Universitas Sumatera Utara
Adapun bentuk-bentuk komunikasi antarbudaya Devito, Edisi Kelima : 536-537, yaitu :
1. Komunikasi antarbudaya, misalnya antara orang Prancis dengan
orang Norwegia, atau orang Cina dan Portugis. 2.
Komunikasi antar ras yang berbeda kadang-kadang dikatakan komunikasi antarras, misalnya orang kulit hitam dengan kulit
putih.
3. Komunikasi antar kelompok etnis yang berbeda kadang-kadang
dikatakan komunikasi antaretnis, misalnya orang Amerika keturunan Italia dan orang Amerika keturunan Jerman.
4. Komunikasi antar kelompok agama yang berbeda-beda, misalnya
antara Katolik Roma dan Episkopal, atau antara orang Islam dengan orang Yahudi.
5. Komunikasi antar bangsa yang berbeda kadang-kadang
dinamakan komunikasi internasional, misalnya antara Amerika Serikat dan Meksiko, atau antara Prancis dan Italia.
6. Komunikasi antar subkultur yang berbeda, misalnya antara dokter
dan pengacara atau antara tunanetra dan tunarungu. 7.
Komunikasi antara suatu subkultur dan kultur yang dominan, misalnya antara kaum homoseks dan kaum heteroseks, atau antara
kaum manula dan kaum muda.
8. Komunikasi antara jenis kelamin yang berbeda, antara pria dan
wanita.
2.2.3. Persepsi Budaya
Menurut Mulyana dalam Lubis, 2012 : 61 persepsi muncul karena setiap penilaian dan pemilihan seseorang terhadap orang lain diukur berdasarkan
pernyataan budaya sendiri. Dengan persepsi, peserta komunikasi akan memilih apa-apa yang diterima atau menolaknya. Persepsi yang sama akan memudahkan
peserta komunikasi yang diharapkan. Tahap penting dari persepsi menyangkut pemberian arti kata objek sosial
dan peristiwa dalam lingkungan. Objek sosial dan kejadian dapat sangat berubah dalam kemampuan untuk memberikan pengartian yang luas menurut individu dan
kebudayaan individu. Sifat alami suatu budaya, bagaimanapun memperkenalkan kepada kita pengalaman yang tidak sama Lubis, 2012 : 62.
Faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi Liliweri, 2011 : 155, yaitu: 1.
Fisiologis, yaitu kemampuan secara sensoris yang meliputi visual dan audio, fisik, umur.
Universitas Sumatera Utara
2. Kebudayaan, yang meliputi kepercayaan, nilai-nilai, pemahaman,
asumsi taken-for-granted. 3.
Standpoint theory, yang meliputi komunitas sosial, ras, etnis, gender, kelas ekonomi, agama, spiritualitas, umur dan orientasi seksual, posisi
kekuasaan dalam hierarki sosial.
4. Peranan sosial yang meliputi, peranan sosial ketika berkomunikasi
dengan kita, harapan terhadap kepenuhan peran, pilihan karier. 5.
Kemampuan kognitif 6.
Kompleksitas kognitif 7.
Persepsi yang berpusat pada orang Persepsi seseorang terhadap suatu hal akan berbeda-beda. Apabila ada
sejumlah individu yang mempunyai persepsi yang sama terhadap suatu hal, maka keseluruhan persepsi mereka dapat digolongkan dalam persepsi kelompok. Kita
sudah mengetahui bahwa semua manusia tergolong-tergolong dalam kelompok tertentu. Pembentukan kelompok tersebut difaktori karena adanya kesamaan
identitas di antara mereka Liliweri, 2001 : 114. Faktor-faktor kesamaan yang mendorong pembentukan kebudayaan suatu
kelompok sering disebut dengan komponen kebudayaan. Ada beberapa komponen kebudayaan Liliweri, 2001 : 114-136, yaitu :
1. Pandangan hidup, kosmologi dan ontologi
Dalam setiap kebudayaan, selalu ada pandangan hidup, kosmologi dan ontologi. Persepsi manusia tentang relasi individu dengan unsur-unsur
tersebut tersusun pada suatu hirarki berdasarkan atas kepentingan terhadap unsur itu, yaitu kepercayaan, sikap dan nilai.
2. Skema kognitif
Skema kognitif diartikan dengan sistem konsep-konsep kognitif yang dimiliki oleh individu atau sekelompok orang terhadap objek tertentu.
Skema mempengaruhi keputusan individu untuk menentukan prioritas fungsi objek berdasarkan waktu dan tempat. Skema kognitif umumnya
ditentukan oleh persepsi individu yang dibentuk oleh pengalaman kognisinya dari kebudayaan.
3. Bahasa, sistem, dan simbol
Menurut para ahli, bahasa menentukan ciri kebudayaan dan dari bahasa pula dapat diketahui derajat kebudayaan suatu bangsa. Setiap
Universitas Sumatera Utara
kebudayaan menjadikan bahasa sebagai media untuk menyatakn prinsip-prinsip ajaran, nilai dan norma budaya kepada para
pendukungnya. Bahasa menterjemahkan nilai dan norma, menterjemahkan skema kognitif manusia, menterjemahkan persepsi,
sikap dan kepercayaan manusia tentang dunia para pendukungnya. 4.
Konsep tentang waktu Setiap kebudayaan mempunyai konsep tentang masa lalu, masa
sekarang dan masa yang akan datang. Salah satu hal penting untuk memahami setiap kelompok adalah mengetahui struktur waktu dari
kelompok tersebut. 5.
Konsep jarak ruang Setiap kebudayaan mengajarkan kepada anggotanya tentang orientasi
terhadap jarak dan ruang. Ruang berhubungan dengan tata ruang lahan pemukiman, pertanian dan lain-lain, yang sifatnya lebih kepada
kepentingan relasi sosial, sedangkan jarak lebih banyak berhubungan dengan jarak fisik.
6. Agama, mitos dan cara menyatakannya
Setiap budaya mempunya gejala dan peristiwa yang dapat dijelaskan secara rasional tapi hanya berdasarkan pengalaman iman semata-mata.
7. Hubungan sosial dan jaringan sosial
Di dalam semua kebudayaan, struktur keluarga merupakan masyarakat inti, selebihnya adalah keluarga yang diperluas. Hubungan dalam
komunitas dapat dibentuk komunal dan kerjasama atau persaingan juga individualistik, tergantung apakah kebudayaan itu merupakan
kebudayaan lisan atau kebudayaan membaca. Oleh karena itu, sebagian komunikasi dalam kebudayaan selalu menggunakan
komunikasi lisan. Menurut Mc.Luhan dalam Liliweri, 2001 : 135, ketergantungan satu sama lain selalu mereka ciptakan agar tidak ada
seorang pun menempatkan diri secara individual dan khusus. Tahap penting dari persepsi menyangkut pemberian arti objek sosial dan
persitiwa dalam lingkungan. Objek sosial dan kejadian dapat sangat berubah dalam kemampuan untuk memberikan pengertian yang luas menurut individu dan
Universitas Sumatera Utara
kebudayaan individu. Sifat alami suatu budaya, bagaimanapun budaya tersebut diperkenalkan kepada yang lain, tetap akan berbeda dan setiap orang memiliki
pengalaman yang tidak sama. Menurut Sarbaugh dan Samovar, et, al dalam Lubis, 2012 : 62-63, terdapat tiga elemen pokok persepsi budaya yang memiliki
tiga pengaruh besar dan langsung terhadap individu-individu peserta komunikasi antarbudaya. Yang pertama adalah pandangan budaya dunia world view, kedua
adalah sistem lambang, dan yang ketiga adalah organisasi sosial.
2.2.3.1. Pandangan Dunia
Untuk memahami dunia, nilai-nilai dan tindakan-tindakan orang lain, kita harus memahami kerangka persepsinya. Dalam berkomunikasi antara budaya
yang ideal kita berharap banyak persamaan dalam pengalaman dan persepsi budaya. Tetapi karakter budaya berkecenderungan memperkenalkan kita kepada
pengalaman-pengalaman yang tidak sama atau berbeda berdasarkan pandangan dunia world view yang terbentuk semula. Oleh sebab itu ia membawa persepsi
budaya yang berbeda-beda pada dunia di luar budaya sendiri. Sebagai contoh, persepsi masyarakat Amerika Utara percaya bahwa kekejaman terhadap binatang
adalah salah satu perbuatan yang melelahkan dengan membunuh seekor matador, oleh karena itu, masyarakat Amerika Utara akan menghindari tontonan matador
karena tontonan tersebut dianggap hal yang negatif. Berbeda halnya dengan masyarakat Amerika Latin yang menganggap bahwa pertandingan matador adalah
sebuah pertarungan keberanian antara manusia dengan binatang, dianggap sebagai suatu hal yang positif, dan kemenangan seorang matador dipandang sebagai suatu
hal yang menunjukkan perbuatan yang berani, keterampilan dan ketangkasan fisik. Lubis, 2012 : 63.
Cara budaya mengorganisasikan dirinya dan lingkungannya juga berpengaruh terhadap anggota budayanya dalam mempersepsi dunia dan cara
mereka berkomunikasi, didapati bahwa keluarga dan sekolah merupakan dua elemen yang dominan dalam membentuk dan mengubah persepsi budaya.
Menurut Mulyana dan Rakhmat dalam Lubis, 2012 : 63-64, pandangan dunia merupakan dasar dari suatu budaya, impaknya mempengaruhi kepercayaan
agama, nilai-nilai, perilaku, penggunaan waktu dan banyak aspek budaya lainnya.
Universitas Sumatera Utara
Pandangan dunia sebagai sistem kepercayaan yang membentuk seluruhan sistem berfikir tentang sesuatu, yang dimana pandangan dunia merupakan struktur
yang dipengaruhi oleh kebudayaan, yaitu kebudayaan telah menerima berbagai peranan , kemudian menggerakkan atau membentuk sejenis semangat kepada
individu untuk menjelaskan sebuah peristiwa. Seringkali pandangan dunia dianggap sebagai rumusan persepsi dan andaian fundamental yang meliputi cara
sebuah kebudayaan mengajarkan anggotanya untuk menerangkan sebuah sistem kepercayaan, nilai baik dan buruk, serta cara berperilaku.
Pandangan dunia sangat mempengaruhi komunikasi antarbudaya, karena setiap orang memiliki pandangan dunia yang tertanam pada orang yang
sepenuhnya dianggap benar dan ia otomatis menganggap bahwa pihak lain juga memandang dunia sebagaimana ia memandangnya. Pandangan dunia mampu
membentuk budaya dan berfungsi membedakan satu budaya dengan budaya lainnya. Lubis, 2012 : 65.
a. Agama dan Sistem Kepercayaan
Agama dan sistem kepercayaan memiliki fungsi sosial yaitu untuk memperkuat struktur sosial dan prinsip-prinsip moral masyarakat beragama,
sistem kepercayaan manusia berperan untuk menetralisir sifat jahat manusia, nilai agama berperan untuk memperbaiki akhlak manusia. Peranan agama dalam etnis
manapun merupakan unsur utama, karena agama mengandung nilai-nilai universal yang berisi pendidikan dan pembinaan serta pembentukan moral dalam keluarga
Lubis, 2012 : 65-66. b.
Nilai Nilai merupakan norma dimana suatu etnis memberitahukan kepada
seseorang anggotanya mana yang baik dan buruk, benar dan salah, yang boleh dan yang tidak boleh. Nilai tidak bersifat universal karena kecenderungannya berbeda
antara satu budaya dengan budaya lainnya. Nilai-nilai budaya adalah aspek penilaian daripada sistem kepercayaan, nilai dan sikap. Nilai-nilai budaya adalah
sesuatu aturan yang tersusun untuk membuat pilihan-pilihan dan mengurangi konflik dalam masyarakat Mulyana dalam Lubis, 2012 : 67-68.
Universitas Sumatera Utara
c. Perilaku
Perilaku atau sistem tingkah laku adalah perwujudan daripada kepercayaan dan nilai-nilai yang dipedomani oleh setiap individu dan dibentuk oleh sebuah
proses belajar serta kebudayaan. Paige dan Martin dalam Lubis, 2012 : 70 mengatakan bahwa pandangan dunia merupakan salah satu lensa dalam hal
manusia memandang realita dunia dan tentang kehidupan dunia. Isu-isu yang bersifat abadi dan merupakan landasan paling mendasar bagi suatu budaya. Oleh
karena itu, setiap pelaku komunikasi mempunyai pandangan dunia yang tertanam pada jiwa yang sepenuhnya dianggap benar dan otomatis menganggap bahwa
pihak lainnya memandang sebagaimana ia memandangnya.
2.2.3.2. Sistem Lambang
Perwujudan dari perilaku adalah melalui sistem lambang yang digunakan seperti melalu percakapan, bertulis, bahasa tubuh, penampilan dan lain-lainnya
Ruben dalam Lubis, 2012:72. Budaya membingkai komunikasi dengan secara langsung mempengaruhi isi dan susunannya. Penggunaan sistem lambang seperti
bahasa lisan sehari-hari misalnya, terlihat sebagai suatu peristiwa komunikasi dimana orang-orang setiap harinya saling berhubungan dari budaya yang sangat
spesifik. Bahasa merupakan media utama yang digunakan budaya untuk menyampaikan maksud dan tujuan melalui interaksi diantara individu Lubis,
2012: 72. Bahasa mempengaruhi persepsi, menyalurkan dan turut membentuk
pikiran, oleh karena itu bahasa merupakan suatu sistem yang tidak pasti untuk menyajikan realitas secara simbol. Menurut Ruben dalam Lubis, 2012:73
menyatakan bahwa komunikasi adalah suatu proses yang mendasari intersubjektivitas suatu fenomena yang terjadi akibat simbolisasi publik dan
penggunaan serta penyebaran simbol. Makna kata sangat bergantung pada berbagai penafsiran individu-individu yang berkomunikasi.
Menurut Gudykunst dan Kim dalam Lubis, 2012:73, untuk menjembatani semua perbedaan makna dalam bahasa, pesan harus jelas dan
komunikator harus tahu apa yang ingin dibicarakan agar terjadi penerimaan yang
Universitas Sumatera Utara
benar-benar cermat atas kandungan pesan oleh si komunikan. Selain itu, pola-pola berpikir suatu budaya dituntut sebagaimana individu-individu dalam budaya yang
berbeda itu berkomunikasi. Bahasa lisan merupakan media utama yang digunakan dalam
berkomunikasi antarbudaya untuk menyampaikan maksud dan objektifitas melalui interaksi diantara individu. Gudykunst dan Kim dalam Lubis, 2012:73,
menyatakan bahwa kegagalan utama dalam berkomunikasi adalah ketidakpastian dalam menyampaikan isi secara cermat, yang terdapat hubungan positif antara
teori pengurangan ketidakpastian dengan komunikasi efektif. Proses verbal merupakan media utama untuk pertukaran pikiran dan gagasan, namun proses
nonverbal juga tidak kalah penting dan lebih sering dipergunakan dalam proses komunikasi walau tanpa disadari sepenuhnya.
Temuan Lubis 2011 : 204-207, mendapati bahwa bahasa yang digunakan oleh orangtua di rumah juga berdampak pada anak-anak dan lingkungan
sekitarnya. Seperti contoh, ketika terdapat suatu keluarga beretnis Tionghoa, kedua orangtuanya memasukkan kedua anaknya untuk mengikuti les bahasa
Indonesia. Dengan hal ini, tidak mengurangi atau menghilangkan nilai budaya Tionghoa pada kedua anaknya tersebut, tetapi semakin menambah nilai positif
bagi mereka yaitu mereka dapat berbicara bahasa Indonesia dan semakin mudah bergaul dengan teman-teman lainnya.
2.2.3.3. Organisasi Sosial
Organisasi sosial adalah cara bagaimana suatu kebudayaan dikomunikasikan kepada anggotanya. Ada dua organisasi sosial yang berperan
dalam membentuk individu Samovar dan Poerter dalam Lubis, 2012 : 76, yaitu: a.
Keluarga Keluarga sangat berperan penting dalam mengenalkan kebudayaan dan
menilai kebudayaan yang paling baik dibandingkan kebudayaan lainnya, serta menjaga agar anak tidak terpengaruh oleh budaya luar. Galvin dan Bromel dalam
Lubis, 2012 : 76 mengatakan bahwa keluarga merupakan institusi dasar bagi seorang anak, melalui keluarga anak-anak diajarkan untuk mengenali dunia dan
Universitas Sumatera Utara
menjadi manusia yang sempurna yang menghabiskan seluruh hidupnya di dalam lingkungan masyarakat dan membentuk suatu budaya. Beberapa sikap dasar, nilai-
nilai serta tingkah laku dimulai dari keluarga. Bennett, Wolin dan Mc Avity dalam Lubis, 2012 : 77 mengatakan bahwa
di dalam sebuah keluarga, budaya dapat menggambarkan batasan-batasan, harapan-harapan, aturan-aturan untuk berinteraksi, pola komunikasi, serta cara
penyelesaian masalah. Pengembangan identitas keluarga dipengaruhi oleh dua faktor utama, yaitu identitas keluarga asli dan identitas keluarga yang dibentuk
sejalan dengan pernikahan dan keturunan. Interaksi komunikasi antarbudaya diantara etnis yang berbeda budaya
bermula dari persepsi sebuah keluarga dalam menanamkan pandangan world view, nilai-nilai dan terwujud dalam perilaku. Keluarga berperan dalam
mengajarkan para anggota keluarganya untuk mengenali budaya yang dibawa oleh orangtuanya. Dalam sebuah keluarga, anak-anak diajarkan untuk mengenali dunia
dan kedudukan mereka di dunia Lubis, 2012 : 78. Cote dan Bornstein dalam Lubis, 2012 : 80, menyatakan bahwa
kekurangan daripada pembentukan keluarga antara budaya adalah menyinggung tentang nilai-nilai budaya dan kebiasaan-kebiasaan. Hal ini dapat berubah secara
perlahan karena diwakilkan oleh identitas individu, di mana nilai-nilai budaya sangat dipengaruhi oleh faktor internal. Dengan berinteraksi komunikasi
antarbudaya secara aktif dan berterusan, dapat merubah terhadap pemahaman nilai-nilai budaya in group.
b. Sekolah
Melalui pendidikan di sekolah, seorang individu dikenalkan dengan sejarah kebudayaan etnis-etnis yang ada di dunia, memberikan fakta-fakta,
menanamkan nilai-nilai dan sikap dari kebiasaan-kebiasaan yang baik dan dapat diterima dalam kebudayaan yang besar. Samovar dan Porter dalam Lubis, 2012 :
81 mengatakan bahwa sekolah adalah organisasi sosial yang diberikan tanggung jawab besar untuk mewariskan dan memelihara suatu budaya. Sekolah merupakan
penyambung penting dalam menghubungkan masa lalu dan masa depan,
Universitas Sumatera Utara
memberitahu anggota-anggota barunya apa yang telah terjadi, apa yang penting dan apa yang harus diketahui seseorang sebagai anggota budaya.
Selain sekolah, peranan organisasi kemasyarakatan seperti Serikat Tolong Menolong STM, kelompok perkumpulan, maupun tempat kita bekerja, para
individu yang berbeda budaya mencoba untuk saling belajar dan memahami perbedaan-perbedaan yang terdapat pada masing-masing budayanya. Individu-
individu pada kebudayaan saling bergantung dan harus menyesuaikan diri ke dalam nilai-nilai dan norma-norma kelompok mereka. Sikap yang pertama adalah
dengan memelihara hubungan pada kelompok dan menyokong hubungan sosial kekeluargaan. Tujuannya yaitu mempertinggi esksistensi diri yang merupakan
kepentingan kedua pada kebudayaan itu Lubis, 2012 : 82.
2.2.4. Seks Bebas