Koefesien Ekspansi Termal C – Factor Modulus Elastisitas

17 didemineralisasi. Hybrid layer berperan dalam perlekatan miromekanis antara gigi dan resin. Pada dentin, hybrid layer dari bonding resin dan kolagen sering terbentuk dan bahan adhesive akan berpenetrasi ke tubulus dentin. 2,22 2.3 Sifat Fisik Resin Komposit yang Mempengaruhi Ketahanan Fraktur 2.3.1 Kontraksi Polimerisasi Kontraksi polimerisasi merupakan kelemahan utama pada resin komposit, kontraksi yang terjadi pada resin komposit dapat menimulkan stress sebesar 13 Mpa pada struktur gigi dan komposit. Stress ini akan menimbulkan celah yang kecil yang dapat menimbulkan kebocoran dan menyebabkan masuknya saliva dan mikroorganisme yang nantinya akan menimbulkan karies sekunder dan perubahan warna pada daerah marginal. Stress yang terjadi dapat melebihi kekuatan tensile dari enamel dan dapat menyebabkan frakturnya enamel. Peletakan komposit setebal 2 mm dan melakukan penyinaran pada setiap lapisan dapat mengurangi efek polimerisasi. 22

2.3.2 Koefesien Ekspansi Termal

Koefisien ekspansi termal resin komposit mempunyai rentang dari 25 sampai 38 x 10 -6 ° C pada komposit dengan filler ukuran besar dan 55 sampai 68 x 10 -6 °C Gambar 9. Penampang transversal dari bonding resin komposit ... pada dentin C, adhesive layer A, hybrid layer H .... dan resin tag T 22 Universitas Sumatera Utara 18 pada partikel ukuran mikro. Pada dentin mempunyai koefisien termal sebesar 8,3 x 10 -6 ° C dan pada enamel sebesar 11,4 x x 10 -6 ° C. Perbedaan nilai koefisien ekspansi yang jauh antara gigi dan resin komposit akan menyebabkan perbedaan saat gigi dan resin komposit terpapar oleh perubahan suhu di dalam rongga mulut. Pada keadaan dingin restorasi akan mengkerut dan menimbulkan gap dan pada saat suhu meningkat gap akan tertutup kembali, proses yang terus berulang ini dinamakan perkolasi. 21,22

2.3.3 C – Factor

C-factor cavity configuration factor didefinisikan sebagai rasio antara area yang berikatan dan tidak berikatan pada restorasi, c-factor merupakan suatu indeks yang digunakan untuk menggambarkan tingkat masalah pada bahan restorasi yang menyusut. Pada restorasi klas I memiliki c-factor yang lebih besar daripada klas II karena memiliki permukaan berikatan dan tidak berikatan yang lebih besar. 22

2.3.4 Modulus Elastisitas

Modulus elastisitas merupakan sifat yang menyebabkan suatu bahan bersifat kaku. Modulus elastisitas yang semakin tinggi akan menyebabkan suatu bahan semakin kaku dan modulus elastisitas yang rendah akan menyebabkan bahan menjadi Gambar 10. Faktor konfigurasi kavitas C-factor merupakan rasio antara daerah yang berikatan dan tidak berikatan 22 Universitas Sumatera Utara 19 lebih elastis. Dentin memiliki modulus elastisitas sebesar 18-24 Gpa dan pada enamel sebesar 60-120 Gpa sedangkan pada komposit sebesar 5-20 Gpa. 22 Pada resin komposit peningkatan filler akan meningkatkan modulus elastisitas sebaliknya pengurangan filler akan menyebabkan modulus elastisitasnya rendah. Modulus elastisitas mempengaruhi adaptasi resin komposit pada permukaan gigi. Oleh karena itu bahan dengan modulus elastisitas rendah memiliki keuntungan yaitu dapat bersifat seperti pegas pada saat kontraksi sehingga dapat meminimalisir terjadinya gap. 15

2.3.5 Degree of Conversion