Tracy dan Robins (dalam Donnellan, Trzesniewski, Robins, Moffitt, & Caspi, 2005) mengatakan bahwa remaja melawan perasaan inferioritas dan malu dengan cara externalizing blame, memusuhi, dan marah terhadap orang lain. Peplau dan Perlman (1982) juga mengatakan bahwa seseorang yang kesepian mengalami afek-afek yang negatif, salah satunya mempunyai sikap bermusuhan terhadap orang lain. Dorongan kemarahan dan bermusuhan terhadap orang lain ini merupakan bentuk dari externalizing problem yang mengarahkan remaja pada perilaku kenakalan.


(28)

Kenakalan remaja merupakan perilaku yang tidak dapat diterima secara sosial, melanggar hukum, dan termasuk tindakan kriminal yang dilakukan oleh seseorang yang berusia di bawah 18 tahun (Santrock, 2002 & Rice, 1996). Kenakalan remaja dapat dilakukan secara pribadi ataupun berkelompok, spontan ataupun terencana, melawan individu atau institusi (Thornburg, 1982). Sedangkan menurut Kartono (2006), kenakalan remaja dapat dipicu oleh adanya pengabaian dari lingkungan sosial yang muncul dalam bentuk tawuran, seks bebas, dan sebagainya. Ketidakberartian sosial inilah yang mempengaruhi terjadinya kesepian pada remaja (Brennan dalam Page, 1990).

Adanya perilaku menyimpang juga dipengaruhi oleh pemikiran egosentris. Remaja menganggap dirinya tidak terkalahkan dan tidak pernah merasa menderita. Menurut Dolcini dan kawan-kawan (dalam Santrock, 2007), remaja yang mempunyai pemikiran egosentris cenderung terlibat dalam perilaku menyimpang, seperti melakukan balap mobil liar, menggunakan obat terlarang, bunuh diri, dan melakukan hubungan seks bebas, yang mengarah pada tindakan kenakalan remaja.

Kasus kenakalan remaja di Indonesia terus mengalami peningkatan setiap tahunnya. Menurut catatan Polda Metro Jaya (2012), pada tahun 2011 terdapat 30 kasus kenakalan remaja, sedangkan pada tahun 2012 terjadi 41 kasus atau meningkat sebesar 36,66 persen. Kemudian pada tahun 2014, 135 remaja terlibat masalah hukum di wilayah Gunung Kidul dan Bantul. Kompol Jamila mengungkapkan kasus tersebut banyak melibatkan remaja berusia di bawah 18 tahun (Rudhy, 2012). Adelina (dalam Kusmiyati, 2013) juga mengungkapkan


(29)

bahwa kenakalan yang sering terjadi di Indonesia, meliputi: tawuran atau perkelahian antar pelajar, penyalahgunaan narkotika, obat-obatan terlarang, dan minuman keras, hubungan seksual pra nikah, serta perilaku yang termasuk tindak kriminal (membunuh, mencuri, dan merampok).

Menurut pemaparan di atas, kesepian berkaitan dengan pengalaman menyakitkan dan ketidakbermaknaan diri karena terjadi kesenjangan relasi sosial. Apabila remaja mengalami ketidakbermaknaan diri, maka remaja tersebut berisiko mengalami kecenderungan kenakalan remaja. Penelitian tentang kesepian ini diharapkan dapat memberi wawasan tentang pentingnya membangun relasi intim dan bermakna dengan orang lain (Peplau & Perlman, 1982). Diketahui pula bahwa penelitian ini akan mengungkapkan sisi lain dari dampak kesepian yang biasa dikaitkan denganinternalizing problem, seperti depresi, keinginan bunuh diri, dan sebagainya. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan wawasan dan pengetahuan bagi masyarakat luas bahwa kesepian dapat membawa remaja pada perilaku kecenderungan kenakalan remaja. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk mengetahui apakah terdapat hubungan antara kesepian dengan kecenderungan kenakalan remaja.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah pada penelitian ini adalah apakah terdapat hubungan antara kesepian dengan kecenderungan kenakalan yang dilakukan oleh remaja.


(30)

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kesepian dengan kecenderungan kenakalan pada remaja.

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi ilmu Psikologi, khususnya dalam bidang Psikologi Perkembangan dan Sosial yang berkaitan dengan kesepian dan kecenderungan kenakalan remaja. Selain itu, dapat menjadi sumber acuan bagi penelitian-penelitian selanjutnya.

2. Manfaat Praktis a. Bagi Peneliti

Penelitian ini dapat menjadi media pembelajaran untuk menuangkan gagasan ilmiah dan melatih kemampuan dalam penelitian serta menulis.

b. Bagi Subjek Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi baru mengenai kesepian yang mungkin dialami dan berhubungan dengan kecenderungan kenakalan yang dilakukan remaja.


(31)

c. Bagi Orang tua dan Tenaga Pendidik di Sekolah

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran dan informasi tentang kesepian dan kecenderungan kenakalan yang dialami remaja sehingga dapat membantu orang tua dan tenaga pendidik dalam memahami relasi dan perilaku yang dilakukan remaja.


(32)

10

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Kesepian

1. Pengertian Kesepian

Secara umum, kesepian adalah ketidaknyamanan subjektif yang menyebabkan seseorang merasa sendiri (APA, 2007). Perasaan sendiri yang dimaksud bukan hanya keadaan terpisah dari orang lain secara objektif, tetapi merupakan keadaan batin yang dialami oleh seseorang. American Psychological Association (2007) juga membedakan definisi kesepian menjadi dua, yaitu menurut perspektif Psikologi Sosial dan Psikologi Kognitif. Kesepian menurut perspektif Psikologi Sosial menekankan pada kesenjangan kebutuhan intimasi dan persahabatan yang membuat ketidaknyamanan secara emosi. Di sisi lain, perspektif Psikologi Kognitif menekankan kesepian pada pengalaman tidak menyenangkan antara hasrat sosial seseorang dengan relasi interpersonalnya.

Myers (2010) mendefinisikan kesepian sebagai pengalaman menyakitkan yang berkaitan dengan ketidaksesuaian antara hubungan sosial yang terbangun dengan keinginan individu. Hal ini disebabkan oleh respon ketidakterlibatan orang lain dalam suatu relasi nyata yang diinginkan individu tersebut (Weiss dalam Peplau & Perlman, 1982). Apabila terjadi respon penguatan sosial yang tidak sesuai, maka seseorang yang kesepian akan mengalami gejala-gejala tekanan psikologis, misalnya stres (Young dalam Peplau & Perlman, 1982).


(33)

Berdasarkan pemaparan di atas, dapat disimpulkan bahwa kesepian merupakan ketidaknyamanan secara subjektif karena terdapat kesenjangan antara kebutuhan berelasi dengan kenyataan berelasi yang ada sehingga mengakibatkan seseorang tertekan secara psikologis.

2. Manifestasi (Perwujudan) Kesepian

Menurut Peplau dan Perlman (1982), kesepian merupakan pengalaman subjektif yang tidak menyenangkan sehingga termanifestasi atau terwujud ke dalam tiga kategori, yaitu:

a. Manifestasi afektif

Seseorang yang kesepian memunculkan perasaan negatif kerena pengalaman relasi interpersonalnya kurang menyenangkan. Perasaan negatif yang muncul adalah kurang bahagia, kurang puas, pesimis, cemas, bosan, mudah marah, dan mempunyai sikap bermusuhan terhadap orang lain. b. Manifestasi kognitif

Seseorang yang kesepian cenderung memikirkan dirinya sendiri karena takut dinilai negatif oleh orang lain. Mereka berpikir negatif tentang orang lain, waspada, dan sensitif. Selain itu, mereka memberikan respon yang sedikit pada interaksi interpersonal.

c. Manifestasi perilaku

Manifestasi perilaku pada orang yang mengalami kesepian muncul dalam tiga bentuk. Pertama, orang yang kesepian cenderung tidak terbuka terhadap relasi sosial. Mereka cenderung menutup hati dan diri untuk


(34)

mendengarkan orang lain. Kedua, orang yang kesepian cenderung berfokus pada dirinya sendiri. Ketiga, orang yang kesepian cenderung malu dan rendah diri dalam mengambil risiko sosial sehingga mereka mempunyai asertifitas yang rendah dalam berinteraksi.

Secara umum, manifestasi merupakan perwujudan atau bentuk dari sesuatu yang tidak terlihat. Peneliti menggunakan penjelasan manifestasi karena kesepian merupakan variabel psikologis yang tidak tampak. Selain itu, penjelasan manifestasi ini lebih spesifik sehingga dapat membantu dalam pembuatan skala penelitian.

3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kesepian Remaja

Menurut Brennan (dalam Page, 1990) terdapat tiga faktor utama yang mempengaruhi kesepian pada remaja, yaitu:

a. Perubahan dan proses perkembangan (developmental changes and processes)

Proses perkembangan merupakan awal perubahan sosioemosional yang terjadi pada remaja. Perubahan ini membuat remaja mempunyai keinginan yang kuat atau harapan akan hubungan sosial yang tidak mudah puas sehingga dapat menyebabkan timbulnya kesepian.

b. Karakteristik personal (personal traits)

Karakteristik personal yang membuat remaja mengalami kesepian adalah rasa malu, rendahnya harga diri, kurangnya keterampilan sosial yang memadai, dan keinginan berhubungan sosial yang rendah.


(35)

c. Faktor struktur sosial(social structural factor)

Lingkungan sosial merupakan bagian yang penting dari kehidupan remaja. Lingkungan sosial yang mempengaruhi kesepian pada remaja adalah pergaulan kompetitif di sekolah, ketidakberartian peran sosial, stigmatisasi yang berlebihan dan pelabelan negatif dalam lembaga sosial, pembimbingan proses sosial yang kurang kuat, dan kebingungan nilai yang terdapat dalam masyarakat.

4. Dampak Kesepian

Menurut Peplau dan Perlman (1982), kesepian mempunyai dampak sebagai berikut:

a. Menimbulkan perilaku membolos, bunuh diri, dan masalah perilaku lainnya pada remaja.

b. Mempengaruhi kesehatan mental terutama yang berhubungan dengan depresi dan kecemasan.

c. Mempengaruhi kesehatan fisik yang berkaitan dengan perilaku makan, pola tidur, sakit kepala, ataunausea.

d. Kecenderungan untuk mengkonsumsi alkohol.

Berdasarkan dampak kesepian di atas, kesepian dapat menimbulkan perilaku menyimpang yang tergolong dalam perilaku kenakalan remaja, yaitu kecenderungan untuk mengkonsumsi alkohol, membolos, dan masalah perilaku lainnya.


(36)

B. Kecenderungan Kenakalan Remaja

1. Pengertian Kecenderungan Kenakalan Remaja

Pada umumnya, kenakalan merupakan konflik antara remaja dengan masyarakatnya. Menurut Thornburg (1982), kenakalan remaja merupakan perilaku pribadi ataupun berkelompok, spontan ataupun terencana, melawan individu atau institusi. Sejalan dengan itu, kenakalan remaja meliputi perilaku yang tidak dapat diterima secara sosial, melanggar hukum, dan merupakan tindakan kriminal (Santrock, 2002). Hal ini dipicu oleh pengabaian dari lingkungan sosialnya (Kartono, 2006).

Rice (1996) mengatakan bahwa kenakalan remaja berhubungan dengan pelanggaran hukum yang dilakukan oleh anak muda yang berumur di bawah 18 tahun. Perilaku tersebut termasuk ilegal yang dapat dilakukan juga oleh orang dewasa, seperti perusakan, pemerkosaan, penyalahgunaan obat-obatan, dan sebagainya.

Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa kecenderungan kenakalan remaja adalah kecenderungan perilaku yang tidak dapat diterima secara sosial karena melanggar hukum dan dilakukan oleh individu di bawah 18 tahun yang dipicu oleh pengabaian sosial.


(37)

2. Bentuk-Bentuk Kenakalan Remaja

Gunarsa (2009), kenakalan remaja digolongkan ke dalam dua kelompok besar, yaitu:

a. Kenakalan remaja yang tidak diatur dalam undang-undang

Kenakalan remaja ini sulit untuk diklasifikasikan sebagai pelanggaran hukum karena sifatnya melanggar moral dan nilai-nilai sosial, misalnya : membohong, membolos, kabur, keluyuran, menyontek, memiliki dan membawa benda yang membahayakan orang lain, bergaul dengan teman yang memberi pengaruh buruk, berpesta pora tanpa pengawasan, membaca bacaan porno dan menggunakan bahasa yang tidak sopan, melakukan pelacuran, berpakaian tidak pantas, serta mengkonsumsi minuman keras dan obat-obatan terlarang.

b. Kenakalan remaja yang penyelesaiannya diatur dalam undang-undang dan hukum yang berlaku

Kenakalan remaja ini sifatnya yang melanggar hukum, misalnya : perjudian, pencurian, pencopetan, perampasan, penggelapan barang, penipuan dan pemalsuan, pemerkosaan, pembunuhan, serta aborsi.

Menurut Jensen (dalam Sarwono, 2008), kenakalan remaja terbagi ke dalam empat jenis, yaitu:

a. Kenakalan yang menimbulkan korban fisik bagi orang lain, yaitu: perkelahian, perkosaan, perampokan, dan pembunuhan.

b. Kenakalan yang menimbulkan korban materi, yaitu: perusakan, pencurian, pencopetan, dan pemerasan.


(38)

c. Kenakalan yang tidak menimbulkan korban di pihak orang lain, yaitu: pelacuran dan penyalahgunaan obat.

d. Kenakalan yang melawan status, yaitu: membolos, melarikan diri dari rumah, dan membantah perintah orang tua.

Menurut Kartono (2006), bentuk dari perilaku kenakalan remaja sebagai berikut :

a. Melakukan kebut-kebutan di jalan umum yang merugikan diri sendiri dan orang lain.

b. Melakukan tawuran antargank, antarkelompok, antarsekolah, ataupun antarsuku.

c. Membolos sekolah.

d. Melakukan kriminalitas, seperti : mengancam, memeras, dan sebagainya. e. Melakukan pesta pora sambil mengkonsumsi minuman keras dan

obat-obatan terlarang.

f. Melakukan tindakan seksual yang menyimpang, seperti : pemerkosaan, seks bebas, homoseksualitas disertai tindakan sadistik, dan komersialisasi seks. g. Melakukan perjudian ataupun permainan lain dengan taruhan.

Berdasarkan pemaparan jenis-jenis kenakalan di atas, semua tindakan kenakalan yang dilakukan oleh remaja memberikan dampak negatif bagi orang lain maupun remaja itu sendiri. Selain itu, kenakalan yang dilakukan oleh remaja terbagi dalam kenakalan yang tidak melanggar hukum dan kenakalan yang termasuk dalam pelanggaran hukum. Oleh karena itu, peneliti memilih jenis-jenis kenakalan remaja menurut Jensen (dalam Sarwono, 2008), yaitu


(39)

kenakalan yang menimbulkan korban fisik bagi orang lain, kenakalan yang menimbulkan korban materi, kenakalan yang tidak menimbulkan korban di pihak orang lain, dan kenakalan yang melawan status. Peneliti menggunakan teori Jensen karena teori tersebut lebih spesifik dan mewakili aspek-aspek dari kenakalan remaja.

3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kenakalan Remaja

Menurut Kartono (2006) terdapat empat faktor yang menyebabkan kenakalan remaja, yaitu :

a. Faktor biologis

Kenakalan remaja dapat muncul karena pengaruh dari elemen fisiologis dan struktur jasmaniah. Elemen fisik ini dapat berpengaruh langsung atau tidak langsung terhadap tindakan kenakalan remaja. Hal ini dapat terjadi karena dipengaruhi gen, kecenderungan abnormal, dan kelemahan tubuh akibat sakit atau penyakit.

b. Faktor psikologis

Faktor psikologis yang mempengaruhi kenakalan remaja meliputi hubungan remaja dengan orang tua dan faktor kepribadian remaja tersebut. Pengabaian dan penolakan yang dilakukan oleh orang tua terhadap anaknya sebelum masa remaja akan mempengaruhi keadaan emosional pada masa remaja. Di samping itu, faktor kepribadian juga menjadi penyebab munculnya kenakalan remaja. Hal-hal yang mempengaruhi terjadinya


(40)

kenakalan remaja meliputi harga diri yang rendah, kurangnya kontrol diri, kekurangan kasih sayang, dan kecenderungan psikopatologis.

c. Faktor sosiologis

Faktor sosiologis merupakan faktor eksternal yang dapat mendukung terjadinya kenakalan remaja. Hal ini meliputi latar belakang keluarga, komunitas di mana remaja berada, dan lingkungan sekolah. Keadaan sosial ekonomi, kesempatan pendidikan dan jabatan, kekayaan dan gaya hidup hedonistik, pemakaian alkohol dan obat-obatan terlarang, tekanan dari teman sebaya, pengaruh lingkungan sekitar komunitas, perubahan budaya yang cepat dan konflik nilai, serta performansi sekolah dapat mempengaruhi munculnya kenakalan remaja.

d. Faktor subkultur

Faktor ini mengaitkan sistem nilai, kepercayaan, dan ambisi tertentu (ambisi materiil, hidup bersantai, pola kriminal, dan relasi heteroseksual bebas) yang memunculkan kelompok-kelompok remaja berandalan dan kriminal. Selain itu, kenakalan remaja dapat terjadi karena meningkatnya jumlah kejahatan, kekerasan, dan kekejaman yang menyebabkan kerugian dan kerusakan secara umum.

Berdasarkan pemaparan di atas, dapat disimpulkan bahwa kenakalan remaja dapat disebabkan oleh faktor yang berasal dari dalam diri remaja maupun dari lingkungan sekitar remaja. Adapun beberapa faktor yang mempengaruhi kenakalan remaja, yaitu: faktor biologis, faktor psikologis, faktor sosiologis, dan faktor subkultur.


(41)

C. Remaja

1. Pengertian dan Batasan Usia Remaja

Masa remaja merupakan masa peralihan individu dari anak-anak menuju ke masa dewasa yang meliputi aspek fisik, kognitif, dan psikososial. Remaja juga mengalami pubertas yang merupakan proses menuju kematangan secara seksual (Papalia, Olds, & Feldman, 2008; Santrock, 2002). Sedangkan, Sarwono (2011) mengatakan bahwa remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju dewasa yang menunjukkan perilaku cenderung sulit diatur dan mudah terangsang perasaannya.

Rousseau (dalam Sarwono, 2008), usia 15 sampai 20 tahun disebut sebagai masa kesempurnaan remaja (adolescence proper). Masa ini merupakan puncak dari perkembangan emosi karena timbul gejala memperhatikan orang lain, memperhatikan harga diri, dan munculnya dorongan seks. Menurut WHO (World Health Organization) batasan usia remaja adalah 10 sampai 20 tahun. Sedangkan, Santrock (2007) mengatakan bahwa rentang usia remaja sekitar 10 sampai 22 tahun.

Berdasarkan pengertian tersebut, peneliti menyimpulkan bahwa remaja adalah masa transisi dari anak-anak menuju dewasa yang dimulai sejak umur 11 sampai 20 tahun. Pada masa transisi ini remaja mengalami perubahan secara fisik, kognitif, dan psikososial.


(42)

2. Masa Perkembangan Remaja

a. Perkembangan fisik

Perkembangan fisik yang terjadi pada remaja berlangsung cepat karena remaja mengalami masa pubertas. Pada masa tersebut remaja mengalami kematangan seksual, pertambahan tinggi, dan berat tubuh (Santrock, 2011). Berk (2012) mengatakan bahwa kematangan seksual remaja ditandai dengan perkembangan fisik primer dan sekunder. Perkembangan fisik primer meliputi organ reproduksi (ovarium, rahim, dan vagina pada perempuan; penis, skrotum, dan testis pada laki-laki). Sedangkan, perkembangan fisik sekunder meliputi bagian luar tubuh yang menandai kematangan seksual (payudara pada perempuan dan munculnya bulu ketiak serta rambut kelamin, baik pada laki-laki maupun perempuan). Perkembangan fisik yang terjadi ini memunculkan perasaan canggung sehingga remaja harus menyesuaikan diri dengan perubahan yang terjadi pada dirinya (Sarwono, 2007).

b. Perkembangan kognitif

Perkembangan kognitif merupakan salah satu yang mempengaruhi remaja. Menurut Piaget (dalam Santrock, 2007), remaja memasuki tahap operasional formal, yaitu mulai berpikir abstrak, idealistik, dan logis. Pada fase ini, remaja mampu menciptakan hipotesis sehingga mereka mulai menggunakan kemampuan logisnya.

Sedangkan menurut Elkind (dalam Papalia, 2008), remaja mempunyai ketidakmatangan dalam berpikir. Ketidakmatangan berpikir ini meliputi:


(43)

idealis dan mengkritik orang lain, selalu berusaha menunjukkan kemampuan bernalar yang dimiliki, ragu-ragu dalam menentukan sesuatu, kurang menyadari perbedaan dalam mengekspresikan sesuatu yang ideal, menganggap orang lain mempunyai pemikiran yang sama dengan dirinya, serta menganggap dirinya sebagai pribadi yang unik dan istimewa. Di samping itu, pemikiran idealis remaja memunculkan anggapan tentang diri ideal (ideal self) menurut standar orang lain. Hal ini membuat remaja mengalami kebingungan dan tidak sabar dalam memilih berbagai standar ideal yang ada.

c. Perkembangan sosioemosional

Pada masa remaja, seseorang mempunyai dorongan yang kuat untuk membangun relasi, khususnya dengan teman sebaya. Hal ini membuat remaja lebih banyak menghabiskan waktu bersama teman sebaya dibandingkan dengan keluarga. Menurut pandangan remaja, hubungan pertemanan merupakan tempat menemukan keintiman (intimacy), pengertian, dan kesetiaan yang melibatkan keterbukaan diri (Berk, 2012).

Di sisi lain, tugas utama yang dihadapi remaja adalah memecahkan krisis dari tahap perkembangannya, yaitu identitas versus kekacauan identitas atau

identity versus role confusion (Erikson dalam Papalia, 2008). Remaja dituntut untuk menjadi individu dewasa yang unik dan mampu memahami peran nilai dalam masyarakat. Pembentukan identitas diri ini dilakukan dengan cara mengelaborasi kemampuan, kebutuhan, ketertarikan, dan hasrat yang dimiliki sehingga dapat diekspresikan melalui konteks sosial.


(44)

D. Hubungan Antara Kesepian dengan Kecenderungan Kenakalan pada Remaja

Kesepian adalah ketidaknyamanan subjektif yang berkaitan dengan pengalaman menyakitkan dan ketidakbermaknaan diri karena terjadi ketidaksesuaian antara hubungan sosial yang dibangun dengan keinginan seseorang untuk berelasi (Myers, 2010). Seseorang yang kesepian mempunyai harapan yang tinggi terhadap relasi sosial. Oleh karena itu, respon penguatan sosial yang tidak sesuai akan membuat seseorang yang kesepian mengalami gejala-gejala tekanan psikologis, misalnya stres (Young dalam Peplau & Perlman, 1982).

Kesepian dapat dialami oleh berbagai rentang usia, baik usia remaja, dewasa, maupun lansia. Namun, salah satu kelompok usia yang paling berisiko adalah remaja yang sedang mengalami masa pubertas. Pada masa pubertas terjadi perubahan dan proses perkembangan secara biologis, psikologis serta sosial. Selain itu, remaja mempunyai dorongan untuk membangun relasi dengan siapapun, khususnya dengan teman sebaya (Berk, 2012). Oleh karena itu, remaja mempunyai harapan yang tinggi ketika menjalin relasi. Apabila harapan remaja dalam membangun relasi tidak terpenuhi, maka remaja dapat mengalami ketidaknyamanan subjektif yang membuatnya tertekan secara psikologis.

Remaja yang kesepian cenderung memandang segala sesuatu secara negatif. Remaja menjadi kurang bahagia, kurang puas, dan pesimis. Afek-afek negatif yang muncul mempengaruhi kondisi psikologis remaja sehingga menimbulkan perasaan inferior. Perasaan inferior pada remaja dapat memunculkan


(45)

kecenderungan evaluasi negatif tentang tubuh, seksualitas, kesehatan, penampilan, perilaku, dan fungsional (Jones dalam Ponzetti, 1990). Oleh karena itu, remaja berusaha melawan perasaan inferioritas dan malu dengan cara externalizing blame, memusuhi, dan marah terhadap orang lain (Tracy & Robins, dalam Donnellan, Trzesniewski, Robins, Moffitt, & Caspi, 2005). Peplau dan Perlman (1982) juga mengatakan bahwa seseorang yang kesepian mengalami afek-afek yang negatif, salah satunya mempunyai sikap bermusuhan terhadap orang lain. Dorongan kemarahan dan bermusuhan terhadap orang lain ini merupakan bentuk dariexternalizing problemyang mengarahkan remaja pada perilaku kenakalan.

Kecenderungan kenakalan remaja merupakan perilaku yang tidak dapat diterima secara sosial. Menurut Kartono (2006), kenakalan remaja dapat dipicu oleh adanya pengabaian dari lingkungan sosial yang muncul dalam bentuk tawuran, seks bebas, dan sebagainya. Pengabaian sosial yang dialami remaja akan mengarahkan perilakunya pada kenakalan remaja.

Berdasarkan uraian di atas, dapat dijelaskan bahwa kesepian berkaitan dengan kecenderungan kenakalan remaja. Remaja yang merasa kesepian diduga mempunyai kecenderungan yang lebih besar untuk melakukan kenakalan remaja.


(46)

Kesepian Ketidakpuasan Relasi

Inferior

Melawan Orang Lain Remaja

Perkembangan Fisik

Perkembangan Kognitif

Perkembangan Psikososial

Internalizing Problem Externalizing Problem E. Skema Penelitian

Gambar 2.1 Dinamika Hubungan Antara Kesepian dengan Kecenderungan Kenakalan Remaja

F. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan pemaparan di atas tentang kesepian dan kecenderungan kenakalan remaja, maka peneliti menetapkan hipotesis penelitian: ada hubungan antara kesepian dengan kecenderungan kenakalan pada remaja.

Kecenderungan Kenakalan Remaja Dorongan Membangun Relasi


(47)

25

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif yang akan mengukur data-data numerik dari variabel kesepian dan kecenderungan kenakalan pada remaja. Selain itu, penelitian yang akan dilakukan termasuk dalam jenis penelitian korelasional. Penelitian korelasional merupakan penelitian yang digunakan untuk mengukur hubungan alami antar variabel dengan tujuan untuk mengidentifikasi hubungan prediktif (Shaughnessy, Zechmeister, & Zechmeister, 2003). Sejalan dengan itu, Sangadji dan Sopiah (2010) mengatakan bahwa peneliti tidak melakukan manipulasi keadaan variabel yang ada, tetapi mencari keberadaan tingkat hubungan variabel yang terlihat pada koefisien korelasi.

B. Identifikasi Variabel Penelitian

Pada penelitian ini digunakan dua variabel yang terdiri dari:

1. Variabel Bebas atau Variabel Independen

Variabel bebas pada penelitian ini adalah kesepian.

2. Variabel Tergantung atau Variabel Dependen

Variabel tergantung pada penelitian ini adalah kecenderungan kenakalan remaja.


(48)

C. Definisi Operasional Variabel Penelitian

Definisi operasional merupakan definisi yang didasarkan pada suatu variabel dengan cara memberikan spesifikasi kegiatan atau perilaku supaya dapat diukur (Sangadji & Sopiah, 2010). Definisi operasional pada penelitian ini, yaitu:

1. Kesepian

Kesepian adalah ketidaknyamanan subjektif yang disebabkan oleh ketidakpuasan berelasi dengan orang lain. Kesepian pada penelitian ini akan diukur dengan menggunakan skala kesepian yang didasarkan pada manifestasi kesepian yang dikemukakan oleh Peplau dan Perlman (1982), yaitu manifestasi afektif, manifestasi kognitif, dan manifestasi perilaku. Peneliti menggunakan manifestasi kesepian karena manifestasi kesepian yang dikemukakan oleh Peplau dan Perlman lebih spesifik dalam menampakkan kesepian yang terjadi pada diri seseorang. Pada penelitian ini, perolehan skor yang tinggi pada skala kesepian menunjukkan bahwa subjek mempunyai perasaan kesepian yang tinggi, sedangkan perolehan skor yang rendah pada skala kesepian menunjukkan bahwa subjek mempunyai perasaan kesepian yang rendah.

2. Kecenderungan Kenakalan Remaja

Kecenderungan kenakalan remaja adalah kecenderungan perilaku yang tidak dapat diterima secara sosial karena melanggar hukum dan dilakukan oleh individu di bawah 18 tahun yang dipicu oleh pengabaian sosial. Alat ukur yang digunakan didasarkan pada bentuk kenakalan remaja yang dikemukakan oleh Jensen (dalam Sarwono, 2008), yaitu:


(49)

a. Kenakalan yang menimbulkan korban fisik bagi orang lain, yaitu: perkelahian, perkosaan, perampokan, dan pembunuhan.

b. Kenakalan yang menimbulkan korban materi, yaitu: perusakan, pencurian, pencopetan, dan pemerasan.

c. Kenakalan yang tidak menimbulkan korban di pihak orang lain, yaitu: pelacuran dan penyalahgunaan obat.

d. Kenakalan yang melawan status, yaitu: membolos, melarikan diri dari rumah, dan membantah perintah orang tua.

Perolehan skor yang tinggi pada skala kecenderungan kenakalan remaja menunjukkan bahwa subjek mempunyai kecenderungan kenakalan yang tinggi, sedangkan perolehan skor yang rendah pada skala kecenderungan kenakalan remaja menunjukkan bahwa subjek mempunyai kecenderungan kenakalan yang rendah.

D. Subjek Penelitian

Subjek pada penelitian ini adalah remaja berusia 15 sampai 18 tahun yang berada di sekolah swasta Kota Yogyakarta. Peneliti memilih usia remaja karena pada masa remaja seseorang mengalami masa peralihan dari anak-anak menuju ke masa dewasa yang meliputi aspek fisik, kognitif, dan psikososial (Papalia, Olds, & Feldman, 2008; Santrock, 2002). Pada masa peralihan tersebut remaja juga mengalami berbagai konflik dalam dirinya. Sarwono (2011) mengatakan bahwa remaja menunjukkan perilaku cenderung sulit diatur dan mudah terangsang perasaannya.


(50)

Peneliti memilih remaja dengan rentang usia antara 15 sampai 18 tahun. Menurut Rousseau (dalam Sarwono, 2008), usia 15 sampai 20 tahun disebut sebagai masa kesempurnaan remaja (adolescence proper). Pada masa tersebut remaja mengalami puncak perkembangan emosi karena timbul gejala memperhatikan orang lain, memperhatikan harga diri, dan munculnya dorongan seks.

Di samping itu, peneliti memilih sekolah swasta karena sekolah swasta di Yogyakarta mempunyai persentase melakukan kenakalan remaja lebih banyak dibandingkan dengan sekolah negeri. Peneliti juga mengamati bahwa siswa-siswi dari sekolah swasta cenderung heterogen sehingga kemungkinan mengalami konflik cenderung lebih besar.

E. Metode Pengambilan Sampel

Penelitian ini menggunakan teknik probability sampling. Teknik probability samplingadalah teknik pengambilan sampel yang memberikan peluang sama bagi setiap anggota populasi untuk dipilih menjadi anggota sampel (Sangadji & Sopiah, 2010). Pengambilan data pada penelitian ini menggunakan teknik simple random sampling, yaitu pengambilan sampel yang ditentukan secara acak pada sampel pertama dan sampel berikutnya diambil berdasarkan satu interval tertentu (Sangadji & Sopiah, 2010). Sampel penelitian ini adalah remaja sekolah swasta Kota Yogyakarta dan berusia 15 sampai 18 tahun.


(51)

F. Metode dan Alat Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data merupakan proses yang sangat penting dalam penelitian meliputi pengumpulan data primer dan sekunder, yang kemudian akan digunakan sebagai jawaban penelitian (Siregar, 2013). Metode pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan dengan cara memberikan skala kesepian dan skala kecenderungan kenakalan remaja kepada subjek penelitian.

Jenis skala yang digunakan pada penelitian ini adalah Skala Likert. Peneliti menggunakan Skala Likert karena skala tersebut dapat mengukur sikap, pendapat, dan persepsi subjek mengenai fenomena tertentu (Siregar, 2013). Sejalan dengan itu, Azwar (1998) mengatakan bahwa Skala Likert dapat mengungkapkan distribusi respon sikap pro dan kontra (setuju dan tidak setuju) terhadap suatu objek sosial.

Pernyataan sikap pada Skala Likert dibagi menjadi dua macam item, yaitu

favorable dan unfavorable. Item favorable berisi pernyataan-pernyataan yang mendukung objek sikap atau indikator variabel yang akan diteliti. Sedangkan, itemunfavorableberisi pernyataan-pernyataan yang tidak mendukung objek sikap atau indikator yang akan diteliti (Azwar, 1998). Namun, pada skala kecenderungan kenakalan remaja pernyataan hanya terdiri dari item favorable. Hal ini dilakukan untuk menghindari faking good dan terjadinya negasi pada pernyataanfavorable.


(52)

Kedua skala pada penelitian ini akan dijadikan satu kesatuan dalam bentuk

booklet. Adapun rincian dari kedua skala tersebut adalah sebagai berikut:

1. Skala Kesepian

Skala kesepian digunakan untuk mengukur tingkat kesepian yang dialami oleh subjek penelitian. Item-item pada skala ini terdiri dari dua macam, yaitu item favorable dan unfavorable. Item favorable didasarkan pada pernyataan yang mendukung manifestasi kesepian. Sedangkan, item unfavorable

didasarkan pada pernyataan yang tidak mendukung manifestasi kesepian. Manifestasi kesepian antara lain manifestasi afektif, kognitif, dan perilaku.

Skala ini terdiri dari empat alternatif jawaban, yaitu “Sangat Setuju” (SS),

“Setuju” (S), “Tidak Setuju” (TS), dan “Sangat Tidak Setuju” (STS). Jumlah

item pada penelitian ini adalah 50 buah, yang terdiri dari 25 itemfavorabledan 25 itemunvaforable.

Tabel 3.1

Blue Print Skala Kesepian

No. Aspek

Item

Total %

Favorable Unfavorable

1. Manifestasi afektif 8 8 16 33,3%

2. Manifestasi kognitif 8 8 16 33,3 %

3. Manifestasi perilaku 9 9 18 33,4%


(53)

Tabel 3.2

Pemberian Skor Pada Skala Kesepian

2. Skala Kecenderungan Kenakalan Remaja

Skala kecenderungan kenakalan remaja digunakan untuk mengukur kecenderungan kenakalan yang dialami oleh subjek penelitian. Item-item pada penelitian ini hanya berisi pernyataan favorable sehingga tidak ada item yang diberi penilaian terbalik. Item favorable didasarkan pada bentuk kenakalan remaja yang dikemukakan oleh Jensen (dalam Sarwono, 2008), yaitu kenakalan yang menimbulkan korban fisik bagi orang lain, kenakalan yang menimbulkan korban materi, kenakalan yang tidak menimbulkan korban di pihak orang lain, dan kenakalan melawan status. Skala ini terdiri dari empat alternatif jawaban “Sangat Setuju” (ST), “Setuju” (S), “Tidak Setuju” (TS),

dan “Sangat Tidak Setuju” (STS). Jumlah item pada penelitian ini adalah 32 buah itemfavorable.

Alternatif Jawaban Favorable Unfavorable

Sangat Setuju 4 1

Setuju 3 2

Tidak Setuju 2 3


(54)

Tabel 3.3

Blue Print Skala Kecenderungan Kenakalan Remaja

No. Aspek

Item

Total %

Favorable

1. Kenakalan yang menimbulkan korban fisik bagi orang lain

8 8 25%

2. Kenakalan yang menimbulkan korban materi

8 8 25%

3. Kenakalan yang tidak menimbulkan korban di pihak orang lain

8 8 25%

4. Kenakalan yang melawan status 8 8 25%

Total Item 32 100%

Tabel 3.4

Pemberian Skor Pada Skala Kecenderungan Kenakalan Remaja Alternatif Jawaban Favorable

Sangat Setuju 4

Setuju 3

Tidak Setuju 2


(55)

G. Validitas, Seleksi Item, dan Reliabilitas Alat Ukur 1. Validitas

Validitas adalah sejauh mana suatu alat ukur yang digunakan mampu mengukur apa yang seharusnya diukur (Sugiyono, 2011). Validitas yang digunakan pada penelitian ini adalah validitas isi. Validitas isi dilakukan berdasarkan pendapat profesional (professional judgment), yaitu dosen pembimbing skripsi. Dosen pembimbing skripsi memeriksa kesesuaian antara item-item skala dengan aspek-aspek yang akan diukur (Suryabrata, 2008).

2. Seleksi Item

Seleksi item dilakukan untuk menguji karakteristik masing-masing item pada sebuah skala (Azwar, 2003). Seleksi item dilakukan menggunakan SPSS

for Windows versi 16.00 dan didasarkan pada daya diskriminasi item yang menghasilkan koefisien item total (rit). Batasan pemilihan item yang digunakan pada penelitian ini adalah (rit≥0,30). Hal ini disebabkan karena item-item yang

mencapai koefisien korelasi minimal 0,30 dianggap mempunyai daya beda yang memuaskan (Azwar, 2007).

a. Skala Kesepian

Berdasarkan hasil uji coba skala kesepian yang dilakukan pada 54 partisipan diperoleh hasil sebanyak 18 item lolos seleksi dari 50 item total awal, yang memenuhi koefisien korelasi item total (rit)≥0,30. Namun item

yang dinyatakan lolos seleksi tergolong sedikit, maka peneliti melakukan revisi pada beberapa item yang mempunyai koefisien korelasi item total


(56)

(rit)≥ 0,20 (Azwar, 2007), yaitu pada item nomor 4, 5, 6, 8, 16, dan 25.

Setelah direvisi item-item tersebut mengalami kenaikkan nilai koefisien korelasi item total (rit)≥ 0,30. Berikut ini merupakan distribusi item skala

kesepian setelah tahap uji coba:

Tabel 3.5

Distribusi Item Skala Kesepian Sebelum Tahap Uji Coba

Aspek Sub Aspek Item Jumlah

Item Favorable Unfavorable

Manifestasi Afektif

Perasaan negatif *15, *16, 17, 18

40, 41, 42, 46

16

Pengalaman negatif

12, 13, 14, 23 9, 19, 20, 39

Manifestasi Kognitif

Terlalu

memperhatikan atau fokus pada diri sendiri

*2, 7, *11, *44

*5, *26, *27, *47 16 Terlalu waspada dan sensitif dengan hubungan interpersonal

3, *8, *10, *25

*1, *6, 36, 43

Manifestasi Perilaku

Menutup hati dan diri untuk

mendengarkan orang lain

21, *30, *45 *4, 37, 38

18

Berfokus pada dirinya sendiri

*22, *29, *35 *48, *49, *50

Malu dan rendah diri dalam

mengambil risiko sosial

*24, *32, 33 *28, *31, 34

Total Item 50

Keterangan : Nomor item yang diberi tanda bintang (*) merupakan nomor item yang gugur


(57)

Tabel 3.6

Distribusi Item Skala Kesepian Setelah Tahap Uji Coba

Aspek Sub Aspek Item Jumlah

Item Favorable Unfavorable

Manifestasi Afektif

Perasaan negatif *16, 17, 18 40, 41, 42, 46

15

Pengalaman negatif

12, 13, 14, 23

9, 19, 20, 39

Manifestasi Kognitif

Terlalu

memperhatikan atau fokus pada diri sendiri 7 *5 8 Terlalu waspada dan sensitif dengan hubungan interpersonal

3, *8, *25 *6, 36, 43

Manifestasi Perilaku

Menutup hati dan diri untuk mendengarkan orang lain

21 *4, 37, 38

6 Berfokus pada dirinya sendiri - -Malu dan rendah diri dalam mengambil risiko sosial 33 34

Total Item 29

Keterangan : Nomor item yang diberi tanda bintang (*) telah melalui revisi

Pada salah satu aspek manifestasi perilaku terdapat item skala yang tidak terwakilkan. Hal ini disebabkan karena ritpada item tersebut tidak mencapai standar nilai rit yang diinginkan oleh peneliti, yaitu ≥ 0,30. Setelah

dilakukan revisi, item-item pada aspek tersebut tidak memenuhi standar yang diinginkan sehingga peneliti memutuskan untuk mengosongkan bagian aspek tersebut.


(58)

b. Skala Kecenderungan Kenakalan Remaja

Berdasarkan hasil uji coba skala kecenderungan kenakalan remaja yang dilakukan pada 54 responden diperoleh hasil bahwa keseluruhan item sebanyak 31 item dinyatakan lolos seleksi dari 32 item total awal. Item yang dinyatakan lolos seleksi adalah item dengan koefisien korelasi item total (rit)

0,30. Berikut ini adalah distribusi item skala kecenderungan kenakalan


(59)

Tabel 3.7

Distribusi Item Skala Kecenderungan Kenakalan Remaja Sebelum Tahap Uji Coba

Aspek Sub Aspek

Item Jumlah

Item Favorable

Kenakalan yang menimbulkan korban fisik bagi

orang lain

Perkelahian, perkosaan, perampokan, dan pembunuhan

19, 20, 21, 22, 23, 25,

31, 32 8 Kenakalan yang menimbulkan korban materi Perusakan, pencurian, pencopetan, dan pemerasan

1, 7, 8, 10, 11, 18, 26,

30

8

Kenakalan yang tidak menimbulkan

korban di pihak orang lain

Pelacuran dan

penyalahgunaan obat

6, 13, 14, 17, 24, 27,

28, 29,

8

Kenakalan yang melawan status

Membolos, melarikan diri dari rumah, dan membantah perintah orang tua

2, *3, 4, 5, 9, 12, 15,

16

8

Total Item 32

Keterangan : Keterangan : Nomor item yang diberi tanda bintang (*) merupakan nomor item yang hilang.


(60)

Tabel 3.8

Distribusi Item Skala Kecenderungan Kenakalan Remaja Setelah Tahap Uji Coba

Aspek Sub Aspek

Item Jumlah

Item Favorable

Kenakalan yang menimbulkan korban fisik bagi

orang lain

Perkelahian, perkosaan, perampokan, dan pembunuhan

19, 20, 21, 22, 23, 25, 31, 32

8 Kenakalan yang menimbulkan korban materi Perusakan, pencurian, pencopetan, dan pemerasan

1, 7, 8, 10, 11,

18, 26, 30 8

Kenakalan yang tidak menimbulkan korban di pihak

orang lain

Pelacuran dan

penyalahgunaan obat

6, 13, 14, 17, 24, 27, 28, 29,

8

Kenakalan yang melawan status

Membolos, melarikan diri dari rumah, dan membantah perintah orang tua

2, 4, 5, 9, 12,

15, 16 7


(61)

3. Reliabilitas

Reliabilitas adalah konsistensi atau kepercayaan pada hasil alat ukur dari waktu ke waktu. Koefisien reliabilitas berada dari rentang 0 sampai dengan 1,00. Semakin tinggi koefisien reliabilitasnya atau mendekati 1,00 maka semakin tinggi reliabilitasnya (Azwar, 1999).

Uji reliabilitas pada penelitian ini menggunakan Cronbach’s Alpha (α) dari program SPSS for Windows versi 16.00. Berdasarkan perhitungan didapatkan koefisien reliabilitas pada skala kesepian sebesar 0,83. Sedangkan, pada skala kecenderungan kenakalan remaja didapatkan koefisien reliabilitas sebesar 0,93. Kedua skala tersebut mempunyai hasil koefisien reliabilitas mendekati angka 1,00 yang menunjukkan bahwa kedua skala mempunyai reliabilitas yang baik.

H. Metode Analisis Data 1. Uji Asumsi

a. Uji Normalitas

Uji normalitas mempunyai tujuan untuk menguji apakah data penelitian yang ada berasal dari populasi yang sebarannya normal. Hasil sebaran data dapat dilihat melalui nilai signifikansi atau nilai p (Santoso, 2010). Apabila nilai p>0,05 maka data berdistribusi normal. Namun, apabila nilai p<0,05 maka data berdistribusi tidak normal (Priyatno, 2010). Uji normalitas dilakukan dengan menggunakan program SPSSfor windowsversi 16.00.


(62)

b. Uji Linearitas

Uji linearitas digunakan untuk melihat apakah hubungan antarvariabel yang sedang diteliti menyerupai garis lurus (Santoso, 2010). Hasil uji linearitas dapat dilihat melalui nilai signifikansi atau nilai p. Apabila nilai p<0,05 maka hubungan kedua variabel dinyatakan linier. Namun, apabila nilai p>0,05 maka hubungan kedua variabel dinyatakan tidak linier (Priyatno, 2010). Uji linearitas dilakukan dengan menggunakan program SPSSfor windowsversi 16.00.

2. Uji Hipotesis

Uji hipotesis pada penelitian ini menggunakan teknik korelasi. Teknik korelasi digunakan untuk mengetahui kecenderungan pola satu variabel terhadap variabel lainnya. Jika satu variabel mempunyai kecenderungan naik apakah variabel lain juga mempunyai kecenderungan naik atau turun, atau tidak menentu. Kedua variabel dinyatakan mempunyai hubungan atau korelasi apabila kecenderungan dalam satu variabel diikuti oleh kecenderungan dalam variabel yang lain (Santoso, 2010). Pengujian hipotesis penelitian dilakukan dengan menggunakan SPSS for windows versi 16.00 untuk menguji hipotesis hubungan antara kesepian dengan kecenderungan kenakalan remaja.


(63)

41

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Pelaksanaan Penelitian

Pengambilan data penelitian dilakukan pada tanggal 8-28 November 2014 kepada siswa-siswi kelas X, XI, dan XII, baik jurusan IPA, IPS, maupun Bahasa di tiga sekolah swasta Kota Yogyakarta. Subjek diminta mengisi dua buah skala penelitian, yaitu Skala Kesepian dan Skala Kecenderungan Kenakalan Remaja. Skala yang disebarkan pada penelitian ini berjumlah 215. Sebanyak 22 skala gugur karena pengisian skala yang tidak lengkap dan tidak sesuai dengan kriteria, sehingga hanya 193 skala yang dianalisis oleh peneliti.

B. Analisis Data Penelitian 1. Deskripsi Data Penelitian

a. Jenis Kelamin

Subjek penelitian ini terdiri dari laki-laki dan perempuan. Subjek berjenis kelamin laki-laki berjumlah 114 orang. Sedangkan, subjek berjenis kelamin perempuan berjumlah 79 orang. Berikut ini tabel deskripsi jenis kelamin subjek penelitian:


(64)

Tabel 4.1

Deskripsi Jenis Kelamin Subjek Penelitian Jenis Kelamin

Total

Laki-laki Perempuan

114 79 193

b. Usia

Subjek penelitian ini memiliki rentang usia antara 15-18 tahun. Berikut ini tabel deskripsi usia subjek penelitian:

Tabel 4.2

Deskripsi Usia Subjek Penelitian Usia (th)

Total

15 th 16 th 17 th 18 th

46 50 72 25 193

c. Suku Bangsa

Subjek penelitian ini berasal dari beberapa suku bangsa, yaitu : Jawa, Tionghoa, Batak, Papua, Ambon, Dayak, Betawi, Manado, dan Sunda. Berikut ini tabel deskripsi suku bangsa subjek penelitian:


(65)

Tabel 4.3

Deskripsi Suku Bangsa Subjek Penelitian

Suku Bangsa Jumlah

Jawa 118

Tionghoa 33

Batak 12

Papua 9

Ambon 7

Dayak 6

Betawi 3

Manado 4

Sunda 1

Total 193

d. Data Tambahan

Subjek penelitian ini berasal dari latar belakang keluarga yang berbeda-beda. Berikut ini data tambahan yang berhubungan dengan latar belakang keluarga subjek penelitian:

Tabel 4.4

Deskripsi Orang tua Subjek Penelitian Orang tua

Total

Lengkap Bercerai Meninggal


(66)

Tabel 4.5

Deskripsi Tempat Tinggal Subjek Penelitian Tempat Tinggal

Total

Orang tua Kerabat Asrama Kost

147 26 12 8 193

2. Statistik Deskriptif Penelitian

Statistik deskriptif dilakukan untuk mendeskripsikan atau memberikan gambaran tentang subjek yang diteliti melalui data sampel atau populasi sebagaimana adanya (Sugiyono, 2011). Berikut ini adalah hasil statistik deskriptif penelitian:

Tabel 4.6

Hasil Statistik Deskriptif Penelitian

KS KKR

Jumlah Data (N) 193 193

Nilai Maksimal (Maximum) 83,00 82,00

Nilai Minimal (Minimum) 34,00 31,00

Standar Deviasi (SD) 10,12 12,79

Rata-Rata Empirik (Mean Empirik) 56,3 52,7

Rata-Rata Teoritik (Mean Teoritik) 72,5 77,5

Nilai p (Sig. 2-tailed) .000 .000


(67)

Data yang diperoleh peneliti secara keseluruhan berjumlah 193 untuk masing-masing variabelnya. Rata-rata skor kesepian yang diperoleh subjek atau mean empirik adalah 56,3 dengan standar deviasi 10,12. Berdasarkan perhitungan skor maksimal dan minimal diperolehmean teoritik data kesepian sebesar 72,5. Dengan demikian, diketahui bahwa skor kesepian subjek penelitian secara keseluruhan tergolong rendah.

Pada data kecenderungan kenakalan remaja diketahui bahwa rata-ratanya atau mean empiriknya adalah 52,7 dengan standar deviasi sebesar 12,79. Berdasarkan perhitungan skor maksimal dan minimal diperoleh mean teoritik data kecenderungan kenakalan remaja sebesar 77,5. Dengan demikian, diketahui bahwa skor kecenderungan kenakalan remaja subjek penelitian secara keseluruhan tergolong rendah.

Berdasarkan hasil analisis uji-t data kesepian dan kecenderungan kenakalan remaja diperoleh nilai signifikansi atau nilai p sebesar 0,000 (p<0,05). Dengan demikian diketahui bahwa ada perbedaan mean yang signifikan antara data kesepian dan kecenderungan kenakalan remaja.


(68)

3. Uji Asumsi

Sebelum melakukan uji hipotesis yang akan digunakan untuk menjawab pertanyaan penelitian, perlu dilakukan uji asumsi. Uji asumsi pada penelitian ini adalah uji normalitas dan linearitas.

a. Uji Normalitas

Uji normalitas digunakan untuk melihat apakah data penelitian berasal dari populasi yang sebarannya normal. Apabila nilai p lebih besar dari 0,05 (p>0,05), maka dapat diartikan bahwa suatu penelitian mempunyai sebaran data yang normal. Namun, bila nilai p lebih kecil dari 0,05 (p<0,05), maka dapat diartikan bahwa suatu penelitian mempunyai sebaran data yang tidak normal (Santoso, 2010). Berikut ini adalah hasil uji normalitas:

Tabel 4.7

Hasil Uji Normalitas

p Keterangan

Kesepian 0,200 Sebaran normal

Kecenderungan kenakalan remaja

0,024 Sebaran tidak normal

Dari hasil uji normalitas terlihat bahwa variabel kesepian mempunyai nilai p sebesar 0,200 atau lebih besar dari 0,05 (p>0,05). Sedangkan, nilai p pada variabel kecenderungan kenakalan remaja sebesar 0,024 atau lebih kecil dari 0,05 (p<0,05). Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa variabel kesepian mempunyai sebaran data yang normal, sedangkan variabel


(69)

kecenderungan kenakalan remaja mempunyai sebaran data yang tidak normal.

b. Uji Linearitas

Uji linearitas digunakan untuk melihat apakah hubungan antarvariabel yang sedang diteliti menyerupai garis lurus. Bentuk hubungan ini menunjukkan peningkatan atau penurunan kuantitas pada variabel yang satu akan diikuti secara linear oleh peningkatan atau penurunan pada variabel yang lainnya (Santoso, 2010). Berikut ini adalah hasil uji linearitas:

Tabel 4.8

Hasil Uji Linearitas

F p

Kesepian dan kecenderungan kenakalan remaja


(70)

Gambar 4.1 Scatterplot Uji Linearitas

Hasil uji linearitas menunjukkan nilai p sebesar 0,006 atau lebih kecil dari 0,05 (p<0,05). Selain itu, scatterplot menunjukkan bahwa hasil olah data pada penelitian ini tergolong linear. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa variabel kesepian dan kecenderungan kenakalan remaja mempunyai hubungan yang linear.

4. Uji Hipotesis : Analisis Korelasional

Uji hipotesis pada penelitian ini menggunakan analisis korelasi. Analisis korelasi digunakan untuk mengetahui kecenderungan pola satu variabel terhadap variabel lainnya (Santoso, 2010). Penelitian ini menggunakan teknik korelasi Spearman Rho. Teknik ini dilakukan karena salah satu sebaran data penelitian tidak normal, yaitu pada variabel kecenderungan kenakalan remaja.


(71)

Pengujian signifikansi hubungan kedua variabel dilakukan dengan cara membandingkan probability value (p) dengan tingkat signifikansi (α). Nilai α

yang digunakan pada pengujian ini adalah 0,05. Jika nilai p<α, maka dapat

disimpulkan bahwa terdapat korelasi yang signifikan (Santoso, 2010). Berikut ini adalah hasil uji hipotesis kedua variabel penelitian:

Tabel 4.9

Hasil Uji Hipotesis Variabel Penelitian

R p

Kesepian dan kecenderungan kenakalan remaja

0,174 0,15

Berdasarkan hasil analisis diketahui bahwa nilai korelasi variabel kesepian dan kecenderungan kenakalan remaja atau r sebesar 0,174 dengan nilai p

sebesar 0,15. Hal ini menunjukkan bahwa penelitian ini tidak mempunyai korelasi yang signifikan atau p (0,15) > α (0,05). Dengan demikian, dapat

disimpulkan bahwa kedua variabel tersebut tidak berkorelasi.

5. Pembahasan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kesepian dengan kecenderungan kenakalan pada remaja. Hasil analisis data penelitian menunjukkan koefisien korelasi atau r sebesar 0,174 dengan nilai p sebesar 0,15 sehingga dapat diartikan bahwa hipotesis penelitian ini ditolak. Kesepian


(72)

tidak terbukti secara signifikan berhubungan dengan kecenderungan kenakalan yang terjadi pada remaja.

Pada penelitian sebelumnya, kesepian dapat membuat seseorang mempunyai sikap bermusuhan dan agresifitas (Zilboorg dalam Check, Perlman, & Malamuth, 1985). Ketidaknyamanan psikologis akibat dari hubungan sosial yang kurang memadai diasosiasikan dengan masalah-masalah personal, misalnya depresi, penyalahgunaan narkoba dan minuman beralkohol, serta rendahnya prestasi (Taylor, Peplau, & Sears, 2009). Remaja yang tidak ingin dianggap gagal dalam relasi interpersonal, kemudian melawan perasaan inferioritasnya. Menurut Dolcini dan kawan-kawan (dalam Santrock, 2007), anggapan tentang diri yang tidak terkalahkan membuat remaja terlibat dalam perilaku menyimpang, seperti balapan mobil, penggunaan obat terlarang, bunuh diri, dan melakukan hubungan seks tanpa alat kontrasepsi, yang mengarahkan remaja kepada tindakan kenakalan remaja. Namun, hasil pada penelitian ini tidak menunjukkan adanya hubungan antara kesepian dan agresifitas.

Penelitian ini menggunakan tiga manifestasi kesepian, yang mencakup manifestasi afeksi, manifestasi kognitif, dan manifestasi perilaku. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara kesepian dengan kecenderungan kenakalan remaja. Hal tersebut dapat dijelaskan dari manifestasi-manifestasi pada variabel kesepian yang kurang dapat mengukur kesepian. Selain itu, adanya salah satu sub aspek pada skala kesepian yang


(73)

tidak terwakilkan, yaitu berfokus pada diri sendiri, diduga mempengaruhi hasil penelitian.

Menurut Brennan (dalam Page, 1990) terdapat faktor-faktor yang membuat remaja mengalami kesepian, seperti karakteristik personal. Subjek pada penelitian ini diduga tidak mengalami kesepian yang terlihat dari rendahnya skor mean empirik pada variabel kesepian. Subjek tidak mengalami perasaan malu, harga diri yang rendah, kurangnya keterampilan sosial yang memadai, dan rendahnya keinginan berhubungan sosial, yang berhubungan dengan karakteristik kepribadian subjek penelitian.

Apabila dilihat dari latar bekalang keluarga, sebanyak 162 subjek (83,94%) berasal dari keluarga yang kedua orang tuanya lengkap dan 147 subjek (76,17%) tinggal bersama orang tuanya. Soekanto (2006) mengatakan bahwa pada masa krisis perkembangannya, remaja sangat membutuhkan bimbingan terutama dari orang tuanya. Usaha yang aktif dari orang tua untuk melakukan pengawasan dan bimbingan pada remaja adalah komponen yang penting untuk melawan kenakalan remaja dan penggunaan narkotika (Lippold, Greenberg, Graham, & Feinberg, 2013). Oleh kerena itu, mean empirik variabel kecenderungan kenakalan remaja pada penelitian ini tergolong rendah yang menunjukkan bahwa subjek penelitian tidak mengalami kecenderungan kenakalan remaja.

Pada penelitian ini sebanyak 118 subjek penelitian (61,14%) berasal dari Suku Bangsa Jawa. Budaya Jawa termasuk dalam budaya kolektif yang mempunyai kelekatan dengan kelompok sosialnya. Budaya kolektif


(74)

mengutamakan norma dan berusaha bertindak benar sesuai norma yang berlaku. Selain itu, individu dituntut untuk melakukan sesuatu yang sesuai dengan keinginan kelompok (Lonner & Malpass, 1994). Oleh karena itu, subjek penelitian dimungkinkan masih memegang teguh budaya kolektif sehingga cenderung menghindari perilaku kenakalan remaja yang merupakan perilaku yang tidak dapat diterima secara sosial, melanggar hukum, dan merupakan tindakan kriminal (Santrock, 2002).

Analisis data penelitian secara keseluruhan menunjukkan bahwa variabel kecenderungan kenakalan tidak memberikan pengaruh hubungan yang cukup signifikan. Jika dilihat dari normalitas data penelitian, variabel kecenderungan kenakalan remaja remaja mempunyai distribusi data yang tidak normal. Peneliti menduga bahwa item-item yang disajikan pada skala kecenderungan kenakalan remaja terlalu kuat menampakan bentuk kenakalan remaja. Hal ini membuat subjek penelitian cenderung melakukan faking, yakni upaya untuk memilih jawaban-jawaban yang baik berdasarkansocial desirability, dibanding menjawab sesuai dengan keadaan yang sesungguhnya.

Berdasarkan pembahasan di atas, dapat dijelaskan bagaimana kesepian dan kecenderungan kenakalan pada remaja tidak mempunyai hubungan yang signifikan.


(75)

53

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan, maka diperoleh kesimpulan bahwa kesepian dan kecenderungan kenakalan pada remaja tidak terbukti memiliki hubungan yang signifikan (r = 0,174, p = 0,15).

B. Saran

Berdasarkan penelitian secara keseluruhan, maka peneliti mengajukan saran-saran sebagai berikut:

1. Bagi Subjek Penelitian

Berdasarkan hasil penelitian, rata-rata subjek penelitian mempunyai tingkat kesepian dan kecenderungan kenakalan yang rendah. Meskipun demikian, subjek diharapkan dapat terus membangun relasi yang sehat dengan orang lain dan mengelola emosi diri, sehingga tingkat kesepian dan kecenderungan kenakalan yang dialami akan semakin rendah.

2. Bagi Orang tua dan Tenaga Pendidik di Sekolah

Dengan hasil penelitian yang ada, orang tua dan tenaga pendidik diharapkan untuk tetap mendampingi remaja. Hal ini disebabkan karena orang tua merupakan salah satu faktor penting dalam perkembangan remaja. Orang tua dan tenaga pendidik di sekolah diharapkan mampu membimbing remaja


(76)

melalui proses perkembangannya sehingga dapat mengatasi dampak negatif dari kesepian dan kecenderungan kenakalan. Bimbingan ini dapat dilakukan dengan memberikan dukungan positif, memahami pemikiran remaja, dan mengajak remaja melakukan kegiatan yang dapat menyalurkan bakatnya.

3. Bagi Peneliti Selanjutnya

Saran untuk peneliti selanjutnya yang tertarik pada bidang ini dapat memperhitungkan kelemahan-kelemahan pada penelitian ini, yaitu lebih memperhatikan kontrol terhadap proses penyusunan item skala, terutama dalam penentuan masing-masing aspek dalam variabel kesepian dan kecenderungan kenakalan remaja. Peneliti menyadari bahwa terdapat item-item skala yang kurang mewakili aspek-aspek dari masing-masing variabel yang ada. Selain itu, peneliti selanjutnya dapat memperluas dan memperbanyak jumlah subjek penelitian agar hasil penelitian dapat digeneralisasikan pada populasi. Peneliti selanjutnya juga disarankan untuk melakukan kontrol pada faktor-faktor lain, seperti karakteristik personal, latar belakang keluarga dan teman, serta suku bangsa yang diduga mempengaruhi hasil penelitian ini.


(77)

55

DAFTAR PUSTAKA

______. (2012). Daftar Pembunuhan Massal di Sekolah AS dalam 20 Tahun. Diakses 27 Agustus 2014, dari http://news.liputan6.com.

______. (2012). Polda Metro: Kenakalan Remaja Meningkat Pesat, Perkosaan Menurun.Diakses 7 Juni 2015, dari http://www.beritasatu.com.

______. (2013). Loneliness in The UK. Diakses 29 Mei 2014, dari http://www.eauk.org/culture/statistics/how-lonely-are-we.cfm.

Andriani, S. (2013). Kesepian dan Tidak Bahagia, Artis Terjerumus Narkoba. Diakses 4 Juni 2015, dari http://gayahidup.inilah.com.

Asyhad, M. H. (2014).Bullyyang Berujung Mati.Majalah Intisari. 617, 158-169. Azwar, S. (1998).Metode Penelitian(ed. ke-1). Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Azwar, S. (1999).Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Azwar, S. (2007).Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Azwar, S. (2003).Reliabilitas dan Validitas. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Baron, R. A., & Byrne, D. (1987). Social Psychology: Understanding Human Interaction(ed. 5th). Boston: Allyn & Bacon, Inc.

Baron, R. A. & Byrne, P. (2005). Psikologi Sosial (ed. ke-10, jilid II). Jakarta: Penerbit Erlangga.

Baumeister, R. F. & Leary, M. R. (1995). The Need to Belong: Desire for Interpersonal Attachments as a Fundamental Human Motivation.


(1)

LAMPIRAN 4

Uji Asumsi :


(2)

91

A. Uji Normalitas Kesepian

Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig.

.059 193 .200* .991 193 .284

a. Lilliefors Significance Correction

*. This is a lower bound of the true significance.

B. Uji Normalitas Kecenderungan Kenakalan Remaja

Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig.

Kecd_Kenakalan_Remaja .070 193 .024 .975 193 .002

a. Lilliefors Significance Correction

C. Uji Linearitas Kesepian dan Kecenderungan Kenakalan Remaja

ANOVA Table

Sum of

Squares df

Mean

Square F Sig.

Kesepian *

Kecd_Kenakalan_Re maja

Between Groups

(Combined) 4948.554 47 105.288 1.037 .423

Linearity 781.463 1 781.463 7.696 .006

Deviation from

Linearity 4167.092 46 90.589 .892 .666

Within Groups 14724.015 145 101.545

Total 19672.570 192


(3)

LAMPIRAN 5


(4)

93

A. Uji Hipotesis

Correlations

Kesepian

Kecd_Kenakalan _Remaja

Spearman's rho Kesepian Correlation Coefficient 1.000 .174*

Sig. (2-tailed) . .015

N 193 193

Kecd_Kenakalan_Remaja Correlation Coefficient .174* 1.000

Sig. (2-tailed) .015 .

N 193 193

*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).


(5)

LAMPIRAN 6


(6)

95

A. Uji Statistik Deskriptif

Descriptive Statistics

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

Kesepian 193 34.00 83.00 56.3005 10.12232

Kecd_Kenakalan_Remaja 193 31.00 82.00 52.7461 12.79131

Valid N (listwise) 193